Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH TROPIS

“GONORE, SIFILIS, HERPEZ”

Kelompok IV:
Andi Pramesti Ningsih
Leni Dirgahayu
Israh Yani Ningsih
Rismawati Samad
Modi Hasnah
Bahri

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Gonore, Sifilis dan Herpez”
Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga selesainya makalah ini.Seperti
pepatah mengatakan bahwa, “Tak ada gading yang tak retak” demikian pula dengan makalah ini
tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu kepada para pembaca
khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
bertambahnya wawasan kami di bidang ini.

Makassar, 6 Maret 2017

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii

Bab I Pendahuluan ....................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................................. 2

Bab II Pembahasan ....................................................................................................................... 3

A. Gonore ................................................................................................................................. 3

B. Sifilis .................................................................................................................................. 22

C. Herpes Simpleks ............................................................................................................... 37

D. Herpes Zoster ................................................................................................................... 40

Kasus .............................................................................................Error! Bookmark not defined.

Bab III Penutup........................................................................................................................... 51

A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 51

B. Saran ................................................................................................................................. 51

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 52

ii
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan
parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid,
herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Di dalam
lingkup masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling
sering dari semua infeksi.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab
kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja
(15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi
memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus-
kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang
ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan
akan IMS.
Gonore, sifilis, dan herpes merupakan 3 dari sebagian besar penyakit menular
seksual yang biasa terjadi. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit menular seksual.
Olehnya itu penting bagi kita sebagai seorang tenaga kesehatan untuk mengetahui
penyebab dan tindakan yang tepat untuk penanganan ketiga penyakit ini.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang kami angkat pada makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan gonore, herpez dan sifilis ?


2. Apa penyebab dari gonore, herpez dan sifilis?
3. Bagaimana perjalanan penyakit dari gonore, herpez dan sifilis?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari gonore, herpez dan sifilis?

1
5. Bagaimana pemeriksaan yang dapat kita lakukan untuk gonore, herpez dan
sifilis?
6. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk gonore, herpez dan sifilis ?
7. Diagnose apa saja yang sering muncul untuk gonore, herpez dan sifilis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk kasus sifilis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gonore, herpez dan sifilis
2. Untuk mengetahui penyebab dari gonore, herpez dan sifilis
3. Untuk mengetahui perjalanan penyakit dari gonore, herpez dan sifilis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari gonore, herpez dan sifilis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dapat kita lakukan untuk gonore,
herpez dan sifilis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat untuk gonore, herpez dan
sifilis
7. Untuk mengetahui diagnose apa saja yang sering muncul untuk gonore,
herpez dan sifilis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk kasus sifilis

2
Bab II
Pembahasan
A. Gonore
1. Definisi
Gonore merupakan penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrheae gonokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 μ, panjang 1,6 μ bersifat
tahan asam, kuman ini bersifat gram negatif, tidak tahan lama diudara bebas, cepat
mati pada keadaan kering. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui
hubungan seksual dengan penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher
rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).

Gambar 1 : Neisseria gonorrheae


N gonorrhoeae menyebar melalui kontak seksual. Centers for Disease
Control (CDC) merekomendasikan bahwa semua pasien dengan infeksi gonore juga
dirawat karena diduga koinfeksi dengan Chlamydia trachomatis (Wong, 2016). Dua
sampai sepuluh hari setelah terkena timbul uretrhitis, dan keluar nanah dari uretra
(Tambayong, 2000).
Gonore (GO) didefinisikan sebagai infeksi bakteri yang disebabkan oleh
kuman Neisseria gonorrhoea, suatu diplokokus gram negatif. Infeksi umumnya

3
terjadi pada aktivitas seksual secara genito-genital, namun dapat juga kontak seksual
secara oro-genital dan ano-genital. Pada laki-laki umumnya menyebabkan uretritis
akut, sementara pada perempuan menyebabkan servisitis yang mungkin saja
asimtomatik.

2. Etiologi
N gonorrhoeae adalah gram negatif, intraseluler, Diplococcus aerobik; lebih
khusus, itu adalah bentuk Diplococcus dikenal sebagai gonococcus tersebut. N
gonorrhoeae menyebar melalui kontak seksual atau melalui penularan vertikal saat
melahirkan. Ini terutama mempengaruhi host epitel kolumnar atau kuboid. Hampir
semua selaput lendir dapat terinfeksi oleh mikroorganisme ini (Wong, 2016).
Banyak faktor yang mempengaruhi cara di mana Gonococci menengahi
virulensi dan patogenisitas mereka. Pili bantuan dalam lampisan gonokokus mukosa
permukaan dan menyebabkan resistensi dengan mencegah konsumsi dan perusakan
oleh neutrofil. Opacity-terkait (Opa) protein meningkatkan kepatuhan antara
gonokokus dan fagosit, mempromosikan invasi ke dalam sel inang, dan mungkin
down-mengatur respon imun (Wong, 2016).
Saluran Porin (Pora, porB) di membran luar berperan sebagai virulensi. strain
gonokokal dengan Pora mungkin memiliki ketahanan yang melekat pada serum
manusia normal dan peningkatan kemampuan untuk menyerang sel-sel epitel,
menjelaskan hubungannya dengan bakteremia (Wong, 2016).
Plasmid yang diperoleh tertentu dan mutasi genetik meningkatkan virulensi.
TEM-1-jenis beta-laktamase (penisilinase) mempengaruhi penisilin mengikat dan
penghabisan pompa dan memberikan resistensi terhadap penisilin. TetM melindungi
ribosom dan memberikan resistensi terhadap tetrasiklin. Perubahan dalam gen gyrA
dan Parc mengakibatkan resistensi fluorokuinolon oleh aktivasi penghabisan dan
penurunan perembesan sel antibiotic (Wong, 2016).
Gonococci menempel pada sel inang mukosa (pili dan Opa protein memainkan
peran utama) dan, dalam waktu 24-48 jam, menembus dan antara sel-sel ke dalam
ruang subepitel. Sebuah respon host khas ditandai dengan invasi dengan neutrofil,
diikuti oleh peluruhan epitel, pembentukan mikroabses submukosa, dan discharge

4
purulen. Jika tidak diobati, makrofag dan limfosit infiltrasi menggantikan neutrofil.
Beberapa strain gonokokus menyebabkan infeksi asimtomatik, yang mengarah ke
carrier asimtomatik pada orang dari kedua jenis kelamin (Wong, 2016).
Kemampuan untuk tumbuh anaerob memungkinkan gonokokus, bila dicampur
dengan darah menstruasi dialirkan atau melekat pada sperma, untuk yang kedua
menyerang struktur genital yang lebih rendah (vagina dan leher rahim) dan kemajuan
ke organ genital bagian atas (endometrium, salpinx, ovarium). Infeksi gonokokal
biasanya mengikuti inokulasi mukosa selama vagina, anal, atau kontak seksual lisan
atau kandungan (Wong, 2016).
a. Infeksi menular Sexual
Infeksi gonokokal biasanya mengikuti inokulasi mukosa selama vagina,
anal, atau kontak seksual oral. Hal ini juga dapat disebabkan oleh inokulasi
mukosa oleh jari yang terkontaminasi atau benda lainnya. Penularan melalui
kontak penis-rektal cukup efisien. Risiko penularan N gonorrhoeae dari ibu yang
terinfeksi ke uretra dari pasangan prianya adalah sekitar 20% per episode
hubungan seks vagina dan naik ke 60-80% setelah 4 atau lebih eksposur.
Sebaliknya, risiko penularan pria-wanita mendekati 50-70% per kontak, dengan
sedikit bukti peningkatan risiko dengan eksposur seksual lebih. Orang yang
memiliki hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan baru sering cukup untuk
mempertahankan infeksi dan merupakan penyebar yang paling sering terjadi.
b. Infeksi gonokokal neonatal dan anak
Infeksi gonokokal neonatal dapat mengikuti infeksi konjungtiva, yang
diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. Selain itu, infeksi langsung dapat
terjadi melalui kulit kepala di situs elektroda pemantauan janin. Pada anak-anak,
infeksi dapat terjadi dari pelecehan seksual oleh kontak individual atau terjadi
nonseksual yang diturunkan dari orangtuanya.
c. Autoinokulasi
Autoinokulasi dapat terjadi ketika seseorang menyentuh organ yang terinfeksi
(organ genital) dan kontak kulit atau mukosa.
d. Faktor lainnya
Faktor risiko untuk gonore meliputi berikut ini:

5
1) Paparan seksual untuk pasangan yang terinfeksi tanpa perlindungan
penghalang (misalnya, kegagalan untuk menggunakan kondom atau kondom
kegagalan)
2) Banyak pasangan seks
3) Homoseksualitas laki-laki
4) Status sosial ekonomi rendah
5) Status minoritas - Blacks, Hispanik, dan penduduk asli Amerika memiliki
tingkat tertinggi di Amerika Serikat
6) Penggunaan kokain
7) Usia dini onset aktivitas seksual
8) Penyakit radang panggul (PID) - Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
(IUD)
3. Manifestasi Klinis
Gejala Gonore yang ditimbulkan pada pria dan wanita sangat berbeda. Pada wanita,
gejala urogenital utama gonore meliputi berikut ini:
a. Keputihan: The gejala yang paling umum dari gonorrhea, keputihan dari
endocervicitis biasanya digambarkan sebagai tipis, purulen, dan agak berbau;
Namun, banyak pasien memiliki gejala minimal atau tidak ada dari servisitis
gonore
b. Disuria
c. Perdarahan intermenstruasi
d. Dispareunia (hubungan seksual yang menyakitkan)
e. Nyeri perut ringan rendah

Jika infeksi berkembang menjadi penyakit radang panggul (PID), gejala dapat
mencakup sebagai berikut:

a. Nyeri perut bagian bawah: gejala Sebagian konsisten PID


b. Peningkatan cairan vagina atau uretra discharge mukopurulen
c. Disuria: Biasanya tanpa urgensi atau frekuensi
d. Nyeri gerak serviks
e. Adneksa nyeri (biasanya bilateral) atau massa adneksa

6
f. Perdarahan intermenstruasi
g. Demam, menggigil, mual, dan muntah (kurang umum)

Pada laki-laki, gejala urogenital utama gonore meliputi berikut ini:

a. Uretritis: Manifestasi utama infeksi gonokokal pada pria; karakteristik awal


termasuk pembakaran saat buang air kecil dan keluarnya cairan serosa; beberapa
hari kemudian, debit biasanya menjadi lebih banyak, purulen, dan, di kali,
diwarnai dengan darah.
b. Epididimitis akut: Biasanya unilateral dan sering terjadi dalam hubungannya
dengan eksudat uretra
c. Uretra striktur: Telah menjadi jarang di era antibiotik, tetapi mereka dapat hadir
dengan aliran urin menurun dan abnormal, serta dengan komplikasi sekunder dari
prostatitis dan cystitis
d. Infeksi dubur: hadir dengan nyeri, pruritus, debit, atau tenesmus

Gambar 1 : Uritretis Gonora

Pada laki-laki dan perempuan, presentasi klasik infeksi gonococcal (DGI)


adalah sindrom artritis-dermatitis. Sendi atau tendon nyeri adalah keluhan utama yang
paling umum dalam tahap awal infeksi. Tahap kedua dari DGI ditandai dengan septic
arthritis. Lutut adalah situs yang paling umum dari artritis gonokokal purulen.

7
Pada neonatus, di antaranya konjungtivitis bilateral (ophthalmia neonatorum)
sering mengikuti persalinan pervaginam dari ibu yang tidak diobati dengan infeksi
gonokokal, gejala konjungtivitis gonokokal adalah sebagai berikut:

a. Sakit mata
b. Kemerahan
c. Debit purulen
4. Patofisiologi
Bakteri gonokokus merusak membran yang melapisi selaput lendir terutama
kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rektum dapat
dijumpai pada kedua jenis kelamin. Penularan terjadi melalui kontak langsung antara
mukosa ke mukosa. Risiko penularan laki-laki kepada perempuan lebih tinggi
daripada penularan perempuan kepada laki-laki terutama karena lebih luasnya selaput
lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina.
Setelah terinokulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferens, vesikula
seminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki. Pada perempuan infeksi dapat
menyebar ke uretra, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin, endometrium, tuba falopii,
dan rongga peritoneum, yang dapat menyebabkan Pelvic Inflammatory Disease(PID)
pada perempuan. Pelvic Inflammatory Disease adalah penyebab utama infertilitas
pada perempuan. Infeksi gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah,
menimbulkan bakteremia. Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Perempuan berisiko paling tinggi mengalami penyebaran infeksi pada
saat haid karena terjadinya peningkatan pH diatas 4,5 saat menstruasi. Penularan
perinatal kepada bayi saat lahir, melalui ostium serviks yang terinfeksi, dapat
menyebabkan konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak
didiagnosis dan diobati
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
pembantu yang terdiri atas beberapa tahapan.
a. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonokok Gram
negatif, intraselular dan ekstraselular. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari

8
daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara
kelenjar Bartholin dan endoserviks. Pemeriksaan Gram dari duh tubuh uretra pada
pria memiliki sensitivitas tinggi (90-95%) dan spesifisitas 95-99%. Sedangkan
dari endoserviks, sensitivitasnya hanya 45-65%, dengan spesitifitas 90-99%.
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk dilakukan di klinik luar rumah sakit atau
praktek pribadi, klinik dengan fasilitas laboratorium terbatas seperti kultur,
maupun untuk rumah sakit dengan fasilitas laboratorium lengkapyang memiliki
LG, tes serologi,kultur, dan tes sensitivitas.
b. Kultur (biakan)
Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan). Dua macam media yang
dapat digunakan ialah media transpor dan media pertumbuhan. Berikut adalah
contoh media transport.
1) Media Stuart : hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada
media pertumbuhan.
2) Media Transgrow : selektif dan nutritif untuk N. gonorrhoeaeedan merupakan
gabungan media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu
ditanam pada media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media
Thayer-Martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan proteus spp.
Contoh media pertumbuhan adalah sebagai berikut :
1) Media Thayer-Martin : selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung
vankomisin untuk menekann pertumbuhan kuman positif-Gram, kolimestat
untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram, dannistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur.
2) Modifikasi Thayer-Martin : isinya ditambah dengan trimetoprim untuk
mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp.
3) Agar coklat McLeod : dapat ditumbuhi kuman lain selain gonokok.
Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh tubuh uretra pria, sensitivitas nya lebih
tinggi (94-98%) dari duh tubuh endoserviks (85-95%). Sedangkan spesifisitas dari
kedua pemeriksaan tersebut sama yaitu lebih dari 99%. Adapun tes definitif untuk
gonokok adalah sebagai berikut :

9
1) Tes Oksidasi : reagen oksidasi yang mengandung larutan tetramil-p-fenilen-
diamin hidroklorida satu persen ditambahkan pada koloni gonokok. Semua
Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula
bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2) Tes fermentasi : tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.
c. Tes Beta-Laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
chromogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta laktamase,
akan menyebabkan perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan Spesifik Gonore
Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi telah resisten terhadap
penisilin, tetrasiklin, dan antimikroba terdahulu lainnya, sehingga obat-obat ini
tidak bisa digunakkan lagi untuk pengobatan gonore. Kanamisin dan tiamfenikol
telah menunjukan keampuhannya kembali di Indonesia setelah lama di
tinggalkan. Secara umum dianjurkan pada semua pasien gonore juga diberikan
pengobatan bersamaan dengan obat anti klamidiosis oleh karena infeksi
campuran antara klamidiosis dan gonore sering dijumpai. Regimen pengobatan
yang dianjurkan
1) Sefiksim : 400 mg per oral, dosis tunggal
2) Levofloksasin : 250 mg per oral dosis tunggal
b. Pilihan pengobatan lain
1) Kanamisin : 2 gr intramuskular dosis tunggal atau,
2) Spektinomisin : 2 gr intramuskular dosis tunggal atau,
3) Tiamfenikol : 3,5 gr per oral dosis tunggal
Untuk meningitis dan endokarditis yang disebabkan oleh gonokokus dapat
diberikan dalam dosis yang sama, namun memerlukan jangka waktu pemberian
yang lebih lama, yaitu selama empat minggu untuk endokarditis.
c. Obat-obatan Infeksi Gonore
1) Sefalosporin

10
Beberapa sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson dosis 125 mg atau 250
mg i.m, dan sefiksim 400 mg per oral dosis tuggal menunjukan efektifitas dalam
pengobatan gonore tanpa komplikasi dan memberi angka kesembuhan lebih dari
95%. Sefiksim memiliki kelebihan karena disamping efektif terhadap galur
Penicilinase Producing Neisseria gonorrhoeae juga dapat diberikan per oral.
Kemanjuran pengobatan sefriakson terhadap gonore telah terbukti. Di sini
terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi hambat minimum (minimum
inhibitory concentration)penisilin dan sefalosporin. Selain untuk pengobatan
gonore ano-genital tanpa komplikasi, pemberian seftriakson dosis tunggal juga
efektif untuk oftalmia nenonatorum, konjungtivitis,dan infeksi faring yang
disebabkan oleh gonokokus.
2) Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 3-4,8 juta unit + 1 gram
probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah
alergi penisilin.
3) Ampisilin dan Amoksisilin
Ampisilin dosisnya adalah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amoksisilin 3
gram + 1 gram probenesid. Suntikan ampisilin tidak dianjurkan.
Kontraindikasinya adalah alergi penisilin.
4) Spektinomisin
Dosisnya adalah 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi penisilin, dan
yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin.
5) Kanamisin
Dosisnya adalah 2 gram i.m. Kebaikan obat ini sama dengan spektinomisin.
Kontraindikasinya adalah kehamilan.
6) Tiamfenikol
Dosisnya adalah 2,5-3,5 gram, secara oral. Tidak dianjurkan pemakaian pada
kehamilan.
7) Kuinolon
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg,
siprofloksasin 250-500 mg, dan norfloksasin 800 mg secara oral. Mengingat

11
pada beberapa tahun terakhir ini resistensi terhadap siprofloksasin dan
ofloksasin semakin tinggi, maka golongan kuinolon yang dianjurkan adalah
levofloksasin 250 mg per oral dosis tunggal

12
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Data identitas
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Agama
5) Suku
6) Pekerjaan
7) Pendidikan
8) Status perkawainan
9) Alamat
10) Tanggal masuk rumah sakit
Keluhan Utama : Biasanya nyeri (saat kencing)
Riwayat penyakit dahulu : Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit berat
(sinovitis, artritis).
Riwayat penyakit sekarang
P = Tanyakan penyebab terjadinya infeksi
Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut.
R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar,,,
S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan
T = Kapan keluhan dirasakan
Riwayat kesahatan keluarga : Tanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama seperti yang diderita sekarang.
Pengkajian persistem
a. Sistem Integumen
Biasanya terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra, genital lesions dan skin rashes.
b. Sistem Kardiovaskuler
Kaji apakah bunyi jantung normal / mengalami gangguan, biasanya pada klien bunyi
jantung normal, namun akan mengalami peningkatan nadi karena proses dari
inflamasi yang mengakibatkan demam.

13
c. Sistem Pernafasan
Perlu dikaji pola nafas klien, auskultasi paru – paru untuk mengetahui bunyi nafas,
dan juga kaji anatomi pada sistem pernafasan, apakah terjadi peradangan atau tidak.
Biasanya pada klien terdapat peradangan pada faringnya karena adanya penyakit.
d. Sistem Penginderaan
Kaji konjungtiva, apakah ada peradangan / tidak.( Konjungtiva tidak mengalami
peradangan, namun akan mengalami peradangan jika pada konjungtivitis gonore dan
juga bisa ditemukan adanya pus )
e. Sistem Pencernaan
Kaji mulut dan tenggorokan termasuk toksil.
 Apakah terdapat diare / tidak.
 Anus
Biasanya pasien mengalami inflamasi jaringan akibat infeksi yang menyebabkan klien
sulit dan nyeri saat BAB
f. Sistem Perkemihan
Biasanya klien akan mengalami, retensi urin karena inflamasi prostat, keluar nanah
dari penis dan kadang–kadangujung uretra disertai darah, pembengkakan frenulum
pada pria, dan pembengkakan kelenjar bartoloni serta labio mayora pada wanita
yang juga disertai dengan nyeri tekan.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d reaksi inflamasi
2) Hipertermi b.d adanya reaksi inflamasi
3) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit
4) Disfungsi seksual bd. Proses penyakit

14
c. Intervensi
1) Nyeri b.d reaksi inflamasi
NOC
Keparahan gejala

Skala Target Outcome : Dipertahankan pada______ Ditingkatkan ke_______

Berat Cukup Sedang Ringan Tidak ada


berat
Skala Outcome 1 2 3 4 5 NA
Keseluruhan
Intensitas gejala 1 2 3 4 5 NA
Frekuensi gejala 1 2 3 4 5 NA
Menetapnya gejala 1 2 3 4 5 NA
Terkait ketidaknyamanan 1 2 3 4 5 NA
Terkait kegelisahan 1 2 3 4 5 NA
Terkait kecemasan 1 2 3 4 5 NA
Gangguan mobilitas fisik 1 2 3 4 5 NA
Gangguan kenikmatan 1 2 3 4 5 NA
hidup
Kekurangan tidur 1 2 3 4 5 NA

Status Kenyamanan : fisik

Skala Target Outcome : Dipertahankan pada______ Ditingkatkan ke_______

Sangat Banyak Cukup Tidak Sedikit


terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
SKALA OUTCOME 1 2 3 4 5 NA
KESELURUHAN
Control terhadap gejala 1 2 3 4 5 NA
Posisi yang nyaman 1 2 3 4 5 NA

15
Suhu tubuh 1 2 3 4 5 NA
NIC
Pemberian analgesic
Aktivitas-aktivitas
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati
- Cek perintah pengobatan yang meliputi obat, dosis dan frekuensi obat analgesic
yang diresepkan (Mis. Penisilin)
- Cek adanya alergi
- Berikan analgesic sesuai dengan intruksi
- Evaluasi keefektifan analgesic dengan interval yang teratur setelah pemberian
khususnya pemberian pertama kali, juga observasi tanda dan gejala efek
samping
- Ajarkan tentang penggunaan analgesic, strategi penggunaan efek samping.
Manajemen nyeri

Aktivitas-aktivitas :

- Lakukan pengkajian nyeri komprhensif yang meliputi lokasi, karakteristik,


onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus
- Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak berkomunikasi secara efekif
- Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang
ketat
- Gunakan strategi komunikasi teraupetik untuk mengetahui pengalaman nyeri
dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
- Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
- Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya
tidur, nafsu makan, pengertian, perasaan, hubungan, performa kerja dan
tanggung jawab peran)
- Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat
nyeri

16
- Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu yang meliputi riwayat nyeri kronik
individu atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan
disability/ketidakmampuan/kecatatan, dengan tepat
Inspirasi harapan
Aktivitas-aktivitas :
- Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi area harapan dalam hidup
- Demontrasikan harapan dengan menunjukkan sesuatu dalam diri pasien adalah
sesuatu yang berharga
- Jangan memalsukan hal yang sebenarnya
- Fasilitasi kaitan antara kehilangan personal pasien dengan gambaran dirinya
- Dukung hubungan terapeutik dengan orang yang peting bagi pasien
- Ajarkan tentang aspek positif mengenai harapan
2) Hipertermi b.d adanya reaksi inflamasi
NOC
Tingkat ketidaknyamanan

Skala Target Outcome : Dipertahankan pada______ Ditingkatkan ke_______

Berat Cukup Sedang Ringan Tidak ada


berat
Skala Outcome 1 2 3 4 5 NA
Keseluruhan
Nyeri 1 2 3 4 5 NA
Cemas 1 2 3 4 5 NA
Meringis 1 2 3 4 5 NA
Kemampuan untuk 1 2 3 4 5 NA
berkomunikasi
NIC
Perawatan demam
- Pantau suhu dan tanda-tanda vitalnya
- Monitor warna kulit dan suhu
- Tingkatkan sirkulasi udara

17
- Pemberian kompres hangat/dingin
- Pastikan langkah keamanan pasien yang gelisah atau mengalami delirium
- Lembabkan hidung yang kering
Pengaturan suhu
- Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
- Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
- Berikan obat antipiretik
3) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit

NOC

Tingkat kecemasan

Skala Target Outcome : Dipertahankan pada______ Ditingkatkan ke_______

Berat Cukup Sedang Ringan Tidak ada


berat
Skala Outcome 1 2 3 4 5 NA
Keseluruhan
Tidak dapat beristirahat 1 2 3 4 5 NA
Rasa cemas yang 1 2 3 4 5 NA
disampaikan secara lisan
Rasa takut yang 1 2 3 4 5 NA
disampaikan secara lisan
Penurunan produktivitas 1 2 3 4 5 NA
NIC

Pengurangan kecemasan

- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan


- Nyatak dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
- Dorong keluarga untuk mendampingi pasien dengan cara yang tepat
- Dengarkan klien
- Berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk mengurangi tekanan

18
- Control stimulus untuk kebutuhan klien secara tepat
- Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan

Peningkatan koping

- Bantu pasien untuk memecahkan masalah secara tepat


- Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses penyakit
- Gunakan pendekatan yang tenang
- Berikan suasana penerimaan
- Dukung kemampuan untuk mengattasi situasi secara berangsur-angsur
- Dukung aktivitas-aktivitas sosialdan komunitas
- Kenali latar belakang budaya dan spiritual pasien
- Dukung identifikasi nilai hidup yang spesifik
- Dukung pasien nilai hidup yang spesifik
- Berikan keterammpilan social yang tepat
- Dukung pasien untuk mengevaluasi perilakunya sendiri
4) Disfungsi seksual
NOC
Fungsi seksual

Skala Target Outcome : Dipertahankan pada______ Ditingkatkan ke_______

Tidak pernah Jarang Kadang- Sering Secara


menunjukkan menunjukkan kadang menunjukkan konsistten
menunjukkan menunjukk
an
Skala Outcome 1 2 3 4 5 NA
Keseluruhan
Mencapai gairah 1 2 3 4 5 NA
seksual
Mengekspresikan 1 2 3 4 5 NA
kepercayaan diri
Mengekspresikan 1 2 3 4 5 NA

19
kenyamanan pada
tubuh
Mengkomunikasikan 1 2 3 4 5 NA
kebutuhan seks
terhadap pasangan
Identitas seksual

Skala Target Outcome : Dipertahankan pada______ Ditingkatkan ke_______

Tidak pernah Jarang Kadang- Sering Secara


menunjukkan menunjukkan kadang menunjukkan konsistten
menunjukkan menunjukkan
Skala 1 2 3 4 5 NA
Outcome
Keseluruhan
Menegaskan 1 2 3 4 5 NA
diri sebagai
mahluk
seksual
Menunjukkan 1 2 3 4 5 NA
perasaan yang
jelas tentang
orientasi
seksual
Membuat 1 2 3 4 5 NA
batas seksual
perorangan
Menggunakan 1 2 3 4 5 NA
pencegahan
untuk
meminimalkan
risiko yang

20
terjadi pada
seksual
NIC
Konseling seksual
- Bangun hubungan terapeutik dedasarkan pada kepercayaan dan rasa hormat
- Tetapkan lamanya konseling
- Berikan privasi dan jaminan kerahasiaan
- Kumpulkan riwayat seksualitas pasien
- Dorong pasien untuk mengungkapkan ketakutan dan bertanya tentang fungsi
seksual
- Mulai dengan topic yang paling tidak sensitive dan lanjutkan dengan pertanyaan
yang sensitive
- Monitor timbulnya stress, kecemasan dan depresi
- Berikan informasi tentang informasi seksual
- Kenalkan pasien dengan orang yang pernah mengalami gonore dan berhasil
mengatasi masalah
- Diskusikan bentuk alternative ekspresi seksual yang dapat diterima pasien
Pengajaran : sex aman
- Dapatkan riwayat seksual, termasuk jumlah pasangan seksual terakhir dan
kejadian pengobatan masa lalu dengan infeksi menular seksual (IMS)
- ajarkan pasien mengenai IMS dan kontresepsi, sesuai keperluan
- intruksikan pasien mengani factor-faktor yang meningkatkan IMS
- Diskusikan pengetahuan pasien, pemahaman, motivasi dam tingkat komitmen
mengenai berbagai metode perlindungan seksual
- Diskusikan agama, budaya, perkembangan, sosio ekonomi dan pertimbangna
individu berkenaan dengan pilihan perlindungan selsial
- Anjurkan pasien mengenai pentingnya kebersihan
- Anjurkan pasien menggunakan kondom yang tepat (mis. Bagaimana memilih,
menjaga utuh, mengaplikasikan dan melepaskan)
d. Evaluasi

21
Dalam 2 x 24 jam setiap tindakan di cek dan pantau untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dan melihat tingkatan dari skala outcome yang telah ditentukan

B. Sifilis
1. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trapenoma pallidum;
sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanan dapat menyerang hampir semua
alat tubuh, dapat menyerupai berupa penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin. Biasanya sifilis dibagi tiga tahap yaitu sifilis primer
berupa egek primer, sifilis sekunder berupa stadium penyebaran sistemik, dan sifilis
tersier yang berupa kelainan organ dan sistem saraf pusat (Hutapea, 2010)

2. Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada Tahun 1905
penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum.
Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron,
setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-
14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya
dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik

22
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen
pada manusia (CDC, 2010). Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu
protein tidak tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob
pada suhu 25°C, Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup
selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat,
piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat warna
lilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat
pada permukaan Universitas Sumatera Utara sel kuman. Kuman berkembang biak
dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam (J
Todd et.al, 2001)
3. Manifestasi klinis
Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai berikut
(CDC, 2010) :
a. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah
terjadi infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang
kemudian menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus
biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan
pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre
sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung
lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre serta
ditemuiTreponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung
dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil
pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi
selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selamadalam
pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan
larutan garam faal fisiologis.
2. Sifilis Sekunder

23
(S II) Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus
keadaan S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan
gejala konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada
stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan
genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan pada kulit
yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang
lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa
dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada
telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau
plak merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada
tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita
jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang disebut
kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat
disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku
rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia
sifilitaka). Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa
terjadi hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan
selaput otak berupa meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah
dan pada pemeriksaan cairan serebro spinalis didapati peninggian
jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan diagnosis, disamping
kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.
3. Sifilis Laten Dini
Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi
untuk sifilis positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.

b. Sifilis Lanjut (CDC, 2010)

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan sikatrik bekas S I pada


genitalia atau makula atrofi bekas papul-papul S II. Pemeriksaan tes serologi
sifilis positif. 1. Sifilis Tersier (S III)

Lesi pertama timbul 3-10 tahun setelah S I berupa gumma yang


sirkumskrip. Gumma sering perlunakan dan mengeluarkan cairan

24
seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga
terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ
dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan
keluhan, nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat
kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau
osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.

2. Sifilis Kardiovaskuler

Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar
10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu
lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada
jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada
jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau
guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta,
arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta.
Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada
aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya aorta
serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta
hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang (J Todd, 2001).

3. Sifilis Kongenital Dini


Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervarasi, dan
menyerupai sifilis stadium II.Karena infeksi pada janin melalui aliran
darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi
dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi
dapat pulakelainan sejak lahir. Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa
(Saravanamurthy, 2010):
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membra mukosa: mucous patch dapat ditemukan di bibir,
mulut, farings, larings dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles)

25
dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula
encer kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan
kaki, makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata
dan simetris.
d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang-
tulang panjang merupakan gambaran yang khas.
e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.
f. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis.
g.Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta.

4. Sifilis Kongenital Lanjut

Kelainan umumnya timbul setelah 7–20 tahun. Kelainan yang timbul


: a. Keratitis interstisial b. Gumma c. Neurosifilis d. Kelainan sendi: yaitu
artralgia difusa dan hidatrosis bilateral (clutton’s joint).

3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) dengan bahan pemeriksaan dari
bagian dalam lesi. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara
menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian serum diperiksa pada
lapangan gelap untuk melihat ada tidaknya T.pallidum berbentuk ramping,
dengan gerakan lambat dan angulasi. Bahan apusan lesi dapat pula diperiksa
dengan metode mikroskop fluoresensi, namun pemeriksaan ini memberikan
hasil yang kurang dapat dipercaya sehingga pemeriksaan dark field lebih
umum dilaksanakan.
b. Penentuan antibodi di dalam serum yang timbul akibat infeksi T.pallidum. Tes
yang dilakukan sehari-hari dapat menunjukkan reaksi IgM dan juga IgG tetapi
tidak dapat menunjukkan antibodi spesifik adalah tes Wasserman, tes Kahn,
tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory), tes RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan tes Automated Reagin. Tes-tes tersebut merupakan tes standar

26
untuk sifilis dan memiliki spesifisitas rendah sebab dapat menunjukkan hasil
positif semu. Sedangkan tes RPCF ( Reiter Protein Complement Fixation)
merupakan tes yang dapat menunjukkan kelompok antibodi spesifik. Tes
dengan spesifitas tinggi dan dapat menentukan antibodi spesifik sifilis ini
adalah tes TPI, tes FTA-ABS, tes TPHA dan tes Elisa (Hutapea, 2009).

Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Depkes RI tahun


2006, diagnosa sifilis dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan
serologis terhadap darah dan likuor serebrospinalis.

27
Patofisiologi

- Sifilis akuisita : didapat


(hub seksual, transfuse Kuman
Kuman treponema masuk
darah ) (spirochaeta ) palindum kekulit
- Sifilis congenital :
mikrosell
transplasenta ibu ke
atau selaput
janin
lendir

Penjalaran hematogen
Kuman berkembang biak
menyebar ke semua jaringan

Kuman berkembang biak Reaksi jaringan membentuk


di kelenjar getah bening infiltrat

Kelenjar getah bening


membesar, generalisata Terjadi fibriosis : Hepar dan lien
darah ke otak
berkurang
Hipertermi
Terjadi fibriosis
SSP (Sistem saraf pusat)

Pembentukan
bilirubin pada bayi
terganggu,udema
Sum-sum tulang Otak
belakang

Ikterik neonatus
Tik ,meningitis

Kelemahan dan impotensi

Jaringan kulit
Nyeri kepala, pusing,
Disfungsi seksual penglihatan kabur, dan mual

Nyeri kepala, pusing,


Jaringan kulit
penglihatan kabur, dan mual
28
Papul

Nyeri

Ulkus

Lokasi : lidah, tonsil, anus, dan genital Terasa gatal dan panas
eksternal (pria : sulkus koronarius, wanita :
labia mayora dan minora ) .

Resiko infeksi

Kerusakan integritas kulit

4. Penatalaksanaan

Penisilin merupakan terapi utama, standar yang modus lain dari terapi
dinilai dan satu-satunya terapi yang telah digunakana secara luas untuk neurosifilis,
sifilis, kingenital, atau sifilis selama kehamilan.

1. Sifilis didadapat : pemberian penisilin G Benzhatine atau procaine, bisa peroral


atau parenteral,tergantung keadaan pasien.
2. Sifilis kongenital : penisilin G prokain : penisilin G pada bayi,orang dewasa, dan
ibu hhamil tentu berbeda. Dibutuhkan pengontrolan yang berbeda pula.

Terapi empiris antibiotik harus komprensif dan harus mencakup semua patcgen
mungkin dalam konenteks pengaturan klinis.
1. Penisilin G benzatin (bicillin L-A ) ; untuk infeksi sifilis primer dan sekunder
2. Penisilin G prokain ; penisilin G prokain adalah agen lini pertama untuk
mengobatii sifilis laten
3. Doksisiklin (dorix, vibramycin) ; digunakan sebagai terapy alternatif untuk infeksi
ssifilis. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat ribosom 30S unit,
mencegah sintesis protein.

29
4. Tetrasiklin (sumycin) ; tetrasiklin digunakan sebagai terapi alternative untuk
infeksi sifilis.menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat ribosom 30S
unit, mencegah sintesis protein.
5. Eritromisin (E.E.S , E-Mycin); eritromisin menghambat pertumbuhan bakteri. Hal
ini digunakan untuk mengobati infeksi staphylococcal dan streptokokus.
6. Ceftriaxone (rocephin ) ;cetriaxone merupakan agen alternatif untuk penisilin-
alergi pasien
7. Azitromisin (zithromax)
Obat ini digunakan untuk mengobati ringan samapi sedang infeksi mikroba.selain
antibiotik, urikosurik juga digunakan untuk meningkatkan konsentrasi serum
antibiotic tertentu dan obat lain. Urikosurik yang digunakan biasanya adalah
probenesid.probenesid menghambat sekresi tubular penisilin dan biasanya
meningkat penisilin kadar plasma oleh ruteantibiotik yang diberikan probenesid
digunakan sebagai tambahan terhadap penisilin pada sifilis laten dan neurosifilis.
5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Nama :
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
dll
2) Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksa dan terdapat lesi pada kulit
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat sifilis pada anggota keluarga yang lain
6) Pengkajian persistem

30
1) Sistem integument
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
2) Kepala dan leher

Kepala : Biasanya terdapat nyeri kepala


Mata : Pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter
stisial).
Hidung : Pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan
palatum.
Telinga : Pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.
Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson(incisivus I atas kanan dan
kiri bentuknya seperti obeng).
Leher : Pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.
3) Sistem pernafasan
4) Sistem pencernaan
Biasanya terjadi anoreksia pada stadium II
5) Sistem kardiovaskuler
Kemungkinan adanya hipertensi, arteriosclerosis dan penyakit jantung
reumatik
6) Sistem musculoskeletal : terjadi athaxia
7) Sistem neurologis : biasanya terjadi parathesia
8) Sistem perkemihan : terjadi gangguan perkemihan
9) Sistem reproduksi :
10) Sistem reproduksi : biasanya terjadi impotensi
b. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1) Hipertermi b.d infasi kuman
2) Nyeri akut b.d proses peradangan
3) Kerusakan integritas kulit b.d diagnosis sifilis
4) Disfungsi seksual b.d perubahan tubuh (impotensi), anomaly proses penyakit
(ulkus pada genital)
5) Ikterik neonatus b.d belirubin tidak terkonjugasi pada sifilis congenital
(transplasenta ibu ke janin)

31
c. Intervensi
1. Hipretermi b.d infasi kuman
NOC :
Status kenyamanan
Defini : keseluruhan rasa nyaman dan keamanan individu secara fisik,
psikospiritual,social budaya, dan lingkungan.

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


terganggu terganggu terganggu tergang tergangg
gu u
SKALA OUTCOME KESELURUHAN

Indikator :
 Kesejahtraan fisik 1 2 3 4 5
 Lingkungan fisik 1 2 3 4 5
 Dukungan sosial dari keluarga 1 2 3 4 5

 Hubungan social
 Kehidupan spiritual 1 2 3 4 5

 Perawatan sesuai dengan keyakinan


budaya
1 2 3 4 5
 Perawatan sesuai dengan kebutuhan
1 2 3 4 5
 Mampu mengkomunikasikan kebutuhan
NIC: Kontrol infeksi

Aktivitas-aktivitas:

- Alokasikan kesesuaian luas ruangan per pasien, seperti yang diindikasikan oleh pedoman
Pusat Penegendalian dan Pencegahan Penyakit.
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien
- Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi
- Tempatkan isolasi sesuai tindakan pencegahan yang ssesuai.
- Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan

32
NOC

2. Nyeri akut b.d proses peradangan


NOC :
Kontrol nyeri
Definisi : tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Tidak Jarang Kadang- Sering Secara


pernah menunjuk kadang menunj konsiste
menunjuk kkan menunjuk ukkan n
kan kan menunju
kkan
SKALA OUTCOME KESELURUHAN

Indikator :
 Mengenali kapan nyeri 1 2 3 4 5
 Menggambarkan factor penyebab 1 2 3 4 5
 Menggunakan analgesic yang 1 2 3 4 5
direkomendasikan
 Melaporkan perubahan terhadap gejala 1 2 3 4 5

nyeri pada professional kesehatan


 Menggunakan sumber daya yang tersedia 1 2 3 4 5

NIC: Pemberian Analgesik

Aktivitas-aktivitas:

- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
- Cek riwayat adanya alergi
- Evaluasi kemampuan pasien untuk berperan serta dalam pemilihan analgesik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien sesuai kebutuhan
- Pilih analgesik atau kombinasi analgesic yang sesuai ketika lebih dari satu diberikan
- Monior tanda-tanda vital sebelum dan sesudah memberikan analgesic narkotik pada
pemberian dosis pertama kali jika ditemukan TTV yang tidak biasa

33
3. Kerusakan integritas kulit b.d diagnosis sifilis
NOC
Penyembuhan luka sekunder
Definisi : tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Tidak ada terbatas Sedang Besar Sangat


besar
SKALA OUTCOME KESELURUHAN

Indikator :
 Drainase purulen 1 2 3 4 5
 Peradangan luka 1 2 3 4 5
 Granulasi 1 2 3 4 5

 Kulit melepuh 1 2 3 4 5

 Erytema kulit sekitarnya 1 2 3 4 5

NIC: Perawatan luka

Aktivitas-aktivitas:

- Cukur rambut disekitar daerah yang terkena, sesuai kebutuhan


- Monitor karakteristik luka, termasuk dreinase, warna, ukuran, dan bau
- Ukur luas luka yang sesuai
- Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat
- Berikan perawatan ulkus pada luka yang diperlukan
- Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi
4. Fungsi seksual Disfungsi seksual b.d perubahan tubuh (impotensi), anomaly
proses penyakit (ulkus pada genital)

NOC

34
Fungsi seksual

Definisi : integritas aspek fisik,sosial emosional dan intelegtual pada ekspresi dan
perilaku seksual

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Tidak Jarang Kadang- Sering Secara


pernah menunjuk kadang menunj konsiste
menunjuk kan menunjuk ukkan n
kan kan menunju
kkan
SKALA OUTCOME KESELURUHAN

Indikator :
 Mengekspresikan kemampuan untuk 1 2 3 4 5
melakukan aktivitas seksual meskipun
mengalami ketidak sempurnaan fisik
 Mengeekspresikan kepercayaan diri 1 2 3 4 5
 Mengkomunikasikan dengan pasangan 1 2 3 4 5

 Mengekspresikan kenyamanan pada 1 2 3 4 5

tubuh

 Mengekspresikan pengetahuan kebutuhan 1 2 3 4 5


seks personal
NIC: Konseling seksual

Aktivitas-aktivitas:

- Bangun hubungan teraupetik, didasarkan pada kepercayaan dan rasa hormat


- Tetapkan lamanya hubungan konseling

35
- Berikan privasi dan jaminan kerahasiaan
- Informasikan pada pasien diawal hubungan bahwa seksualitas merupakan bagian yang
penting dalam kehidupandab bahwa penyakit, medikasi, dan stress sering merubah fungsi
seksual
- Dorong pasien untuk mengungkapkan ketakutan dan untuk bertanya mengenai fungsi
seksual
5. Ikterik neonatus b.d belirubin tidak terkonjugasi pada sifilis congenital
(transplasenta ibu ke janin)
NOC
Integritas jaringan :kulit membran mukosa
Definisi : keutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan lendir secara
normal

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


terganggu terganggu terganggu tergang erganggu
gu
SKALA OUTCOME KESELURUHAN

Indikator :
 Suhu kulit 1 2 3 4 5
 sensasi 1 2 3 4 5
 ketebalan 1 2 3 4 5

 keringat 1 2 3 4 5

 testur 1 2 3 4 5

NIC: Fototerapi: Neonatus

Aktivitas-aktivitas:

- Kaji ulang riwayat maternitas dan bayi mengenai adanya faktor risiko terjadinya
hyperbilirubenia, observasi tanda-tanda (warna) kuning

36
- Laporkan hasil laboratoriium pada dokter, isolasi bayi, edukasi keluarga mengenai prosedur
dan perawtaan fototerapi
- Monitor tanda vital per perotokol atau sesuai kebutuhan
- Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol
- Monitor kadar serum bilirubin per protocol atau sesuai dengan permintaan dokter

d. Evaluasi
Dalam 2 x 24 jam setiap tindakan di cek dan pantau untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dan melihat tingkatan dari skala outcome yang telah ditentukan
4. Evidence based

Pengobatan untuk penyakit sifilis yang ditemukan dalam sebuah penelitian


adalah dengan menggunakan pohon guaiac dalam pengobatan sifilis, dan dalam
waktu yang sama juga dapat digunakan dalam pengobatan merkuri. Dari pohon
guaiac, dibuatlah rebusan yang kemudian akan dikonsumsi oleh penderita selama 30
hari. Sebelum minum ramuan, pasien ditutupi selimut untuk mempermudah
pengeluaran keringat. (Tampa, M et al, 2014)
C. Herpes Simpleks
1. Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis)
tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.

2. Epidemiologi

Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (V.H.S)
tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya
terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

3. Etiologi

37
Virus herpes merupakan virus DNA (keluarga herpesviridae). Terdapat dua tipe
virus herpes, yaitu HSV tipe I dan HSV tipe 2. HSV tipe I tidak ditularkan secara
seksual. Transmisi dari virus ini terjadi secara kontak langsung. Kemudian diikuti
dengan fase replikasi dan berakhir dengan fase lisis sel. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu siklus ini adalah 5-6 jam. Masa inkubasi dapat terjadi dalam 2-20
hari.

4. Manifestasi Klinis
a. Infeksi primer berlangsung sekitar 3 minggu dengan gejala sistemik berupa
demam, malaise,anoreksia, dan pembesaran KgB. Lesi di kulit kemudian muncul
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa. Vesikel tersebut dapat
pecah dan menjadi ulkus.
b. Pada herpes simpleks tipe I, predileksi pada pinggang ke atas terutama pada
hidung dan mulut, sementara pada tipe II lokasi predileksi ialah pinggang ke
bawah. Terutama pada area genital. Namun preleksi ini serring sulit dibedakan
karena adanya hubungan secara seksual arogenital.
c. Fase laten sering kali tidak ditemukan gejala klinis. Virus berada dalam keadaan
dorman dan ganglion dorsalis.
d. Infeksi rekurens. Virus herpes simpleks yang sebelumnya dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis akan menjadi aktif dan menimbulkan gejala klinis
yang lebih ringan dibandingkan dengan infeksi prmer. Hal tersebut dipiju oleh
trauma fisik, trauma psikis, sakit, trauma, panas, kontak seksual, atau menstruasi.
Gejala klinis yang ditemukan berupa vesikel berkelompok yang gatal, panas, nyeri
dan berlangsung sekitar 7-10 hari.
e. Herpes simpleks pada kehamilan dapat berbahaya karena virus dapat masuk
melalui plasenta dan sampai kesirkulasi fetus. Hal tersebut dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan janin. Kelainan yang dapat timbul beruba ensefalitis,
keratokonjungtivitis, dan hepatitis.
5. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anemnesis, dan pemeriksaan fisis, serta berdasarkan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan Tzanck dengan pewarnaan giemsa dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.

38
6. Diagnosis Banding
a. Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesiko bulosa.
b. Pada derah genitalia harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole dan ulkus
mikstum, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.
7. Pengobatan

Selama pencegahan rekurens masih merupakan problem, hal tersebut secara


psikologik akan memberatkan penderita.pengobatan secara dini dan tepat memberikan
prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan
rekurens lebih jarang.

Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya pada penyakit-penyakit


dengan tumor di sistem retikulendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang
lama atau fisik yang sangat lemah, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat
dalam dan dapat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia
seperti pada orang dewasa.

8. Patofisiologi
9. Simpleks
Herpes Kontak langsung
ke dalam
Virus S
Herpes (HSV).
membran
mukosa

HSV-1 (kontak HSV-2 (penularan


dengan air liur) secara seksual).

Infeksi prime (2-20 hari).

Lesi berbentuk macula/papula.

Hipertensi pustula Rasa gatal & terbakar

Pecah menjadi ulkus Kerusakan integritas kulit.


39
Demam

Respon sistemik genital


tubuh

Nyeri

Pria : glans penis, batang Wanita (vulva, klitoris,


penis, dll serviks, dan anus)

Gangguan pada
pola seks

Ansietas

Wanita hamil. Struktur kulit berubah


ulkus mole.

Jalan lahir bayi


Gangguan cintra tubuh

Resiko
infeksi

D. Herpes Zoster
1. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster (VZV) pada kulit
dan mukosa, atau merupakan hasil reaktivasi virus setelah infeksi primer.
2. Manifestasi Klinis

40
a. Diawali dengan gejala prodromal berupa demam, pusing, malaise, nyeri otot tulang,
gatal dan pegal.
b. Lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa yang disertai rasa
nyeri, bersifat unilateral dan dermatomal (tidak melewati batas garis tengah) sesuai
tempat persarafan. Masa aktif penyakit ini dapat berlangsung hingga 1 minggu
c. Pembesaran kelenjar getah bening.
d. Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi pada cabang pertama nervus
trigeminus cabang oftalmika sehingga timbul kelainan pada mata.
e. Sindrom Ramsay Hunt : apabila terdapat gangguan pada saraf fasialis dan otikus
yang menyebabkan paralisis otot muka, kelainan kulit sesuai dermatom, tinitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, mual, dan gangguan pengecapan.
3. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan lesi kulit yang khas (vesikel
berkelompok, dermatomal, dan nyeri). Dapat pula dilakukan pemeriksaan Tzanck
untuk membantu diagnosis dengan ditemukan sel datia berinti banyak.
4. Menurut Lokasi Lesi

Lokasi lesi herpes zoster dibagi menjadi beberapa yaitu :

a. Herpes zoster oftalmikus


Herper zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmikus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka

41
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

b. Herpes zoster fasialis


Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

c. Herpes zoster brakialis


Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

d. Herpes zoster torakalis


Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoter yang
mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

42
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

e. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoter yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik pada kulit.
f. Herpes zoster sakralis
Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsu herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

5. Komplikasi
a. Neuralgia pascaherpetik : rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Komplikasi ini kebanyakan timbul pada
usia di atas 40 tahun.

43
b. Komplikasi herpes zoster oflakmikus : ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis,
koriorenitis, neuritis optik.
c. Paralisis motorik muncul dalam 2 minggu pasca-awitan lesi.
6. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Nama :
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
dll
2) Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanankesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3) Riwayat penyakit sekarang

Pada beberapa kasus,timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang


mengalami demam ataupenyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau
pada penderita yangmengalami trauma fisik maupun psikis.
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada aera kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi hebat.
4) Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpessimplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini.
5) Riwayat penyakit keluarga
Ada keluarga yang menderita virus ini
6) Kebiasaan sehari-hari
Dengan adanya nyeri, kebiasaan sehari-hari klien juga dapat
mengalamigangguan, terutama untuk istirahat/tidur dan aktivitas. Terjadi
gangguan BAB dan BAK pada herpes simpleks genitalis. Penyakit ini sering

44
diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secarabersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubunganseksual dengan berganti ganti pasangan
7) Pemeriksaan fisik
- Tekanan Darah, nadi, pernapasan suhu tubuh
- Kulit
Kelembaban kulit, bersih, turgor, tidak terdapat pitting edema, warna kulit,
tidak ada hiperpigmentasi.
- Kepala
Bentuk kepala, kebersihan, lesi, warna rambut
- Mata
Reflek pupil , diameter pupil, konjungtiva, koordinasi gerak mata simetris
dan mampu mengikuti pergerakan.
- Hidung
Simetris, bersih, tidak ada polip atau cuping hidung
- Telinga
Simetris, bersih, tidak ada peradangan
- Mulut
Bentuk bibir,mukosa, lidah, pembesaran tonsil, stomatitis, bintik
kemerahan pada bibir
b. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit

45
c. Intervensi
6. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
NOC :
Kontrol nyeri
Defini : Tindakan pribadai untuk mengontrol nyeri.

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Tidak Jarang Kadang- Sering Secara


perna menunjuk kadang menunj konsisten
menunjuk kan menunjuk ukkan menunju
kan kan kkan
SKALA OUTCOME KESELURUHAN

Indikator :
 Mengenali kapan nyeri terjadi 1 2 3 4 5
 Menggambarkan fokus penyebab 1 2 3 4 5
 Menggunakan tindakan pengurangan 1 2 3 4 5
(nyeri) tanpa analgesik
 Mengenali apa yang terkait dengan gejala 1 2 3 4 5

nyeri
 Menggunakan analgesik yang
direkomendasikan 1 2 3 4 5

 Melaporkan nyeri yang terkontrol 1 2 3 4 5

46
Kontrol gejala

Definisi : Tindakan seseorang untuk mengurangi perubahan fungsi fisik dan emosi yang
dirasakan.

SKALA TARGET OUTCOME : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Tidak Jarang Kadang- Sering Secara


perna menunjuk kadang menunj konsisten
menunjuk kan menunjuk ukkan menunju
kan kan kkan
SKALA OUTCOME KESELURUHAN 1 2 3 4 5

Indikator :
 Memantau munculnya gejala 1 2 3 4 5
 Memantau lamanya bertahannya gejala 1 2 3 4 5
 Melakukan tindakan pencegahan 1 2 3 4 5

 Melakukan tindakan untuk mengurangi 1 2 3 4 5

gejala
 Melaporkan gejala yang dapat dikontrol 1 2 3 4 5

NIC :

a. Pemberian analgesik
Aktivitas-aktivitas :
1. Tentukan lokasi, karateristtik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien.
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
diresepkan.
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Tentukan analgesik sebelumnya, rute pemberian, dan dosis untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri yang optimal.

47
5. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan nyeri.
6. Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian, atau perubahan interval
dibutuhkan, buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik.
b. Manajemen nyeri
Aktivitas-aktivitas :
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karatteristik,onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
2. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
3. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
4. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan
5. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyerinya sesuai kebutuhan.

7. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit


NOC :
Cintra tubuh
Definisi : persepsi terhadap penampilan dan fungsi tubuh sendiri

Skala target outcome : Dipertahankan pada_____Ditingkatkan ke :_____

Tidak Jarang Kadang- Sering Konsiste


pernah positif kadang positif nsi
posistif positif posistif
SKALA OUTCOME KESELURUHAN 1 2 3 4 5

48
Indikator :
 Gambaran internal diri. 1 2 3 4 5
 Kesesuaian antara realitas dan ideal tubuh 1 2 3 4 5
dengan penampilan tubuh.
 Deskripsi bagian tubuh yang terkena 1 2 3 4 5
(dampak)
 Kepuasan dengan penampilan tubuh 1 2 3 4 5

 Sikap terhadap penggunaan strategi untuk


meningkatklan fungsi (tubuh). 1 2 3 4 5

 Kepuasan dengan fungsi tubuh


 Penyesuaian terhadap perubahan tampilan
1 2 3 4 5
fisik
 Penyesuaian terhadap perubahan fungsi
1 2 3 4 5
tubuh
 Penyesuaian terhadap perubahan status
1 2 3 4 5
kesehatan.

NIC :

a. Peningkatan citra tubuh


Aktivitas-aktivitas :
1. Tentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap perkembangan
2. Gunakan bimbingn antisipasif menyiapkan pasien terkait dengan perubahan-perubahan
citra tubuh yang (telah) diprediksikan.
3. Bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan-perubahan (bagian tubuh)
disebabkan adanya penyakit atau pembedahan, dengan cara yang tepat.
4. Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang akan meningkatkan
penampilan.
b. Dukungan kelompok
Aktivitas-aktivitas :

49
1. Kaji tingkatan dan kesesuaian sistem pendukung yang telah ada
2. Manfaatkan kelompok pendukung selama masa transisi untuk membantu pasien
beradaptasi dengan kondisinya
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan
4. Dorong agar setiap peserta dapat menyampaikan pikiran dan pengetahuannya

d. Evaluasi
Dalam 2 x 24 jam setiap tindakan di cek dan pantau untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dan melihat tingkatan dari skala outcome yang telah ditentukan

50
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Gonore, sifilis, dan herpes adalah penyakit gangguan menular seksual yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Ketiga penyakit ini merupakan penyakit yang sering
kita ketemui pada masyarakat, terutama pada masyarakat yang kurang memperhatikan
kebersihan organ genitalianya. Untuk mengatasi penyakit ini dibutuhkan tindakan
keperawatan yang tepat. Tindakan tersebut dibutuhkan untuk mencegah berbagai macam
komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit ini.

B. Saran
Dengan adanya materi mengenai Gonore, sifilis dan herpes maka kita bisa
mengetahui pencegahan, penyebab dan penatalaksanaannya. Oleh karena itu, kami
menyarankan untuk dapat mengimplementasikan gaya hidup yang sehat sehingga tidak
terkena ketiga jenis penyakit ini. Bagi perawat sendiri atau mahasiswa keperawatan
nantinya di rumah sakit atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat.

51
DAFTAR PUSTAKA

Hutapea, N.O., 2009. Sifilis. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Intervention Clasiffication (NIC). Indonesia: Elsevier
Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Sexually Transmitted Disease Surveillance
2008. Georgia: U.S. Department of Health and Human Services, Division of STD Prevention.
J Todd, K Munguti, H Grosskurth et al, 2001. Risk factors for active syphilis and TPHA
seroconversion in a rural African population, Sex Transm Infect 2001;77:37-45:
doi:10.1136/sti.77.1.37.
Tampa, M. Et al (2014) Brief History of Syphilis. 7 (1): 4-10 Journal of medicine and life
Melaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2014.
Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
Nurarif H.A.aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-
Noc.Jogjakarta : Mediaction jogja;2015
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Nanda Defenisi &Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcome
Classification (NOC). Indonesia: Elsevier

52

Anda mungkin juga menyukai