Anda di halaman 1dari 4

SENI MENDENGARKAN AKTIF

Oleh:
Muna Erawati

Mendengarkan secara aktif (active listening) adalah mengenai cara


membangun rapport, pengertian, dan kepercayaan. Rapport adalah istilah dalam
bahasa Inggris yang artinya hubungan baik antara. Dalam ruang lingkup konseling,
rapport merupakan sebuah hubungan baik antara konselor dan klien. Seorang guru
perlu menguasai keterampilan tersebut untuk membantu murid-murid
mengembangkan potensi secara optimal. Keinginan membantu murid ini, dapat
berlangsung dengan baik apabila guru meluangkan waktu mendengarkan cerita yang
disampaikan oleh si murid. Apakah Anda merupakan guru yang bisa mendengarkan
murid dengan baik? Berikut tips yang disarikan dari beberapa sumber tentang
bagaimana dan langkah apa saja agar Anda sebagai guru dapat menguasai
keterampilan mendengar aktif.
Ada beberapa keterampilan yang perlu dikuasai :
1. Restating (menyatakan kembali) yaitu mengulang kembali apa yang dikatakan
murid, secara lebih sederhana, jelas, dan singkat dengan menggunakan kata-kata
Anda sendiri. Tujuan: menunjukkan atensi (perhatian), mengecek sama atau tidak
penangkapan antara apa yang disampaikan murid dengan yang diterima guru,
serta mendorong agar murid lebih banyak mengungkapkan cerita selanjutnya.
Misalnya:
“Baiklah, bila tidak salah tangkap, tadi Mbak menjelaskan bahwa setiap hari Ayah
dan Ibu bertengkar hebat ya…”
“Mbak sulit tidur, mimpi buruk, dan mengigau ya…”
2. Summarizing (menyarikan) yaitu menyusun rangkuman dari fakta dan potongan-
potongan informasi dari permasalahan untuk mengecek sama tidaknya pengertian
antara guru dengan murid. Misalnya:
“Kedengarannya seolah-olah Mbak tidak percaya dengan saudara-saudara
kandung Mbak. Benarkah demikian?”
“Sepertinya Mbak ingin agar mereka mengetahui apa yang diharapkan Mbak.”
3. Memberikan dorongan psikologis cepat-singkat-pendek (minimal encourages)
yaitu secara cepat-singkat-pendek memberikan tanda positif bahwa guru mengikuti
pembicaraan bisa dengan ucapan, dan gerak tubuh. Gerak tubuh dengan
mengangguk-angguk. Sedangkan ucapan, misalnya: Umm-hmm; Oh ya?; Saya
mengerti; Lalu; Kemudian; Selanjutnya bagaimana?; Dan?; Terus?; dst
4. Merefleksikan (reflecting) yaitu bukan hanya mengulang apa yang disampaikan
murid, tetapi memberikan pernyataan dengan bahasa sendiri mengenai perasaan
murid tentang sesuatu. Misalnya:
“Nampaknya ini sangat mengganggu Mbak.”
“Sepertinya hal ini menjadi sesuatu yang sangat penting bagi Mbak.”
5. Memberikan umpan balik (giving feedback) yaitu menunjukkan pada murid apa
yang guru fikirkan pada saat itu. Sampaikan informasi, pengamatan, insight, dan
pengalaman yang terkait dengan situasi saat itu. Lalu dengar baik-baik untuk
mengonfirmasi yang sebenarnya terjadi pada murid. Misalnya:
“Saya merasa, Mbak tegang sekali saat ini, betulkan demikian?”
“Mbak sepertinya ragu-ragu dengan apa yang akan diceritakan, benarkah
demikian?
6. Melabeli emosi (emotion labeling) yaitu membantu menamai apa yang dirasakan
dan dialami murid. Misal:
“Saya kira apa yang dialami Mbak adalah depresi yaitu stres yang
berkepanjangan dan tidak segera diatasi.”
“Mbak ini mengalami frustrasi, kekhawatiran, kecemasan...”
“Ini namanya trauma Mbak yaitu…”
7. Menggali informasi (probing) yaitu menanyakan sesuatu pada murid untuk lebih
dalam dapat memahami akar persoalan dan mendapatkan informasi yang
berguna. Misalnya:
“Menurut Mbak, apa yang terjadi kalau Mbak melakukan…..”
“Jika kondisinya menjadi demikian…, kira-kira apa yang akan dilakukan Mbak?”
8. Memvalidasi (validation) yaitu memberikan pengakuan atau penghargaan atas
masalah, hal-hal yang dibicarakan, dan perasaan-perasaan murid yang telah
disampaikan dengan mendengarkan secara empatis, dan menanggapi dengan
penuh minat. Misalnya:
“Saya senang, Mbak bersedia mengungkapkan hal yang sulit untuk dibagi dengan
orang lain…”
“Saya sangat bangga bisa menjadi teman Mbak untuk berbagi pengalaman yang
mungkin tidak mudah untuk diungkapkan…”
9. Rehat efektif (effective pause) yaitu dengan sengaja berhenti bicara pada untuk
memberi penekanan pada suatu hal. Hal ini menunjukkan pada murid, bahwa guru
mengatakan sesuatu yang sangat penting bagi murid. Misalnya:
“Mbak perlu tahu bahwa…..(pause)….hal yang Mbak lakukan itu salah... ”
10. Diam atau keheningan (silence) yaitu membiarkan diam atau keheningan yang
nyaman untuk memperlambat proses saling bertukar informasi. Berikan waktu
untuk berpikir, demikian juga berikan waktu untuk berbicara. Diam bisa sangat
membantu saat begitu banyak kata-kata namun justru kurang membangun
interaksi yang baik.
11. Pesan „Saya‟ (I messages) yaitu pernyataan yang menggunakan kata ganti „Saya‟,
guru harus berfokus pada masalah bukan murid. Misalnya:
“Saya tahu Mbak mempunyai banyak hal yang ingin diceritakan, tetapi Saya perlu
terlebih dulu mengetahui, apakah…..”
12. Mengarahkan kembali (redirecting) yaitu mengganti topik pembicaraan jika murid
terlalu agresif, gelisah, marah pada saat membicarakan hal tertentu.
13. Konsekuensi (consequences) yaitu menanyakan apa yang terjadi pada murid
setelah memberikan umpan balik. Misalnya:
“Apa yang terjadi setelah Mbak tidak lagi tinggal di rumah tersebut?”

Dalam konseling, seringkali tanpa disadari guru melakukan hal-hal yang


membuat murid „kapok‟ tidak mau bicara atau bercerita lebih jauh lagi. Berikut adalah
penghambat komunikasi (communication blockers) yang perlu dihindari guru dalam
membantu murid-muridnya. Penghambat ini dapat menghentikan komunikasi yang
tengah berlangsung.
Pertama, pertanyaan „mengapa‟ (why). Pertanyaan ini membuat murid defensif
atau berhati-hati serta membentengi diri.
Kedua, menyatakan menjamin sesuatu dengan sangat cepat (quick
reassurance). Misalnya menyatakan,”Jangan khawatir tentang itu.” Padahal murid
sedang mengkhawatirkan hal tersebut. Akibatnya murid terhenti karena menceritakan
kekhawatiran tersebut adalah hal yang „bodoh‟.
Ketiga, menasihati (advising) pada saat yang kurang tepat. Nasihat kadang
dibutuhkan murid, terutama ketika mereka bertanya apa yang sebaiknya dilakukan
atau diputuskan. Tetapi jika nasihat itu lahir atas inisiatif guru tanpa pertimbangan
yang tepat, maka hal ini menimbulkan blocking (berhenti). Misalnya guru mengatakan:
“Menurut Saya, yang terbaik Mbak harus pindah dari sekolah ini.”
Keempat, menggali informasi dan memaksa murid menceritakan sesuatu yang
mereka tidak mau mengungkapkannya.
Kelima, memberi label negatif pada murid. Misalnya; “Malang sekali dikau ini
Mbak.” “Menyedihkan sekali Mbak ini nasibnya.”
Keenam, berkhutbah (preaching). Misalnya: “Mbak ini sebaiknya mendekatkan
diri pada Allah. Jangan durhaka pada orang tua…”
Ketujuh, menginterupsi atau memotong pembicaraan (interrupting). Hal ini
menunjukkan guru tidak berminat pada apa yang dibicarakan murid.
Apabila hal-hal di muka dapat menghambat komunikasi dalam konseling, maka
ada beberapa kata yang berefek positif pada proses konseling. Kata-kata sederhana
ajaib yang dapat memperlancar proses konseling yaitu: maaf, permisi, tunggu
sebentar ya, terima kasih sudah berkenan datang, apakah keberatan jika,mari kita
bicarakan solusi bersama-sama, bolehkah Saya menyarankan sesuatu?
Selain itu, ada beberapa cara bertanya yang efektif dalam konseling. Ada
empat tipe pertanyaan yaitu
Pertama, pertanyaan yang mengarahkan (leading). Misalnya: Maukah Mbak
menceritakan hal ini? Apa yang terjadi? Bisakah diceritakan lebih lanjut?
Kedua, pertanyaan dengan jawaban terbuka (open ended). Misalnya:
Bagaimana? Apanya? Di manakah? Siapa saja? Yang mana?
Ketiga, pertanyaan dengan jawaban pendek tertutup (close ended). Misalnya:
Benarkah? Bisa? Oh ya? Masak?
Keempat, pertanyaan reflektif yaitu pertanyaan yang membantu murid
memahami lebih dalam mengenai apa yang disampaikan sebelumnya. Misalnya:
murid menyatakan: “Saya khawatir tidak bisa mengingat….” Lalu guru menanyakan:
“Apakah Mbak perlu sesuatu untuk mengingatnya?”
Demikian uraian singkat tentang hal-hal yang bisa dicoba dan dipraktekkan
untuk menjadi guru yang terampil dalam mendengarkan secara aktif dan melakukan
konseling dengan murid. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai