Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS KONSTRUKSI

ANALISIS KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL

RUMAH BANJAR

LOKASI RUMAH BANJAR

RUMAH BANJAR

• Rumah Baanjung (Ba'anjung) adalah nama kolektif untuk rumah

tradisional suku Banjar dan suku Dayak Bakumpai. Suku Banjar biasanya

menamakan rumah tradisonalnya dengan sebutan Rumah Banjar atau

Rumah Bahari.
• Umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun dengan beranjung (bahasa

Banjar: ba-anjung), yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping

kanan dan kiri bangunan utama, karena itulah disebut Rumah Ba'anjung

(ber-anjung).

ANALISIS KONSTRUKSI :

 BENTUKAN ATAP DAN KEMIRINGAN

 DINDING DAN BUKAAN

 KETINGGIAN BANGUNAN

 KERANGKA

 LANTAI

BENTUKAN ATAP DAN KEMIRINGANNYA

• Rumah Adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi

karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45º.

Bahan atapnya terbuat dari sirap dengan bahan kayu Ulin atau atap rumbia.

• Kemiringan atap nya 45º berfungsi untuk mempermudah air mengalir

kebawah. Seperti yang diketahui bahwa Banjarmasin adalah kota dengan


curah hujan yang tinggi dengan rata-rata 236 mm, hari hujan 157 hari/tahun

(pengaruh angin muson barat)

DINDING DAN BUKAAN

• Dindingnya terdiri dari papan yang dipasang dengan posisi berdiri, sehingga

di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk

menempelkannya. Bahannya dari papan Ulin sebagai dinding muka. Pada

bagian samping dan belakang serta dinding Tawing Halat menggunakan


kayu Ulin atau Lanan. Pada bagian Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung

Jurai dan Ruang Padu, terkadang dindingnya menggunakan Palupuh.

• Memiliki bukaan yang cukup banyak untuk sirkulasi udara (agar udara bisa

banyak masuk ke bangunan ), hal di karenakan suhu kota banjar yang berada

pada Suhu udara 25 º -38 º C relatif panas.

KETINGGIAN BANGUNAN

• Keadaan alam yang berawa-rawa di tepi sungai sebagai tempat awal

tumbuhnya rumah tradisional Banjar, menghendaki bangunan dengan lantai

yang tinggi, karena pada waktu air pasang hampir seluruh wilayah terkena

air. Oleh karena itu Pondasi, tiang dan tongkat dalam hal ini sangat berperan.

Pondasi sebagai konstruksi paling dasar, biasanya menggunakan kayu Kapur


Naga atau kayu Galam. Tiang dan tongkat menggunakan kayu ulin, dengan

jumlah mencapai 60 batang untuk tiang dan 120 batang untuk tongkat.

KERANGKA

 Sususk

 Gelagar

 Lantai

 Watun barasuk

 Turus tawing
 Rangka pintu dan jendela

 Balabad

 Titian tikus

 Bujuran sampiran

 Tiang Orong Orong, Sangga Ributnya dan Tulang Bubungan

 Kasau

 Ring

LANTAI

• Di samping lantai biasa, terdapat pula lantai yang disebut dengan Lantai

Jarang atau Lantai Ranggang. Lantai Ranggang ini biasanya terdapat di

Surambi Muka, Anjung Jurai dan Ruang Padu, yang merupakan tempat

pembasuhan atau pambanyuan. Sedangkan yang di Anjung Jurai untuk

tempat melahirkan dan memandikan jenazah. Biasanya bahan yang

digunakan untuk lantai adalah papan ulin selebar 20 cm, dan untuk Lantai

Ranggang dari papan Ulin selebar 10 cm.


ANALISIS KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL

RUMAH PANJANG

LOKASI RUMAH PANJANG

RUMAH PANJANG

Rumah Panjang adalah salah satu rumah adat dari daerah Kalimantan Barat.

Rumah Panjang adalah ciri khas dari masyarakat Dayak yang tinggal di daerah

Kalimantan Barat. Hal ini dikarenakan rumah panjang adalah gambaran sosial

kehidupan masyarakat Dayak di Kalimantan Barat. Rumah panjang juga

merupakan pusat kehidupan dari masyarakat Dayak. Saat ini, rumah panjang di

Kalimantan Barat dapat dikatakan hampir punah karena jumlahnya yang


sedikitPada tahun 1960, pemerintah menghancurkan beberapa rumah panjang

karena dicurigai menganut paham komunis. Rumah panjang di daerah Kalimantan

Barat identik dengan rumah panjang yang ada di Kalimantan Tengah. Hal ini

dikarenakan letak geografi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang sangat

berdekatan. Keduanya sama-sama dikenal dengan nama Rumah Betang.

ANALISIS KONSTRUKSI

• Tiang rumah panjang terbuat dari kayu belian dengan ukuran 15×15 cm.

• Tinggi tiang 2m, hbungan tiang dengan balok menggunakan system

sambungan pasak dengan pen

• Lantai bagian lua terdiri dari bamboo yang diikat tali rotan. Lantai bagian

dalam menggunakan papan kayu.

• Kolomnya biasanya merupakan balok menerus dari tiang pondasi sampai

atap.

• Hubungan balok dan kolom menggunakan system pasak dan pen

• Tangga utama biasanya pada bagian samping.

• Ketinggia dari rumah panjang tersebut kurang lebih 8m (tinggi : 8m , lebar :

18m , panjang : 300m)


ANALISIS KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL

RUMAH HONAI

LOKASI RUMAH HONAI

RUMAH HONAI

Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari

jerami atau ilalang. Honai sengaja dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela

yang bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Honai biasanya

dibangun setinggi 2,5 meter dan pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk

membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga
tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan

kandang babi (disebut Wamai).

Rumah Honai biasa ditinggali oleh 5 hingga 10 orang. Rumah Honai dalam satu

bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur), bangunan lainnya untuk

tempat makan bersama, dan bangunan ketiga untuk kandang ternak. Rumah Honai

pada umumnya terbagi menjadi dua tingkat. Lantai dasar dan lantai satu

dihubungkan dengan tangga dari bambu. Para pria tidur pada lantai dasar secara

melingkar, sementara para wanita tidur di lantai satu.

ANALISIS KONSTRUKSI

 BENTUK

 ATAP

 DINDING DAN BUKAAN

 KETINGGIAN BANGUNAN

BENTUK

• Bentuk Honai yang bulat tersebut dirancang untuk menghindari

cuaca dingin ataupun karena tiupan angin yang kencang.

ATAP
• Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut. Bentuk atap ini berfungsi untuk

melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak mengenai dinding ketika

hujan turun.

• Atap honai terbuat dari susunan lingkaran-lingkaran besar yang terbuat

dari kayu buah sedang yang dibakar di tanah dan diikat menjadi satu di

bagian atas sehingga membentuk dome. Empat pohon muda juga diikat di

tingkat paling atas dan vertikal membentuk persegi kecil untuk perapian.

• Penutup atap terbuat dari jerami yang diikat di luar dome. Lapisan jerami

yang tebal membentuk atap dome, bertujuan menghangatan ruangan di

malam hari.

Jerami cocok digunakan untuk daerah yang beriklim dingin. Karena jerami

ringan dan lentur memudahkan suku Dani membuat atap serta jerami

mampu menyerap goncangan gempa.

DINDING DAN BUKAAN

• Honai mempunyai pintu kecil dan jendela-jendela yang kecil, jendela-

jendela ini berfungsi memancarkan sinar ke dalam ruangan tertutup itu, ada

pula Honai yang tidak memiliki jendela, pada umumnya untuk Honai

perempuan.
• Jika anda masuk ke dalam honai ini maka di dalam cukup hangat dan gelap

karena tidak terdapat jendela dan hanya ada satu pintu. Pintunya begitu

pendek sehingga harus menunduk jika akan masuk ke rumah Honai.

Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar di dalam Honai dengan

menggali tanah didalamnya sebagai tungku selain menerangi bara api juga

bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak

menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang

dibawa dari kebun atau ladang. Umumnya mereka mengganti jika sudah

terlalu lama karena banyak terdapat kutu babi.

KETINGGIAN BANGUNAN

• Rumah Honai mempunyai tinggi 2,5-5 meter dengan diameter 4-6 meter.

Honai ditinggali oleh 5-10 orang dan rumah ini biasanya dibagi menjadi 3

bangunan terpisah. Satu bangunan digunakan untuk tempat beristirahat

(tidur). Bangunan kedua untuk tempat makan bersama dimana biasanya

mereka makan beramai-ramai dan bangunan ketiga untuk kandang ternak.

Rumah honai juga biasanya terbagi menjadi 2 tingkat. Lantai dasar dan

lantai satu di hubungkan dengan tangga yang terbuat dari bambu. Biasanya

pria tidur melingkar di lantai dasar , dengan kepala di tengah dan kaki di

pinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di lantai satu.
ANALISIS KONSTRUKS RUMAH TRADISIONAL

RUMAH JOGLO

Berdasarkan bentuk keseluruhan tampilan dan bentuk kerangka, bangunan joglo

dapat dibedakan menjadi 4 bagian :

 Muda (Nom) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung memanjang dan

meninggi (melar).

 Tua (Tuwa) : Joglo yang bentuk tampilannya cenderung pendek (tidak

memanjang) dan atapnya tidak tegak / cenderung rebah (nadhah).

 Laki-laki (lanangan) : Joglo yang terlihat kokoh karena rangkanya relatif

tebal.

 Perempuan (wadon / padaringan kebak) : Joglo yang rangkanya relatif tipis /

pipih.

Di bagian tengah pendapa terdapat empat tiang utama yang dinamakan sakaguru.

Ukurannya harus lebih tinggi dan lebih besar dari tiang-tiang / saka-saka yang lain.

Di kedua ujung tiang-tiang ini terdapat ornamen / ukiran.

Bagian atas sakaguru saling dihubungkan oleh penyambung / penghubung yang

dinamakan tumpang dan sunduk. Posisi tumpang di atas sunduk.


Dalam bahasa Jawa, kata “sunduk” itu sendiri berarti “penusuk”.

Di bagian paling atas tiang sakaguru inilah biasanya terdapat beberapa lapisan balok

kayu yang membentuk lingkaran-lingkaran bertingkat yang melebar ke arah luar dan

dalam. Pelebaran ke bagian luar ini dinamakan elar. Elar dalam bahasa Jawa berarti

‘sayap,. Sedangkan pelebaran ke bagian dalam disebut ‘tumpang-sari’. Elar ini

menopang bidang atap, sementara Tumpang-sari menopang bidang langit langit

joglo (pamidhangan).
1. Molo (mulo / sirah / suwunan), balok yang letaknya paling atas, yang

dianggap sebagai “kepala” bangunan.

2. Ander (saka-gini), Balok yang terletak di atas pengeret yang berfungsi sebagai

penopang molo.

3. Geganja, konstruksi penguat / stabilisator ander.

4. Pengeret (pengerat), Balok penghubung dan stabilisator ujung-ujung tiang;

kerangka rumah bagian atas yang terletak melintang menurut lebarnya rumah

dan ditautkan dengan blandar.

5. Santen, Penyangga pengeret yang terletak di antara pengeret dan kili.


6. Sunduk, Stabilisator konstruksi tiang untuk menahan goncangan / goyangan.

7. Kili (Sunduk Kili), Balok pengunci cathokan sunduk dan tiang.

8. Pamidhangan (Midhangan), Rongga yang terbentuk dari rangkaian balok /

tumpang-sari pada brunjung.

9. Dhadha Peksi (dhadha-manuk), Balok pengerat yang melintang di tengah

tengah pamidhangan.

10.Penitih / panitih.

11.Penangkur.

12.Emprit-Ganthil, Penahan / pengunci purus tiang yang berbentuk tonjolan;

dudur yang terhimpit.

13.Kecer, Balok yang menyangga molo serta sekaligus menopang atap.

14.Dudur, Balok yang menghubungkan sudut pertemuan penanggap, penitih dan

penangkur dengan molo.

15.Elar (sayap), Bagian perluasan keluar bagian atas sakaguru yang menopang

atap.

16.Songgo-uwang, Konstruksi penyiku / penyangga yang sifatnya dekoratif

Anda mungkin juga menyukai