Anda di halaman 1dari 7

Nama : Danu Dwi Wibowo

NIM : 1710914110004
Kelas :B
Matakuliah : Psikologi Perkembangan Dewasa
Dosen pengampu : Ibu Rika Vira Zwagery, M.Psi., Psikolog

APHASIA
1. Apa Itu Aphasia ?
Ketika satu atau lebih dari penggunaan bahasa tidak lagi berfungsi
dengan baik (yang dikarenakan oleh cedera otak), maka kondisi tersebut
dinamakan afasia. Afasia, A (= tidak) fasia (= bicara) berarti seseorang
tidak dapat lagi mengungkapkan apa yang dia mau. Dia tidak bisa lagi
menggunakan bahasa.
Berbagai subtipe afasia yang berbeda kadang disebut secara
bersama sebagai “the aphasias”. Beberapa tipe afasia secara eksklusif
mempengaruhi bicara, tulisan (disfragfia atau agrafia), dan membaca
(disleksia atau aleksia). Afasia berbeda dengan gangguan bicara secara
fisik (disartria atau anartria = disebabkan oleh lesi traktus piramidal, jaras
serabut sereblum, neuron motorik batang otak yang memersarafi otot –otot
untuk berbicara ). disartria dan anartria mempengaruhi artikulasi dan
fonasi, yaitu “bicara”; tidak mempengaruhi pembentukan bahasa
(tatabahasa, morfologi, sintaks, dll).
Secara klinis Kertezs (1979) menguraikan afasia sebagai bagian
dari neurology di mana gangguan terjadi pada pusat bahasa ditandai oleh
paraphasias, kesukaran menemukan kata‐kata, pemahaman yang berbeda
dan berubah lemah. Disamping itu berkaitan pula dengan gangguan
membaca dan menulis yang lazim seperti dysarthria, konstruksi
nonverbal, kesulitan menyelesaikan masalah serta kelemahan dalam
memberi dan merespon melalui isyarat (impairment of gesture).
Tipe tipe afasia dapat dilihat tabel 2.1.
Afasia bisa disebabkan oleh beberapa hal, seperti cedera otak,
pendarahan otak, kecelakaan, tumor, tersumbatnya pembuluh darah,
kurangnya oksigen pada otak, hingga pecahnya pembuluh darah di otak (
Cerebro Vascular Accident / CVA). Afasia sendiri kerap kali kita kenal
dengan nama stroke. Penderita Afasia tidak mampu menggunakan dan
mengerti bahasa lisan.
- Afasia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a) Nonfluent aphasia
Jenis afsia ini akan terjadi bila ada kerusakan pada jaringan bahasa
yang letaknya di dekat daerah frontal otak bagian kiri. Ketika berkomunikasi,
orang yang mengalami penyakit ini akan menggunakan kalimat yang tidak
lengkap. Namun, biasanya, pendengar masih bisa memahami maksud dari
pesan yang disampaikan olehnya.
b) Fluent aphasia
Jenis penyakit ini disebut juga dengan istilah wernicke aphasia. Hal ini
dapat terjadi akibat jaringan bahasa yang terletak di sisi kiri tengah otak
mengalami kerusakan. Namun, orang yang mengalami jenis aphasia ini dapat
berbicara dengan lancar.
c) Global aphasia
Jenis aphasia ini akan terjadi bila jaringan bahasa pada otak sudah
mengalami kerusakan yang parah dan meluas. Para penderitanya akan
mengalami kecacatan yang tergolong berat dalam hal memahami dan
berekspresi.
Berikut merupakan subtipe dari gangguan Afasia :
Secara umum untuk mengungkapkan seseorang sedang terkena gejala
Afasia kita bisa melihatnya melalui cara pengungkapan, bahwa mereka akan
menunjukkan aspek-aspek bervariasi dalam produksi bahasa. Beberapa
penderita kerap kali menunjukkan bahwa dirinya kesulitan untuk
mendeskripsikan dan mendiskusikan sesuatu. Bahasa yang dikeluarkan
kadang tidak lancer, produksi bahasa lambat, kerap kali berhenti dan
membutuhkan usaha yang berat. Mereka juga sering salah dalam pengucapan,
mengganti bunyi dengan bunyi-bunyi yang tidak sesuai, kadang juga dengan
pola yang tidak sesuai.
Contoh hal-hal yang timbul sebagai permasalahan tambahan dari
afasia:
- Kelumpuhan separuh badan (hemiplegie).
- Kegagalan dari separuh jangkauan penglihatan (hemianopsie).
- Ketidaktahuan akan bagaimana melakukan hal-hal tertentu (apraxie).
- Permasalahan sehubungan dengan makan, minum, dan menelan
(dysfagie).
- Persoalan dengan ingatan.
- Berbeda dalam merespon sesuatu.
Para penderita afasia dapat mengalami kesulitan akan banyak hal.
Hal-hal tersebut sebelumnya merupakan sesuatu yang biasa terjadi di
kehidupannya sehari-hari, seperti:
 Melakukan percakapan
 Berbicara dalam grup atau lingkungan yang gaduh
 Membaca buku, koran, majalah atau papan petunjuk di jalan raya.
 Pemahaman akan lelucon atau menceritakan lelucon
 Mengikuti program di televisi atau radio
 Menulis surat atau mengisi formulir
 Bertelefon
 Berhitung, mengingat angka, atau berurusan dengan uang
 Menyebutkan namanya sendiri atau nama-nama anggota keluarga
2. Mengapa Aphasia Bisa Terjadi ?
Darley (1982) mengemukakan bahwa afasia biasanya melukiskan
suatu kerusakan atau pelemahan bahasa akibat terjadinya cedera otak pada
area dominan bahasa cerebral hemisphere. Afasia dapat terjadi mengikuti
stroke dan traumatic brain injury, dapat pula dihubungkan dengan
penyakit yang mempengaruhi unsur dan fungsi otak (Nadeau, Rothi, &
Crosson, 2000). Definisi lain mengungkapkan afasia dicirikan sebagai
permasalahan bahasa dan cognitive communication yang berhubungan
dengan kerusakan otak lainnya seperti dementia dan traumatic brain
injury (Orange & Kertesz, 1998). Bagaimanapun, penjelasan terhadap
afasia bukan sederhana semata‐mata sebagai kekacauan berbahasa,
melainkan sebagai suatu kesatuan klinis yang kompleks.

3. Dinamika Psikologis Yang Terjadi ?


Yang umum terjadi ketika seseorang mengalami Aphasia adalah
kesepian. Hal ini disebabkan karena penderita cenderung menutup diri
untuk bersosialisasi seperti yang biasanya dilakukannya dengan orang
sekitar. Salah satu hal yang menjadi faktornya adalah karena adanya
kesulitan berkomunikasi baik dari penderita maupun yang diajak bicara.
Ketika penderita berbicara, lawan bicara akan sulit memahami apa
yang disampaikan penderita karena bahasa yang diproduksi dan terucap
tidak beraturan dan sukar untuk dimengerti. Selain itu penderita juga
kesulitan memahami makna dari lawan bicaranya karena informasi
stimulus susunan bahasa yang diperolehnya tidak terstruktur dengan baik
ketika sudah diproses di otak. Maka dari itu lah penderita terkadang
merasa tidak ada gunanya lagi berkomunikasi dan merasa terabaikan
ketika dalam forum pertemanan dan yang lainnya dan mereka cenderung
untuk menutup diri dan akhirnya merasa kesepian.
Kebanyakan penderita afasia mendapati kehidupan mereka
berbeda sama sekali. Hal-hal yang sebelumnya dapat dilakukan dengan
mudah, sekarang dilakukan dengan susah payah dan membutuhkan lebih
banyak waktu. Banyak penderita afasia tidak percaya diri dan khawatir
akan masa depannya. Oleh karena itu, bantuan dan dukungan dari
lingkungan mereka merupakan hal yang sangat penting. Bertemu dengan
penderita afasia lainnya juga membantu. Para penderita afasia bahkan
dapat memahami satu sama lain tanpa kata-kata.

4. Bagaimana Solusinya ?
Penderita aphasia dapat tetap melakukan komunikasi yang baik
dengan orang lain dan menghindari gejala kesepian. Beberapa cara
tersebut diantaranya seperti :
 Katakan pada orang lain bahwa Anda menderita afasia.
 Pakai kartu penanda, dimana tertulis apa itu afasia
 Jika dengan berbicara tidak berhasil, coba gunakan bahasa
isyarat, gambar, tulisan atau dengan menunjuk untuk
memperjelas apa yang Anda maksudkan
 Minta pertolongan pada keluarga atau teman
 Rencanakan dan siapkan di pikiran Anda atau tulis percakapan
yang akan Anda lakukan
 Dan lain hal sebagainya yang dianggap dapat membantu
permasalahan sosial dan permasalahan lainnya penderita aphasia.
Agar para penderita afasia dapat memperoleh kembali bahasanya,
maka ditempuh berbagai perlakuan (treatment), seperti rehabilitasi,
training, dan terapi. Treatment dan prosedur treatment didefinisikan
sebagai suatu hal yang perlu sebagai prasyarat jawaban bersifat percobaan.
Treatment yang didasarkan pada prosedur pembiasaan, latihan dan target
pencapaian waktu pada umumnya tergambar dengan baik dan menjadi hal
menarik serta dapat menjadi model bagi para perancang terapi bicara dan
bahasa pada afasia agar lebih efektif, efisien dan manjur (Siguroardottir &
Sighvatsson, 2006). Beberapa di antara perlakuan tersebut adalah terapi
melalui Speech Language Therapy (SLT), Melody Intonation Therapy
(MIT), Semantic and Phonological Treatment, Word Treatment,
Constraint‐Induced Aphasia Therapy (CIAT) Treatment berupa terapi
yang diberikan pada pasien penderita gangguan komunikasi untuk
memberikan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan, tulisan maupun
isyarat (Bakheit et al., 2007). Target pelatihan dalam terapi adalah
peningkatan dalam pengungkapan dan pemahaman di mana keduanya
dalam wujud percakapan atau bahasa, baik secara lisan maupun tulisan
secara bersamaan untuk meningkatkan kualitas hidup seharihari. Tugas‐
tugas yang diberikan dalam pelatihan bicara dan bahasa bermacam -
macam (Berthier, 2005) seperti pemilihan gambar atau objek, pemberian
nama pada objek, menggambarkan dan mengenali asosiasi antar materi,
memudahkan mengungkapkan pendapat atau perasaan dam peningkatan
keterampilan yang bersifat percakapan. Pasien yang diterapi juga
diarahkan untuk menggunakan isyarat atau tanda‐tanda yang lain dari
komunikasi non‐verbal, termasuk di dalamnya cakupan yang lebih luas
tentang media dan alat bantu komunikasi (Bakheit et al., 2007). Pemulihan
berbahasa afasia sangat ditentukan oleh efektivitas treatment yang
diterapkan. Salah satunya penilaiannya adalah pada intensitas treatment.
Dengan demikian, terapi yang intensif menjadi hal yang penting
dalam usaha pemulihkan bahasa afasia. Terapi afasia dapat meningkatkan
pemulihan bicara setahun setelah munculnya afasia pada beberapa pasien
(Brindley et al., 1989). Dengan terapi intensif, 78% dari pasien yang
ditritmen 4 bulan setelah permulaan dan 46% pada pasien yang diberi
treatment 4‐12 bulan meningkat di luar perkiraan dengan pemulihan
spontan (Poeck et al., 1989).
Daftar Pustaka

Baehr. M, dan M. Fretscher. (2017). Diagnosis Topik Neurologi DUUS –


Anatomi, Fisiologi, Tanda Dan Gejala [Edisi 5]. EGC

_______www.aphasia-international.com.

_______https://www.youtube.com/watch?v=-GsVhbmecJA

Anda mungkin juga menyukai