Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan
diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
B. Manifestasi Klinis
1. Fisik:
a. Badan bau, pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut yang bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif
b. Menarik diri, isolasi diri
c. Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3. Social
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berprilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri.
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pola perawatan diri Kadang perawatan diri Tidak melakukan perawatan
seimbang tidak seimbang diri

D. Penyebab
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
b. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus
ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya
E. Sumber Koping
Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman
dalam hubungan dengan orang lain. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan
rasionalisme dan mengaburkan realitas dari pada mencari penyebab kesulitan serta
menyesuaikan diri dengan kenyataan.
F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi 2 yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif yang mendukung fungsi integritas, pertumbuhan, belajar
dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah pasien bisa memenuhi kebutuhan
perawatan diri secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptive yang menghambat, fungsi intergritas, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
G. Pohon Masalah

resiko tinggi isolasi sosial : menarik diri

Deficit perawatan diri

Gangguan konsep diri : HDR

H. Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti pasien
dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan
kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
I. Masalah Keperawatan Dan Data yang perlu dikaji
No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1. Defisit perawatan diri  Data mayor :
 DS :
Menyatakan malas mandi, tidak tahu
cara makan yang baik, tidak tahu cara
dandan, dan tidak tahu cara eliminasi
yang baik
 DO :
Badan kotor, dandan tidak rapih, makan
berantakan, BAB/BAK sembarangan.
 Data minor :
 DS :
Merasa tidak berguna, merasa tidak
perlu merubah penampilan, merasa tidak
ada yang peduli
 DO :
Tidak tersedia alat kebersihan, tidak
tersedia alat makan, tidak tersedia alat
toileting
2. Gangguan konsep diri : HDR  Data mayor
 DS :
Klien hidup tak bermakna, tidak
memiliki kelebihan apapun, merasa
jelek.
 DO :
Kontak mata kurang, tidak berinisiatif
berinteraksi denbgan orang lain.
- Data minor
 DS :
Klien mengatakan malas, putus as, ingin
mati.
 DO :
Klien malas-malasan, produktivitas
menurun
3. Resiko tinggi isolasi sosial : - Data mayor
menarik diri  DS :
Klien mengatakan malas berinteraksi,
mengatakan orang lain tidak mau
menerima dirinya, merasa orang lain
tidak selevel.
 DO :
Menyendiri, mengurung diri, tidak mau
bercakap-cakap dengan orang lain.
- Data minor
 DS :
Curiga dengan orang lain, mendengar
suara/melihat bayangan, merasa tidak
berguna
 DO:
Mematung, mondar-mandir, tanpa arah,
tidak berinisiatif, berhubunganb dengan
orang lain.

J. Diagnose Keperawatan
1. Deficit Perawatan Diri
2. Isolasi Sosial : MD
3. Gangguan konsep diri : HDR
K. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Melakukan kebersihan diri secara mandiri
- Melakukan berhias / berdandan secara baik
- Melakukan makan dengan baik
- Melakukan BAB / BAK secara mandiri
Keluarga mampu :
- Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ...x pertemuan, SP 1
pasien mampu: - Identifikasi kebersihan diri, berdandan, makan dan BAB /
menjelaskan pentingnya : BAK
Kebersihan diri - Jelaskan pentingnya kebersihan diri
Berdandan - Jelaskan alat dan cara kebersihan diri
Makan - Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
BAB / BAK SP 2
- mampu melakukan cara - Evaluasi SP 1
merawat diri - Jelaskan pentingnya berdandan
- Latih cara berdandan
 Untuk laki – laki meliputi cara :
Berpakaian
Menyisir rambut
Bercukur
 Untuk perempuan meliputi cara :
Berpakaian
Menyisir rambut
Berhias
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan SP 1 dan SP 2
- Jelaskan cara dan alat makan yang benar
- Jelaskan cara mempersiapkan makan
- Jelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
- Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
- Latih kegiatan makan
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan pasien yang lalu (SP1, 2, dan 3)
- Latih cara BAB dan BAK yang baik
- Menjelsakan tempat BAB/BAK yang sesuai
- Menjelskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK
Setelah ...x pertemuan, SP 1
keluarga mampu - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
meneruskan melatih dengan masalah kebersihan diri, berdandan, makan,
pasien dan mendukung BAB/BAK
agar kemampuan pasien - Jelaskan defisit perawatan diri
dalam perawatan dirinya - Jelaskan cara merawat kebersihan diri, berdandan, makan,
meningkat BAB/BAK
- Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga/jadwal keluarga untuk
merawat pasien
SP 2
- Evaluasi SP 1
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien, kebersihan diri
dan berdandan
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 3
- Evaluasi kemampuan SP 2
- Latih keluarga merawat langsung ke pasien cara makan
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan keluarga
- Evaluasi kemampuan pasien
- RTL keluarga
Follow up
Rujukan
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino

Gonohutomo, 2003

Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah

Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta :

Prima Medika.

Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya
proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B. Manifestasi Klinis
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4. Tidak dapat memusatkan perhatian
5. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan isi pikir
Persepsi akurat Ilusi Sulit merespon emosi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Perilaku disorganisasi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh atau tidak Isolasi sosial
Hubungan social harmonis biasa

D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitas
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E. Sumber Koping
Sumber koping yang dapat dilakukan pasien dengan halusinasi adalah :
1. Personal ability adalah ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan dari
kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan
tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, identitas ego yang tidak adekuat.
2. Social support adalah hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat
tidak adekuat, komitmen dengan jaringan social tidak adekuat.
3. Material asset adalah ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros atau
sangat pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak ada tabungan, tidakmemiliki
kekayaan dalam bentuk barang, tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal.
4. Positif belief adalah distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negative
terhadap pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu sesuatu gangguan.
F. Mekanisme Koping
1. Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus internal.
G. Tahapan dan tingkatan halusinasi
1. Comporting → cemas sedang, halusinasi merupakan kesenangan
Karakteristik
Non psikotik, merasa cemas, kesepian, bersalah, takut sehingga mencoba berpikir
hal-hal menyenangkan, halusinasi masih dapat dikontrol
Observable patient behaviors
Tersenyum/tertawa sendiri, bicara tanpa bersuara, rapid eyes movement, bicara
pelan, diam dan preoccupied
2. Condemnine → cemas berat, halusinasi menjadi refulsif
Karakteristik
Nonspesifik pengalaman sensori menjadi menakuitkan, klien merasa hilang kontrol
dan merasa dilecehkan oleh pengalaan sensori tersebut, menarik diri dari orang lain
Observable patient behaviors
Peningkatan aktivitas sistem saraf otonom, peningkatan denyut jantung, respirasi dan
tekanan darah.
3. Controlling → cemas berat, halusinasi tidak dapat ditolak
Karakteristik
Klien menyerah terhadap halusinasinya, halusinasi menjadi lebih mengancam
Observable patient behavior
Mengikuti perintah halusinasinya, sulit berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak dapat mengikuti perintah dari perawat.
4. Conquering → panik, klien dikuasai oleh halusinasinya
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi menakutkan dan mengancam jika tidak mengikuti
perintahnya
Observable patient behavior
Pelaku panik, resiko tinggi mencederai diri sendiri/orang lain,m,m aktivitas
menggambarkan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, gelisah, isolasi
sosial/katatonia.
H. Klasifikasi
1. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara/bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulkus yang
nyata/lingkungan. Dengan kata lain yang berada disekitar klien tidak mendengar
bunyi atau suara yang didengar klien tersebut.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar tanpa adanya stimulus yang nyata dari
lingkungan\
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium sesuatu yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata biasanya merasakan rasa makanan yang
tidak enak
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata
I. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perubahan sensori perceptual ; halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

J. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu
keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan
secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
1. Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
2. Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar
atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang
akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian
dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,
gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi
obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu
mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan
keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain.
Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak
terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini
hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
L. Asuhan Keperawatan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan alat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab
kepada orang lain.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
M. Analisa data
No Data Subyekstif Data Obyektif
1. Klien mengatakan melihat Tampak bicara dan ketawa sendiri.
atau mendengar sesuatu. Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Klien tidak mampu mengenal Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat
tempat, waktu, orang. sesuatu.
Gerakan mata yang cepat.
2. Klien mengatakan merasa Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
kesepian. Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat
Klien mengatakan tidak dapat bicara.
berhubungan sosial. Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.
3. Klien mengungkapkan takut. Wajah klien tampak tegang, merah.
Klien mengungkapkan apa Mata merah dan melotot.
yang dilihat dan didengar Rahang mengatup.
mengancam dan membuatnya Tangan mengepal.
takut. Mondar mandir.

N. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah
1. Gangguan sensori perceptual : Halusinasi
2. Isolasi sosial: Menarik Diri
3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
O. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ....x pertemuan pasien SP 1
- Mengenali dapat menyebutkan :  Bantu pasien mengenal halusinasinya (Isi,
halusinasi yang  Isi, waktu, frekuensi, situasi waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan)
dialaminya pencetus, perasaan  Latih mengontrol halusinasinya dengan cara
- Mengontrol  Mampu memperagakan cara menghardik. Tahapan tindakannya meliputi :
halusinasinya dalam mengontrol halusinasi - Jelaskan cara menghardik halusinasinya
- Mengikuti - Peragakan cara menghardik
program - Minta pasien memperagakan ulang
pengobatan  Pantau peberapan cara ini beri penguatan
perilaku pasien
 Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, pasien SP 2
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
 Menyebutkan kegiatan yang - Latih berbicara dengan orang lain saat
sudah dilakukan halusinasi muncul
 Memperagakan cara bercakap- - Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
cakap dengan orang lain
Setelah ...x pertemuan, pasien SP 3
mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 dan SP 2)
 Menyebutkan kegiatan yang - Latih kegiatan agar halusinasitidak muncul.
sudah dilakukan Tahapannya :
 Membuat jadwal kegiatan  Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
sehari-hari dan mampu untuk mengatasi halusinasi
memperagakannya  Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Latih pasien melakukan aktivitas
 Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih (dari
bangun pagi sampai malam hari)
 Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan penguatan terhdap perilaku pasien
yang positif

Setelah ...x pertemuan, pasien SP 4


mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, 2, 3)
 Menyebutkan kegiatan yang - Tanyakan program pengobatan
sudah dilakukan - Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
 Menyebutkan manfaat dari gangguan jiwa
program pengobatan - Jelaskan akibat bila tidak digunakan sesuai
program
- Jelaskan akibat putus obat
- Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
- Jelaskan pengobatan (5B)
- Latih pasien minum obat
- Masukan dalam jadwal harian pasien
Keluarga mampu : Setelah...x pertemuan keluarga SP 1
- Merawat pasien mampu menjelaskan tentang - Identifikasi masalah keluarga dalam merawat
di rumah dan halusinasi pasien
menjadi sistem - Jelaskan tentang halusinasi :
pendukung yang  Pengertian hakusinas
efektif untuk  Jenis halusinasi dalam pasien
pasien.  Tanda dan gejala’
 Cara merawat pasien (cara komunikasi,
pemberian obat, dan pembetrian aktivitas
kepada pasien)
 Sumber sumber pelayanan kesehatan
yang bisa di jangkau
 Bermain peran cara merawat
- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal
keluarga untuk merawat pasien.
Setelah ...x pertemuan, keluarga SP 2
mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 1)
 Menyelesaikan kegiatan yang - Latih keluarga merawat pasien
sudah dilakukan - RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
 Memperagakan cara merawat merawat pasien
pasien
Setelah ...x pertemuan, keluarga SP 3
mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga (SP 2)
 Menyebutkan kegiatan yang - Latih keluarga merawat pasien
sudah dilakukan - RTL keluarga/jadwal keluarga untuk
 Memperagakan cara merawat merawat pasien
pasien serta mampu membuat
RTL
Setelah ...x pertemuan keluarga SP 4
mampu : - Evaluasi kemampuan keluarga
 Menyebutkan kegiatan yang - Evaluasi kemampuan pasien
sudah dilakukan - RTL keluarga :
 Melaksanakan follow up  Follow up
rujukan  Rujukan
Daftar Pustaka

Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba
Medika
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University
Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan
Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan).Jakarta: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

A. Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010).
B. Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1. Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3. Gangguan dalam berhubungan
4. Rasa diri penting yang berlebihan
5. Perasaan tidak mampu
6. Rasa bersalah
7. Pandangan hidup yang pesimis
8. Penolakan terhadap kemampuan personal
9. Menarik diri secara social
10. Khawatir dan menarik diri dari realitas
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maldaptif
Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri Keracunan identitas Depersonalisasi
rendah

D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung
jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran
kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang
tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2. Faktor Presipitasi
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi
c. Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d. Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan,
fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral dan
prosedur medis keperawatan
E. Sumber Koping
1. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
2. Hobi dan kerajinan tangan
3. Seni yang ekspresif
4. Kesehatan dan keperawatan diri
5. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
6. Bakat tertentu
7. Kecerdasan
8. Imaginasi dan kreativitas
9. Hubungan interpersonal
F. Mekanisme Koping
1. Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan pasien harga diri rendah
adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian
obat-obatan, kerja keras, nonton tv terus-menerus. Kegiatan mengganti identitas
sementara, misalnya ikut kelompok social, keagamaan dan politik.
2. Mekanisme koping jangka panjang antara lain adalah menutup identitas, dimana
pasien terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi dari orang-orang yang
berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri, identitas
negative, dimana asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat.
G. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

Berduka disfungsional

H. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul
dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri
adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive,
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998).
I. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1. Gangguan konsep diri : HDR - Data Mayor :
 DS :
Klien hidup tidak bermakna, tidak memiliki
kelebihan apapun, merasa jelek
 DO :
Kontak mata kurang, tidak berinisiatif untuk
berinteraksi dengan orang lain.
- Data Minor :
 DS :
Klien mengatakan malas, putus asa, ingin
mati
 DO :
Klien malas-malasan, Produktivitas
menurun
2. Isolasi Sosial : Menarik diri - Data Mayor :
 DS :
Klien mengatakan malas berinteraksi,
mengatakan orang lain tidak mau menerima
dirinya, merasa orang lain tidak selevel.
 DO :
Menyendiri , mengurung diri, tidak mau
bercakap-cakap dengan orang lain
- Data Minor :
 DS :
Curiga dengan orang lain, mendengar
suara/melihat bayangan, merasa tidak
berguna
 DO :
Mematung, mondar-mandir tanpa arah,
tidak berinisiatif berhubungan dengan orang
lain.
3. Berduka disfungsional - Data Mayor :
 DS :
Mengungkapkan tak berdaya dan tak ingin
hidup lagi
 DO :
Mengungkapkan sedih karena tidak naik
kelas/ kehilangan seseorang
- Data Minor :
 DS :
Ekspresi Wajah sedih
 DO :
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : HDR
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Berduka disfungsional
K. Intervensi
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- Menilai kemampuan yang dapat digunakan
- Menetapkan / memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
- Melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai kemampuan
- Merencanakan kegiatan yang sudah dilatihnya.

Keluarga mampu :
- Merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi sistem
pendukung yang efektif bagi pasien

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan SP I
klien mampu: - Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki.
- Mengidentifikasi - Diskusikan bahwa pasien masih memiliki sejumlah
kemampuan aspek positif kemampuan dan aspek positif seperti kegiatan pasien di
yang dimiliki rumah adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
- Memiliki kemampuan - Beri pujian yang realistis dan hindarkan setiap kali
yang dapat digunakan bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
- Memilih kegiatan sesuai - Nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini
kemampuan - Diskusikan dengan pasien kemampuan yang masih
- Melakukan kegiatan yang digunakan saat ini
sudah dipilih - Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan
- Merencanakan kegiatan terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien
yang sudah dilatih - Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif
- Pilih kemampuan yang akan dilatih
- Diskusikan dengan pasien beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien
lakukan sehari-hari.
- Bantu pasien menetapkan aktivitas mana yang dapat
pasien lakukan secara mandiri.
- Aktivitas yang memerlukan bantuan minimal dari
keluarga
- Aktivitas apa saja yang perlu bantuan penuh dari keluarga
atau lingkungan terdekat pasien.
- Beri contoh cara pelaksanaan aktivitas yang dapat
dilakukan pasien
- Susun bersama pasien aktivitas atau kegiatan sehari-hari
pasien
- Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien untuk menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah dipilih pasien) yang akan dilatihkan.
- Bersama pasien dan keluarga memperagakan beberapa
kegiatan yang akan dilakukan pasien.
- Berikan dukungan atau pujian yang nyata sesuai kemajuan
yang diperlihatkan pasien
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
- Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan.
- Beri pujian atas aktivitas / kegiatan yang dapat dilakukan
pasien setiap hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi dan
perubahan sikap
- Susun daftar aktivitas yang sudah dilatihkan bersama
pasien dan keluarga.
- Berikan kesempatan mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
- Yakinkan bahwa keluarga mendukung setiap aktivitas
yang dilakukan pasien
SP 2
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
- Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan
- Latih kemampuan yang dipilih
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
- Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan SP 1
keluarga mampu : - Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
- Mengidentifikasi - Jelaskan proses terjadinya HDR
kemampuan yang dimiliki - Jelaskan tentang cara merawat pasien
pasien - Main peran dalam merawat pasien HDR
- Menyediakan fasilitas - Susun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
untuk pasien melakukan pasien
kegiatan SP 2
- Mendorong pasien - Evaluasi kemampuan SP 1
melakukan kegiatan - Latih keluarga langsung ke pasien
- Memuji pasien saat pasien - Menyusun RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
dapat melakukan kegiatan pasien
- Membantu melatih pasien SP 3
- Membantu menyusun - Evaluasi kemampuan keluarga
jadwal kegiatan pasien - Evaluasi kemampuan pasien
- Membantu perkembangan - RTL keluarga :
pasien - Follow Up
- Rujukan
Daftar Pustaka

Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.

Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika

Press.

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan

Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan
Kemat, 2009).
B. Manifestasi Klinis
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2. Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
4. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5. Komunikasi kurang / tidak ada.
6. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7. Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8. Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
9. Menolak berhubungan dengan orang lain.
10. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan.
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Menyendiri Merasa sendiri Menarik diri
Otonomi Dependensia Ketergantungan
Berkerjamasama Curiga Manipulasi
Interdependen Curiga
D. Penyebab
1. Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh
kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap
mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang
tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele,
sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik,
mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis,
terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang
mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan
isolasi sosial.
d. Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi
skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita
skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun
eksternal meliputi.
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
b. Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat
merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c. Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d. Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai
kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
1) Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada
anak, misalnya dengan tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak
bingung, karena belum dapat mengklasifikasikan dan mengartikan pasien
tersebut.
2) Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di
satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.
E. Sumber Koping
Sumber koping berhubungan dengan respon social maladaptive meliputi keterlibatan
dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan keluarga yang luasan teman,
hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan
stress interpersonal misalnya kesenian, music, atau tulisan.
F. Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaptive menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan
dua jenis masalah hubungan yang spesifik.
G. Akibat
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga
timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi
dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas
yang dapat berpengaruh terhadap kemempuan untuk melakukan perawatan secara
mandiri
H. Pohon Masalah

Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

Isolasi sosial ; menarik diri

Gangguan konsep diri : HDR

I. Masalah Keperawatan dan Fokus Pengkajian

No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji


1 Resiko perubahan sensori - Data Subjektif :
persepsi : halusinasi - Klien mengatakan mendengar bunyi
yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran
tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa
stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/ bunyi/ gambar
yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/ melempar barang-
barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/
melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat
untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi

2. Isolasi Sosial : menarik diri Data Subjektif :


- Sukar didapat jika klien menolak
komunikasi. Terkadang hanya berupa
jawaban singkat ya atau tidak.
Data Objektif :
- Klien terlihat apatis, ekspresi sedih, afek
tumpul, menyendiri, berdiam diri di
kamar dan banyak diam.

3. Gangguan konsep diri : harga Data subyektif:


diri rendah - Klien mengatakan: saya tidak mampu,
tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri,
bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ ingin
mengakhiri hidup.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : Menarik diri
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
K. Intervensi

Tujuan
Pasien mampu :
- Menyadari penyebab isolasi sosial
Berinteraksi dengan orang lain
Keluarga mampu :
Merawat pasien isolasi sosial di rumah

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan SP I
klien mampu: - Identifikasi penyebab
- Membina hubungan saling
- Siapa yang satu rumah dengan pasien
percaya - Siapa yang dekat dengan pasien
- Menyadari penyebab
- Siapa yang tidak dekat dengan pasien
isolasi sosial, keuntungan - Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan
dan kerugian berinteraksi orang lain
dengan orang lain - Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi
- Melakukan interaksi dengan orang lain
dengan orang lain secara - Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin
bertahap berinteraksi dengan orang lain
- Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman
dan bergaul akrab dengan mereka
- Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan
tidak bergaul dengan orang lain
- Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik
pasien
- Latih berkenalan
- Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain
- Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain
- Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan di hadapan perawat
- Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang
teman / anggota keluarga
- Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan
jumlah interaksi dengan 2,3,4 orang dan seterusnya
- Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah
dilakukan oleh pasien
- Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah
berinteraksi dengan orang lain, mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri
dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
- Masukkan jadwal kegiatan pasien
SP 2
- Evaluasi SP1
- Latih berhubungan sosial secara bertahap
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi SP1 dan 2
- Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah ….x pertemuan SP 1
keluarga mampu - Identifikasi masalah yang dihadapi keluarga dalam
menjelaskan tentang : merawat pasien
- Masalah isolasi sosial dan - Penjelasan isolasi sosial
dampaknya pada pasien - Cara merawat pasien isolasi sosial
- Penyebab isolasi sosial - Latih (simulasi)
- Sikap keluarga untuk - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
membantu pasien SP 2
mengatasi isolasi - Evaluasi SP 1
sosialnya - Latih (langsung ke pasien)
- Pengobatan yang - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
berkelanjutan dan SP 3
mencegah putus obat - Evaluasi SP 1 dan SP 2
- Tempat rujukan dan - Latih (langsung ke pasien)
fasilitas kesehatan yang - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat pasien
tersedia bagi pasien SP 4
 Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Rencana tindak lanjut keluarga
 Follow Up
 Rujukan

Daftar Pustaka
Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Psikososial
dengan gangguan jiwa

Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan
Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk, 2008).
B. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
e. Bermusuhan
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
C. Rentang respon marah
Adaptif maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Marah/Amuk
Keterangan :
1. Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan
2. Frustasi : individu gagal mencapai kepuasaan saat marah dan tidak menemukan
alternative
3. Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
4. Agresif : perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tertapi
masih terkontol.
5. Kekerasan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol
D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang
mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku
kekerasan
b. Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan
perilaku yang wajar
c. Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d. Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi
perilaku kekerasan
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
E. Sumber Koping
Sumber koping dapat berupa asset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
defensive, dukungan social dan motivasi. Selain itu sumber koping lain dari dukungan
keluarga, masyarakat atau kelompok, dukungan spiritual.
F. Mekanisme Koping
Mekanisme yang biasa digunakan adalah :
1. Sublimasi yaitu melampiaskan masalah pada objek lain
2. Proyeksi yaitu menyataka orang lain mengenal kesukaan atau keinginan tidak baik
3. Represif yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap atau perilaku yang berlawanan
4. Reaksi formasi yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan
melebihkan sikap perilaku yang berlawanan
5. Displacement yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek
yang berbahaya
G. Pohon Masalah

Resiko
Resikotinggi
tinggimencederai
mencederaidiri,
diri,orang
oranglain,
lain,dan
danlingkungan
lingkungan

Perilaku Kekerasan

Perubahan sensori perseptusl: halusinasi

H. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan
dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
I. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Phenotizin
b. Obat anti depresi : Amitriptyline
c. Obat anti ansietas : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d. Obat anti insomnia : Phneobarbital
2. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian :
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5) Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas
lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien
karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran
klien.
J. Askep
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
Keluhan utama
2. Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan
dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
c. Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok,
yang diikuti dalam masyarakat
d. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek
klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran,
memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a. Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b. Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
c. Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d. Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8. Mekanisme koping
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok
dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa
marah.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh
bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya
sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia
baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11. Aspek medic
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor,
okopasional, TAK dan rehabilitas.
12. Daftar masalah keperawatan
a. Perilaku kekerasan
b. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Perubahan sensori persepsi: halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi social
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
K. Intervensi
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengidentifikasi penyebab dan tanda perilaku kekerasan
- Menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
- Menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
- Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
- Mengontrol perilaku kekerasannya dengan cara :
- Fisik
- Sosial / verbal
- Spiritual
- Terapi psikofarmaka (patah obat)
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah ….x pertemuan, pasien mampu : SP I
- Menyebutkan penyebab, tanda, gejala - Identifikasi penyebab, tanda dan gejala serta
dan akibat perilaku kekerasan akibat perilaku kekerasan
- Memperagakan cara fisik 1 untuk - Latih cara fisik 1 : Tarik nafas dalam
mengontrol perilaku kekerasan - Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan, pasien mampu : SP 2
- Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
dilakukan - Latih cara fisik 2 : Pukul kasur / bantal
- Memperagakan cara fisik untuk - Masukkan dalam jadwal harian pasien
mengontrol perilaku kekerasan
Setelah .x pertemuan pasien mampu : SP 3
- Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
dilakukan - Latih secara sosial / verbal
- Memperagakan cara sosial / verbal - Menolak dengan baik
untuk mengontrol perilaku kekerasan - Meminta dengan baik
- Mengungkapkan dengan baik
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan, pasien mampu : SP 4
- Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)
dilakukan - Latih secara spiritual:
- Memperagakan cara spiritual  Berdoa
 Sholat
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan pasien mampu : SP 5
- Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2,3&4)
dilakukan - Latih patuh obat :
- Memperagakan cara patuh obat  Minum obat secara teratur dengan prinsip 5 B
 Susun jadwal minum obat secara teratur
 Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu: SP 1
- Menjelaskan penyebab, tanda dan - Identifikasi masalah yang dirasakan keluarga
gejala, akibat serta mampu dalam merawat pasien
- Memperagakan cara merawat. - Jelaskan tentang Perilaku Kekerasan :
- Penyebab
- Akibat
- Cara merawat
- Latih 2 cara merawat
- RTL keluarga / jadwal untuk merawat pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu: SP 2
- menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi SP 1
dilakukan dan mampu merawat serta - Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
dapat membuat RTL - Latih langsung ke pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu : SP 3
- Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi SP 1 dan 2
dilakukan dan mampu merawat serta - Latih langsung ke pasien
dapat membuat RTL - RTL keluarga / jadwal keluarga untuk merawat
pasien
Setelah ….x pertemuan keluarga mampu : SP 4
- Melaksanakan Follow Up dan rujukan - Evaluasi SP 1,2 &3
serta mampu menyebutkan kegiatan - Latih langsung ke pasien
yang sudah dilakukan - RTL Keluarga :
- Follow Up
- Rujukan
Daftar Pustaka
Aziz R, dkk,2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino

Gonohutomo.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya

Medika, Jakarta

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University

Press.
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti
diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam
Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya
untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton,
1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. (Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
B. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis
dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Peningkatan Pertumbuhan Perilaku destruksi diri tak Pencederaan Bunuh diri
Diri peningkatan langsung diri
resiko

D. Penyebab
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif,
penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh
diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan
dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis,
perpisahan, atau bahkan perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan
tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri
terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin,
adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh
diri, anatara lain:
a. Faktor mood dan biokimia otak.
b. Faktor riwayat gangguan mental.
c. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
d. Faktor isolasi sosial dan human relations.
e. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
f. Faktor religiusitas.
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau
membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).
E. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh
diri.
F. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku dekstruktif diri tidak
langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
G. Pohon Masalah

Bunuh diri

Resiko Bunuh diri

Isolasi sosial : menarik diri

Harga diri rendah kronis


(Fitria, 2009)
H. Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah
mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang
mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
I. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Resiko bunuh diri Subjektif :
- Mengungkapkan keinginan untuk bunuh
diri
- Mengungkapkan keinginan untuk mati
- Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan
- Ada riwayat berulang percobaan bunuh
diri sebelumnya dari keluarga
- Berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang dosis obat yang mematikan
- Mengungkapkan adanya konflik
interpersonal
- Mengungkapkan telah menjadi korban
perilaku kekerasan saat kecil
Objektif :
- Impulsif
- Menunjuukan perilaku yang
mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh)
- Ada riwayat penyakit mental (depresi,
psikois, dan penyalahgunaan alkohol)
- Adanya riwayat penyakit fisik (penyakit
kronis atau penyakit terminal).
- Pengangguran
- Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun
- Status perkawinan yang tidak harmonis

J. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko bunuh diri berhubungan dengan isolasi sosial : menarik diri
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah kronis
K. Intervensi

Tujuan
Pasien tetap aman dan selamat
Keluarga mampu :
- Merawat pasien dengan resiko bunuh diri

Kriteria Evaluasi Intervensi


Setelah .....x pertemuan SP 1
pasien mampu : - Identifikasi benda – benda yang dapat membahayakan
- Mengidentifikasi benda – pasien
benda yang dapat - Amankan benda – benda yang dapat membahayakan
membahayakan pasien pasien
- Mengendalikan dorongan - Lakukan kontrak treatment
bunuh diri - Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuih diri
Setelah ....x pertemuan, - Latih cara mengendalikan dorongan bunuih diri
pasien mampu : SP 2
- Mengidentifikasi aspek - Identifikasi aspek positif pasien
positif dan mampu - Dorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri
menghargai diri sebagai - Dorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu
individu yang berharga yang berharga
Setelah ....x pertemuan, SP 3
pasien mampu : - Identifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
- Mengidentifikasi pola - Nilai pola koping yang biasa dilakukan
koping yang konsruktif dan - Identifikasi pola koping yang konstruktif
mampu menerapkannya - Dorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
- Anjurkan pasien menerapkan pola koping yang
konsruktif dalam kegiatan
SP 4
Setelah ....x pertemuan, pasien
- Buat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
mampu :
- Identifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
- Mengudentifikasi pola koping
realistis
yang konstruktif dan mampu
- Beri dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka
menerapkannya
meraih masa depan
Setelah ....x pertemuan SP 1
keluarga mampu : - Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
- Merawat pasien dan mampu merawat pasien
menjelaskan pengertian, - Jelaskan pengertian tanda dan gejala resiko bunuh dan
tanda dan gejala serta jenis jenis perilaku bunuh diri yang dialami pasien beserta
perilaku bunuh diri proses terjadinya
- Jelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri
Setelah ....x pertemuan SP 2
keluarga mampu: - Latih keluarga mempraktekan cara merawat pasien
- Merawat pasien dan mampu dengan resiko bunuh diri
melakukan langsung cara - Latih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
merawat pasien pasien resiko
SP 3
Setelah ....x pertemuan - Bantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
keluarga mampu : termasuk minum obat
- Membuat jadwal aktivitas - Jelaskan follow up pasien setelah pulang
di rumah dan mampu
melakukan follow up
Daftar Pustaka

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:

EGC.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis

Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan

Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
WAHAM

A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal.
(Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan
dalam kenyataan. (Harold K, 2004).
B. Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan
waham, yaitu:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
C. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Proses pikir Gangguan proses piker : waham
Persepsi akurat Kadang ilusi PSP : halusinasi
Emosi konsisten Emosi +/- Kerusakan emosi
Perilaku sesuai dan Perilaku tidak sesuai Perilaku tidak sesuai
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi social terorganisir

D. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks
limbic.
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.
d. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik abnormal
c. Adanya gejala pemicu
E. Sumber Koping
Ada beberapa sumber koping individu yang dapat berpengaruh terhadap
gangguan otak yaitu :
1. Kreativitas yang tinggi
2. Factor internal seperti pikiran, perasaan, genetic, fisiologis atau tipe
kepribadian.
3. Factor eksternal seperti peristiwa atau fenomena alam yangterjadi dalam
hidup individu, konteks budaya, atau hubungan social yang dihadapinya.
F. Mekanisme Koping
Prilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologis yang maladaptive meliputi yaitu :
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk
mengatasi ansietas.
2. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi, menarik diri
pada keluarga yang mengingkari
G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan


lingkungan

Perubahan prose pikir : waham

Isolasi sosial : menarik diri

H. Klasifikasi Waham
1. Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra
berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham Kebesaran
Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
3. Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
4. Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara
berulang yang tidak sesuai kenyataan
5. Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan
kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
kenyataan
6. Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan
secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7. Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan
walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan
secara berulang dan tidak sesuai kenyataan.
I. Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain
dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
J. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
No Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
1. Resiko mencederai diri, DS :
orang lain dan Klien mengatakan marah dan jengkel
lingkungan kepada orang lain, ingin membvunuh, ingin
membakar dan mengacak – ngacak
lingkungan
DO :
Klien mengamuk, merusak, dan melempar
barang, melakukan tindakan kekerasan
kepada orang disekitarnya.
2. Peruibahan proses pikir : DS :
waham Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya (agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaan dirinya) berulang kali secara
berlebihan tetap tidak sesuai dengan
kenyataan
DO :
Klien tampak tidak memiliki orang lain,
curiga, bermusuhan, merusak, takut,
waspada, paniki, sangat waspada, mudah
tersinggung, ekspresi wajah klien tegang

K. Diagnose Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubunganb dengan
perubahan proses pikir : waham
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
L. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Paien mampu : Setelah ...x pertemuan, SP 1
- Berorientasi kepada pasien dapat memenuhi - Identifikasi kebutuhan pasien
realitas secara bertahap kebutuhannya - Bicara konteks realita (tidak
- Mampu berinteraksi mendukung atau membantah
dengan orang lain dan waham pasien)
lingkungan - Latih pasien untuk memenuhi
- Menggunakan obat kebutuhannya “dasar”
dengan prinsip 6 benar - Masukan dalam jadwal
harian pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 2
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan (SP 1)
kegiatan yang sudah - Identifikasi potensi /
dilakukan kemampuan yang dimiliki
- Mampu menyebuitkan - Pilih dan latih potensi /
serta memilik kemampuan yang dimilki
kemampuan yang - Masukan dalam jadwal
dimiliki kegiatan pasien
Setelah ...x pertemuan, SP 3
pasien mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan (SP 1 dan 2)
kegiatan yang sudah - Pilih kemampuan yang
dilakukan dan mampu dapat dilakukan
memilih kemampuan - Pilih dan latih potensi
lain yang dimiliki kemampuan lain yang
dimiliki
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Keluarga mampu : Setelah ...x pertemuan SP 1
- Mengidentifikasi keluarga mampu - Identifikasi masalah keluarga
waham pasien mengidentifikasi dalam merawat pasien
- Memfasilitasi pasien masalah dan - Jelaskan proses terjadinya
untuk memenuhi menjelaskan cara waham
kebutuhannya merawat pasien - Jelaskan tentang cara
- Mempertahankan merawat pasien waham
program pengobatan - Latih (stimulasi) cara
pasien secara optimal merawat
- RTL keluarga / jadwal
merawat pasien
Setelah ...x pertemuan SP 2
keluarga mampu : - Evaluasi kegiatan yang lalu
- Menyebutkan (SP 1)
kegiatan yang sesuai - Latih keluarga cara merawat
dilakukan pasien (langsung ke pasien)
- Mampu - RTL keluarga
memperagakan cara
merawat pasien
Setelah ...x pertemuan SP 3
keluarga mampu - Evaluasi kemampuan
mengidentifikasi keluarga
masalah dan cara - Evaluasi kemampuan pasien
merawat pasien - RTL keluarga :
Follow Up
Rujukan
Daftar Pustaka

Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino

Gonohutomo, 2003

Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.

Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC

Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006

Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai