Kelompok IV:
Andi Pramesti Ningsih
Leni Dirgahayu
Israh Yani Ningsih
Rismawati Samad
Modi Hasnah
Bahri
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Gonore, Sifilis dan Herpez”
Terima kasih kepada semua pihak yang membantu, hingga selesainya makalah ini.Seperti
pepatah mengatakan bahwa, “Tak ada gading yang tak retak” demikian pula dengan makalah ini
tentu masih mempunyai banyak kekurangan dan kesalahan, karena itu kepada para pembaca
khususnya dosen mata kuliah dimohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
bertambahnya wawasan kami di bidang ini.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
C. Tujuan ................................................................................................................................. 2
A. Gonore ................................................................................................................................. 3
B. Sifilis .................................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 51
B. Saran ................................................................................................................................. 51
ii
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama
melalui hubungan seksual. Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus, dan
parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhoeae, chlamydia, syphilis, trichomoniasis, chancroid,
herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis B. Di dalam
lingkup masyarakat, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan penyakit yang paling
sering dari semua infeksi.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda laki- laki dan penyebab
kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja
(15- 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi
memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasus-
kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50%- 80% dari semua kasus IMS yang
ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan
akan IMS.
Gonore, sifilis, dan herpes merupakan 3 dari sebagian besar penyakit menular
seksual yang biasa terjadi. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai
penyakit ini juga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit menular seksual.
Olehnya itu penting bagi kita sebagai seorang tenaga kesehatan untuk mengetahui
penyebab dan tindakan yang tepat untuk penanganan ketiga penyakit ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami angkat pada makalah ini adalah :
1
5. Bagaimana pemeriksaan yang dapat kita lakukan untuk gonore, herpez dan
sifilis?
6. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk gonore, herpez dan sifilis ?
7. Diagnose apa saja yang sering muncul untuk gonore, herpez dan sifilis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk kasus sifilis ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gonore, herpez dan sifilis
2. Untuk mengetahui penyebab dari gonore, herpez dan sifilis
3. Untuk mengetahui perjalanan penyakit dari gonore, herpez dan sifilis
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari gonore, herpez dan sifilis
5. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dapat kita lakukan untuk gonore,
herpez dan sifilis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang tepat untuk gonore, herpez dan
sifilis
7. Untuk mengetahui diagnose apa saja yang sering muncul untuk gonore,
herpez dan sifilis
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk kasus sifilis
2
Bab II
Pembahasan
A. Gonore
1. Definisi
Gonore merupakan penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrheae gonokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 μ, panjang 1,6 μ bersifat
tahan asam, kuman ini bersifat gram negatif, tidak tahan lama diudara bebas, cepat
mati pada keadaan kering. Bakteri ini dapat menular kepada orang lain melalui
hubungan seksual dengan penderita dan menginfeksi lapisan dalam uretra, leher
rahim, rektum dan tenggorokan atau bagian putih mata (konjungtiva).
3
terjadi pada aktivitas seksual secara genito-genital, namun dapat juga kontak seksual
secara oro-genital dan ano-genital. Pada laki-laki umumnya menyebabkan uretritis
akut, sementara pada perempuan menyebabkan servisitis yang mungkin saja
asimtomatik.
2. Etiologi
N gonorrhoeae adalah gram negatif, intraseluler, Diplococcus aerobik; lebih
khusus, itu adalah bentuk Diplococcus dikenal sebagai gonococcus tersebut. N
gonorrhoeae menyebar melalui kontak seksual atau melalui penularan vertikal saat
melahirkan. Ini terutama mempengaruhi host epitel kolumnar atau kuboid. Hampir
semua selaput lendir dapat terinfeksi oleh mikroorganisme ini (Wong, 2016).
Banyak faktor yang mempengaruhi cara di mana Gonococci menengahi
virulensi dan patogenisitas mereka. Pili bantuan dalam lampisan gonokokus mukosa
permukaan dan menyebabkan resistensi dengan mencegah konsumsi dan perusakan
oleh neutrofil. Opacity-terkait (Opa) protein meningkatkan kepatuhan antara
gonokokus dan fagosit, mempromosikan invasi ke dalam sel inang, dan mungkin
down-mengatur respon imun (Wong, 2016).
Saluran Porin (Pora, porB) di membran luar berperan sebagai virulensi. strain
gonokokal dengan Pora mungkin memiliki ketahanan yang melekat pada serum
manusia normal dan peningkatan kemampuan untuk menyerang sel-sel epitel,
menjelaskan hubungannya dengan bakteremia (Wong, 2016).
Plasmid yang diperoleh tertentu dan mutasi genetik meningkatkan virulensi.
TEM-1-jenis beta-laktamase (penisilinase) mempengaruhi penisilin mengikat dan
penghabisan pompa dan memberikan resistensi terhadap penisilin. TetM melindungi
ribosom dan memberikan resistensi terhadap tetrasiklin. Perubahan dalam gen gyrA
dan Parc mengakibatkan resistensi fluorokuinolon oleh aktivasi penghabisan dan
penurunan perembesan sel antibiotic (Wong, 2016).
Gonococci menempel pada sel inang mukosa (pili dan Opa protein memainkan
peran utama) dan, dalam waktu 24-48 jam, menembus dan antara sel-sel ke dalam
ruang subepitel. Sebuah respon host khas ditandai dengan invasi dengan neutrofil,
diikuti oleh peluruhan epitel, pembentukan mikroabses submukosa, dan discharge
4
purulen. Jika tidak diobati, makrofag dan limfosit infiltrasi menggantikan neutrofil.
Beberapa strain gonokokus menyebabkan infeksi asimtomatik, yang mengarah ke
carrier asimtomatik pada orang dari kedua jenis kelamin (Wong, 2016).
Kemampuan untuk tumbuh anaerob memungkinkan gonokokus, bila dicampur
dengan darah menstruasi dialirkan atau melekat pada sperma, untuk yang kedua
menyerang struktur genital yang lebih rendah (vagina dan leher rahim) dan kemajuan
ke organ genital bagian atas (endometrium, salpinx, ovarium). Infeksi gonokokal
biasanya mengikuti inokulasi mukosa selama vagina, anal, atau kontak seksual lisan
atau kandungan (Wong, 2016).
a. Infeksi menular Sexual
Infeksi gonokokal biasanya mengikuti inokulasi mukosa selama vagina,
anal, atau kontak seksual oral. Hal ini juga dapat disebabkan oleh inokulasi
mukosa oleh jari yang terkontaminasi atau benda lainnya. Penularan melalui
kontak penis-rektal cukup efisien. Risiko penularan N gonorrhoeae dari ibu yang
terinfeksi ke uretra dari pasangan prianya adalah sekitar 20% per episode
hubungan seks vagina dan naik ke 60-80% setelah 4 atau lebih eksposur.
Sebaliknya, risiko penularan pria-wanita mendekati 50-70% per kontak, dengan
sedikit bukti peningkatan risiko dengan eksposur seksual lebih. Orang yang
memiliki hubungan seks tanpa kondom dengan pasangan baru sering cukup untuk
mempertahankan infeksi dan merupakan penyebar yang paling sering terjadi.
b. Infeksi gonokokal neonatal dan anak
Infeksi gonokokal neonatal dapat mengikuti infeksi konjungtiva, yang
diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. Selain itu, infeksi langsung dapat
terjadi melalui kulit kepala di situs elektroda pemantauan janin. Pada anak-anak,
infeksi dapat terjadi dari pelecehan seksual oleh kontak individual atau terjadi
nonseksual yang diturunkan dari orangtuanya.
c. Autoinokulasi
Autoinokulasi dapat terjadi ketika seseorang menyentuh organ yang terinfeksi
(organ genital) dan kontak kulit atau mukosa.
d. Faktor lainnya
Faktor risiko untuk gonore meliputi berikut ini:
5
1) Paparan seksual untuk pasangan yang terinfeksi tanpa perlindungan
penghalang (misalnya, kegagalan untuk menggunakan kondom atau kondom
kegagalan)
2) Banyak pasangan seks
3) Homoseksualitas laki-laki
4) Status sosial ekonomi rendah
5) Status minoritas - Blacks, Hispanik, dan penduduk asli Amerika memiliki
tingkat tertinggi di Amerika Serikat
6) Penggunaan kokain
7) Usia dini onset aktivitas seksual
8) Penyakit radang panggul (PID) - Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
(IUD)
3. Manifestasi Klinis
Gejala Gonore yang ditimbulkan pada pria dan wanita sangat berbeda. Pada wanita,
gejala urogenital utama gonore meliputi berikut ini:
a. Keputihan: The gejala yang paling umum dari gonorrhea, keputihan dari
endocervicitis biasanya digambarkan sebagai tipis, purulen, dan agak berbau;
Namun, banyak pasien memiliki gejala minimal atau tidak ada dari servisitis
gonore
b. Disuria
c. Perdarahan intermenstruasi
d. Dispareunia (hubungan seksual yang menyakitkan)
e. Nyeri perut ringan rendah
Jika infeksi berkembang menjadi penyakit radang panggul (PID), gejala dapat
mencakup sebagai berikut:
6
f. Perdarahan intermenstruasi
g. Demam, menggigil, mual, dan muntah (kurang umum)
7
Pada neonatus, di antaranya konjungtivitis bilateral (ophthalmia neonatorum)
sering mengikuti persalinan pervaginam dari ibu yang tidak diobati dengan infeksi
gonokokal, gejala konjungtivitis gonokokal adalah sebagai berikut:
a. Sakit mata
b. Kemerahan
c. Debit purulen
4. Patofisiologi
Bakteri gonokokus merusak membran yang melapisi selaput lendir terutama
kanalis endoserviks dan uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus, dan rektum dapat
dijumpai pada kedua jenis kelamin. Penularan terjadi melalui kontak langsung antara
mukosa ke mukosa. Risiko penularan laki-laki kepada perempuan lebih tinggi
daripada penularan perempuan kepada laki-laki terutama karena lebih luasnya selaput
lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina.
Setelah terinokulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat, vas deferens, vesikula
seminalis, epididimis, dan testis pada laki-laki. Pada perempuan infeksi dapat
menyebar ke uretra, kelenjar Skene, kelenjar Bartholin, endometrium, tuba falopii,
dan rongga peritoneum, yang dapat menyebabkan Pelvic Inflammatory Disease(PID)
pada perempuan. Pelvic Inflammatory Disease adalah penyebab utama infertilitas
pada perempuan. Infeksi gonokokus dapat menyebar melalui aliran darah,
menimbulkan bakteremia. Bakteremia dapat terjadi pada laki-laki maupun
perempuan. Perempuan berisiko paling tinggi mengalami penyebaran infeksi pada
saat haid karena terjadinya peningkatan pH diatas 4,5 saat menstruasi. Penularan
perinatal kepada bayi saat lahir, melalui ostium serviks yang terinfeksi, dapat
menyebabkan konjungtivitis dan akhirnya kebutaan pada bayi apabila tidak
didiagnosis dan diobati
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
pembantu yang terdiri atas beberapa tahapan.
a. Sediaan langsung
Pada sediaan langsung dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonokok Gram
negatif, intraselular dan ekstraselular. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari
8
daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara
kelenjar Bartholin dan endoserviks. Pemeriksaan Gram dari duh tubuh uretra pada
pria memiliki sensitivitas tinggi (90-95%) dan spesifisitas 95-99%. Sedangkan
dari endoserviks, sensitivitasnya hanya 45-65%, dengan spesitifitas 90-99%.
Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk dilakukan di klinik luar rumah sakit atau
praktek pribadi, klinik dengan fasilitas laboratorium terbatas seperti kultur,
maupun untuk rumah sakit dengan fasilitas laboratorium lengkapyang memiliki
LG, tes serologi,kultur, dan tes sensitivitas.
b. Kultur (biakan)
Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan). Dua macam media yang
dapat digunakan ialah media transpor dan media pertumbuhan. Berikut adalah
contoh media transport.
1) Media Stuart : hanya untuk transpor saja, sehingga perlu ditanam kembali pada
media pertumbuhan.
2) Media Transgrow : selektif dan nutritif untuk N. gonorrhoeaeedan merupakan
gabungan media transpor dan media pertumbuhan, sehingga tidak perlu
ditanam pada media pertumbuhan. Media ini merupakan modifikasi media
Thayer-Martin dengan menambahkan trimetoprim untuk mematikan proteus spp.
Contoh media pertumbuhan adalah sebagai berikut :
1) Media Thayer-Martin : selektif untuk mengisolasi gonokok. Mengandung
vankomisin untuk menekann pertumbuhan kuman positif-Gram, kolimestat
untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-Gram, dannistatin untuk menekan
pertumbuhan jamur.
2) Modifikasi Thayer-Martin : isinya ditambah dengan trimetoprim untuk
mencegah pertumbuhan kuman Proteus spp.
3) Agar coklat McLeod : dapat ditumbuhi kuman lain selain gonokok.
Pemeriksaan kultur dengan bahan dari duh tubuh uretra pria, sensitivitas nya lebih
tinggi (94-98%) dari duh tubuh endoserviks (85-95%). Sedangkan spesifisitas dari
kedua pemeriksaan tersebut sama yaitu lebih dari 99%. Adapun tes definitif untuk
gonokok adalah sebagai berikut :
9
1) Tes Oksidasi : reagen oksidasi yang mengandung larutan tetramil-p-fenilen-
diamin hidroklorida satu persen ditambahkan pada koloni gonokok. Semua
Neisseria memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula
bening berubah menjadi merah muda sampai merah lembayung.
2) Tes fermentasi : tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai
glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.
c. Tes Beta-Laktamase
Tes ini menggunakan cefinase TM disc. BBL 96192 yang mengandung
chromogenic cephalosporin. Apabila kuman mengandung enzim beta laktamase,
akan menyebabkan perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah.
6. Penatalaksanaan
a. Pengobatan Spesifik Gonore
Sebagian besar gonokokus yang berhasil diisolasi telah resisten terhadap
penisilin, tetrasiklin, dan antimikroba terdahulu lainnya, sehingga obat-obat ini
tidak bisa digunakkan lagi untuk pengobatan gonore. Kanamisin dan tiamfenikol
telah menunjukan keampuhannya kembali di Indonesia setelah lama di
tinggalkan. Secara umum dianjurkan pada semua pasien gonore juga diberikan
pengobatan bersamaan dengan obat anti klamidiosis oleh karena infeksi
campuran antara klamidiosis dan gonore sering dijumpai. Regimen pengobatan
yang dianjurkan
1) Sefiksim : 400 mg per oral, dosis tunggal
2) Levofloksasin : 250 mg per oral dosis tunggal
b. Pilihan pengobatan lain
1) Kanamisin : 2 gr intramuskular dosis tunggal atau,
2) Spektinomisin : 2 gr intramuskular dosis tunggal atau,
3) Tiamfenikol : 3,5 gr per oral dosis tunggal
Untuk meningitis dan endokarditis yang disebabkan oleh gonokokus dapat
diberikan dalam dosis yang sama, namun memerlukan jangka waktu pemberian
yang lebih lama, yaitu selama empat minggu untuk endokarditis.
c. Obat-obatan Infeksi Gonore
1) Sefalosporin
10
Beberapa sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson dosis 125 mg atau 250
mg i.m, dan sefiksim 400 mg per oral dosis tuggal menunjukan efektifitas dalam
pengobatan gonore tanpa komplikasi dan memberi angka kesembuhan lebih dari
95%. Sefiksim memiliki kelebihan karena disamping efektif terhadap galur
Penicilinase Producing Neisseria gonorrhoeae juga dapat diberikan per oral.
Kemanjuran pengobatan sefriakson terhadap gonore telah terbukti. Di sini
terdapat hubungan yang kuat antara konsentrasi hambat minimum (minimum
inhibitory concentration)penisilin dan sefalosporin. Selain untuk pengobatan
gonore ano-genital tanpa komplikasi, pemberian seftriakson dosis tunggal juga
efektif untuk oftalmia nenonatorum, konjungtivitis,dan infeksi faring yang
disebabkan oleh gonokokus.
2) Penisilin
Yang efektif ialah penisilin G prokain akua. Dosis 3-4,8 juta unit + 1 gram
probenesid. Obat tersebut dapat menutupi gejala sifilis. Kontraindikasinya ialah
alergi penisilin.
3) Ampisilin dan Amoksisilin
Ampisilin dosisnya adalah 3,5 gram + 1 gram probenesid, dan amoksisilin 3
gram + 1 gram probenesid. Suntikan ampisilin tidak dianjurkan.
Kontraindikasinya adalah alergi penisilin.
4) Spektinomisin
Dosisnya adalah 2 gram i.m. baik untuk penderita yang alergi penisilin, dan
yang mengalami kegagalan pengobatan dengan penisilin.
5) Kanamisin
Dosisnya adalah 2 gram i.m. Kebaikan obat ini sama dengan spektinomisin.
Kontraindikasinya adalah kehamilan.
6) Tiamfenikol
Dosisnya adalah 2,5-3,5 gram, secara oral. Tidak dianjurkan pemakaian pada
kehamilan.
7) Kuinolon
Dari golongan kuinolon, obat yang menjadi pilihan adalah ofloksasin 400 mg,
siprofloksasin 250-500 mg, dan norfloksasin 800 mg secara oral. Mengingat
11
pada beberapa tahun terakhir ini resistensi terhadap siprofloksasin dan
ofloksasin semakin tinggi, maka golongan kuinolon yang dianjurkan adalah
levofloksasin 250 mg per oral dosis tunggal
12
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Data identitas
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Agama
5) Suku
6) Pekerjaan
7) Pendidikan
8) Status perkawainan
9) Alamat
10) Tanggal masuk rumah sakit
Keluhan Utama : Biasanya nyeri (saat kencing)
Riwayat penyakit dahulu : Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit berat
(sinovitis, artritis).
Riwayat penyakit sekarang
P = Tanyakan penyebab terjadinya infeksi
Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut.
R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar,,,
S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan
T = Kapan keluhan dirasakan
Riwayat kesahatan keluarga : Tanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama seperti yang diderita sekarang.
Pengkajian persistem
a. Sistem Integumen
Biasanya terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra, genital lesions dan skin rashes.
b. Sistem Kardiovaskuler
Kaji apakah bunyi jantung normal / mengalami gangguan, biasanya pada klien bunyi
jantung normal, namun akan mengalami peningkatan nadi karena proses dari
inflamasi yang mengakibatkan demam.
13
c. Sistem Pernafasan
Perlu dikaji pola nafas klien, auskultasi paru – paru untuk mengetahui bunyi nafas,
dan juga kaji anatomi pada sistem pernafasan, apakah terjadi peradangan atau tidak.
Biasanya pada klien terdapat peradangan pada faringnya karena adanya penyakit.
d. Sistem Penginderaan
Kaji konjungtiva, apakah ada peradangan / tidak.( Konjungtiva tidak mengalami
peradangan, namun akan mengalami peradangan jika pada konjungtivitis gonore dan
juga bisa ditemukan adanya pus )
e. Sistem Pencernaan
Kaji mulut dan tenggorokan termasuk toksil.
Apakah terdapat diare / tidak.
Anus
Biasanya pasien mengalami inflamasi jaringan akibat infeksi yang menyebabkan klien
sulit dan nyeri saat BAB
f. Sistem Perkemihan
Biasanya klien akan mengalami, retensi urin karena inflamasi prostat, keluar nanah
dari penis dan kadang–kadangujung uretra disertai darah, pembengkakan frenulum
pada pria, dan pembengkakan kelenjar bartoloni serta labio mayora pada wanita
yang juga disertai dengan nyeri tekan.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d reaksi inflamasi
2) Hipertermi b.d adanya reaksi inflamasi
3) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit
4) Disfungsi seksual bd. Proses penyakit
14
c. Intervensi
1) Nyeri b.d reaksi inflamasi
NOC
Keparahan gejala
15
Suhu tubuh 1 2 3 4 5 NA
NIC
Pemberian analgesic
Aktivitas-aktivitas
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati
- Cek perintah pengobatan yang meliputi obat, dosis dan frekuensi obat analgesic
yang diresepkan (Mis. Penisilin)
- Cek adanya alergi
- Berikan analgesic sesuai dengan intruksi
- Evaluasi keefektifan analgesic dengan interval yang teratur setelah pemberian
khususnya pemberian pertama kali, juga observasi tanda dan gejala efek
samping
- Ajarkan tentang penggunaan analgesic, strategi penggunaan efek samping.
Manajemen nyeri
Aktivitas-aktivitas :
16
- Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu yang meliputi riwayat nyeri kronik
individu atau keluarga atau nyeri yang menyebabkan
disability/ketidakmampuan/kecatatan, dengan tepat
Inspirasi harapan
Aktivitas-aktivitas :
- Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi area harapan dalam hidup
- Demontrasikan harapan dengan menunjukkan sesuatu dalam diri pasien adalah
sesuatu yang berharga
- Jangan memalsukan hal yang sebenarnya
- Fasilitasi kaitan antara kehilangan personal pasien dengan gambaran dirinya
- Dukung hubungan terapeutik dengan orang yang peting bagi pasien
- Ajarkan tentang aspek positif mengenai harapan
2) Hipertermi b.d adanya reaksi inflamasi
NOC
Tingkat ketidaknyamanan
17
- Pemberian kompres hangat/dingin
- Pastikan langkah keamanan pasien yang gelisah atau mengalami delirium
- Lembabkan hidung yang kering
Pengaturan suhu
- Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
- Sesuaikan suhu lingkungan untuk kebutuhan pasien
- Berikan obat antipiretik
3) Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit
NOC
Tingkat kecemasan
Pengurangan kecemasan
18
- Control stimulus untuk kebutuhan klien secara tepat
- Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan
Peningkatan koping
19
kenyamanan pada
tubuh
Mengkomunikasikan 1 2 3 4 5 NA
kebutuhan seks
terhadap pasangan
Identitas seksual
20
terjadi pada
seksual
NIC
Konseling seksual
- Bangun hubungan terapeutik dedasarkan pada kepercayaan dan rasa hormat
- Tetapkan lamanya konseling
- Berikan privasi dan jaminan kerahasiaan
- Kumpulkan riwayat seksualitas pasien
- Dorong pasien untuk mengungkapkan ketakutan dan bertanya tentang fungsi
seksual
- Mulai dengan topic yang paling tidak sensitive dan lanjutkan dengan pertanyaan
yang sensitive
- Monitor timbulnya stress, kecemasan dan depresi
- Berikan informasi tentang informasi seksual
- Kenalkan pasien dengan orang yang pernah mengalami gonore dan berhasil
mengatasi masalah
- Diskusikan bentuk alternative ekspresi seksual yang dapat diterima pasien
Pengajaran : sex aman
- Dapatkan riwayat seksual, termasuk jumlah pasangan seksual terakhir dan
kejadian pengobatan masa lalu dengan infeksi menular seksual (IMS)
- ajarkan pasien mengenai IMS dan kontresepsi, sesuai keperluan
- intruksikan pasien mengani factor-faktor yang meningkatkan IMS
- Diskusikan pengetahuan pasien, pemahaman, motivasi dam tingkat komitmen
mengenai berbagai metode perlindungan seksual
- Diskusikan agama, budaya, perkembangan, sosio ekonomi dan pertimbangna
individu berkenaan dengan pilihan perlindungan selsial
- Anjurkan pasien mengenai pentingnya kebersihan
- Anjurkan pasien menggunakan kondom yang tepat (mis. Bagaimana memilih,
menjaga utuh, mengaplikasikan dan melepaskan)
d. Evaluasi
21
Dalam 2 x 24 jam setiap tindakan di cek dan pantau untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dan melihat tingkatan dari skala outcome yang telah ditentukan
B. Sifilis
1. Definisi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Trapenoma pallidum;
sangat kronik dan bersifat sistemik. Pada perjalanan dapat menyerang hampir semua
alat tubuh, dapat menyerupai berupa penyakit, mempunyai masa laten, dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin. Biasanya sifilis dibagi tiga tahap yaitu sifilis primer
berupa egek primer, sifilis sekunder berupa stadium penyebaran sistemik, dan sifilis
tersier yang berupa kelainan organ dan sistem saraf pusat (Hutapea, 2010)
2. Etiologi
Penyebab sifilis adalah bakteri dari famili Spirochaetaceae, ordo
Spirochaetales dan Genus Treponema spesiesTreponema pallidum. Pada Tahun 1905
penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman yaitu Treponema pallidum.
Treponema berupa spiral halus, panjang 5-15 mikron dan diameter 0,009-0,5 mikron,
setiap lekukan gelombang berjarak 1 mikron dan rata-rata setiap bakteriterdiri dari 8-
14 gelombang dan bergerak secara aktif, karena spiralnya sangat halus maka hanya
dapat dilihat pada mikroskop lapangan gelap dengan menggunakan teknik
22
immunofluoresensi. Kuman ini bersifat anaerob dan diantaranya bersifat patogen
pada manusia (CDC, 2010). Ada tiga macam antigen Treponema pallidum yaitu
protein tidak tahan panas, polisakarida, dan antigen lipoid. Dalam keadaan anaerob
pada suhu 25°C, Treponema pallidum dapat bergerak secara aktif dan tetap hidup
selama 4-7 hari dalam perbenihan cair yang mengandung albumin, natrium karbonat,
piruvat, sistein, ultrafiltrat serum sapi. Kuman ini sukar diwarnaidengan zat warna
lilin tetapi dapat mereduksi perak nitrat menjadi logam perak yang tinggal melekat
pada permukaan Universitas Sumatera Utara sel kuman. Kuman berkembang biak
dengan cara pembelahan melintang. Waktu pembelahan kuman ini kira-kira 30 jam (J
Todd et.al, 2001)
3. Manifestasi klinis
Gejala klinis penyakit sifilis menurut klasifikasi WHO sebagai berikut
(CDC, 2010) :
a. Sifilis Dini
1. Sifilis Primer Sifilis stadium I (Sifilis primer), timbul 10-90 hari setelah
terjadi infeksi. Lesi pertama berupa makula atau papula merah yang
kemudian menjadi ulkus (chancre), dengan pinggir keras, dasar ulkus
biasanya merah dan tidak sakit bila dipalpasi. Sering disertai dengan
pembengkakan kelenjar getah bening regional. Lokalisasi chancre
sering pada genitalia tetapi bisa juga ditempat lain seperti bibir, ujung
lidah, tonsil, jari tangan dan puting susu. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa chancre serta
ditemuiTreponema pallidum pada pemeriksaan stadium langsung
dengan mikroskop lapangan gelap. Apabila pada hari pertama hasil
pemeriksaan sediaan langsung negatif, pemeriksaan harus diulangi lagi
selama tiga hari berturut-turut dan bila tetap negatif, diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan serologis. Selamadalam
pemeriksaan sebaiknya ulkus dibersihkan atau dikompres dengan
larutan garam faal fisiologis.
2. Sifilis Sekunder
23
(S II) Timbul setelah 6-8 minggu sejak S I. Pada beberapa kasus
keadaan S II ini sering masih disertai S I. Pada S II dimulai dengan
gejala konsistensi seperti anoreksia, demam, athralgia, angina. Pada
stasium ini kelainan pada kulit, rambut, selaput lendir mulut dan
genitalia, kelenjar getah bening dan alat dalam. Kelainan pada kulit
yang kita jumpai pada S II ini hampir menyerupai penyakit kulit yang
lain, bisa berupa roseola, papel-papel, papulo skuamosa, papulokrustosa
dan pustula. Pada SII yang dini biasanya kelainan kulit yang khas pada
telapak tangan dan kaki. Kelainan selaput lendir berupa plakula atau
plak merah (mucous patch) yang disertai perasaan sakit pada
tenggorokan (angina sifilitica eritematosa). Pada genitalia sering kita
jumpai adanya papul atau plak yang datar dan basah yang disebut
kondilomata lata. Kelainan rambut berupa kerontokan rambut setempat
disebut alopesia areata. Kelainan kuku berupa onikia sifilitaka, kuku
rapuh berwarna putih, suram ataupun terjadi peradangan (paronikia
sifilitaka). Kelainanmata berupa uveitis anterior.Kelainan pada hati bisa
terjadi hepatitis dengan pembesaran hati dan ikterus ringan. Kelainan
selaput otak berupa meningitis dengan keluhan sakit kepala, muntah
dan pada pemeriksaan cairan serebro spinalis didapati peninggian
jumlah sel dan protein. Untuk menegakkan diagnosis, disamping
kelainan fisik juga diperlukan pemeriksaan serologis.
3. Sifilis Laten Dini
Gejala klinis tidak tampak, tetapi hasil pemeriksaan tes serologi
untuk sifilis positif.Tes yang dilanjutkan adalah VDRL dan TPHA.
24
seropurulen dan kadang-kadang disertai jaringan nekrotik sehingga
terbentuk ulkus. Gumma ditemukan pada kulit, mukosa mulut, dan organ
dalam terutama hati. Dapat pula dijumpai kelainan pada tulang dengan
keluhan, nyeri pada malam hari. Pada pemeriksaan radiologi terlihat
kelainan pada tibia, fibula, humerus, dan tengkorak berupa periostitis atau
osteitis gummatosa. Pemeriksaan TSS positif.
2. Sifilis Kardiovaskuler
Timbul 10-40 tahun setelah infeksi primer dan terdapat pada sekitar
10% kasus lanjut dan 40% dapat bersama neurosifilis. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan berdasar gejala klinis, foto sinar X dan pemerikasaan pembantu
lainnya. Sifilis kardiovaskuler dapat dibagi dalam 3 tipe: Sifilis pada
jantung, pada pembuluh darah, pada pembuluh darah sedang. Sifilis pada
jantung jarang ditemukan dan dapat menimbulkan miokarditis difus atau
guma pada jantung. Pada pembuluh darah besar, lesi dapat timbul di aorta,
arteri pulmonalis dan pembuluh darah besar yang berasal dari aorta.
Aneurisma umumnya terdapat pada aorta asendens, selain itu juga pada
aorta torakalis dan abdominalis. Pembuluh darah sedang, misalnya aorta
serebralis dan aorta medulla spinalis paling sering terkena. Selain itu aorta
hepatitis dan aorta femoralis juga dapat diserang (J Todd, 2001).
25
dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula
encer kemudian menjadi bertambah pekat, purulen dan hemoragik.
c. Kelainan kulit: makula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada
sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan
kaki, makula, papula atau papuloskuamosa tersebar secara generalisata
dan simetris.
d. Kelainan tulang: osteokondritis, periostitis dan osteitis pada tulang-
tulang panjang merupakan gambaran yang khas.
e. Kelenjar getah bening: limfadenitis generalisata.
f. Mata : koreoretinitis, galukoma dan uveitis.
g.Susunan saraf pusat: meningitis sifilitika akuta.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) dengan bahan pemeriksaan dari
bagian dalam lesi. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl
fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara
menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian serum diperiksa pada
lapangan gelap untuk melihat ada tidaknya T.pallidum berbentuk ramping,
dengan gerakan lambat dan angulasi. Bahan apusan lesi dapat pula diperiksa
dengan metode mikroskop fluoresensi, namun pemeriksaan ini memberikan
hasil yang kurang dapat dipercaya sehingga pemeriksaan dark field lebih
umum dilaksanakan.
b. Penentuan antibodi di dalam serum yang timbul akibat infeksi T.pallidum. Tes
yang dilakukan sehari-hari dapat menunjukkan reaksi IgM dan juga IgG tetapi
tidak dapat menunjukkan antibodi spesifik adalah tes Wasserman, tes Kahn,
tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory), tes RPR (Rapid Plasma
Reagin) dan tes Automated Reagin. Tes-tes tersebut merupakan tes standar
26
untuk sifilis dan memiliki spesifisitas rendah sebab dapat menunjukkan hasil
positif semu. Sedangkan tes RPCF ( Reiter Protein Complement Fixation)
merupakan tes yang dapat menunjukkan kelompok antibodi spesifik. Tes
dengan spesifitas tinggi dan dapat menentukan antibodi spesifik sifilis ini
adalah tes TPI, tes FTA-ABS, tes TPHA dan tes Elisa (Hutapea, 2009).
27
Patofisiologi
Penjalaran hematogen
Kuman berkembang biak
menyebar ke semua jaringan
Pembentukan
bilirubin pada bayi
terganggu,udema
Sum-sum tulang Otak
belakang
Ikterik neonatus
Tik ,meningitis
Jaringan kulit
Nyeri kepala, pusing,
Disfungsi seksual penglihatan kabur, dan mual
Nyeri
Ulkus
Lokasi : lidah, tonsil, anus, dan genital Terasa gatal dan panas
eksternal (pria : sulkus koronarius, wanita :
labia mayora dan minora ) .
Resiko infeksi
4. Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi utama, standar yang modus lain dari terapi
dinilai dan satu-satunya terapi yang telah digunakana secara luas untuk neurosifilis,
sifilis, kingenital, atau sifilis selama kehamilan.
Terapi empiris antibiotik harus komprensif dan harus mencakup semua patcgen
mungkin dalam konenteks pengaturan klinis.
1. Penisilin G benzatin (bicillin L-A ) ; untuk infeksi sifilis primer dan sekunder
2. Penisilin G prokain ; penisilin G prokain adalah agen lini pertama untuk
mengobatii sifilis laten
3. Doksisiklin (dorix, vibramycin) ; digunakan sebagai terapy alternatif untuk infeksi
ssifilis. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat ribosom 30S unit,
mencegah sintesis protein.
29
4. Tetrasiklin (sumycin) ; tetrasiklin digunakan sebagai terapi alternative untuk
infeksi sifilis.menghambat pertumbuhan bakteri dengan mengikat ribosom 30S
unit, mencegah sintesis protein.
5. Eritromisin (E.E.S , E-Mycin); eritromisin menghambat pertumbuhan bakteri. Hal
ini digunakan untuk mengobati infeksi staphylococcal dan streptokokus.
6. Ceftriaxone (rocephin ) ;cetriaxone merupakan agen alternatif untuk penisilin-
alergi pasien
7. Azitromisin (zithromax)
Obat ini digunakan untuk mengobati ringan samapi sedang infeksi mikroba.selain
antibiotik, urikosurik juga digunakan untuk meningkatkan konsentrasi serum
antibiotic tertentu dan obat lain. Urikosurik yang digunakan biasanya adalah
probenesid.probenesid menghambat sekresi tubular penisilin dan biasanya
meningkat penisilin kadar plasma oleh ruteantibiotik yang diberikan probenesid
digunakan sebagai tambahan terhadap penisilin pada sifilis laten dan neurosifilis.
5. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Nama :
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
dll
2) Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksa dan terdapat lesi pada kulit
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat sifilis pada anggota keluarga yang lain
6) Pengkajian persistem
30
1) Sistem integument
Kulit : biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.
2) Kepala dan leher
31
c. Intervensi
1. Hipretermi b.d infasi kuman
NOC :
Status kenyamanan
Defini : keseluruhan rasa nyaman dan keamanan individu secara fisik,
psikospiritual,social budaya, dan lingkungan.
Indikator :
Kesejahtraan fisik 1 2 3 4 5
Lingkungan fisik 1 2 3 4 5
Dukungan sosial dari keluarga 1 2 3 4 5
Hubungan social
Kehidupan spiritual 1 2 3 4 5
Aktivitas-aktivitas:
- Alokasikan kesesuaian luas ruangan per pasien, seperti yang diindikasikan oleh pedoman
Pusat Penegendalian dan Pencegahan Penyakit.
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien
- Ganti peralatan perawatan per pasien sesuai protocol institusi
- Tempatkan isolasi sesuai tindakan pencegahan yang ssesuai.
- Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga kesehatan
32
NOC
Indikator :
Mengenali kapan nyeri 1 2 3 4 5
Menggambarkan factor penyebab 1 2 3 4 5
Menggunakan analgesic yang 1 2 3 4 5
direkomendasikan
Melaporkan perubahan terhadap gejala 1 2 3 4 5
Aktivitas-aktivitas:
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
- Cek riwayat adanya alergi
- Evaluasi kemampuan pasien untuk berperan serta dalam pemilihan analgesik, rute dan dosis
dan keterlibatan pasien sesuai kebutuhan
- Pilih analgesik atau kombinasi analgesic yang sesuai ketika lebih dari satu diberikan
- Monior tanda-tanda vital sebelum dan sesudah memberikan analgesic narkotik pada
pemberian dosis pertama kali jika ditemukan TTV yang tidak biasa
33
3. Kerusakan integritas kulit b.d diagnosis sifilis
NOC
Penyembuhan luka sekunder
Definisi : tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka
Indikator :
Drainase purulen 1 2 3 4 5
Peradangan luka 1 2 3 4 5
Granulasi 1 2 3 4 5
Kulit melepuh 1 2 3 4 5
Aktivitas-aktivitas:
NOC
34
Fungsi seksual
Definisi : integritas aspek fisik,sosial emosional dan intelegtual pada ekspresi dan
perilaku seksual
Indikator :
Mengekspresikan kemampuan untuk 1 2 3 4 5
melakukan aktivitas seksual meskipun
mengalami ketidak sempurnaan fisik
Mengeekspresikan kepercayaan diri 1 2 3 4 5
Mengkomunikasikan dengan pasangan 1 2 3 4 5
tubuh
Aktivitas-aktivitas:
35
- Berikan privasi dan jaminan kerahasiaan
- Informasikan pada pasien diawal hubungan bahwa seksualitas merupakan bagian yang
penting dalam kehidupandab bahwa penyakit, medikasi, dan stress sering merubah fungsi
seksual
- Dorong pasien untuk mengungkapkan ketakutan dan untuk bertanya mengenai fungsi
seksual
5. Ikterik neonatus b.d belirubin tidak terkonjugasi pada sifilis congenital
(transplasenta ibu ke janin)
NOC
Integritas jaringan :kulit membran mukosa
Definisi : keutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan lendir secara
normal
Indikator :
Suhu kulit 1 2 3 4 5
sensasi 1 2 3 4 5
ketebalan 1 2 3 4 5
keringat 1 2 3 4 5
testur 1 2 3 4 5
Aktivitas-aktivitas:
- Kaji ulang riwayat maternitas dan bayi mengenai adanya faktor risiko terjadinya
hyperbilirubenia, observasi tanda-tanda (warna) kuning
36
- Laporkan hasil laboratoriium pada dokter, isolasi bayi, edukasi keluarga mengenai prosedur
dan perawtaan fototerapi
- Monitor tanda vital per perotokol atau sesuai kebutuhan
- Ubah posisi bayi setiap 4 jam per protocol
- Monitor kadar serum bilirubin per protocol atau sesuai dengan permintaan dokter
d. Evaluasi
Dalam 2 x 24 jam setiap tindakan di cek dan pantau untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dan melihat tingkatan dari skala outcome yang telah ditentukan
4. Evidence based
2. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus herpes simpleks (V.H.S)
tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II biasanya
terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
3. Etiologi
37
Virus herpes merupakan virus DNA (keluarga herpesviridae). Terdapat dua tipe
virus herpes, yaitu HSV tipe I dan HSV tipe 2. HSV tipe I tidak ditularkan secara
seksual. Transmisi dari virus ini terjadi secara kontak langsung. Kemudian diikuti
dengan fase replikasi dan berakhir dengan fase lisis sel. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan satu siklus ini adalah 5-6 jam. Masa inkubasi dapat terjadi dalam 2-20
hari.
4. Manifestasi Klinis
a. Infeksi primer berlangsung sekitar 3 minggu dengan gejala sistemik berupa
demam, malaise,anoreksia, dan pembesaran KgB. Lesi di kulit kemudian muncul
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa. Vesikel tersebut dapat
pecah dan menjadi ulkus.
b. Pada herpes simpleks tipe I, predileksi pada pinggang ke atas terutama pada
hidung dan mulut, sementara pada tipe II lokasi predileksi ialah pinggang ke
bawah. Terutama pada area genital. Namun preleksi ini serring sulit dibedakan
karena adanya hubungan secara seksual arogenital.
c. Fase laten sering kali tidak ditemukan gejala klinis. Virus berada dalam keadaan
dorman dan ganglion dorsalis.
d. Infeksi rekurens. Virus herpes simpleks yang sebelumnya dalam keadaan tidak
aktif pada ganglion dorsalis akan menjadi aktif dan menimbulkan gejala klinis
yang lebih ringan dibandingkan dengan infeksi prmer. Hal tersebut dipiju oleh
trauma fisik, trauma psikis, sakit, trauma, panas, kontak seksual, atau menstruasi.
Gejala klinis yang ditemukan berupa vesikel berkelompok yang gatal, panas, nyeri
dan berlangsung sekitar 7-10 hari.
e. Herpes simpleks pada kehamilan dapat berbahaya karena virus dapat masuk
melalui plasenta dan sampai kesirkulasi fetus. Hal tersebut dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan janin. Kelainan yang dapat timbul beruba ensefalitis,
keratokonjungtivitis, dan hepatitis.
5. Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anemnesis, dan pemeriksaan fisis, serta berdasarkan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan Tzanck dengan pewarnaan giemsa dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
38
6. Diagnosis Banding
a. Herpes simpleks di daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan
impetigo vesiko bulosa.
b. Pada derah genitalia harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole dan ulkus
mikstum, maupun ulkus yang mendahului penyakit limfogranuloma venereum.
7. Pengobatan
8. Patofisiologi
9. Simpleks
Herpes Kontak langsung
ke dalam
Virus S
Herpes (HSV).
membran
mukosa
Nyeri
Gangguan pada
pola seks
Ansietas
Resiko
infeksi
D. Herpes Zoster
1. Definisi
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster (VZV) pada kulit
dan mukosa, atau merupakan hasil reaktivasi virus setelah infeksi primer.
2. Manifestasi Klinis
40
a. Diawali dengan gejala prodromal berupa demam, pusing, malaise, nyeri otot tulang,
gatal dan pegal.
b. Lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa yang disertai rasa
nyeri, bersifat unilateral dan dermatomal (tidak melewati batas garis tengah) sesuai
tempat persarafan. Masa aktif penyakit ini dapat berlangsung hingga 1 minggu
c. Pembesaran kelenjar getah bening.
d. Pada herpes zoster oftalmikus terjadi infeksi pada cabang pertama nervus
trigeminus cabang oftalmika sehingga timbul kelainan pada mata.
e. Sindrom Ramsay Hunt : apabila terdapat gangguan pada saraf fasialis dan otikus
yang menyebabkan paralisis otot muka, kelainan kulit sesuai dermatom, tinitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, mual, dan gangguan pengecapan.
3. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan lesi kulit yang khas (vesikel
berkelompok, dermatomal, dan nyeri). Dapat pula dilakukan pemeriksaan Tzanck
untuk membantu diagnosis dengan ditemukan sel datia berinti banyak.
4. Menurut Lokasi Lesi
41
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.
42
Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.
5. Komplikasi
a. Neuralgia pascaherpetik : rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan
lebih dari sebulan setelah penyakit sembuh. Komplikasi ini kebanyakan timbul pada
usia di atas 40 tahun.
43
b. Komplikasi herpes zoster oflakmikus : ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis,
koriorenitis, neuritis optik.
c. Paralisis motorik muncul dalam 2 minggu pasca-awitan lesi.
6. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas
Nama :
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
dll
2) Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanankesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul.
3) Riwayat penyakit sekarang
44
diderita olehklien yang mempunyai kebiasaan menggunakan alat-alat pribadi
secarabersama-sama atau klien yang mempunyai kebiasaan melakukan
hubunganseksual dengan berganti ganti pasangan
7) Pemeriksaan fisik
- Tekanan Darah, nadi, pernapasan suhu tubuh
- Kulit
Kelembaban kulit, bersih, turgor, tidak terdapat pitting edema, warna kulit,
tidak ada hiperpigmentasi.
- Kepala
Bentuk kepala, kebersihan, lesi, warna rambut
- Mata
Reflek pupil , diameter pupil, konjungtiva, koordinasi gerak mata simetris
dan mampu mengikuti pergerakan.
- Hidung
Simetris, bersih, tidak ada polip atau cuping hidung
- Telinga
Simetris, bersih, tidak ada peradangan
- Mulut
Bentuk bibir,mukosa, lidah, pembesaran tonsil, stomatitis, bintik
kemerahan pada bibir
b. Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
45
c. Intervensi
6. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
NOC :
Kontrol nyeri
Defini : Tindakan pribadai untuk mengontrol nyeri.
Indikator :
Mengenali kapan nyeri terjadi 1 2 3 4 5
Menggambarkan fokus penyebab 1 2 3 4 5
Menggunakan tindakan pengurangan 1 2 3 4 5
(nyeri) tanpa analgesik
Mengenali apa yang terkait dengan gejala 1 2 3 4 5
nyeri
Menggunakan analgesik yang
direkomendasikan 1 2 3 4 5
46
Kontrol gejala
Definisi : Tindakan seseorang untuk mengurangi perubahan fungsi fisik dan emosi yang
dirasakan.
Indikator :
Memantau munculnya gejala 1 2 3 4 5
Memantau lamanya bertahannya gejala 1 2 3 4 5
Melakukan tindakan pencegahan 1 2 3 4 5
gejala
Melaporkan gejala yang dapat dikontrol 1 2 3 4 5
NIC :
a. Pemberian analgesik
Aktivitas-aktivitas :
1. Tentukan lokasi, karateristtik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien.
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
diresepkan.
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Tentukan analgesik sebelumnya, rute pemberian, dan dosis untuk mencapai hasil
pengurangan nyeri yang optimal.
47
5. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu relaksasi untuk
memfasilitasi penurunan nyeri.
6. Kolaborasi dengan dokter apakah obat, dosis, rute pemberian, atau perubahan interval
dibutuhkan, buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik.
b. Manajemen nyeri
Aktivitas-aktivitas :
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karatteristik,onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
2. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
3. Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
4. Bantu keluarga dalam mencari dan menyediakan dukungan
5. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat prosedur.
6. Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman nyerinya sesuai kebutuhan.
48
Indikator :
Gambaran internal diri. 1 2 3 4 5
Kesesuaian antara realitas dan ideal tubuh 1 2 3 4 5
dengan penampilan tubuh.
Deskripsi bagian tubuh yang terkena 1 2 3 4 5
(dampak)
Kepuasan dengan penampilan tubuh 1 2 3 4 5
NIC :
49
1. Kaji tingkatan dan kesesuaian sistem pendukung yang telah ada
2. Manfaatkan kelompok pendukung selama masa transisi untuk membantu pasien
beradaptasi dengan kondisinya
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan
4. Dorong agar setiap peserta dapat menyampaikan pikiran dan pengetahuannya
d. Evaluasi
Dalam 2 x 24 jam setiap tindakan di cek dan pantau untuk mengetahui tingkat
keberhasilannya dan melihat tingkatan dari skala outcome yang telah ditentukan
50
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Gonore, sifilis, dan herpes adalah penyakit gangguan menular seksual yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Ketiga penyakit ini merupakan penyakit yang sering
kita ketemui pada masyarakat, terutama pada masyarakat yang kurang memperhatikan
kebersihan organ genitalianya. Untuk mengatasi penyakit ini dibutuhkan tindakan
keperawatan yang tepat. Tindakan tersebut dibutuhkan untuk mencegah berbagai macam
komplikasi yang bisa terjadi dari penyakit ini.
B. Saran
Dengan adanya materi mengenai Gonore, sifilis dan herpes maka kita bisa
mengetahui pencegahan, penyebab dan penatalaksanaannya. Oleh karena itu, kami
menyarankan untuk dapat mengimplementasikan gaya hidup yang sehat sehingga tidak
terkena ketiga jenis penyakit ini. Bagi perawat sendiri atau mahasiswa keperawatan
nantinya di rumah sakit atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya dapat memberikan
asuhan keperawatan yang tepat.
51
DAFTAR PUSTAKA
Hutapea, N.O., 2009. Sifilis. In: Daili, S.F., et al., Infeksi Menular Seksual. 4th ed. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Intervention Clasiffication (NIC). Indonesia: Elsevier
Centers for Disease Control and Prevention, 2010. Sexually Transmitted Disease Surveillance
2008. Georgia: U.S. Department of Health and Human Services, Division of STD Prevention.
J Todd, K Munguti, H Grosskurth et al, 2001. Risk factors for active syphilis and TPHA
seroconversion in a rural African population, Sex Transm Infect 2001;77:37-45:
doi:10.1136/sti.77.1.37.
Tampa, M. Et al (2014) Brief History of Syphilis. 7 (1): 4-10 Journal of medicine and life
Melaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI; 2014.
Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
Nurarif H.A.aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-
Noc.Jogjakarta : Mediaction jogja;2015
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Nanda Defenisi &Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcome
Classification (NOC). Indonesia: Elsevier
52