yang terdapat dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib, yang dipakai
secara bersamaan. 1 Kata al-ta’lim, merupakan masdar dari kata ‘allama yang
keterampilan.2 Kata ‘allama dan kata-kata yang seakar dengannya diulang lebih
dari 105 kali dalam al-Qur’an. Akar Kata ‘Allama jika dikaji secara lebih
mendalam dapat dikatakan serumpun dengan kata mu’allim. Lebih jauh lagi
1
Wan Mohd Nr Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam “Syed M. Naquib Al-
Attas” cet-1 (Bandung: 1998, Penerbit Mizan), H. 175-177
2
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1996, hal 26
3
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, QS. Al-Baqarah (2): 31
75
76
kognitif dan psikomotorik saja. Namun demikian menurut ‘Abd. Fattah Jalal,
bahwa pengertian kata al-ta’lim secara implisit juga menanamkan aspek afektif,
karena pengertian al-ta’lim juga ditekankan pada perilaku yang baik (al-akhlaq
al- karimah).4
Kata tarbiyyah berakar dari kata “rabb,” kata “rabb” ini disebutkan dalam
al-Qur’an sebanyak 224 kali dalam berbagai bentuk kata dan perubahannya. 5
Kata al-tarbiyyah, merupakan masdar dari kata “rabba” yang berarti mengasuh,
kata lain yang sejajar dengan kata al-tarbiyyah, yaitu “al-rabb,” “rabbani” dan
Bila merujuk pada QS. al-Isra’ayat: 24, maka akan dijumpai informasi
4
Abd. Fattah Jalal, Azas-Azas Pendidikan Islam, terj. Noer Ali, Bandung: Diponegoro,
1980,hal.30.
5
Abd.Rahman ‘Abdullah, Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam,
Yogyakarta: UII Press,2001, hal.22.
6
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, QS. Al-Isra (17): 24
77
(fisik).
bentuk pendidikan dalam arti luas, meliputi pendidikan yang bersifat ucapan
(aspek kognitif) dan aspek tingkah laku (afektif). 7 Sedangkan Sayyid Qutb
akhlaq al-karimah pada diri terdidik”.8 Menurut ‘Abd al-Rahman al-Nahlawi, al-
7
Fakhr al-Razi, Tafsir Fakhr al-Razi, Jil. 21, Teheran: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t., hal.
191.
8
Sayyid Qutb,Tafsir Fi Zilal al-Qur’an, jilid 15, Beirut: Dar al-Ihya’, t.t, hal.15
9
Abd al-Rahman al-Nahlawi, Usul al-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Asalibuha, Damaskus:
Dar al-Fikr,1993, hal.19-20.
78
nilai ilahiyyah.
mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi
pekerti subyek didik. Subtansinya lebih terfokus pada upaya pembentukan pribadi
penggunaan term al-ta’lim dan al-tarbiyyah. Sebab bila dibandingkan ketiga kata
tersebut, yaitu al-ta’lim, al-tarbiyyah dan al-ta’dīb, maka akan terdapat pengertian
yang berbeda mengenai fokus yang ingin dicapai oleh subyek didik. Namun
demikian ketiga pengertian di atas pada dasarnya saling berkaitan antara satu
tentang pendidikan Islam tahun 1977 di Makkah, Syed Muhammad Naquib Al-
Attas sebagai ketua komite yang membahas tentang cita-cita dan tujuan
dalam Islam, menjadi ta’dib. Setelah melalui perdebatan yang sengit, akhirnya
usul tersebut di atas untuk merujuk kepada istilah pendidikan Islam. Lebih
10
Muhammad al-Naquib al-Attas, The Concept of Education In Islam, Kuala Lumpur:
ABIM, 1980, hal.25-30
79
Bagi saya, istilah tarbiyah bukanlah istilah yang tepat dan bukan pula
istilah yang benar untuk memaksudkan pendidikan dalam pengertian
Islam. Karena istilah yang dipergunakan mesti membawa gagasan yang
benar tentang pendidikan dan segala yang terlibat dalam proses
pendidikan, maka wajib bagi kita sekarang untuk menguji istilah tarbiyah
secara kritis dan jika perlu menggantikannya dengan pilihan yang lebih
tepat dan benar.11
pendidikan Islam adalah al-ta‟dib. Konsep ini didasarkan pada hadis Nabi:
صلهى ه
َُّللا َ ِ علَى النه ِبي َ قَد َِم بَنُو نَ ْه ِد ب ِْن زَ ْي ٍّد: قَا َل، ُع ْنه ي ه
َ َُّللا َ ض ِ ع ِلي ٍّ َر َ ع ْن َ
َو َما، ط َبت َ ُه ْم ْ َوذَ َك َر ُخ، َي ت ُ َها َمة ْ َاك ِم ْن غ َْو َر َ أَتَ ْين: فَقَالُوا، سله َم َ علَ ْي ِه َو َ
ن َْح ُن َبنُو، َِّللا ي ه ْ
يَا نَ ِب ه: فَقُلنَا: قَا َل، سل َم ه َ علَ ْي ِه َو صل ى ه
َ َُّللا ه َ ي ُّ أ َ َجابَ ُه ْم ِب ِه النه ِب
، ُان َما نَ ْف َه ُم أ َ ْكث َ َرهٍّ س َ ب بِ ِل َ َوإِنه َك لَت ُ َك ِل ُم ْالعَ َر، اح ٍّدِ َونَشَأْنَا فِي بَلَ ٍّد َو، اح ٍّد ِ ب َو ٍّ َ أ
س ْع ِد ب ِْنَ َونَشَأْتُ فِي َبنِي، سنَ أ َدَ ِبي َ ع هز َو َج هل أ َده َبنِي فَأ َ ْح " ِإ هن ه: فَقَا َل
َ ََّللا
وسنده ضعيف جد، " بَ ْك ٍّر
“Tuhan telah mendidikku (addabani, yang secara literal berarti telah
menanamkan adab pada diriku), maka sangat baiklah mutu pendidikan ku
(ta’dibi). “12
Secara etimologi, ta’dīb merupakan bentuk masdar dari kata kerja
sopan santun atau adab.13 Dari sisi etimologi ini, dapat dipahami bahwa ta’dīb itu
berkenaan dengan budi pekerti, moral, dan etika. Dalam Islam, budi pekerti,
tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga hal itu
11
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,...... H. 180
12
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?hflag=1&bk_no=1849&pid=908365
13
Mahmud Yunus, Qamus, Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah. 1990, Cet. Ke. 8, hal.
37
80
dalam tatanan wujud dan kepribadian, serta sebagai akibatnya Ia telah membuat
(peserta didik) tentang tempat–tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam
pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan Tuhan yang tepat dalam tatanan
benar dipahami dan dijelaskan dengan baik, konsep ta’dib adalah konsep yang
14
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam adn Secularism,...... H. 87
15
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,...... H. 176
16
Syed Muhammad Naquib Al-attas, The Concept of Education in Islam,...... H. 31
81
Al-Attas dalam Wan Mohd Nor Wan Daud mengatakan, “struktur konsep
ta’dib sudah mencakup unsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim), dan
pembinaan yang baik (tarbiyah) sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa
konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat dalam tiga
serangkai konsep “tarbiyah-ta’ lim-ta’dib.” 17
Walaupun Al-Qur‟an tidak memakai istilah adab ataupun istilah lain yang
memiliki akar kata yang sama dengannya, perkataan adab itu sendiri dan cabang-
cabangnya disebutkan dalam ucapan-ucapan Nabi SAW., para sahabat r.a., dalam
baik. “Baik” yang dimaksudkannya di sini adalah adab dalam pengertian yang
orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam didefinisikan oleh al-
“Orang yang baik adalah orang yang dengan tulus sadar akan
resposibilitasnya terhadap Tuhan sejati yang memahami dan memenuhi
kewajibannya kepada dirinya sendiri dan orang lain di masyarakatnya
dengan keadilan yang senantiasa berupaya memperbaiki setiap aspek
dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang ada.”
Contoh manusia yang paling beradab, mulia, sempurna, adalah Nabi
hikmah dan pensucian ummat adalah manifestasi langsung dari peranan ta’dib.
17
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,...... H. 175
18
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas of Islamic Education, (Jeddah:
King Abdul Aziz, 1979), H. 10
19
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam adn Secularism,...... H. 42-43
82
sangat luas dan mendalam. Akan tetapi kemudian kata adab tersebut digunakan
dalam konteks yang terbatas, seperti untuk sesuatu yang merujuk pada kajian
sempurna. Dari konsep ta’dib inilah satu sama lainya saling keterkaitan dalam
untuk menghadiri jamuan makan diatas bumi”, tempat kita perlu mengambil
إن هذا القرآن مأدبة هللا فتعلموا من: قال االلباني في السلسلة الضعيفة
إن هذا القرآن هو حبل هللا وهو النور المبين والشفاء، مأدبته ما استطعتم
وال يزيغ، عصمة لمن تمسك به ونجاء لمن تبعه ال يعوج فيقوم، النافع
فاتلوه ؛ فإن هللا. وال تنقضي عجائبه وال يخلق من كثرة الرد، فيستعتب
} {الم: أما إني ال أقول لكم،يأجركم على تالوته بكل حرف عشر حسنات
وميم حرف؛ ثالثون حسنة (رواه، والم حرف، ألف حرف: ولكن،حرف
(بن مسعود
Artinya: sesungguhnya al-qur’an suci adalah undangan tuhan kepada
suatu perjamuan ruhaniyah, dan pencapaian ilmu yang benar tentangnya
berarti memakan makanan yang baik didalamnya.20
فرده الذهبي لوجود، صحيح اإلسناد ولم يخرجاه: أخرجه الحاكم عن عبدهللا بن مسعود رضي هللا عنه وقال20
:) رقم139/ 9( )) وأخرجه الطبراني في (( المعجم الكبير.)) (( إبراهيم بن مسلم ضعيف:رجل في السند قال عنه
) وابن أبي310 / 2 ( ) والدارمي376 - 375 /3( )) ) من طريق عبد الرزاق والذي رواه في (( مصنفه8646(
. ) موقوفا ً على عبدهللا بن مسعود رضي هللا عنه84 /1 ( )) والشجري في (( األمالي125 /6 شيبة
21
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,...... H. 178-179
83
1. Adab bagi diri sendiri (pada manusia) bermula ketika sesorang mengakui
bahwa dalam dirinya terdiri dari akal dan sifat kbinatangannya. Ketika
akal bisa dikuasai dan sifat kebinatangannya dapat dikontrol, pada saat
itulah ia sudah meletakkan dirinya pada tempat yang benar.
2. Adab dalam konteks hubungan antara sesama manusia berarti norma-
norma etika yang diterapkan dalam kehidupan sosial sudah berdasarkan
kepada ilmu pengetahuan, akal fikiran, dan perbuatan yang mulia dengan
menunjukkan sikap rendah hati, kasih sayang, saling menghormati, peduli
dan lain sebagainya. Ini merupakan sikap seseorang yang sudah
mengetahui tempat hubungan antara sesama manusia dengan sebenarnya.
3. Adab dalam konteks ilmu akan menghasikan cara yang tepat dan benar
dalam belajar dan penerapan sciences yang berbeda, seirama dengan itu
rasa hormat terhadap para sarjana dan guru dengan sendirinya merupakan
salah satu pengejawantahan langsung dan adab dari adab terhadap ilmu
pengetahuan.
Setelah ilmu dipelajari dengan baik dan benar yang dilandasi dengan iman
serta dipraktikan langsung dalam bentuk amal itu semua adalah betuk manifestasi
dari konsep ta’dib. Setelah memperoleh ilmu dengan proses ta’dib akan
‘ilm is one those that have dominated Islam and given Muslim civilization
ist distinctive shape and complexion. In fact there is one other concept that
has been operative as of Muslim civilization in all its aspect to the same
extent as ‘ilm.22
“Artinya Ilmu adalah salah satu konsep yang mendominasi Islam dan yang
memberi bentuk dan krakter yang khas terhadap peradaban Muslim.
Sebenarnya tidak ada konsep lain yang setanding dengan konsep ilmu
yang secara efektif menjadi faktor penentu dalam peradaban Muslim
dalam berbagai aspek”
4. Adab dalam kaitannya dengan alam berarti seseorang harus meletakkan
tumbuh tumbuan, bebatuan, gunung, sungai, danau dan binatang pada
tempatnya.
Jika kita banding dengan orang-orang diluar Islam yang mereka tidak
memiliki konsep adad terhadap alam semesta. Maka mereka bebas untuk
melakukan terhadap alam semesta ini dan segala isinya. Sementara bagi Muslim
alam semesta segala yang ada didalamnya tidak boleh dizahlimi karena sesuatu
22
Franz Rosental, Konwladge Triumphant, The Concept of Knowladge in Medieval Islam,
(laiden E.J. Brill,) H. 2
84
yang hal suci untuk dilestarikan serta kita jadikan alam ini jalan untuk menggapai
..Islam sees it self relevant to all of space-time, and seeks to determine all
of histroy, all of creation, incluiding all of mankind. What is of nature to
eat, good and condemnation. Islam wants humans to pursue what is of
nature to eat and drink, to have lodging and comfort, to make of the word
a garden, to enjoy sex, friendship and all the good things, but to do them
righteously, without injustice to self, to neighbor, to nature to history.
Islam calls man the khalifah, precisely because to do all these things well
is to fulfil the will of God.23
(Artinya Islam menganggap dirinya relevan dengan seluruh ruang dan
waktu, dan berusaha untuk menentukan seluruh sejarah, seluruh ciptaan,
termasuk seluruh ummat manusia. Alam ini adalah suci, karenanya baik
dan patut diinginkan. Ketaqwaan maupun moralitas tidak dapat disadarkan
pada pengutukan terhadap alam. Islam menghendaki agar manusia
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang wajar, seperti makan dan minum
dan minum,rumah yang nyaman, mengubah dunia menjadi taman yang
indah; menikmati, persahabatan dan hal-hal yang baik dalam kehidupan,
mengembangkan ilmu pengetahuan dan belajar, mengelola alam,
berserikat, berkumpul dan membangun struktur sosial-politik-pendeknya,
melakukan semua ini, dan melakukannya dengan cara yang saleh........)
5. Adab terhadap bahasa, berarti pengenalan dan pengakuan adanya tempat
yang benar dan tepat untuk kata, baik dalam tulisan maupunpercakapan
sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam makna bunyi dan konsep.
6. Adab terhadap spiritual, berarti pengenalan dan pengakuan terhadap
tingkatan keluhuran yang menjadi sifat alam spiritual, pengenalan dan
pengakuan terhadap berbagai maqom spiritual berdasarkan ibadah.
konsep pendidikan dalam Islam, termasuk konsep ta’lim dan tarbiyyah yang
selama ini kedua konsep ini sering dibedakan dengan konsep ta’dīb.24 Sebagai
23
Isma’il Raja Al-Faruqi, Al-Tawhid: Its Implications forThought and Life, (Kuala Lumpur:
IIIT, 1992), H. 85
24
Abdul Mujib, Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan..., hal. 10-21.
85
(1) ta’dīb adab al-haq, pendidikan tata karma spiritual dalam kebenaran,
yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang
didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran tersendiri dan yang
dengannya segala sesuatu diciptakan; (2) ta’dīb adab al-khidmah,
pendidikan tata karma spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang
hamba, manusia harus mengabdi kepada sang Raja (Malik) dengan
menempuh tata karma yang pantas; (3) ta’dīb adab al-syariah,
pendidikan tata karma spiritual dalam syariah, yang tatacaranya telah
digariskan oleh Tuhan melalui wahyu. Segala pemenuhan syariah
Tuhan akan berimplikasi pada tata karma yang mulia; (4) ta’dīb
adab al-shuhbah, pendidikan tata karma spiritual dalam
persahabatan, berupa saling menghormati dan berprilaku mulia di
antara sesama.
Menurut Al-Attas, tarbiyah merupakan istilah yang relatif baru, yang bisa
pendidikan tanpa memperhatikan sifat yang sebenarnya. Adapun kata – kata Latin
educare dan educatio, yang dalam bahasa Inggris berarti “educate” dan
“education”, secara konseptual dikaitkan dengan bahasa Latin educare atau dalam
material.25 Yang dituju dalam konsepsi pendidikan yang diturunkan dari konsep–
25
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,...... H. 189
86
terjemahan yang jelas dari istilah education menurut artian Barat, karena makna-
makna dasar yang dikandung olehnya mirip dengan yang bisa ditemui di dalam
membela istilah itu yang mereka katakan sebagai dikembangkan dari Al-Qur‟an
mengingat secara semantik istilah tarbiyah tidak tepat dan tidak memadai untuk
baik salah satu (tarbiyah atau ta‟lim) maupun keduanya (tarbiyah wa ta‟lim),
istilah tarbiyah sebab istilah ini hanya menyinggung aspek fisikal dalam
dan kemampuan kognitif. Hal itu karena Indonesia saat ini sedang mengalami
krisis karakter yang diperlihatkan dari banyaknya korupsi, tindak kejahatan terjadi
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
26
Pusat Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,
(Jakarta:Badan Litbang, Kementrian Pendidikan Nasional, 2010), 9.
88
berperilaku baik dan penuh kebajikan, berperilaku baik terhadap pihak lain, Tuhan
Yang Maha Esa, manusia, alam semesta, dan terhadap diri sendiri. Jonathan
akumulasi dari berbagai ciri yang muncul dalam cara berfikir, merasa dan
knowing the good, desiring the good, and doing the good habits of mind,
habits of heart, and habits of action.
(action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dalam bukunya Islam, Secularism, and the Philosophy of the Future, Syed
27
Jonathan Webber, Sarte’s Theory of Character, Europe Journal of Philosophy, (UK:
Blackwell Publishing House, 2006), 95.
28
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam, Secularism and the Philosophy of the Future.
London-(New York: Mansell Publishing Limited. 1985), 173.
89
yang ditanam disini adalah “adab”, dengan demikian yang dimaksud dengan
“content” atau isi di atas adalah adab. Sedangkan penerima atau recipient dari
pendidikan tersebut, apakah balita, anak-anak, remaja, orang dewasa, atau orang
lanjut usia. Dari sinilah kemudian muncul beberapa disiplin ilmu, seperti:
metode penyampaian isi atau content disesuaikan dengan penerima isi atau
content tersebut, maka mendidik anak-anak tidak sama dengan mendidik remaja,
Namun hal yang terpenting dari ketiga element mendasar yang terdapat
atau isi tersebut ? Artinya bagaimana metode pembentukan karakter anak didik ?
Kitab Suci al-Qur ’an adalah undangan Tuhan kepada manusia untuk
menghadiri jamuan kerohanian, dan cara memperoleh ilmu pengetahuan
yang sebenarnya tentang al-Qur ’an itu adalah dengan menikmati
makanan-makanan yang lezat yang tersedia dalam jamuan kerohanian
tersebut. Artinya, karena kenikmatan makanan yang lezat dalam jamuan
istimewa itu ditambah dengan kehadiran kawan yang agung dan pemurah,
dan karena makanan tersebut dinikmati menurut cara-cara, sikap, dan
etiket yang suci, maka hendaknya ilmu pengetahuan yang dimuliakan dan
90
maka secara otomatis mulai dari gerak- gerik dan cara makan akan berbeda
dengan ketika di rumah. Berhubung dalam jamuan tersebut banyak orang yang
agung dan terhormat, maka para undangan akan menikmati jamuan tersebut
dengan cara-cara, sikap, dan etiket yang baik, berbeda halnya dengan ketika
makan di rumah sendiri, seseorang akan makan dengan lahapnya, kaki diangkat di
diri mengaji setelah maghrib, shalat berjamaah ketika mendengar azan, dan
berbicara sopan kepada anak. Jika demikian, maka sang anak akan merasa malu
jika setelah magrib tidak mengaji padahal orang tuanya mengaji. Anak akan
merasa malu jika ketika azan televisi masih menyala, padahal orang tuanya sudah
siap mau ke masjid. Anak akan merasa malu berbicara kasar pada orang tua,
karena orang tua selalu berbicara sopan dan lembut kepada anak.
29Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur, ArtPrinting
Works Sdn. Bhd. 1993), 149.
91
membentuk karakter mahasiswa agar suka menulis, maka paling tidak dosen
tersebut harus sudah pernah menulis buku, menulis di jurnal dan koran, jika tidak,
maka jangan pernah berharap mahasiswa mau menulis, karena sang figur yang
seharusnya dijadikan panutan belum pernah menulis, seperti ungkapan dalam al-
Qu’ran:
dipengaruhi oleh guru sebagai figur, dan terbentuknya karakter di masyarakat oleh
tokoh masyarakat. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah Indonesia saat ini
Orang yang membaca Al Qur’an akan mendapati materi ‘ilm yang terdapat
dalam surah Makiyah dan Madaniyah secara seimbang dengan semua kata
30
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, QS. As-Saff: 3
92
jadiannya; sebagai kata benda, kata kerja, atau kata keterangan beberapa ratus
kali. Kata kerja ta’lamun (kamu mengetahui) terulang sebanyak 56 kali. Ditambah
3 kali dengan redaksi fasata’lamun (maka kalian akan mengetahui), 9 kali dengan
Dari pemaparan diatas ilmu dalam Islam menempati posisi yang sangat
penting. Sehingga orang berilmu menempati kedudukan yang mulia, Allah SWT
berfirman:
31
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?hflag=1&bk_no=1230&pid=874133
93
dipisahkan dari ingat kepada Allah SWT. Harus dilakukan dengan mengingat
nama Allah SwT (Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq). Konsepsi Ilmu dalam Islam
tidak memisahkan secara dikotomis antara iman dan ilmu pengetahuan. Tidak
memisahkan unsur dunia dan unsur akhirat. Karena pada hakikatnya ilmu
Sehingga dalam Islam sendiri ilmu itu terkait dengan akidah. Syed
jika pendefinisian itu tidak mencakup seluruh aspek yang terkandung dalam ilmu
32
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dan Sekularisme, Bandung, Penerbit Pustaka,
cet 1 1981 terjemahan Karsidjo Djojosuwarno, hal 302
94
maka pendefinisian tersebut menjadi tidak benar.33 Selain itu, setiap definisi ilmu
aspek ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, pendefinisian ilmu telah menjadi bahan
Secara linguistik, kata (‘ilm) berasal dari akar kata (‘ain-lam-mim) yang
diambil dari kata (‘alamah) yang berarti tanda, penunjuk, indikasi yang
dengannya sesuatu atau seseorang dikenal, kognisi, label, ciri-ciri, dan tanda-
membimbing seseorang. Seiring dengan itu, (‘alam) juga bisa diartikan sebagai
penunjuk jalan. Itulah sebabnya kata ayat dalam Al Quran yang secara literal
berarti tanda, merujuk pada ayat-ayat Al Quran dan fenomena alam.34 Disebabkan
hal diatas, umat Islam sejak dahulu menganggap (‘ilm) berarti Al Quran, syariat,
sunnah, Islam, iman, ilmu spiritual, hikmah, ma’rifah, cahaya, fikiran, sains, dan
adanya”. Al-Amidi mengkritik definisi ilmu yang dikemukakan oleh Al- Baqillani
ini dalam bukunya Abkar Al- Afkar . Al-Baqillani berpendapat bahwa definisi
ilmu menurut Al-Amidi tidak inklusif karena tidak mencakup ilmu Tuhan, dan
33
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H..
144
34
Khudari Soleh, , Wacana baru Filsafat Islam, (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004), H. 45
95
bersifat tautologi, karena objek yang diketahui itu lebih kabur daripada ilmu itu
sendiri.
Definisi ilmu secara deskriptif juga dikemukakan oleh Abu Bakar Ibnu
Furak, Ibnu furak berpendapat bahwa ilmu adalah “ sesuatu yang dengannya
seseorang yang memilikinya mampu bertindak dengan baik dan benar”. Al-Amidi
mengkritik definisi ilmu yang dikemukakan Ibnu Furak ini karena semata-mata
menyangkal adanya kemungkinan bahwa ilmu mengenai diri kita, Allah SWT,
dan perkara-perkara yang abstrak akan memberi kita kemampuan untuk bertindak
dengan benar.
“ilmu adalah sifat yang dengannya jiwa orang yang memiliki sifat ini bisa
membedakan realitas yang tidak terserap oleh indra-indra jiwa, hingga
menjaganya dari derita, ketika itu, ia sampai pada kondisi yang tidak
memungkinkan sesuatu yang dibedakan itu berbeda dari cara-cara yang
darinya perbedaan itu diperoleh”.35
Dalam definisinya, Jurjani meletakkan adab sebagai sesuatu yang setara
dengan ma’rifah yaitu sejenis ilmu khusus dalam konteks ilmu pengetahuan
bentuk kesalahan.36 Oleh karena itu, tidaklah mengherankan sekiranya adab juga
adab, bisa dikatakan bahwa definisi pendidikan Islam yang lengkap adalah
35
Khudari Soleh, , Wacana baru Filsafat Islam,.. H.50
36
Syed Farid Al-Attas, ―Agama dan Ilmu-Ilmu Sosial‖, Jurnal Ulumul Qur’an, jil.
5, No. 2, 1994
96
deskriptif, dengan premis bahwa ilmu itu datang dari Allah SWT dan diperoleh
oleh jiwa yang kreatif. 38 Dia membagi pencapaian dan pendefinisian ilmu secara
deskriptif kedalam dua bagian. Yang pertama adalah ilmu yang diberikan oleh
Allah SWT., sebagai karuniaNya kepada insan. Dan yang kedua adalah ilmu yang
dicapai dan diperoleh oleh insan berdasarkan daya usaha akliyahnya sendiri yang
berasal dari pengalaman hidup indera jasmani dan nazar akli serta pemerhatian,
37
S.M.N. Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains,... hal. 78
38
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, Penj. Saiful
Muzani (Bandung: Mizan, 1995), hal. 78. Lihat juga, S.M.N. Al-Attas, Islam dan
Sekularisme, hal. 179
97
“Pertama, ilmu diisyaratkan sebagai sesuatu yang berasal dari Allah Swt.,
bisa dikatakan bahwa ilmu itu adalah datangnya (husul) makna sesuatu
atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari ilmu, kedua sebagai sesuatu yang
diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif, ilmu bisa diartikan sebagai
datangnya jiwa (wushul) pada makna sesuatu atau objek ilmu.” 39
Dr. Syamsuddin Arif dalam Prinsip-Prinsip Epistemologi Islam.pdf
“sumber ilmu dalam Islam ada; persepsi indera (idrak al-hawas), proses
akal sehat (ta’aqqul), intuisi sehat (qalb) dan khabar shadiq. Persepsi
inderawi meliputi yang lima (indera pendengar, pelihat, perasa, penyium,
penyentuh), daya ingat atau memori , penggambaran dan estimasi. Proses
akal mencakup nalar dan alur pikir. Dengan alur pikir kita bisa
berartikulasi, menyusun proposisi, menyatakan pendapat, berargumentasi,
melakukan analogi, membuat putusan dan menarik kesimpulan.”40
Selanjutnya dengan intuisi qalbu seseorang dapat menangkap pesan-pesan
isyarat ilahi, fath, ilham, kasyf dan sebagainya. Sumber lain yang tak kalah
pentingnya adalah khabar shadiq, yang berasal dari dan bersandar pada otoritas.
Sumber khabar shadiq, apalagi dalam urusan agama, adalah wahyu (Kalam Allah
dan Sunnah Rasul-Nya) yang diterima dan diteruskan yakni ditransmit (ruwiya)
Satu hal yang ditekankan dalam definisi ini adalah bahwa ilmu adalah
tentang makna.
pikiran tidak sekedar menerima pasif, tetapi ia aktif dalam arti mempersiapkan
39
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.
147. Lihat juga, Alparslan Acikgence, Islamic Science Toward A Definition, hal. 49
40
Syamsuddin Arif, Prinsip-Prinsip Epistemologi Islam.pdf dalam academia.edu.documents
hal 3.
41
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 149
98
diri untuk menerima apa yang ia ingin terima (mengolah dan menyeleksi makna
yang diterima secara sadar). Ilmu yang pertama itu mempunyai dua kenyataan;
yang satu sebagai “tanzil,” dan yang satu lagi sebagai pengenalan yang merujuk
kepada diri dan alam hakiki dan tuhan yang hak. Sebagai tanzil, ilmu yang
sebagai hidayah yang membimbing ke arah hak ta’ala; suatu petunjuk yang
mengarahkan hidup insan ke jalan yang lurus dan benar. Ilmu inilah yang disebut
al-ilm, yakni ilmu yang sebenarnya. 42 Oleh karena itu dalam definisinya yang
pertama penekanan lebih diberikan kepada Allah Swt., sumber segala ilmu,
Ilmu ini merupakan suatu kenyataan khusus ilmu yang sebenarnya, yang
biasa disebut dengan ma’rifah, 43 yakni ilmu pengenalan yang merujuk kepada
pengenalan diri akali insan. Ilmu yang sebenarnya, yang dikatakan sebagai tanzil,
itulah ilmu yang utama, sebab ilmu tersebut sudah jelas dan lengkap sempurna
bagi insan dan merupakan hidayah dan petunjuk yang membimbingnya ke arah
Ilmu yang kedua, yang disebut ‘ilm yang mempunyai bentuk jamak ‘ulum
adalah ilmu pengetahuan, dan diperoleh sebagai hasil pencapaian sendiri daya
usaha akliah melalui pengalaman hidup indera jasmani dan nazar-akali dan
42
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H..
147
43
S.M.N. Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, hal. 79
99
44
duniawi. Penuntutan ilmu ini tiada batasnya sebab ia merujuk kepada
duniawi, yang merupakan alat juga bagi manusia dalam menyesuaikan dirinya
Menurut Al-Attas seorang pencari ilmu memerlukan mental yang aktif dan
persiapan spiritual dan dipihak lain memerlukan keridhaan serta kasing sayang
Allah Swt., sebagai Zat yang memberi ilmu. Keadaan tersebut bagi seorang
44
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.
81. Lihat juga, S.M.N. Al-Attas, Islam dan Sekularisme, hal. 182
45
S.M.N Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, hal. 48
46
S.M.N Al-Attas, Islam dan Filsafat Sains, hal. 47
47
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.
148
100
intelektual Islam yang disebut dengan “metode tauhid”. Richard Rorty yang
dikutip oleh Wan Daud dalam bukunya, mengungkapkan prinsip sofis yang baru
mengenai ilmu pengetahuan, bahwa hakikat ilmu adalah tidak memiliki hakikat,
dan karenanya, tidak ada yang disebut sebagai teori-teori ilmu. 48 Hal ini berbeda
dengan ilmu di dalam Islam, yang mana ilmu itu tersebut merangkumi iman dan
moralitas lainnya yang membentuk cara pandang murid terhadap kehidupan dan
alam semesta. Pembagian ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah ini tidak perlu
perspektif integral atau tauhid, yaitu ilmu fardu ain merupakan asas dan rujukan
beberapa konsep yang diberikan oleh para ilmuwan Islam. Di antaranya adalah
Ibnu Khaldun. Beliau memilah ilmu atas dua macam, yaitu ilmu naqliyah (ilmu
yang berdasarkan pada otoritas atau ada yang menyebutnya ilmu-ilmu tradisional)
48
Syed Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in
Islam,......H. 129
101
dan ilmu ‘aqliyah (ilmu yang berdasarkan akal atau dalil rasional). 49 Termasuk
yang pertama adalah ilmu-ilmu al-Quran, hadis, tafsir, ilmu kalam, tawsawuf, dan
Selain Ibnu Khaldun, sebelumnya al-Ghazali juga membagi ilmu pada dua
jenis, “ilm syar’iyyah” dan “ilm ghair syar’iyyah”. Yang pertama digolongkan
sebagai ilmu fardhu ‘ain untuk menuntutnya, sedangkan yang kedua sebagai ilmu
secara keseluruhan. Setidaknya ini bisa dilihat dari penggolongan kedua ilmu
individu tidak berhenti pada jenjang pendidikan rendah atau menengah, ia harus
berupa akidah, tauhid, atau ushuludin pada jenjang pendidikan rendah dan
yang berupa ilmu kalam atau filsafat yang meliputi konsep-konsep mengenai
Tuhan, manusia, alam, dan din. Itu semua hendaknya diajarkan secara metafisis
sehingga dapat menjadi fondasi bagi pengkajian disiplin ilmu lain atau ilmu
fardhu kifayah. Di sini, sumber pengetahuan indriawi, ‘aqli, dan intuisi disatukan
dalam suatu cara berpikir yang integral sehingga seorang ilmuwan Muslim tidak
49
عبد محمدTHE MUQADDIMAH Abd Ar Rahman bin Muhammed ibn Khaldun Translated
by Franz Rosenthal, H.380
50
Abi Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-din, Jilid 3, penerj. Faris, H. 16
102
lagi terperosok ke dalam cara berpikir dualistis; objektif dan subjektif, idealistis
dan realistis. Dengan cara itu dikotomi ilmu pengetahuan, agama dan umum,
Attas, setiap Muslim wajib menguasai ilmu fardhu ain sesuai dengan tingkat
mahasiswa ushuludin, misalnya, tidak sama dengan ilmu fardhu ain bagi siswa
menguasai ilmu fardhu ain sesuai dengan bidangnya, pada tataran epistemologi
ilmu fardhu ain ini pada akhirnya akan menyatukan berbagai disiplin ilmu
itu tidak dilandaskan pada taqlid semata yang menjadi ciri utama ilmu naqli,
begitu pula ia tidak bersandar pada akal murni. Taqlid atau meniru secara
51
Afzalur Rahman, Al Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Rineka Cipta cet 2 1992
terjemahan Arifin hal 19.
103
membabi buta ditolak oleh akal, sementara itu berpegangan pada akal semata juga
tidak dapat dibenarkan oleh agama. Ilmu yang unggul adalah yang berdiri di
jagad. Dia terpadukan sebagai satu kesatuan dan dengan adanya saling keterkaitan
“Dwi Sifat”, demikian pulalah ilmu terdiri dari dua jenis: yang pertama adalah
berian Allah, dan yang kedua adalah ilmu capaian (yang diperoleh dengan usaha).
Pada hakikatnya, dalam Islam, semua ilmu datang dari Allah, tapi cara
adalah mutlak penting bagi pembimbingan dan penyelamatan manusia, maka ilmu
tentangnya yang tercakup di dalam ilmu–ilmu agama bersifat perlu dan wajib atas
semua muslim (fardhu’ain : ) عين فرض. Pencapaian ilmu jenis kedua yang
Skema berikut ini tentang manusia, ilmu dan universitas akan menjelaskan
I. MANUSIA
a. Jiwa dan wujud batini yahya (ruh, nafs, qalb, „aql).
b. Jasad, wujud jasmaniah dan indera – inderanya.
II. PENGETAHUAN
a. Ilmu berian Allah.
b. Ilmu capaian.
104
III. UNIVERSITAS
a. Ilmu – ilmu agama (fardhu „ain).
b. Ilmu – ilmu rasional, intelektual, dan filosofis (fardhu kifayah).52
Pembagian dua jenis ilmu tersebut bisa secara ringkas diikhtisarkan
sebagai berikut :
a. Ilmu–ilmu agama
1) Al-Qur‟an: pembacaan dan penafsirannya (tafsir dan ta‟wil).
2) As-Sunnah: kehidupan Nabi, sejarah dan pesan–pesan para rasul sebelumnya,
hadits, dan riwayat–riwayat otoritatifnya.
3) Asy-Syari‟ah : Undang–undang dan Hukum, prinsip–prinsip dan praktek–
praktek Islam (Islam : اسالم, Iman : ايمان, dan Ihsan : ()احسان
4) Teologi: Tuhan, Esensi-Nya, Sifat–sifat dan nama–nama–Nya serta tindakan–
tindakan–Nya (at-Tauhid : ()التوحيد
5) Metafisika Islam (at–Tashawwuf : ) التصوفpsikologi, kosmologi dan
ontologi: unsur–unsur yang sah dalam filsafat Islam (termasuk doktrin-
doktrin kosmologis yang benar, berkenaan dengan tingkatan-tingkatan wujud)
6) Ilmu–ilmu Linguistik: bahasa Arab, tata bahasa, leksikografi, dan
kesusasteraannya.
b. Ilmu–ilmu rasional, intelektual, dan filosofis
1) Ilmu–ilmu kemanusiaan.
2) Ilmu–ilmu alam.
3) Ilmu–ilmu terapan.
4) Ilmu–ilmu teknologi.53
Menurut Al-Attas, struktur ilmu pengetahuan dan kurikulum pendidikan
ini secara bertahap kemudian diaplikasikan pada tingkat rendah. Secara alami,
kurikulum tersebut diambil dari hakikat manusia yang bersifat ganda (dual
spiritualnya sebagaimana terkandung dalam istilah-istilah ruh, nafs, qalb, dan „aql
52
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.35
53
Syed Muhammad Naquib Al-attas, The Concept of Education in Islam,.... H 78
105
lebih tepatnya berhubungan dengan ilmu inti atau fardhu „ain. Kandungan umum
yang terperinci dari dua ketgori tersebut pada tingkat pendidikan tinggi adalah : 54
54
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H. 271-288
106
dari integrasi berbagai mazhab yang dianut dalam tradisi pendidikan Muslim.
Lebih jauh lagi, harus digarisbawahi bahwa konsepsi Islam mengenai fardhu’ain,
bidang studi pendidikan sekuler liberal modern yang biasanya berupa bidang
studipermanen atau kurikulum inti atau pendidikan umum, dengan alasan berikut.
1) Pertama, bidang studi permanen pada pendidikan umum tidak pernah diberi
status normatif sebagaimana fardhu’ain.
2) Kedua, bidang studi permanen dan pendidikan umum secara keseluruhan
pada dasarnya difokuskan untuk program S1 pada pendidikan universitas,
sedangkan pengetahuan fardhu’ain harus dipelajari sejak akil baligh sampai
tingkat pendidikan tertinggi bahkan sampai meninggal dunia.
3) Ketiga, berbeda dari pengetahuan inti pada pendidikan umum, pengetahuan
fardu’ain diambil dari dan berakar pada Wahyu Ilahi dan hadis Nabi yang
tidak pernah ditentang oleh ilmuwan Muslim siapa pun sepanjang zaman.
b. Fardhu Kifayah
bertanggung jawab jika tidak ada seorangpun dari masyarakat tersebut yang
kepada umat Islam untuk mempelajari dan mengembangkan segala ilmu ataupun
107
1) Ilmu Kemanusiaan.
2) Ilmu Alam.
3) Ilmu Terapan.
4) Ilmu Teknologi.
5) Perbandingan Agama.
6) Kebudayaan Barat.
7) Ilmu Linguistik: Bahasa Islam.
8) Sejarah Islam
delapan disiplin ilmu di atas. Hal ini bisa dipahami karena pengetahuan (‘ilm) itu
sendiri, sebagai Sifat Tuhan, tidak terbatas. Selain itu, fardhu’ain itu dinamis dan
dalam diri manusia sebagai manusia dan sebagai diri individual. Tujuan akhir
pendidikan Islam ialah menghasilkan manusia yang baik dan bukan, seperti dalam
peradaban Barat, warganegara yang baik. “Baik” dalam konsep manusia yang
baik berarti tepat sebagai manusia adab dalam pengertian yang dijelaskan di sini,
secara kolektif dengan Tuhan, serta telah mengenal dan mengakui Allah sebagai
ْ َاَل
“benar!” (bala : ) بلىpada pertanyaan Allah “Bukankah Aku Tuhanmu?” .( س ت
بير بي ك ْم
َ ).
masyarakat yang baik bukanlah merupakan tujuan, karena masyarakat terdiri dari
baik.
mencakup „amal dalam pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk menjamin
alasan inilah maka orang-orang bijak, para cerdik cendekia dan para sarjana di
pekerja yang baik. Sebaliknya, tujuan tersebut adalah untuk menciptakan manusia
yang baik. Pada September 1970, Al-Attas mengajukan kepada Ghazali Syafie,56
55
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,.....H. 271-288
56
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.81
109
pendidikan dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi
disebutkannya lagi secara lebih detaildalam bukunya Islam and Secularism dalam
kedekatan diri kepada Allah Swt, guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
yang ‘abid yang menghambakan dirinya kepada Allh Swt. Ada juga yang
Sudah disinggung di awal, bahwa obyek ilmu dalam Islam tidak hanya
terbatas pada kajian fisik empirik saja, yang hal ini tentunya berbeda dengan
epistemologi Barat Modern. Hal ini berimplikasi pada sumber atau saluran dari
57
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.149
110
Barat, kalau Barat hanya mengakui indera dan rasio, spekulasi filosofis dalam
epistemologinya, maka dalam pandangan filosof Muslim, ilmu yang datang dari
Tuhan dapat diperoleh melalui: (1) Indera sehat (hawass salimah), di sini terdiri
dari dua bagian, yaitu panca indera eksternal dan internal. Panca indera eksternal
terdiri dari peraba (touch), perasa (taste), pencium (smell), pendengaran (hearing),
dan penglihatan (sight). Sedangkan panca indera internal adalah akal sehat
dan indera imajinatif (al-mutakhayyilah). (2) Laporan yang benar (khabr shadiq)
berdasarkan otoritas yang terbagi menjadi dua, yaitu otoritas mutlak, yaitu otoritas
ketuhanan, yaitu al-Quran, dan otoritas kenabian. Dan otoritas nisbi, yaitu
kesepakatan alim ulama dan kabar dari orang-orang yang terpercaya secara
umum. (3) Intelek, yang terdiri dari dua bagian, yaitu akal sehat (sound
yang dasarnya merupakan saluran yang sangat penting dalam pencapaian ilmu
dengan indera disebut dengan tajribi (eksperimen atau observasi) bagi obyek-
Bantu bagi indera yang tanpanya pengamatan indera tidak akurat dalam
memperoleh pengetahuan.
111
Begitu pula Al-Attas yang bertentangan dengan filsafat dan sains modern
dalam hal sumber dan metode ilmu, Al-Attas memandang bahwa ilmu datang dari
Tuhan dan diperoleh melalui sejumlah saluran, yaitu: indera yang sehat, laporan
(khabar) yang benar yang disandarkan pada otoritas, akal yang sehat, dan intuisi.
partikular dalam dunia lahir.58 Terkait dengan pancaindera ini adalah lima indera
inteleksi terhadapnya. Kelima indera batin ini adalah indera umum (common
“rupa” dari objek lahiriah, yaitu representasi realitas lahiriah atau inderawi, bukan
realitas itu sendiri. Jadi, yang dipersepsi oleh indera-indera itu bukanlah realitas
58
Al-Attas, Islam and the Philosophy of Science,....... H. 132-135
59
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993) Qs. An-Nahl (16):
78
112
bahwa segala sesuatu yang berada diluar akal pikiran bukanlah ilmu pengetahuan,
melainkan fakta dan informasi yang kesemuanya adalah objek ilmu pengetahuan.
dalam artinya yang hanya terbatas pada unsur-unsur inderawi.60 Dalam definisi
yang lebih luas, akal adalah suatu substansi ruhaniah yang melekat dalam organ
ruhaniah pemahaman yang kita sebut hati atau kalbu. Yang merupakan tempat
terjadinya intuisi.
hakikat realitas ini, dan kemudian, selama perenungan mendalam ini dan dengan
dihapuskan, lalu masuk ke dalam keadaan kedirian yang lebih tinggi, baka dalam
apa yang telah ia temukan, tetapi ilmu tentang apa yang telah ia temukan tetap ada
bersamanya.62
60
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, The Concept of Education in Islam,......H.132
61
Al-Attas, Islam and the Philosophy of Science,....... H. 254
62
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 257
113
keadaan baka dalam Tuhan, yaitu ketika ia memperoleh kediriannya yang lebih
tinggi. Kepadanya telah diberikan kilasan hakikat realitas dalam masa pertemuan
Intuisi datang kepada orang jika ia telah siap untuk itu, yakni jika nalar
dari hakikat realitas. Tingkat-tingkat intuisi pada tingkat kesadaran manusia yang
lebih tinggi, yang dapat dicapai oleh para nabi dan wali, memberikan pandangan
c. Otoritas
Apa yang dipahami sebagai otoritas disini adalah mengenai laporan yang
benar sebagai jalan diperolehnya ilmu. Otoritas tersebut dapat dibagi kedalam dua
macam. Pertama, laporan yang disampaikan secara berangkai dan tidak terputus
oleh sejumlah orang, dan tidak masuk akal jika mereka dianggap dengan sengaja
adalah sarjana, ilmuwan, dan orang yang berilmu pada umumnya. Laporan jenis
tersebut dapat dipersoalkan oleh nalar dann pengalaman. Kedua, adalah laporan
atau pesan yang dibawa Rasulullah. 63 Laporan jenis ini juga dikukuhkan oleh
63
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 186
114
yang terkait dengan tatanan indera dan realitas inderawi, maupun yang terdapat
tinggi.64 Terlepas dari otoritas orang-orang yang berilmu pada umumnya, tingkat
otoritas tertinggi bagi kita adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, termasuk
Dengan demikian ilmu dari Allah akan sampai kepada manusia melalui
jalan-jalan diatas, ditanggapi oleh akal sebagai realitas ruhani dalam kalbu
dari kesalahan (al-bathil). Akal dalam arti kata ratio atau reason tidak berlawanan
dengan intuisi (wijdan). Artinya, dalam hal ini, akal dan intuisi saling berkaitan
kelima istilah ini mempunyai makna yang berbeda. Murabbi adalah orang yang
mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu
64
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 205
65
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
h. 250
115
bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Mu’allim adalah orang yang
sesuai dengan bakat , minat dan kemampuannya. Mursyid adalah orang yang
mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan,
Jika merujuk pada al-Qur’an, istilah pendidik yang digunakan antara lain
yang langsung dapat dijumpai dalam al-Qur’an berkenaan dengan adanya fungsi
66
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Cet. II ;Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), , Hal. 209
116
Guru sebagai seorang pendidik disebut Ma’addib yaitu orang yang berusaha
mewujudkan budi pekerti yang baik atau Akhlakul Karimah, sebagai pembentukan
nilai-nilai moral atau transfer of values. Sementara guru sebagai pengajar disebut
peserta didik, sehingga peserta didik mengerti, memahami, menghayati dan dapat
khowladge.
Pendidik adalah bapak rohani begi peserta didik yang memberikan ilmu,
pembinaan akhlaq mulia, dan memperbaiki akhlaq yang kurang baik. Kedudukan
ان هللا سبحا نه ومال ئكته واهل سماواته و ارضه حتى النملة فى
( حجرها و حتى الحوت فى البحر ليصلون على معلمى النا س الخير
(رواه التر مذى
“Sesungguhnya Allah yang Mahasuci, malaikat-Nya, penghuni-penghuni
langit dan bumi-Nya, termasuk semut dalam lubangnya dan ikan dalam
laut, akan mendo’akan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar
manusia pada kebaikan.” (HR Turmizi)69
من علم علما فكتمه الجمه هللا يوم القيا مه بلجام من نار (رواه آبو داود و
(الترمذي و ابن حبان
“Siapa orangnya yang diajari suatu ilmu lalu dia menyembunyikan, maka
Allah akan mengekangnya di hari kiamat dengan kekangan api neraka.”(
HR. Abu Dawud, Tirmizi dan Ibnu Hibban )70
Dari ayat dan hadits di atas, menjelaskan betapa pentingnya menjadi
68
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, QS. al-mujadilah/ayat-11
69
رقم حديث انظر ) صحيح ( الحديثية الدراسات منتدى الحديث أهل ملتقى: 1838 صحيح في
الجامعhttps://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=109751
70
( »صحيحه« في حبان ابن أخرجه األسانيد ودراسة التخريج منتدى > الحديث أهل ملتقى96)، في والحاكم
«( »المستدرك1/182)، ( »الزهد« في المبارك وابن399)، ( »المدخل« في والبيهقى465)، ( »تاريخه« في والخطيب5/38)،
( »وفضله العلم بيان جامع« في عبدالبر وابن6)، (7)، ( »مستخرجه« في نعيم وأبو14)، ( األوسط في والطبراني5027)، وابن
( »المتناهية العلل« في الجوزي123)، ابن عن طرق من،قال وهب: بن عياش بن هللا عبد حدثنى، عن عباس،عبد أبي عن أبيه
عنه الحبلى الرحمنhttps://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=217665
118
Sifat utama yang harus ada pada diri pendidik adalah niat yang lurus dan
teladan. Niat yang lurus adalah menjalankan tugas/ amanah semata-mata sebagai
ibadah kepada Allah. Sementara sikap teladan akan menghasilkan asumsi positif
bagi peserta didik dari pendidik. Pendidikan Islam ditempuh dengan landasan dan
dibidangnya.Oleh karena itu, peran seorang guru dianggap sangat penting dalam
yang menuntun arah dan tujuan yang hendak dicapai.Sesuai dengan tujuan
71
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Al-Nisa (4):
58
119
Maka pendidik harus terlebih dahulu menjadi sosok teladan yang patut,
merupakan kondisi yang cukup tragis sebagai hasil dari filsafat sekuler mengenai
menjelaskan:
negara dan kepentingan bisnis. Lebih signifikan lagi, prinsip Islam dan
kebahagiaannya.
72
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas,..... H. 6
73
Al-Attas, Islam and Secularism, H.142-143
120
baik adalah:
74
Burhanuddin Salim, pengantar Pedagogik “Dasar-Dasar Ilmu Mendidik”, (Cetakan I,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2020), h. 5
75
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam…, h. 163-164
121
kepada aspek moral dan kepribadian guru, sedangkan aspek keahlian, profesi dan
penguasaan terhadap materi yang diajarkan dan metode yang harus dikuasainya
Nampak kurang diperhatikan. Hal ini mungkin kurang sejalan dengan pola dan
pendekatan dalam pendidikan yang diterapkan pada masyarakat modern saat ini.
yang tepat untuk menyebut individu yang menuntut ilmu adalah peserta didik dan
bukan anak didik. Peserta didik cakupannya lebih luas, yang tidak hanya
menurut arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan
berarti orang yang mencari, sedangkan menurut istilah tasawuf adalah penempuh
derajat sufi. Penyebutan murid ini juga dipakai untuk menyebut peserta didik pada
sekolah tingkat dasar dan menengah, sementara untuk perguruan tinggi lazimnya
76
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana, 2008), cet. 2, h. 103
77
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam,... H.105
122
untuk melakukan kebaikan, niscaya ia akan tumbuh menjadi orang yang baik,
dan juga setiap mu’alim dan murabbi yang menangani pendidikan dan
yang buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran seperti hewan
ternak yang dilepaskan beitu saja dengan bebasnya, niscaya dia akan menjadi
Sama halnya dengan teori barat, peserta didik dalam pendidikan Islam
adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis,
sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak.79
Definisi tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang
belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya
dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga, murid adalah peserta
didik di sekolah, dan umat beragama menjadi peserta didik masyarakat sekitarnya,
dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam suatu agama.
mendidik, dan memberikan tuntunan sama artinya dengan upaya untuk meraih
diri ke dalam neraka. Jadi, kita tidak boleh melalaikan tugas ini, terlebih lagi Nabi
bersabda:
78
Jamal Abdul Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Penerjemah : Bahrun Abu
Bakar Ihsan Zubaidi, (Bandung : Irsyad Baitus salam, 2008) h. 16.
79
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam,... H.103
123
sepenuhnya dari pendidik, karena menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan
dalam keadaan lemah dan suci/fitrah sedangkan alam sekitarnya akan memberi
corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan agama peserta didik.81Hal ini
kemampuan itulah yang disebut pembawaan.82 Fitrah yang disebut di dalam hadis
80
M. Nashir Ali, Dasar-Dasar Ilmu Mendidik, (Jakarta: Mutiara, 1982). h. 93
81
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: BumiAksara,1995),cet.2,h. 170.
82
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 2008), cet. 8, h. 35
124
itu adalah potensi. Potensi adalah kemampuan; jadi fitrah yang dimaksud disini
yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, menurut hadis
potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi
dua, yaitu kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi
menjadi baik. Firman Allah dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat 30:
Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah
dalam mengembangkan fitrah itu sendiri sesuai dengan usia anak dalam
sejak peserta didik itu masih usia muda, karena kalau tidak demikian
83
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,... H. 36
125
yang diberikan pada masa dewasa. Dengan demikian, maka agar pendidikan Islam
sesuai dengan perkembangan peserta didik, seperti disebutkan dalam hadits Nabi:
رواه الديلمي بسند ضعيف عن ابن. الناس على قدْر عقو ِلهم
َ ِ ُأ ُ ِم ْرنا أن ن
كل َم
وفي الآللئ بعد عزوه لمسند الفردوس عن ابن عباس،عباس مرفوعا
،مرفوعا قال وفي إسناده ضعيف ومجهول انتهى
“Berbicaralah kepada orang lain sesuai dengan tingkat perkembangan
akalnya” (Al-Hadits)84
menyiapkan waktu untuk mencari guru yang terbaik pada bidang yang
digemarinya. Sangat penting juga bagi pencari ilmu untuk mencari guru yang
mengingatkan agar peserta didik tidak merasa sombong, namun tetap menghargai
kebahagiaan dan tidak hanya memandang mereka yang terkenal. 85 Jadi, peserta
didik bebas untuk menentukan kepada siapa dan dimana ia ingin menggali ilmu
tersebut agar tidak lepas dari hakikat utama pembelajaran, yakni mencapai derajat
Insan Kamil. Disini tergambar bahwa seorang pendidik terhadap peserta didik
يقول الشيخ المحدث العالمة محمد ناصر الدين األلباني رحمة هللا علينا وعليه في مثل هذا الحديث84
(فر) عن علي مرفوعا وهو في: تخريج السيوطي. حدثوا الناس بما يعرفون أتريدون أن يكذب هللا ورسوله:
. في ضعيف الجامع2701 : (ضعيف) انظر حديث رقم: تحقيق األلباني. (خ) موقوف
85
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum Al-Din, penerj. Faris, H.137
126
dewasa. Dasar kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang
dimiliki anak yang hidup didunia ini. Sebagaimana hadits Nabi, yang artinya:
Disamping itu dalam al-Qur’an Surat an-Nahl ayat 78, juga dijelaskan:
Dari hadits dan ayat diatas dapat disimpulkan bahwaa untuk menentukan
باب معنى كل مولود يولد على الفطرة, مسلم كتاب القدر, تصفح موقع المكتبة الجديد الكتب صحيح86
باب معنى كل مولود يولد على الفطرة وحكم موت أطفال الكفار وأطفال, وحكم موت أطفال الكفار وأطفال المسلمين
, 2658 المسلمين
87
Muh. Shaleh, Bahan Ajar Filsafat Pendidikan..., h. 43
127
kewajibannya.
Adab guru dan peserta didik dalam filsafat pendidikan Al-Attas tampaknya
pandangan Al-Ghazali mengenai tugas-tugas guru dan peserta didik yang saling
memberi manfaat. Selain persiapan spiritual seperti yang telah dijelaskan, guru
dan peserta didik harus mengamalkan adab, yaitru mendisiplinkan pikiran dan
jiwa. Peserta didik harus menghormati dan percaya kepada guru; harus sabar
praktik. Tingkat ilmu seseorang yang bisa dibanggakan adalah yang memuaskan
guru. 89 Guru pun seharusnya tidak menafikan nasihat yang datang dari peserta
penuh rasa simpati.90 Peranan guru sebagai otoritas dalam pendidikan Islam yang
berpengaruh dan sangat penting itu tidak berarti menekan individualitas peserta
88
Al-Attas, Comments on the Re-Examination of Al-Raniri’s Hujjat Al-Shiddiq: A
Refutation (Kuala Lumpur: National Museum, 1875). H.11-12
89
Abi-Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-din, Jild. 1, penerj. Faris, H.67-69
90
Abi-Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulum Al-din, Jild. 1, penerj. Faris, H. 71-72
128
dalam sidang paripurna DPR-RI, dan pada tanggal 18 Juli 2003 ditandatangani
yang tersusun dan diperkuat melalui pengalaman dan pengetahuan dan memiliki
ciri yang berorientasi makro, berskala universal, dan bersifat deduktif normatif.
Sehingga ruang lingkup pendidikan Islam sangat luas, tidak hanya menyangkut
landasan ideal dan dasar pendidikan Islam, melainkan secara operasional. Ruang
pendidikan agama dan tidak pula terbatas pada pendidikan duniawi saja, tetapi
setiap individu dari umat Islam supaya bekerja untuk agama dan dunia sekaligus.
91
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, 2003, h.25
92
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 1
129
Menurut Deswati dan Linda Herdis, ruang lingkup pendidikan Islam yaitu;
“segi sifat, corak kajian (histories dan filosofis) , dan segi komponennya
yang meliputi; tujuan, kurikulum, proses belajar-mengajar, guru, murid,
manajemen, lingkungan, sarana dan pra sarana, biaya dan evaluasi.”
Adapun komponen tujuan pendidikan Islam secara teoritis dibedakan
menjadi tiga bagian, yaitu tujuan normatif, tujuan fungsional, dan tujuan
Dengan demikian, pendidikan Islam memiliki ruang lingkup yang luas dan
lintas dimensi, yaitu dimensi di dunia dan di akhirat, urusan dunia sekaligus
urusan akhirat. Oleh karena itu, ruang lingkup pendidikan Islam yang
hakikat manusia dan alam, serta perangkat kasar seperti sarana dan prasarana
universal
menyadari sepenuhnya akan tanggung jawab dirinya kepada tuhan yang haqq,
93
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2006), h. 75-76
94
Moh. Haitami & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 16
130
yang sekaligus sebagai khalifah fil Al-Ardhi. Ruang lingkup pendidikan islam Al-
1. Universitas Islam
sebagai interpretasi yang benar terhadap hikmah ilahiah (devine wisdom) yang
menjadikan pendidikan orang dewasa sebagai target utama misi semua nabi, masa
dewasa, dimulai sejak baligh (pubertas) dalam Islam, ditentukan oleh faktor-
masyarakat Islam dan telah menjadi perhatian utama para pemikir Muslim sejak
pada pendidikan dasar dan menengah lanjutan. 96 Alasan rasional dan praktis
penekanan pada pendidikan tinggi tidak sulit untuk dipahami. Universitas disemua
pendidikan dan latihan; keterbatasan sumber daya alam dan manusia telah
95
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 205
96
Al-Attas, Islam and the Philosophy of Science,....... H. 22
131
misi Nabi:
ternilai. Sebab, dalam sejarahnya semangat, etos kerja, dan kualitas institusi
fondasi filsafat yang benar dengan kurikulum tertentu sebagaimana dirilis Al-
Attas patut mendapat perhatian dan penjelasan lebih lanjut. Dalam suratnya yang
ditunjukan kepada Sekretaris Islam pada 1973, sebagaimana tersebut di atas, dia
mendesak perlunya sebuah universitas Islam yang harus berbeda dari yang sudah
ada di berbagai pelosok Dunia Muslim, baik yang mengikuti model univertitas
sistem yang baru dan eksperimental serta berbeda dari sistem tradisional maupun
97
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 213
98
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas,..... H.120
132
modern dan hubungannya dengan para pemimpin dan alumni beberapa universitas
tradisional, Al-Attas berfikir bahwa usaha untuk memulai dari awal. Dilengkapi
keuangan dan sumber daya manusia yang kuat dalam masalah akademis,
administarasi, dan masalah yang menyangkut mahasiswa adalah jauh lebih efisien
dan efektif.99
merupakan adopsi sistem universitas barat, yang didalamnya kajian Islam hanya
fakultas dengan merujuk pada konsep hierarki ilmu fardu ain dan kifayah. Nama
lebih cenderung berarti “universitas milik orang Islam”. 100Sementara itu, IAIN
yang kurikulumnya merupakan rujukan bagi sekolah tinggi dan istitusi yang
99
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas,..... H. 46-47
100
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas,..... H. 32
133
mata kuliah wajib bagi semua fakultas sehingga menjadi asas bagi semua disiplin
ilmu.
sendiri-sendiri dan hampir tidak saling berkaitan antara satu fakultas dengan
fakultas lainnya itu telah menghasilkan sarjana-sarjana yang inferior atau malah
mahasiswa tataupun sarjana keluaran perguruan tinggi Islam ini tampak kurang
responsif.
Dunia Pertama Pendidikan Islam di Makkah pada 1977 dan mengulasnya lagi
merupakan epiton dari sebuah aturan dan disiplin ilahiah untuk panduan
101
Wan Mohd Nr Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,...H. 32
134
perumpamaan ini, dia bermaksud bahwa manusia sebuah kota atau pemerintah
jagat raya). Oleh karena itu, manusia harus memerintah dirinya sendiri
kerajaannya.102
bahwa:
elemen yang lain, seperti amarah dan hawa nafsu dan memanfaatkan mereka
identitasnya sebagai seorang hamba dan makhluk-Nya. Golongan insan kamil ini
dipimpin oleh Nabi Muhammad Saw., diikuti semua Nabi dan para hamba
102
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas,..... H. 50
103
Syed Muhammad Naquib Al-attas, The Concept of Education in Islam,....H. 155-156
135
pilihan-Nya, yaitu para aulia dan ulama yang ilmu dan pemahaman spiritualnya
yang mendalam. Sejak awal, Al-Attas menganggap ISTAC sebagai nucleus dari
refleksi dari insan kamil atau manusia universal (al-insan al-kulli atau al-insan al-
kamil) tidak saja signifikan, tetapi juga rill. Alasannya, figur seperti Nabi
Muhammad SAW. Adalah contoh rill insan kamil dan universal tersebut. Tanpa
contoh rill tersebut, penekanan mengenai konsepsi ini akan mendorong kita
ungkapan Protagoras,“manusia adalah ukuran yang tidak ada adalah tidak ada.”104
Oleh karena itu, universitas dalam Islam harus merefleksikan figus Nabi
Muhammad dalam hal ilmu pengetahuan dan amal saleh dan fungsinya adalah
membentuk laki-laki dan wanita yang beradab agar memiliki kualitas seperti Nabi
atas, melainkan juga pada analisis istilah-istilah penting yang digunakan dalam
proses sejarah universitas. Istilah university itu sendiri diambil dari bahasa latin,
universitas, yang mencerminkan istilah yang berasal dari Islam, Kulliyah, karena
dalam Islam, ilmu pengetahuan (al-Ilm) dan bagian spiritual dari akal adalah
104
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Aims And Objectivitas,.... H. 42
136
universitas adalah terjemahan dari istilah bahasa Arab, quwwah, yang “merujuk
pada sebuah kekuatan yang inheren di dalam organ tubuh” dan ilmu pengetahuan
2. Persiapan Spiritual
pendidikan harus didahului oleh suatu niat yang disadari, seperti pernyataan yang
mengajarkan ilmu. Kejujuran menurut Al-Attas adalah sifat dari ucapan atau
yang tak kalah pentingnya adalah, kesesuaiannya dengan niat dalam hati.
mengakui adanya sifat spiritual yang mendasar dalam pendidikan. Ihkwan Al-
105
Sumber:https://muslim.or.id/21418-penjelasan-hadits-innamal-amalu-binniyat-1.html
106
Al-Attas, Islam and the Philosophy of Science, H. 22
137
Shafa’ pada akhir abad ke-10 mengingatkan akan terjadinya kegagalan jika
pengetahuan hanya dicari berlandaskan tujuan duniawi. 107 Demikian juga Ibn
Hazm (w. 1064 M) di Barat sangat menyayangkan jika manusia mengubah tujuan
membimbing peserta didik dengan penuh rasa simpati seakan-akan sebagai anak
sendiri.
tesisnya mengenai adab peserta didik. Al-Thusi menekankan bahwa penting bagi
penuntut ilmu mencari Ridha Allah Swt., menghilangkan kebodohan dari hati dan
menjauhkan diri dari segala perbuatan bodoh, menghidupkan agama Allah, dan
nasihat kepada peserta didik dan guru untuk menumbuhkan sifat keikhlasan dalam
belajar dan mengajar. Dengan kata lain, peserta didik wajib megembangkan adan
yang semourna dalam ilmu pengetahuan karena pengetahuan tidak bisa diajarkan
kepada siapa pun tanpa adab. Adalah kewajiban bagi orang tua dan peserta didik,
107
Abd Al-Amiz SyamsAl-Din, Al-Falsafah At-Tarbawi inda Al-Ikhwan Al-Shafa’ min
Khilal Rasa’ilihim Ras’ilihim (Beirut: Al-Syarikat Al-Alimiyah li Al-Kitab, 1988) H. 240-241
108
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-Gagasn Besar Para
Ilmuwan Muslim. (Yogyakrta: Pustaka Belajar, 2015). H. 288
109
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum Al-Din, penerj. Faris, H.145-146
110
Wan Mohd Nr Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam “Syed M. Naquib Al-
Attas” cet-1 (Bandung: 1998, Penerbit Mizan), H. 257-258
138
pandangan yang sempurna harus selau diingatkan oleh guru. Di samping itu, Al-
Attas menekankan bahwa penuntut ilmu harus melakukan internalisasi adab dan
datang bersamaan karena kecintaan mereka terhadap ilmu pengetahuan dan Islam,
niat mereka untuk memahami ajaran-ajaran dan sejarahnya, dan membantu dalam
politisi yang kuat, dan figur pengusaha. Situasi ini merupakan akumulasi dari
dan menyingkap rahasia kepada peserta didik (al-Muridin), para ahli hikma
menyarankan bahwa mereka (guru dan peserta didik) “harus” dijinakkan dan
111
Nasir Al-Din Al-Tusi, Kitab Adab Al-Muta’allim. Kata pengantar oleh Yahya Al-
Khattab. Dalam Majallad Ma’ahad Al-Makhthutat Al-Arabiyyah, Rabi’Al-Tsani 1377 (nov. 1957),
jil. 3, bagin 2., H.274
139
nufusahum bi’l-ta’dib).112
3. Pengembangan Masyarakat
individu, tetapi hal ini tidak dapat dipisahkan secara sosial dalam hal cara dan
bukan hanya dari tinjauan kontrak sosial secara historis yang telah terjadi,
melainkan juga dari tinjauan ikatan primordial yang telah terjadi antara seluruh
individualitasnya yang unik dan kebersamaan dirinya dengan manusia lain yang
112
Abd Al-Amiz Syams Al-Din, Al-Falsafah At-Tarbawi inda Al-Ikhwa,....H.228
113
Abu Suhu, dkk., Islam Dakwah dan Kesejahteraan Sosial, (Fakultas Dakwah UIN Sunan
kalijaga, Yogyakarta: 2005), hal. 27.
114
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 189
140
dekat dengannya dan disekitarnya. Seorang individu tidak memiliki arti apa-apa
dalam keadaan terisolasi, sebab dalam keadaan itu ia tidak lagi menjadi individu,
ia adalah segala sesuatu. Dari penjelasan singkat ini mengenai adab, kini telah
jelas bahwa manusia beradab (insan adabi), seperti yang dipahami Al-Attas,
yang tepat dengan diri, Tuhan, dan alam yang tampak maupun yang ghaib.
yang baik secara alami harus menjadi hamba yang baik bagi tuhannya, ayah yang
baik bagi anak-anaknya, suamni yang baik bagi istrinya, anak yang baik bagi
orang tuanya, tetangga yang baik, dan warga negara yang baik bagi negaranya.
115
“Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-
sebab kemunduran mereka” QS. Ar-Rad (13): 11
116
Wan Mohd Nr Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 190
141
Tujuan pendidikan dalam Islam itu bersifat religius,117 tetapi agama, din,
yang dimaksudkan oleh Islam bukan hanya bersifat personal, melainkan juga
secara inheren bersifat sosial dan kultural bahkan seorang sufi yang biasanya oleh
kelompok modernis dipahami sebagai orang yang antisosial, tetapi tidak pernah
bukanlah perubahan yang terus-menerus menuju masa depan yang tidak pasti.
melanda seluruh jenjang pendidikan, tidak hanya di Amerika, tetapi juga dimana-
mana, disebabkan oleh kesalahn konsep mengenai kemajuan, yang dipahami dan
117
Khalil A. Totah, The Contribution of Arabto Education (New York: Teacher Collage,
Universitas Colombia 1926), H. 85-86
118
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 194
142
ini diawali dengan kata َوإِذْقَا َلbisa diartikan dengan kaca mata perkembangan
discussing/musyawarah termaktup pada kata setelahnya yaitu قَا َل َربُّكَ ِل ْل َم َال ِئ َك ِة,
Ketiga, tidak Cuma itu Tuhan juga memberitahukan kepada manusia siapakah
bisa kita dapatkan dari sifat makhluk yang diajak discussing/musyawaroh’ oleh
tuhan yaitu malaikat. Keempat, Setelah itu jika kita lihat ayat tadi terdapat kata
Dari arti tadi bisa diambil kesimpulan untuk kata setelahnya yaitu خليفة,
kriteria. kriteria yang paling jelas adalah dia merupakan pilihan dari manusia lain
dan memiliki sifat kreatif. Keenam, seorang juga diajarkan oleh Al-qur’an pada
ayat ini adalah setelah membuat planning/proyek/rencan itu harus memiliki lokasi
kesempurnaan itu telah tercapai oleh komunitas Nabi Muhammad Saw. pada abad
yang bersifat formal dan teknis, yang tidak semestinya lebih unggul (superior)
cara mengajar, tidak terlalu di batasi oleh para ahli. 119 Menurut Muhammad
yang dipergunakan dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut: (1) Pendidikan
dengan Hiwar Qurani dan Nabawi, (2) Pendidikan Kisah Qurani dan Nabawi, (3)
119
Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Prespektif Islam. (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2005), H. 131
120
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenade
Media, 2006), H. 167
144
dengan latihan dan pengamatan, (6) Pendidikan dengan ‘ibrah dan Mau’izah (7)
metode tauhid untuk menganalisis ide, dan instrumen didaktik lainnya, seperti
komponen pendidikan yang sangat penting bagi ilmuwan Muslim pada masa lalu,
dunia modern merupakan faktor penyebab yang menjadikan dia sebagai salah
seorang ilmuwan yang dihormati dan dihargai, juga ahli debat yang disegani
dalam Dunia Muslim kontemporer. dapat dikatakan bahwa prinsip metode al-
Attas saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain, sehingga tujuan dari insan
kamil dapat tercapai bukan hanya di jenjang rendah bahkan perguruan tinggi.
metafora dan cerita sebagai contoh atau perumpamaan yang juga banyak
digunakan dalam Al-Qur‟an dan hadis. Adalah sesuatu yang wajar bahwa para
Efektifitas metode ini tidak diragukan lagi, pun di dalam sejarah pendidikan
Barat. Komentar Izutsu dalam Wan Mohd Nor Wan Daud sangat relevan :
121
Abdurrahman, An-Nahlawi.. Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam Dalam
Keluarga, Di Sekolah dan Masyarakat. (Bandung: Diponegoro. 1995), H. 46
122
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 255
145
1. Peranan Bahasa
kebudayaan daripada satu generasi kepada satu generasi. Pada peringkat individu
seseorang. Ketiga-tiga hal itu berkaitan secara langsung dengan soal pertalian
antara bahasa dan pendidikan bahasa yang menjadi fokus kajian ini dengan
pendidikan umum.
manusia berkaitan dengan hakikat bahwa bahasa merupakan unsur yang dimiliki
manusia sejak munculnya manusia pertama di dunia, yaitu Nabi Adam a.s. 124
an-natiq (rational animal), dengan kata natiq itu, selain merujuk kepada akal,
sebenarnya turut merujuk juga kepada pertuturan atau bahasa. Jadi hayawanun
an-natiq atau hayawanun rasional itu ialah makhluk yang kewujudannya ditandai
123
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 290
124
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam adn Secularism,..... H. 318
146
Menurut ajaran Islam, Nabi Adam A.S. sebagai manusia pertama yang
diciptakan Allah Swt. telah diberi ilmu bahasa oleh Allah dalam bentuk
yang diajarkan Allah itu merujuk kepada ilmu tentang segala sesuatu (al-‘ilm al-
ashya’):
pengajaran ilmu tentang nama seluruh kejadian alam (termasuk segala sifat,
bahasa, yaitu bahasa sebagai suatu cabang ilmu dan juga bahasa sebagai
Inilah dua perspektif pendidikan bahasa yang cukup penting dan relevan
untuk sepanjang zaman. Yang pertama, bahasa sebagai suatu cabang ilmu perlu
125
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), Qs.Al-Baqarah
(2): 31
126
Syed Muhammad Naquib Al-Attas, Islam adn Secularism,..... H. 320
147
dan mengakui kebesaran Allah sebagai pencipta segala sesuatu. Yang kedua,
Menurut Mackey Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan
(lenguage may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi
yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem,
suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem.127
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan, menjelaskan definisi bahasa
yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those
symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat
didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem
konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-
simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh
ketentuan).
Dapat dikatakan bahwa bahasa merupakan suatu bentuk alat komunikasi
manusia yang berupa lambang bunyi melalui alat ucap, dimana setiap suara yang
dinyatakan sebagai sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu
Dalam firman yang lain, Allah Swt. menjelaskan pendidikan bahasa yang
berbunyi:
127
Mackey, W.F. Analisis Bahasa.( Surabaya: Usaha Nasional. 1986) .H. 78
128
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Ar-
Rahman (55): 1-4
148
Saw, Rasul terakhir secara khusus memberikan isyarat yang jelas tentang
pentingnya pendidikan bahasa pada manusia. Firman Allah Saw, yang berbunyi:
Dalam ayat tersebut, dengan jelas ditekankan oleh Allah Swt, pentingnya
membaca sebagai salah satu kemahiran berbahasa dan bagaimana Allah mengajar
pewarisan kebudayaan daripada generasi kepada generasi. 130 Tanpa bahasa, tidak
Tanpa bahasa juga tidak mungkin berlaku komunikasi yang dapat bertahan lama
untuk mewujudkan keadaan saling faham antara anggota masyarakat dalam zaman
yang berlainan. Sebaliknya, melalui bahasa yang mapan sistemnya dari zaman ke
129
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Al-Alaq
(96): 1-5. “Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.”
130
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 316
149
terpadu (tematik antar mata pelajaran, dan tematik dalam suatu mata pelajaran
menghubungkan satu tema dengan tema yang lain antar mata pelajaran, bahasa
Seperti yang disampaikan dalam kata pengantar buku bahasa Indonesia untuk
kelas VII dan kelas X kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh Kementerian
penggunaan bahasa yang tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks karena dalam
bentuk bahasa yang digunakan itu tercermin ide, sikap, nilai, dan ideologi
bersama antara guru dan siswa, membangun teks mandiri dan pada akhirnya dapat
150
kurikulum 2013 ini, standar kompetensi kelulusan (SKL) untuk tiap- tiap jenjang
pendidikan dan tiap mata pelajaran tetap terbagi dalam tiga aspek yaitu aspek
sikap (religi dan sosial) yang menjadi lebih utama, aspek pengetahuan dan aspek
keterampilan.
kompetensi (SKL), kompetensi inti (KI), dan kompetensi dasar (KD) adalah hal
yang sangat diharapkan penerapan dalam kurikulum 2013 ini. Adapun segala
kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum 2013 ini tetap merujuk kepada
Sistem Pendidikan Nasional, yang intinya adalah menjadikan peserta didik yang
beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab.
kepada para rasul adalah melalui bahasa sebagai wadahnya. Bahkan mukjizat
terbesar yang diberikan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw, ialah bahasa,
yaitu al-Qur’an yang menampung segala wahyu Allah, dengan pengertian bahwa
wahyu itu ialah kandungan bagi proses pendidikan, sementara bahasa ialah
wahananya. 131 Hakikat bahasa sebagai wahana ilmu dan pendidikan ini dengan
131
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 293
151
jelas diterapkan oleh Imam al-Ghazali, mujtahid yang hidup dari pertengahan
abad ke-11 hingga awal abad ke-12 Masihi, dalam skema hierarki ilmu atau
penjelasan ilmu yang terpuji, yaitu ilmu yang diridhai dan dituntut oleh agama
Al-Attas membahagi ilmu itu kepada empat kategori, yaitu ilmu yang
bertaraf pokok, cabang, mukadimah, dan pelengkap. Ilmu pokok terdiri daripada
empat sumber, yaitu kitab Allah, Sunnah Rasul, ijmak ulama’, dan warisan para
sahabat. Ilmu cabang pula terdiri daripada ilmu-ilmu duniawi dan ilmu ukhrawi
(khususnya ilmu akhlak). 132 Ilmu mukadimah atau ilmu asas ialah ilmu yang
merupakan alat untuk mengetahui isi kitab Allah dan sunnah Rasul. Ilmu alat itu
terdiri daripada ilmu bahasa dan tatabahasa yang, walaupun tidak termasuk dalam
ilmu syariah, perlu dipelajari untuk keperluan agama, kerana semua agama lahir
melalui bahasa. Yang keempat, yaitu ilmu pelengkap ialah ilmu tentang al-Qur’an
(tajwid, qiraah atau pembacaan, tafsir, hukum, usul fiqh) dan ilmu penyempurna
meletakkan ilmu bahasa dan tatabahasa serta berbagai cabang ilmu linguistik
sebagai ilmu asas atau ilmu bantu yang cukup penting untuk maksud pemerolehan
133
dan penyebaran ilmu keseluruhannya. Hal ini dengan jelas pula
umum, khususnya dalam konteks fungsi bahasa sebagai wahana pemerolehan dan
132
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum Al-Din, penerj. Faris, H. 186
133
Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum Al-Din, penerj. Faris, H. 191
152
2. Metode tauhid
mulai dari landasan berfikir kita, Firman Allah dalam QS. Al-Dzariyah: 56 dan
QS Al-Ahzab: 21:
untuk beribadah kepada Allah dalam arti luas, cara beribadah kita kepada Allah
telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Jadi konsep dasar dari
karakter Islami untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. dan yang
lebih prinsip dalam KBT akan menghadirkan Allah pada semua materi pelajaran
134
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?hflag=1&bk_no=1849&pid=908365
153
yang dipelajari siswa jadi tidak ada pemisahan antara agama dengan kehidupan.
dijelaskan secara tajam dan dipraktikkan oleh Syed Muhammad Naquib Al-Attas
adalah apa yang dinamakannya sebagai metode tauhid dalam ilmu pengetahuan.
Metode tauhid ialah metode dengan fitrah mengacu pada metodologi pendidikan
pengembangan potensi diri manusia sesuai dengan bakat, kadar kemampuan dan
SWT. Selanjutnya ilmu dan keahlian yang dimilki diaplikasikan dalam kehidupan
sebagai realisasi konkret pengabdian dan kepatuhan kepada Allah. 135 Upaya ke
arah itu diawali dari menanamkan nilai-nalai akhlaq al karimah (budi pekerti,
tatakrama, menurut istilah lokal kita di indonesia) dalam diri setiap peserta didik
pemakmur dan pemelihara kehidupan diduna ini. Sebab pada dasarnya tujuan
135
Ismail Faruqi Razy, Tauhid, (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 27
154
tujuan tertentu dan dilandasi nilai-nilai tauhid. Posisi tauhid dalam pendidikan
merupakan materi dan juga sekaligus nilai-nilai dasar yang diyakni mulya dan
manusia merupakan hamba dan khalifah Allah SWT. Dasar itu menuntut untuk
menjadikan Allah SWT sebagai tujuan dari seluruh aktivitas yang dilakukan
yang menjadi syarat terpenuhinya suatu amal sebagai amal saleh, yakni aktivitas
136
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Al-
Bayyinah: 5
155
masalah penting yang berkaitan dengan realitas dan masyarakat. Sedikit contoh
)2
Artinya: “orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara.
sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.”139
137
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 58
138
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Ali-Imran
(3): 185
139
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Al-Hujurat
(49): 10
140
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS.Fatir (35):
28
156
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.”141
pengetahuan dan kearifan spiritual dari Allah SWT melalui pengertian langsung
beberapa tempat bahwa yang objektif dan subjektif tidak dapat dipisahkan, sebab
hal itu merupakan aspek dari realitas yang sama sehingga melengkapi. Sebagai
contoh, dalam rangka mencari kata kunci secara objektif mengenai sistem mistik
yang cukup mengenai bahasa, pemahaman penuh mengenai struktur makna dan
141
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Al-Ashr
(103): 2-3
157
melibatkan diri dalam semua proses ini dan merenungkan kesatuan yang
sehingga ia sering jengkel ketika beberapa orang yang merasa telah memahami
seseorang telah benar-benar memahami ini semua, pertanyaan itu tidak diperlukan
lagi. Dia sering menekankan bahwa tidak ada dikotomi antara apa yang dianggap
teori dan praktik. Jika benar-benar mengetahui suatu teori, seseorang mestinya
Pendidikan berbasis metode tauhid adalah salah satu ide besar dalam
142
Tim editor, Orientasi Nilai Dasar Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2004), hlm.22
158
keagamaan yang paling mendasar adalah nilai ketauhidan. Termasuk dalam dunia
manusia, yaitu akal dan jiwa. Akal membutuhkan informasi, dan jiwa sangat
membutuhkan petunjuk (wahyu). Oleh karena itu kita perlu satu konsep
belajarnya, tampil dengan semangat etos kerja yang membanggakan, dengan niat
sehingga para pengembang kurikulum haruslah orang yang tidak hanya pakar
dalam ilmu mereka masing-masing tetapi juga orang yang memiliki kepakaran
dalam bidang agama. Kurikulum berasaskan tauhid adalah kurikulum yang dalam
Karena itu kurikulum dalam arti luas tidak hanya mengenai isi materi tetapi juga
143
Drs.H.Ayat Dimyati,M.dkk. Tauhid Ilmu dan Implementasinya dalam Pendidikan.
(Nuansa Bandung. 2010), H.78
159
disipliner dengan metode tauhid yang lebih nalariah, kritis, kreatif, namun tetap
pendidikan.
Dalam bahasa Prof Dr. H. Mastuhu, M.Ed, tauhid akan menjadi “payung”
yang akan menaungi keseluruhan proses pendidikan agar tetap berada
dalam bingkainya. Pengayaan materi pelajaran dalam proses belajar
mengajar harus merupakan cerminan dari tauhid.144
Karena subyek utama dalam pendidikan adalah manusia, maka dengan
tauhid ini pendidikan hendak mengarahkan anak didik menjadi manusia tauhid,
dalam arti memiliki komitmen yang tinggi terhadap Tuhannya dan menjaga
pendidikan dalam perspektif tauhid hendak mengarahkan manusia pada tiga pola
144
Syafaruddin. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2009),
H. 20
160
secara langsung berupa perbandingan analogis. Kata atau kelompok kata yang
dipakai bukan dalam arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
dapat memahami sesuatu hal melalui proses pemahamannya akan hal lain yang
Dengan kata lain, ranah sumber (source domain) digunakan manusia untuk
Muhammad Naquib al-Attas ialah metafora papan penunjuk jalan (sign post)
untuk melambangkan sifat teologis alam dunia ini, yang sering dilupakan orang,
161
plato yang paling terkenal itu juga diabadikan melalui metafora. Komentar Izutsu
sangat relevan:
musafir, arah yang harus diikuti serta jarak yang diperlukan untuk berjalan
menuju tempat yang akan dituju. Jika papan itu jelas (muhkam), dengan kata-kata
tertulis yang dapat dibaca menunjukkan tempat dan jarak, sang musafir akan
membaca tanda-tanda itu dan menempuhnya tanpa masalah apa-apa. 146 Namun
bayangkan, kata al-Attas dalam berbagai kesempatan, jika papan tanda itu
“terbuat dari marmer yang dibentuk dengan indah, tangan yang menunjuk itu
diukir dalam bentuk yang sempurna lagi menakjubkan, nama-nama tempat dan
jarak masing-masing terbuat dari serpihan emas murni yang dirancang menjadi
huruf-huruf yang dirangkai dengan batu-batu permata, sudah tentu, sang musafir
aspeknya, tidak hanya komponen dan desain materialnya, tetapi juga asal-usul
Dalam keadaan demikian, papan tanda itu tidak ada lagi menunjukkan
arah yang berguna bagi sang musafir, sebab arti tanda-tanda itu tidak jelas. Tanda-
145
Wan Mohd Nr Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H.311
146
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 310
162
tanda itu tidak menunjukkan makna yang berada di balik simbol-simbol tersebut,
tetapi kepada dirinya sendiri. Seperti itu juga papan tanda, dunia ini diharapkan
dan kajian serta penyelidikan kita mengenai dunia ini hendaknya untuk
struktur, dan keragaman dunia yang menakjubkan ini dan menjadikannya tidak
cendikiawan yang menguasai ilmu secara mendalam sebagai pohon yang besar
dengan akar-akar yang mendalam, subur, kukuh, dan kuat. Ia tidak bergeming
atau patah oleh hembusan angin yang berubah-ubah. Ia akan menghasilkan buah
dan memberi keteduhan yang bermanfaat bagi makhluk lain. Dia bandingkan
pohon semacam ini dengan tanaman dalam pot, yang tidak saja lemah dan mudah
pecah oleh tekanan yang ringan, tetapi juga mudah dipindahkan dari satu tempat
ke tempat yang lain. Demikian pula seorang cendikiawan yang memiliki ilmu
itu tidak mengubahnya agar sesuai dengan situasi yang terus berubah. Dalam
yang baik (kalimah thayyibah) adalah kata-kata kebenaran, dan mengutip kiasan
147
Al-Attas, “Foreword”, Al-Syajarah, jild. 1 no 1&2, 1996, H.i
163
akar yang terpendam di dalam tanah yang tersembunyi dari realitas, disirami oleh
dan dedaunan yang terbuka bagi pengalaman indra dan indrawi. Buah yang terus
–menerus memberikan kelangsungan hidup pada badan dan jiwa. Hati adalah
pusat pohon. Ketika akar-akar itu menghujam lebih dalam lagi ke bumi, pohon itu
yang telah diaplikasikan dalam tradisi Islam, seperti religius, ilmiah, empiris,
148
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Intermasa, 1993), QS. Ibrahim
(14): 24-26.
149
Wan Mohd Nr Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam,..... H. 311
164
sebenarnya memberikan kritikan, yakni tanpa menjadikan salah satu metode lebih
permanen, yang bertentangan dengan konsidi temporer dalam umat Islam yang
negatif, dan kesalahan mereka dalam mengamati fenomena kondisi itu secara
ekstrem serta mereka yang tertutup matanya untuk mengenal keindahan itu.