PEMBAHASAN
ELEKTROKIMIA
A. Pengertian elektrokimia
Elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari aksi antara sifat-sifat listrik dengan reaksi
kimia, misalnya perubahan energy kimia menjadi energy listrik pada elemen
elektrokimia, reaksi oksidasi secara spontan pada elemen yang dijadikan sumber arus
listrik, dan perpindahan electron dalam larutan elektrolit.
B. Sel Elektrokimia
Dalam reaksi redoks yang sudah kita pelajari, terjadi transfer elektron, yaitu dengan adanya
elektron yang dilepaskan dan adanya elektron yang diterima. Energi yang dilepaskan dari reaksi
redoks dapat diubah menjadi energi listrik dan ini digambarkan dalam sel volta atau sel galvani.
Sedangkan jika energi listrik dialirkan dalam larutan elektrolit, maka akan terjadi reaksi redoks
dan ini digambarkan dalam
sel elektrolisis.
1) Sel Volta
Luigi Galvani (1780) dan Alessandro Volta (1800) telah menemukan terbentuknya arus
listrik dari reaksi kimia. Reaksi kimia yang terjadi merupakan reaksi redoks (reduksi dan
oksidasi) dan alat ini disebut sel volta.
Proses
Logam tembaga dicelupkan dalam larutan CuSO4 (1 M) dan logam seng
dicelupkan dalam larutan ZnSO4 (1 M). Kedua larutan dihubungkan dengan jembatan
garamn Jembatan garam merupakan tabung U yang diisi agar-agar dan garam KCl.
Sedangkan kedua elektrode (logam Cu dan logam Zn) dihubungkan dengan alat pe-
nunjuk arus yaitu voltmeter.
Logam Zn akan melepaskan elektron dan berubah membentuk ion Zn2+ dan
bergabung dalam larutan ZnSO4. Elektron mengalir dari elektrode Zn ke elektrode Cu.
Ion Cu2+ dalam larutan CuSO4 menerima elektron dan ion tersebut berubah membentuk
endapan logam Cu.
Menurut perjanjian internasional, jika ada suatu zat ternyata lebih mudah
melakukan reduksi dibanding hidrogen, maka harga potensial elektrodenya adalah positif.
Potensial reduksinya positif.
Tetapi jika zat ternyata lebih mudah melakukan reaksi oksidasi disbanding
hidrogen, maka harga potensial elektrodenya adalah negatif. Dalam hal ini potensial
oksidasinya positif, tetapi karena potensial elektrode harus ditulis reduksi berarti
potensial reduksinya adalah negatif.
Reaksi perkiraan:
L(s) + M+(aq) L+(aq) + M(s)
Reaksi ini berlangsung dengan syarat logam L terletak di sebelah kiri dari logam
M. Reaksi ini disebut juga reaksi pendesakan dalam deret volta dengan pengertian logam
L yang bebas (atomik) di sebelah kiri mendesak logam M yang terikat (bentuk
ion/garam) di sebelah kanan. Logam L yang mendesak lebih aktif dibanding logam M
yang didesak.
C. Sel Elektrolisis
Pada sel volta yang baru saja kita pelajari, reaksi redoks spontan menimbulkan arus listrik.
Terjadinya arus listrik ini dapat diamati dari voltmeter. Tidak demikian halnya dengan sel
elektrolisis, reaksi redoks yang tidak spontan dapat berlangsung bila kedalamnya dialiri listrik.
Perhatikan gambar susunan sel elektrolisis pada Gambar!
Arus listrik dari sumber arus searah mengalir ke dalam larutan melalui katoda atau elektroda
negatif. Pada katoda ini terjadi reaksi reduksi dari spesi tertentu yang ada dalam larutan. Spesi
tertentu yang lain mengalami oksidasi di anoda/elektroda positif. Dalam hal tempat reaksi
berlangsung sama seperti sel volta yaitu katoda tempat terjadi reaksi reduksi sedangkan anoda
tempat terjadi oksidasi, tetapi muatan elektroda dalam sel elektrolisis berlawanan dengan muatan
elektroda dalam sel volta. Pada sel elektrolisis katoda merupakan elektroda negatif, sedangkan
anoda merupakan elektroda positif. Spesi yang mengalami reduksi di katoda dan spesi yang
mengalami oksidasi di anoda, tergantung pada potensialnya masing-masing. Spesi yang
mengalami reduksi adalah yang mempunyai potensial elektroda lebih positif. Sedangkan spesi
yang mengalami oksidasi adalah yang mempunyai potensial elektroda lebih negatif. Dengan
demikian, tidak selalu kation yang mengalami reduksi dan tidak selalu anion yang mengalami
oksidasi, mungkin saja pelarutnya (air) yang mengalami reduksi dan atau oksidasi. Bila elektroda
bukan elektroda inert (sukar bereaksi) maka elektroda akan mengalami oksidasi.
b. Ketentuan di Anode
Di anode terjadi reaksi oksidasi, untuk ini terjadi persaingan antara anion dan air.
Idealnya untuk anion dengan potensial reduksi kecil atau dengan potensial oksidasi
besar, maka anion tersebut dioksidasi. Sedangkan untuk anion dengan potensial
reduksi besar atau potensial oksidasi kecil, maka H2O yang dioksidasi. Hanya saja
kebanyakan urutan potensial reduksi yang mudah untuk diingat adalah kation bukan
anion. Untuk memudahkan mengingat, kita lihat ada 2 golongan anion, yaitu anion
yang mengandung O, seperti SO, NO3, C1O4– maka yang dioksidasi adalah H2O.
Ini disebabkan karena anion tersebut sukar dioksidasi (Ingat, reaksi oksidasi
dexigan oksigen). Berarti anion ini sudah maksimum mengikat atom O sehingga
tidak bisa lagi dioksidasi. Biloks S pada SO4–, biloks N pada NO3, atau biloks Cl
pada C1O4 sudah merupakan biloksterbesar, sehingga tidak dapat biloksnya
bertarribah (tidak dapat melakukan oksidasi). Sedangkan anion yang tidak
mengandung O, seperti Cl–, Br–, I–, dan OH– maka yang dioksidasi adalah anion
tersebut. Secara sederhana:
Sel Bentuk Larutan dengan Elektrode Bereaksi (Elektrode Aktif)
Elektrode yang bereaksi adalah elektrode bukan platina atau bukan karbon.
Termasuk elektrode ini adalah tembaga (Cu), perak (Ag), nikel (Ni), besi (Fe), dan
lainnya.
Elektrode kebanyakan adalah logam, dengan demikian electrode mempengaruhi
pada reaksi oksidasi di anode. Jadi elektrode yang bereaksi hanya di anode. Sedangkan di
katode, elektrode tidak akan bereaksi. Ketentuan sel ini:
Katode : Seperti ketentuan kation pada larutan dengan elektrode tidak bereaksi.
Anode : Dioksidasi elektrode tersebut, apapun anionnya tidak diperhatikan.
Proses:
Logam Cu yang kotor dioksidasi dan berubah menjadi larutan Cu2+. Ion Cu2+
bergabung dengan larutan yang ada dan bergerak ke katode. Di katode, ion Cu 2+
direduksi membentuk logam kembali. Pada waktu ion Cu2+ di anode bergerak ke
katode, maka harus ada penyaring, sehingga yang ke katode hanya ion Cu2+ saja,
sedangkan pengotornya tetap di anode. Akibatnya daerah katode adalah daerah
bersih dan Cu2+ yang diendapkan akan menghasilkan logam Cu yang murni.
D. Hukum-Hukum Faraday
Michael Faraday adalah seorang pakar Kimia-Fisika Inggris. Faraday menyatakan bahwa
sel elektrolisis dapat digunakan untuk menentukan banyaknya zat yang bereaksi berdasarkan
jumlah muatan listrik yang
digunakan dalam rentang waktu tertentu.Dalam sel volta maupun sel elektrolisis terdapat
hubungan kuantitatif antara jumlah zat yang bereaksi dan muatan listrik yang terlibat dalam
reaksi redoks. Pernyataan ini merupakan prinsip dasar Hukum Faraday, yaitu:
1) Dalam sel elektrokimia, massa zat yang diendapkan pada suatu electrode
sebanding dengan besarnya muatan listrik (aliran elektron) yang terlibat di dalam sel.
2) Massa ekuivalen zat yang diendapkan pada elektrode akan setara jika muatan
listrik yang dialirkan ke dalam sel sama.
Aliran listrik tiada lain adalah aliran elektron. Oleh karena itu, muatan listrik yang terlibat
dalam sel elektrokimia dapat ditentukan berdasarkan muatan elektron yang terlibat dalam reaksi
redoks pada sel elektrokimia.
Berdasarkan hasil penyelidikan Millikan (model tetes minyak), diketahui bahwa muatan
elektron: e = 1,60218 × 10–19 C. Oleh karena itu, muatan listrik yang terjadi jika satu mol
elektron ditransfer adalah = (6,022 × 1023 mol–1) (1,60218 × 10–19 C) = 96.485 C mol–1
Nilai muatan listrik untuk satu mol elektron ditetapkan sebesar satu faraday, dilambangkan
dengan, yaitu:
Arus listrik sebesar i ampere yang mengalir selama t detik menghasilkan muatan listrik: = i ×
t coulomb. Dalam satuan Faraday,besarnya muatan listrik ( ) tersebut adalah sebagai berikut.
Hukum I Faraday
“jika muatan listrik dapat dihitung maka massa zat yang bereaksi di elektrode
dapat ditentukan.”
Tinjaulah elektrolisis lelehan NaCl. Jika lelehan NaCl dielektrolisis, ionion Na+
bermigrasi menuju anode dan ion-ion Cl– bermigrasi menuju anode.
Untuk mereduksi satu mol ion Na+ diperlukan satu mol electron atau diperlukan
muatan sebesar satu faraday, yaitu 96.485 C mol–1. Besarnya muatan ini dapat
ditentukan dari jumlah arus listrik yang mengalir dan lama waktu elektrolisis: = i
(A) × t (detik).
Secara umum, tahap-tahap perhitungan stoikiometri elektrolisis ditunjukkan pada
diagram berikut. Perhitungan dapat dimulai dari arus listrik yang mengalir selama
waktu tetentu atau jumlah zat yang terlibat dalam reaksi redoks.
Hukum II Faraday
“massa ekuivalen zat yang diendapkan akan sama jika muatan listrik yang
mengalir tetap.”
Hubungan massa ekuivalen dan massa zat (dalam satuan gram) yang diendapkan
di katode dirumuskan sebagai berikut:
dengan meq adalah massa ekuivalen, i arus listrik yang dialirkan (ampere), dan t
adalah waktu elektrolisis (detik).
Oleh karena pada rangkaian sel secara seri, arus listrik yang mengalir ke dalam
setiap sel tetap, Anda dapat menentukan berat zat dalam setiap sel elektrolisis
dengan zat yang berbeda.