Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BERAT BADAN LAHIR RENDAH

Disusun oleh :

Brian Brammad Priambodo

P27220018230

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

2018
1. KONSEP DASAR TEORI
A. Pengertian
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan (intrauterine growth
restriction) (Pudjiadi, 2010).
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat
badan lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.
Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum sifatnya multifaktoral. Namun
penyebab terbanyak yang mempengaruhi adalah kelahiran prematur (Tarigan,
dkk 2012).
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan bayi kurang dari
2500 gram. Bayi dengan berat badan lahir rendah merupakan masalah yang
perlu mendapatkan perhatian karena:
1. Mungkin terdapat penyakit maternal dan fetal sebagai faktor yang diduga
sehingga masih dapat mengurangi kejadian BBLR.
2. Bayi dengan BBLR, mempunyai resiko mortalitas dan morbiditas yang
tinggi.
3. Dampak psikologi dan neurologis setelah hidup dan akan menjadi masalah
baru dalam lingkungan keluarganya.
4. Masih ada peluang memberi terapi sehingga penanganan dapat dilakukan.
5. Diagnosis dugaan akan terjadi kelahiran dengan BBLR, cukup sulit bahkan
perlu menggunakan alat canggih.
(Manuaba, 2007).
Berdasarkan pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa berat
badan lahir rendah (BBLR) adalah berat badan bayi kurang dari 2500 gram .
Penyebab terjadi bayi BBLR terbayak yaitu kelahiran prematur.
B. Etiologi
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah
(Proverawati & Ismawati, 2010).
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi kelainan kromosom, infeksi janin kronik
(inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah
dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.
C. Tanda dan gejala
Menurut Maryunani (2009), adapun tanda dan gejala pada bayi dengan
berat badan lahir rendah adalah:
a. Berat badan <2500 gram.
b. Letak kuping menurun.
c. Pembesaran dari satu atau dua ginjal.
d. Ukuran kepala kecil.
e. Masalah dalam pemberian makan (reflek menelan dan menghisap kurang).
f. Suhu tidak stabil (kulit tipis dean transparan).
Lebih banyak tidur dari pada bangun, tangis lemah, pernapasan belum
teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan dan batuk belum
sempurna (Wong, 2008).
1. Fisik
a) Bayi kecil
b) Pergerakan masih kurang dan lemah
c) Kepala lebih besar dari pada badan
d) Berat badan <2500 gram
2. Kulit dan kelemahan (genetalia belum sempurna).
3. Sistem syaraf
a) Refelks moro
b) Reflek menghisap, menelan, batuk belum sempurna.
4. Sistem muskuloskeletal
a) Axifikasi tenggorakan sedikit
b) Ubun-ubun dan satura lebar
c) Tulang rawan elastis kurang
d) Otot-otot masih hipotonik
e) Tungkai abduksi
f) Sendi lutut dan kaki fleksi
g) Kepala menghadap satu jurusan
5. Sistem pernapasan
a) Pernapasan belum teratur sering apnea
b) Frekuensi napas bervariasi
c) Kulit tipis dan transparan
d) Lanugo banyak
e) Rambut halus dan tipis
D. Pathway

Etiologi

Faktor Ibu Faktor Janin


Faktor Plasenta

BBLR

Permukaan tubuh Jaringan lemak


Relatif lebih luas sub kutan lebih tipis Prematuritas Fungsi organ-organ belum baik

Penguapan Pemaparan Kehilangan panas Kekurangan Penurunan Hati Usus Ginjal Otak Mata Kulit
berlebih dengan suhu luar melalui kulit cadangan energi daya tahan

Konjugasi Dinding Periltastik Imaturitas Imaturitas -Imaturitas Halus


Kehilangan Kehilangan Malnutrisi Dk Resiko bilirubin blm lambung belum Ginjal sentrum2 Lensa matamudah lecet
cairan panas infeksi baik lunak sempurna Vital -Sekunder
Hipoglikemi efek O2
Hiper Mudah Pengosongan Sekunder Regulasi Resiko Infeksi
bilirubin kembung lambung terapi Pernafasan Retrolentral Pioderma
Dehidrasi Dk Hipotermia Fibroplasia
belum baik

Ikterus Pernafasan Retinopaty Sepsis


Periodic
Paru
-
Pertumbuhan Reflek menelan Pernafasan
ddg dada blm sempurna Biot
blm
sempurna
Dk Resti gangguan
-Vaskuler
Insuf. pemenuhan nutrisi kurang
Pernafasan dari kebutuhan tubuh

Penyakit Dk Pola nafas


membrane Idro efektif
hialin
E. Pemeriksaan penunjang
1. Jumlah sel darah putih 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai 23.000-
24.000/ mm3, hari pertama menurun setelah lahir.
2. Hematokrit (Ht): 43%-16% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polistemia, penurunan menunjukan anemia atau hemoragic
prenatal/perinatal).
3. Hemoglobin (Hb) 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dengan
anemia atau hemolisis berlebihan).
4. Bilirubin total 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari, dan
12 mg/dl pada 3-5 hari.
5. Dexxrosix tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah kelahiran
rata 40-50 mg/dl, meningkat 60-70 mg/dl pada hari ketiga.
6. Pemantauan elektrolit (Na, K, Cl) biasanya dalam batas normal pada
awalnya.
7. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD).
F. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress
fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong,
2008).
a. Dukungan respirasi
Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami
defisiensi surfaktan dan periadik apneu.
b. Termoregulasi
Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan
karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem
kardiovaskular, neurologis, dan metabolik.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat
dilakukan melalui beberapa cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2012):
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan
ibunya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubator
c. Perlindungan terhadap infeksi
Pada bayi BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang
sehingga sangat rentan denan penyakit.
d. Hidrasi
Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena
kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan
sampai 90% pada bayi preterm).
e. Nutrisi
Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh
ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun
enteral atau dengan kombinasi keduanya.
f. Penghematan energi
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas
bernafas, minum, dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
g. Stimulasi Sensori
Selama pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan
lembut punggung bayi dan mengajak bayi berbicara atau dengan
memperdengarkan suara musik untuk memberikan stimulasi sensori motorik,
pendengaran, dan mencegah periodik apnea.
h. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga
Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam
menghadapi krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada
orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi
melalui metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu
akan membuat ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat
bayinya.
2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
G. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan. Data subyektif terdiri dari:
a) Biodata atau identitas pasien: meliputi nama tempat tanggal lahir
jenis kelamin.
b) Orangtua meliputi: nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus BBLR yaitu:
(a) Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
(b) Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
(c) Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
(d) Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
(e) Riwayat natalkomplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
(f) Kala I: perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
(g) Kala II: Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
2) Riwayat postnatal
(a) Apgar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS
(7-10) asfiksia ringan.
(b) Berat badan lahir: Preterm/BBLR <2500 gram, untu aterm ³
2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-
36 cm).
(c) Adanya kelainan kongenital: Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
d) Pola nutrisi, yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR gangguan
absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan menghisap
sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde sesuai
dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan,
kalori dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik,
hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
e) Pola eliminasi,yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB:
frekuensi, jumlah dan konsistensi. BAK: frekuensi dan jumlah.
f) Latar belakang sosial budaya, kebudayaan yang berpengaruh
terhadap BBLR kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan
tertentu terutama jenis psikotropikaKebiasaan ibu mengkonsumsi
minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau
pantang makanan tertentu.
g) Hubungan psikologis, sebaiknya segera setelah bayi baru lahir
dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan.
Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang
dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu
dan bayi. Lain halnya dengan BBLR karena memerlukan perawatan
yang intensif.
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu pengukuran dan
pemeriksaan dengan menggunakan standart yang diakui atau berlaku.
a. Keadaan umum: Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah
dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil,
panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar
kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
b. Tanda-tanda Vital: Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik
apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan
beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 °C. Sedangkan suhu
normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140
kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering
pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum teratur.
c. Kulit: Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna
biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
d. Kepala: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
e. Mata: Warna conjungtiva anemis atau tidak anemis, tidak ada
bleeding conjungtiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan
refleksi terhadap cahaya.
f. Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
g. Mulut: Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
h. Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
i. Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
j. Thorax: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan
suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100
kali per menit.
k. Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm
dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba,
perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum
sempurna.
l. Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak,
adanya tanda -tanda infeksi pada tali pusat.
m. Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki-laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan dan kadang perdarahan.
n. Anus: Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air
besar serta warna dari faeses.
o. Ekstremitas: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan
jari-jari tangan serta jumlahnya.
p. Refleks: Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan
sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai
keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang.
b. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
tidak efektif.
3. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan
berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan
lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,
kelembaban kulit.
c. Intervensi keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil:
a. Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat.
b. Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam
kurva normal dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30
gram/hari.
Intervensi:
a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (misalnya
: mengisap, menelan, dan batuk).
b. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik dan statuys
pernapasan.
c. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap hari,
kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan bayi.
d. Pantau masuka dan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori dan
elektrolit setiap hari.
e. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, berat jenis
urine, kondisi membran mukosa, fruktuasi berat badan.
f. Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea dan pernapasan tidak teratur,
apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberian makan
buruk, gugup, menangis, nada tinggi, gemetar, mata terbalik, dan
aktifitas kejang.
Rasional:
a. Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi.
b. Pemberian makan pertama bayi stabil memiliki peristaltik dapat
dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distres pernapasan
ada cairan parenteral di indikasikan dan cairan peroral harus ditunda.
c. Mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan resiko terhadap pola
pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan cairan ekstrasel
kemungkinan kehilangan 15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
mengalami penurunan berat badan dealam uterus atau mengalami
penurunan simpanan lemak/glikogen.
d. Memberikan informasi tentang masukan aktual dalam hubungannya
dengan perkiraan kebutuhan untuk digunakan dalam penyesuaian diet.
e. Peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA dapat meningkatkan
kebutuhan cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat mengakibatkan
diuresi pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin diperlukan
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi harus dengan hati-
hati ditangani untuk menghindari kelebihan cairan.
f. Karena glukosa adalah sumber utama dari bahan bakar untuk otak,
kekurangan dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna meningkatkan mobilitas
mortalitas serta efek berat yang lama bergantung pada durasi masing-
masing episode.
2. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
tidak efektif.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi.
Kriteri hasil:
a. Suhu 36,5oC-37,5oC.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi
c. Leukosit 5.000-10.000
Intervensi:
a. Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
b. Lakukan isolasi bayi lain yang menderita infeksi sesuai kebijakan
insitusi.
c. Sebelum dan setelah menangani bayi, lakukan pencucian tangan.
d. Yakinkan semua peralatan yang kontak dengan bayi bersih dan steril.
e. Cegah personal yang mengalami infeksi menular untuk tidak kontak
langsung dengan bayi.
Rasional:
a. Untuk mengetahui lebih dini adanya tanda-tanda terjadinya infeksi.
b. Tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
infeksi yang lebih luas.
c. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
d. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
e. Untuk mencegah terjadinya infeksi yang berlanjut pada bayi
3. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan
berat ekstrem, kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan
lemak, ginjal imatur/ kegagalan mengonsentrasikan urine.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil:
a. Bebas dari tanda dehidrasi.
b. Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi:
a. Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift dan
keseimbangan kumulatif setiap periodik 24 jam.
b. Pantau berat jenis urine setiap selesai berkemih atau setiap 2-4 jam
dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila bayi tidak tahan
dengan kantong penampung urine.
c. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, dan keadaan fontanel
anterior.
d. Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata (TAR).
Rasional:
a. Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan
kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama, meningkat sampai
120-140 ml/kg/hari pada hari ketiga postpartum. Pengambilan darah
untuk tes menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
b. Meskipun imaturitas ginjal dan ketidaknyamanan untuk
mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan berat jenis yang
rendah pada bayi preterm ( rentang normal1,006-1,013). Kadar yang
rendah menandakan volume cairan berlebihan dan kadar lebih besar
dari 1,013 menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan
dehidrasi.
c. Kehialangan atau perpindahan cairan yang minimal dapat dengan
cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor kulit yang buruk,
membran mukosa kering, dan fontanel cekung.
d. Kehilangan 25% volume darah mengakibatakan syok dengan TAR <
25 mmHg menandakan hipotensi.
4. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas,
kelembaban kulit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan bayi mempertahanmkan integritas kulit.
Kriteria hasil:
a. Kulit tetap bersih dan utuh.
b. Tidak terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi.
Intervensi:
a. Observasi tekstur dan warna kulit.
b. Ganti pakaian setiap basah.
c. Jaga kebersihan tempat tidur.
d. Lakukan mobilisasi tiap 2 jam.
Rasional:
a. Untuk mengetahui adanya kelainan pada kulit secara dini.
b. Meminimalkan kontak kulit bayi dengan zat-zat yang dapat merusak
kulit pada bayi.
c. Untuk meminimalisir terjadinya iritasi pada kulit bayi.
d. Untuk mencegah kerusakan kulit pada bayi.
d. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan BBLR sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang
diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran
evaluasi pada pasien BBLR sebagai berikut:
1. Nutrisi pasien terpenuhi sesuai kebutuhan.
2. Pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi.
3. Kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi.
4. Pasien dapat mempertahanmkan integritas kulit.

Daftar Pustaka

Jones, D. l. (2009). Panduan terlengkap tentang kesehatan, kebidanan dan


kandungan. Jakarta: Delaprasta.
Maryunani. (2009). Asuhan Pada Ibu dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta:
Trans Info Media.
Manuaba. (2007). Pengantar Kuliah 0bstetri. Jakarta: EGC.
Proverawati Atikah, &Ismawati Cahyo, S. (2010). BBLR: Berat Badan Lahir
Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudjiadi A.(2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta: IDAI.
Potter & Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sholeh, K.(2012). Buku Ajar Neonatologi.Jakarta:IDAI.
Tarigan, dkk (2012). Pengetahuan Ibu tentang Penatalaksanaan Perawatan Bayi
BBLR di Rumah. Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Pajajaran.
Wong, L. D. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai