Mendengarkan secara aktif (active listening) adalah mengenai cara
membangun rapport, pengertian, dan kepercayaan. Rapport adalah istilah dalam bahasa Inggris yang artinya hubungan baik antara. Dalam ruang lingkup konseling, rapport merupakan sebuah hubungan baik antara konselor dan klien. Seorang guru perlu menguasai keterampilan tersebut untuk membantu murid-murid mengembangkan potensi secara optimal. Keinginan membantu murid ini, dapat berlangsung dengan baik apabila guru meluangkan waktu mendengarkan cerita yang disampaikan oleh si murid. Apakah Anda merupakan guru yang bisa mendengarkan murid dengan baik? Berikut tips yang disarikan dari beberapa sumber tentang bagaimana dan langkah apa saja agar Anda sebagai guru dapat menguasai keterampilan mendengar aktif. Ada beberapa keterampilan yang perlu dikuasai : 1. Restating (menyatakan kembali) yaitu mengulang kembali apa yang dikatakan murid, secara lebih sederhana, jelas, dan singkat dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri. Tujuan: menunjukkan atensi (perhatian), mengecek sama atau tidak penangkapan antara apa yang disampaikan murid dengan yang diterima guru, serta mendorong agar murid lebih banyak mengungkapkan cerita selanjutnya. Misalnya: “Baiklah, bila tidak salah tangkap, tadi Mbak menjelaskan bahwa setiap hari Ayah dan Ibu bertengkar hebat ya…” “Mbak sulit tidur, mimpi buruk, dan mengigau ya…” 2. Summarizing (menyarikan) yaitu menyusun rangkuman dari fakta dan potongan- potongan informasi dari permasalahan untuk mengecek sama tidaknya pengertian antara guru dengan murid. Misalnya: “Kedengarannya seolah-olah Mbak tidak percaya dengan saudara-saudara kandung Mbak. Benarkah demikian?” “Sepertinya Mbak ingin agar mereka mengetahui apa yang diharapkan Mbak.” 3. Memberikan dorongan psikologis cepat-singkat-pendek (minimal encourages) yaitu secara cepat-singkat-pendek memberikan tanda positif bahwa guru mengikuti pembicaraan bisa dengan ucapan, dan gerak tubuh. Gerak tubuh dengan mengangguk-angguk. Sedangkan ucapan, misalnya: Umm-hmm; Oh ya?; Saya mengerti; Lalu; Kemudian; Selanjutnya bagaimana?; Dan?; Terus?; dst 4. Merefleksikan (reflecting) yaitu bukan hanya mengulang apa yang disampaikan murid, tetapi memberikan pernyataan dengan bahasa sendiri mengenai perasaan murid tentang sesuatu. Misalnya: “Nampaknya ini sangat mengganggu Mbak.” “Sepertinya hal ini menjadi sesuatu yang sangat penting bagi Mbak.” 5. Memberikan umpan balik (giving feedback) yaitu menunjukkan pada murid apa yang guru fikirkan pada saat itu. Sampaikan informasi, pengamatan, insight, dan pengalaman yang terkait dengan situasi saat itu. Lalu dengar baik-baik untuk mengonfirmasi yang sebenarnya terjadi pada murid. Misalnya: “Saya merasa, Mbak tegang sekali saat ini, betulkan demikian?” “Mbak sepertinya ragu-ragu dengan apa yang akan diceritakan, benarkah demikian? 6. Melabeli emosi (emotion labeling) yaitu membantu menamai apa yang dirasakan dan dialami murid. Misal: “Saya kira apa yang dialami Mbak adalah depresi yaitu stres yang berkepanjangan dan tidak segera diatasi.” “Mbak ini mengalami frustrasi, kekhawatiran, kecemasan...” “Ini namanya trauma Mbak yaitu…” 7. Menggali informasi (probing) yaitu menanyakan sesuatu pada murid untuk lebih dalam dapat memahami akar persoalan dan mendapatkan informasi yang berguna. Misalnya: “Menurut Mbak, apa yang terjadi kalau Mbak melakukan…..” “Jika kondisinya menjadi demikian…, kira-kira apa yang akan dilakukan Mbak?” 8. Memvalidasi (validation) yaitu memberikan pengakuan atau penghargaan atas masalah, hal-hal yang dibicarakan, dan perasaan-perasaan murid yang telah disampaikan dengan mendengarkan secara empatis, dan menanggapi dengan penuh minat. Misalnya: “Saya senang, Mbak bersedia mengungkapkan hal yang sulit untuk dibagi dengan orang lain…” “Saya sangat bangga bisa menjadi teman Mbak untuk berbagi pengalaman yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan…” 9. Rehat efektif (effective pause) yaitu dengan sengaja berhenti bicara pada untuk memberi penekanan pada suatu hal. Hal ini menunjukkan pada murid, bahwa guru mengatakan sesuatu yang sangat penting bagi murid. Misalnya: “Mbak perlu tahu bahwa…..(pause)….hal yang Mbak lakukan itu salah... ” 10. Diam atau keheningan (silence) yaitu membiarkan diam atau keheningan yang nyaman untuk memperlambat proses saling bertukar informasi. Berikan waktu untuk berpikir, demikian juga berikan waktu untuk berbicara. Diam bisa sangat membantu saat begitu banyak kata-kata namun justru kurang membangun interaksi yang baik. 11. Pesan „Saya‟ (I messages) yaitu pernyataan yang menggunakan kata ganti „Saya‟, guru harus berfokus pada masalah bukan murid. Misalnya: “Saya tahu Mbak mempunyai banyak hal yang ingin diceritakan, tetapi Saya perlu terlebih dulu mengetahui, apakah…..” 12. Mengarahkan kembali (redirecting) yaitu mengganti topik pembicaraan jika murid terlalu agresif, gelisah, marah pada saat membicarakan hal tertentu. 13. Konsekuensi (consequences) yaitu menanyakan apa yang terjadi pada murid setelah memberikan umpan balik. Misalnya: “Apa yang terjadi setelah Mbak tidak lagi tinggal di rumah tersebut?”
Dalam konseling, seringkali tanpa disadari guru melakukan hal-hal yang
membuat murid „kapok‟ tidak mau bicara atau bercerita lebih jauh lagi. Berikut adalah penghambat komunikasi (communication blockers) yang perlu dihindari guru dalam membantu murid-muridnya. Penghambat ini dapat menghentikan komunikasi yang tengah berlangsung. Pertama, pertanyaan „mengapa‟ (why). Pertanyaan ini membuat murid defensif atau berhati-hati serta membentengi diri. Kedua, menyatakan menjamin sesuatu dengan sangat cepat (quick reassurance). Misalnya menyatakan,”Jangan khawatir tentang itu.” Padahal murid sedang mengkhawatirkan hal tersebut. Akibatnya murid terhenti karena menceritakan kekhawatiran tersebut adalah hal yang „bodoh‟. Ketiga, menasihati (advising) pada saat yang kurang tepat. Nasihat kadang dibutuhkan murid, terutama ketika mereka bertanya apa yang sebaiknya dilakukan atau diputuskan. Tetapi jika nasihat itu lahir atas inisiatif guru tanpa pertimbangan yang tepat, maka hal ini menimbulkan blocking (berhenti). Misalnya guru mengatakan: “Menurut Saya, yang terbaik Mbak harus pindah dari sekolah ini.” Keempat, menggali informasi dan memaksa murid menceritakan sesuatu yang mereka tidak mau mengungkapkannya. Kelima, memberi label negatif pada murid. Misalnya; “Malang sekali dikau ini Mbak.” “Menyedihkan sekali Mbak ini nasibnya.” Keenam, berkhutbah (preaching). Misalnya: “Mbak ini sebaiknya mendekatkan diri pada Allah. Jangan durhaka pada orang tua…” Ketujuh, menginterupsi atau memotong pembicaraan (interrupting). Hal ini menunjukkan guru tidak berminat pada apa yang dibicarakan murid. Apabila hal-hal di muka dapat menghambat komunikasi dalam konseling, maka ada beberapa kata yang berefek positif pada proses konseling. Kata-kata sederhana ajaib yang dapat memperlancar proses konseling yaitu: maaf, permisi, tunggu sebentar ya, terima kasih sudah berkenan datang, apakah keberatan jika,mari kita bicarakan solusi bersama-sama, bolehkah Saya menyarankan sesuatu? Selain itu, ada beberapa cara bertanya yang efektif dalam konseling. Ada empat tipe pertanyaan yaitu Pertama, pertanyaan yang mengarahkan (leading). Misalnya: Maukah Mbak menceritakan hal ini? Apa yang terjadi? Bisakah diceritakan lebih lanjut? Kedua, pertanyaan dengan jawaban terbuka (open ended). Misalnya: Bagaimana? Apanya? Di manakah? Siapa saja? Yang mana? Ketiga, pertanyaan dengan jawaban pendek tertutup (close ended). Misalnya: Benarkah? Bisa? Oh ya? Masak? Keempat, pertanyaan reflektif yaitu pertanyaan yang membantu murid memahami lebih dalam mengenai apa yang disampaikan sebelumnya. Misalnya: murid menyatakan: “Saya khawatir tidak bisa mengingat….” Lalu guru menanyakan: “Apakah Mbak perlu sesuatu untuk mengingatnya?” Demikian uraian singkat tentang hal-hal yang bisa dicoba dan dipraktekkan untuk menjadi guru yang terampil dalam mendengarkan secara aktif dan melakukan konseling dengan murid. Semoga bermanfaat.