Gambar 1. Hubungan antara sinus paranasal dan kavum nasi dan struktur
yang terdapat pada kompleks ostiomeatal meatus medius.12
Tabel 3. Kriteria diagnosis rinosinusitis kronik terdiri dari durasi dan pemeriksaan
fisik. Bila hanya ditemukan gambaran radiologis namun tanpa klinis
lainnya maka diagnosis tidak dapat ditegakkan.2
REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS
(2003 TASK FORCE)
Duration Physical findings (on of the following must be present)
>12 weeks of continuous 1. Discolored nasal discharge, polyps, or polypoid
symptoms (as described by swelling on anterior rhinoscopy (with decongestion) or
1996 Task Force) or nasal endoscopy
physical findings 2. Edema or erythema in middle meatus on nasal
endoscopy
3. Generalized or localized edema, erythema, or
granulation tissue in nasal cavity. If it does not involve
the middle meatus, imaging is required for diagnosis
4. Imaging confirming diagnosis (plain filmsa or
computerized tomography)b
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan memerlukan terapi yang berlainan
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi juga.20
pada orang dewasa dibedakan menjadi
dua yaitu penatalaksanaan Terapi Medikamentosa
medikamentosa dan pembedahan. Pada Terapi medikamentosa
rinosinusitis kronik (tanpa polip nasi), memegang peranan dalam penanganan
terapi pembedahan mungkin menjadi rinosinusitis kronik yakni berguna
pilihan yang lebih baik dibanding dalam mengurangi gejala dan keluhan
terapi medikamentosa. Adanya latar penderita, membantu dalam diagnosis
belakang seperti alergi, infeksi dan rinosinusitis kronik (apabila terapi
kelainan anatomi rongga hidung medikamentosa gagal maka cenderung
digolongkan menjadi rinosinusitis digunakan adalah antibiotika
kronik) dan membantu memperlancar spektrum luas antara lain:
kesuksesan operasi yang a. Amoksisilin + asam
20,21,22
dilakukan. Pada dasarnya yang klavulanat
ingin dicapai melalui terapi b. Sefalosporin: cefuroxime,
medikamentosa adalah kembalinya cefaclor, cefixime
fungsi drainase ostium sinus dengan c. Florokuinolon :
mengembalikan kondisi normal rongga ciprofloksasin
hidung.20,21 d. Makrolid : eritromisin,
Jenis terapi medikamentosa yang klaritromisin, azitromisin
digunakan untuk rinosinusitis kronik e. Klindamisin
tanpa polip nasi pada orang dewasa f. Metronidazole
antara lain:1,2,20,21,22 2. Antiinflamatori dengan
1. Antibiotika, merupakan modalitas menggunakan kortikosteroid
tambahan pada rinosinusitis kronik topikal atau sistemik.
mengingat terapi utama adalah
pembedahan. Jenis antibiotika yang
Kortikosteroid rinosinusitis kronik tanpa polip nasi
topikal : ialah:1,23
beklometason, 1. Sinus maksila:
flutikason, a. Irigasi sinus
mometason (antrum lavage)
a. Kortikosteroid sistemik, b. Nasal antrostomi
banyak bermanfaat pada c. Operasi
rinosinusitis kronik dengan Caldwell-Luc
polip nasi dan rinosinusitis 2. Sinus etmoid:
fungal alergi. a. Etmoidektomi intranasal,
eksternal dan transantral
3. Terapi penunjang lainnya meliputi: 3. Sinus frontal:
a. Dekongestan oral/topikal yaitu a. Intranasal,
golongan agonis α-adrenergik ekstranasal
b. Antihistamin b. Frontal sinus
c. Stabilizer sel mast, sodium septoplasty
kromoglikat, sodium c. Fronto-
nedokromil etmoidektomi
d. Mukolitik 4. Sinus sfenoid :
e. Antagonis leukotrien a. Trans nasal
f. Imunoterapi b. Trans sfenoidal
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi 5. FESS (functional endoscopic sinus
dengan salin, olahraga, surgery), dipublikasikan pertama
avoidance terhadap iritan dan kali oleh Messerklinger tahun
nutrisi yang cukup 1978. Indikasi tindakan FESS
Terapi Pembedahan adalah:
Terapi bedah yang dilakukan a. Sinusitis (semua sinus
bervariasi dimulai dengan tindakan paranasal) akut rekuren atau
sederhana dengan peralatan yang kronis
sederhana sampai operasi b. Poliposis nasi
menggunakan peralatan canggih c. Mukokel sinus
endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan paranasal
pembedahan yang dilakukan untuk d. Mikosis sinus
paranasal
e. Benda asing j. Atresia koanae
f. Osteoma kecil k. Dakriosistorinot
g. Tumor (terutama jinak, atau omi
pada beberapa tumor ganas) l. Kontrol
h. Dekompresi epistaksis
orbita / n.optikusm. Tumor pituitari, ANJ, tumor
i. Fistula likuor serebrospinalis pada skull base
dan meningo ensefalokel
KOMPLIKASI
Pada era pra antibiotika, lakrimalis, perforasi septum
komplikasi merupakan hal yang sering nasi, hilangnya lapangan
terjadi dan seringkali membahayakan pandang, mukokel/mukopiokel,
nyawa penderita, namun seiring septikemia.
berkembangnya teknologi diagnostik
dan antibiotika, maka hal tersebut
dapat dihindari.1 Komplikasi
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi RINGKASAN
dibedakan menjadi komplikasi orbita, Rinosinusitis kronik tanpa polip
oseus/tulang, endokranial dan nasi pada orang dewasa merupakan
komplikasi lainnya.1 salah satu masalah kesehatan yang
3.3.Komplikasi orbita : sering didapatkan dan memberikan
a) Selulitis periorbita dampak bagi kualitas hidup penderita.
b) Selulitis orbita Patofisiologi rinosinusitis kronik tanpa
c) Abses polip nasi pada orang dewasa bersifat
subperiosteal multifaktorial dan faktor predisposisi
d) Abses orbita terjadinya dapat dibedakan menjadi
3.4.Komplikasi oseus/tulang : faktor fisiologik/genetik, faktor
Osteomielitis (maksila dan lingkungan dan faktor struktural.
frontal) Diagnosis ditetapkan berdasarkan
3.5.Komplikasi endokranial: kombinasi kriteria obyektif dan
a) Abses epidural / subyektif serta ditunjang oleh
subdural pemeriksaan endoskopi nasal dan CT-
b) Abses otak scan (bila diperlukan). Modalitas terapi
c) Meningitis rinosinusitis kronik tanpa polip nasi
d) Serebritis pada orang dewasa dibedakan menjadi
e) Trombosis sinus terapi medikamentosa dan terapi
kavernosus pembedahan.
3.6.Komplikasi lain yang sangat
jarang terjadi : abses glandula
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. 2. Busquets JM, Hwang PH.
European position paper on Nonpolypoid rhinosinusitis:
rhinosinusitis and nasal polyps. Classification, diagnosis and
Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1- treatment. In Bailey BJ, Johnson JT,
139. Newlands SD, eds. Head & Neck
Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Vol
1. Philadelphia: Lippincott Williams 13. Hamilos DL. Chronic sinusitis.
& Wilkins, 2006; 406-416. Current reviews of allergy and
3. Jr File. Sinusitis: Epidemiology. In clinical immunology, 2000; 106: 213-
Brook I, eds. Sinusitis from 226.
microbiology to management. New 14. Jackman AH, Kennedy DW.
York: Taylor & Francis,2006; 1-13. Pathophysiology of sinusitis.In Brook
4. Lund VJ. Impact of chronic I, eds. Sinusitis from microbiology to
rhinosinusitis on quality of life and management. New York: Taylor &
health care expenditure. In Hamilos Francis, 2006;109-129.
DL, Baroody FM, eds. Chronis 15. Ferguson BJ, Johnson JT. Chronic
rhinosinusitis pathogenesis and sinusitis. In Cummings CW, Flint
medical management. New York: PW,et al eds. Cummings:
Informa,2007; 15-21. otolaryngology - head & neck
5. Gosepath J, Mann WJ. Current surgery. 4th ed. Philadelphia: Elsevier
concepts in therapy of chronic Mosby, 2005; 1-4.
rhinosinusitis and nasal polyposis. 16. Naclerio RM, Gungor A. Etiologic
ORL,2005; 67: 125-136. factors in inflammatory sinus disease.
6. NN. Sinusitis termasuk penyakit In Kennedy DW, Bolger WE,
mahal. Waspada Online.2007 Zinreich SJ, eds. Diseases of the
Agustus 9. http://www.waspada.co.id. sinuses diagnosis and management.
Accessed at 20th September 2008. Hamilton: BC Decker Inc, 2001;47-
7. Clement PAR. Classification of 53.
rhinosinusitis. In Brook I, eds. 17. Bernstein JM. Chronic rhinosinusitis
Sinusitis from microbiology to with and without nasal polyposis. In
management. New York: Taylor & Brook I, eds. Sinusitis from
Francis, 2006; 15-34. microbiology to management. New
8. Pawankar R, Nonaka M, Yamagishi York: Taylor & Francis, 2006;371-
S, et al. Pathophysiologic 398.
mechanisms of chronic rhinosinusitis. 18. Mulyarjo. Diagnosis klinik
Immunol Allergy Clin N Am, 2004; rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
24:75-85. Kentjono WA, Harmadji S, JPB
9. Kentjono WA. Rinosinusitis: etiologi Herawati S, eds. Naskah lengkap
dan patofisiologi. In Mulyarjo, perkembangan terkini diagnosis dan
Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji penatalaksanaan rinosinusitis.
S, JPB Herawati S, eds. Naskah Surabaya: Dep./SMF THT-KL
lengkap perkembangan terkini Univ.Airlangga,2004; 17-23.
diagnosis dan penatalaksanaan 19. Farina D, Tomenzoli D, et al.
rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF Inflammatory lessions. In Leuven
THT-KL Univ.Airlangga,2004; 1-16. ALB, Heidelberg KS, eds. Imaging in
10. Osguthorpe JD. Adult rhinosinusitis : treatment planning for sinonasal
diagnosis and management. American diseases. New York : Springer, 2005;
Family Physician, 2001; 63:69-74. 68.
11. Hamilos DL. Chronic rhinosinusitis 20. Mulyarjo. Terapi medikamentosa
pattern of illness. In Hamilos DL, pada rinosinusitis. In Mulyarjo,
Baroody FM, eds. Chronis Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji
rhinosinusitis pathogenesis and S, JPB Herawati S, eds. Naskah
medical management. New York: lengkap perkembangan terkini
Informa, 2007;1-12. diagnosis dan penatalaksanaan
12. Shah DR, Salamone FN, Tami TA. rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF
Acute & chronic rhinosinusitis. In THT-KL Univ.Airlangga,2004; 59-
Lalwani AK, eds. Current diagnosis 65.
and treatment in otolaryngology – 21. Clerico DM. Medical treatment of
head and neck surgery. New York: chronic sinus disease. In Kennedy
Mc Graw Hill, 2008; 273-281. DW, Bolger WE, Zinreich SJ, eds.
Diseases of the sinuses diagnosis and
management. Hamilton: BC Decker
Inc,2001;155-165.
22. Chiu AG, Becker DG. Medical
management of chronic
rhinosinusitis. In Brook I, eds.
Sinusitis from microbiology to
management. New York: Taylor &
Francis, 2006; 219-229.
23. Siswantoro. Tatalaksana bedah pada
rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB
Herawati S, eds. Naskah lengkap
perkembangan terkini diagnosis dan
penatalaksanaan rinosinusitis.
Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 67-74.