Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan.

Manusia membutuhkan informasi berupa rangsangan dari lingkungan luar sekitar

untuk dapat menjalani hidupnya dengan baik. Agar rangsangan yang berasal dari luar

tubuh dapat ditangkap dibutuhkan alat-alat tubuh tertentu yang bernama indera.

Setiap orang memiliki lima panca indera yang berfungsi dengan baik untuk

menangkap rangsangan sehingga dapat memberikam respon sesuai dengan keinginan.

Panca indera manusia salah satunya adalah indera pendengaran1.

Telinga adalah alat indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada

disekitar kita sehingga kita dapat mengetahui apa yang terjadi disekitar kita tanpa

harus melihatnya3. Orang yang cacat indera masih bisa hidup namun tidak akan bisa

menikmati hidup layaknya manusia normal. Berdasarkan hasil tes fungsi

pendengaran, seorang audiologis yang ahli dalam mengenali dan menentukan

beratnya gangguan fungsi pendengaran, bisa menentukan rehabilitasi6. Rehabilitasi

sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan

pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah

memperbaiki efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari2.

Gangguan pendengaran merupakan salah satu gangguan sensorik yang paling

umum dan di Amerika terdapat 28 juta orang dengan gangguan pendengaran. Sekitar
1-3 dari 1.000 bayi baru lahir mengalami tunarungu. 40-50% orang tua usia di atas 75

tahun mengalami gangguan pendengaran. Berdasarkan data WHO, bahwa 360 juta

(5,3%) penduduk dunia terkena gangguan pendengaran, setengahnya (180 juta lebih)

berada di asia tenggara. Termasuk Indonesia, yang menduduki tempat ke4 setalah

Bangladesh, Myanmar dan India. Data Indonesia menunjukkan prevalensi ketulian

cukup tinggi yaitu 4,6%, yaitu penyakit telinga 18,5%,gangguan pendengaran 16,8%,

ketulian berat 0,4% dengan populasitertinggi pada kelompok usia sekolah (7 –18

tahun) (Keneth,2014.Soetjipto,2014).Selanjutnya data WHO menyebutkan bayi lahir

tuli ( tuli kongenital) berkisar 0,1 - 0,2%, sehingga diperkirakan akan ada 5200

bayituli di Indonesia pertahun. Bayi-bayi ini berisiko gangguan perkembangan bahasa

dan komunikasi, berdampak pada turunnya kemampuan akademik dan kualitas SDM,

jika tidak di tolong maka anak-anak akan menjadi warga terbelakang yang tidak

mandiri dan tidak sejahtera (Soetjipyo,2014).Terapi untuk gangguan pendengaran,

tergantung pada derajat gangguan pendengarannya. Gangguan pendengaran dengan

derajat sedang sampai sedang-berat dapat diatasi dengan alat bantu dengar.Untuk

pasien dengan derajat gangguan pendengaran berat sampai sangatberat, yang tidak

dapat diatasi dengan alat bantu dengar, implan koklea dapat dijadikan sebagai solusi

(Kenneth, 2014).

Implan koklea adalah alat elektronik yang ditanam pada rumahsiput (koklea),

berfungsi sebagai pengganti koklea yang mengalami gangguan pendengaran

sensorineural derajat berat sampai sangat berat,alat ini akan mengubah energi

mekanik menjadi energi listrik yangkemudian dihantarkan melalui syaraf


pendengaran ke pusat pendengaran di otak (Ekorini, 2014). Implan koklea pertama

kali dilakukan pada tahun 1957 oleh Djurnodan Eyries, ahli bedah dari perancis,

menggunakan alat single channel tetapi mengalami kegagalan dalam waktu yang

singkat. Pada tahun 1978, perangkat single channel diganti menjadi multi

channel berdasarkan peningkatan kemampuan pengenalan suara (Cliff, 2014).

Anda mungkin juga menyukai