Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata Pelajaran IPS diajarkan dengan tujuan mengembangkan potensi
peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari yang menimpa dirinya
sendiri maupun masyarakat (Sumaatmaja, 1984). Tujuan tersebut tidak akan
tercapai jika salah satu komponen pembelajaran tidak berfungsi dengan baik.
Komponen pembelajaran yang meliputi guru, siswa, tujuan, materi, sumber
belajar, metode, dan sistem penilaian hendaknya terintegrasi secara sinergis guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran diarahkan pada hal-
hal khusus yang dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
khusus pula.
Pembelajaran di dalam kelas merupakan bagian yang sangat penting dari
proses pendidikan. Jika pelaksanaan pembelajaran di kelas bermutu akan
menghasilkan output yang berkualitas. Guru memiliki peran yang sangat besar
dalam mengorganisasikan kelas sebagai bagian dari proses pembelajaran dan
siswa sebagai subyek yang sedang belajar. Kemampuan guru dalam mengemas
suatu rancangan pembelajaran yang bermutu tentu diawali dari persiapan
mengajar yang matang. Oleh karena itu saat ini sangat dituntut adanya guru yang
professional. Dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
pasal 39 ayat 2 dijelaskan: ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran...”
Guru berperan untuk meningkatkan martabat bangsa dan peranan guru
sebagai agen pembelajaran berfungsi meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Amanat tersebut tidaklah mudah. Guru yang profesional tentu memiliki
kompetensi dalam bidangnya. Di samping memiliki kompetensi profesional yang
berarti menguasai bidangnya, guru dituntut memiliki kompetensi pedagogik yaitu
menguasai metodik pembelajaran baik penguasaan kurikulum, merancang proses

1
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, mengadakan evaluasi dan
analisis pembelajaran serta melaksanakan program tindak lanjut.
Pada jenjang SMA/MA, mata pelajaran IPS memuat materi bidang
Geografi, sosiologi, ekonomi dan sejarah. Masing-masing bidang dijabarkan
dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berbeda, namun tetap
mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Kurikulum 2004 memuat tujuan
pengajaran IPS antara lain: (1) mengembangkan kemampuan berfikir kritis,
kreatif, inkuiri, memecahkan masalah dan keterampilan sosial, (2) membangun
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaaan, (3) me-
ningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetensi dalam masyarakat yang
majemuk, baik di tingkat lokal maupun nasional (Depdiknas, 2006).
Di masa yang akan datang peserta didik tentu menghadapi tantangan berat
karena kehidupan masyarakat selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh
karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
penguasaan dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Membelajarkan siswa melalui
pembelajaran bukan sekedar transfer ilmu antara guru dan murid, melainkan
membebaskan dan melepaskan pikiran siswa untuk merasakan, mengamati,
menemukan dan menyimpulkan analisis secara pribadi dan guru berperan sebagai
pembimbing, fasilitator, dan motivator yang membantu agar proses belajar siswa
berjalan dengan baik.
Geografi sebagai salah satu mata pelajaran kelompok IPS mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan mata pelajaran IPS lainnya. Dalam studi
Geografi, dipelajari tentang interaksi manusia dan lingkungannya. Studi Geografi
meliputi objek material dan objek formal. Bahan kajian objek material Geografi
meliputi atmosfer, lithosfer, hidrosfer, biosfer, dan anthroposfer. Sedangkan
dalam objek formal Geografi, yang menjadi aspek kajian adalah aspek keruangan,
kelingkungan, kewilayahan dan waktu. Aspek-aspek tersebut dapat dikaji melalui
konsep-konsep yang dikembangkan dan ilmu-ilmu penunjang dalam Geografi.
Beberapa konsep itu antara lain: konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, pola,
morfologi, aglomerasi, nilai kegunaan, interaksi dan interdependensi, deferensial
areal, dan konsep keterkaitan keruangan. Geografi sebagai ilmu dimaksudkan
tidak hanya menghafal konsep dari dimensi ruang atau waktu saja, tetapi juga

2
sangat terkait dengan lingkungan di mana setiap aspeknya sangat berpengaruh
terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Untuk itu diperlukan penguasaan yang
benar dan mendasar terhadap Geografi supaya dapat mengenal potensi lingkungan
yang ada di sekitar kita.
Kenyataan yang ada, pelaksanaan pembelajaran Geografi menghadapi
problema yang cukup berarti di sekolah. Beberapa sekolah hampir memiliki
permasalahan yang sama, antara lain: (1) rendahnya aktivitas dan hasil belajar
siswa, (2) pembelajaran masih terpusat pada guru, (3) siswa cenderung pada pola
pembelajaran konseptual, (4) metode yang digunakan guru belum bervariasi, (5)
siswa sulit memahami istialah-istialah dalam Geografi, (6) tidak ada
keseimbangan antara materi dan jam pelajaran yang tersedia, (7) media dan buku
penunjang sangat terbatas.
Salah satu sekolah yang menghadapi permasalahan tersebut adalah para
siswa kelas XI IPS-1 MAN Madello kecamatan Mallusetasi kabupaten Barru.
Situasi kelas pada saat pembelajaran Geografi bersifat konvensional. Para siswa
pasif dan lebih cenderung diberikan konsep-konsep dengan model pembelajaran
lama di mana guru menjelaskan pelajaran dan siswa mencatat serta menghafalnya.
Siswa dianggap objek,guru lebih aktif memberikan materi dan siswa hanya
terlihat pasif.Terkadang timbul sikap otoriter dari guru,kurang menguasai bahan
pembelajaran.Dalam proses belajar mengajar,guru yang otoriter akan memberikan
suasana kelas terasa mencekam.Siswa belajar dalam suasana penuh ketegangan
dan ketakutan sehingga kreativitas menjadi mati.Ide atau keinginannya yang
positif menjadi kandas ditengah jalan.Memang benar bahwa suasana kelas
menjadi tenang,tetapi tidak sehat karena ada unsur keterpaksaan yang berlebihan
dan hal ini membuat siswa menjadi bosan terhadap pelajaran IPS (Geografi),
meskipun sebenarnya mereka senang jika belajar Geografi.
Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori
belajar konstruktivis adalah model pembelajaran kooperatif. Salah satu teori
Vygotsky (Arends 2005), tentang penekanan hakekat sosiokultural dari
pembelajaran, menandaskan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi akan muncul
dalam percakapan atau kerjasama antar individu. Implikasi dari teori ini adalah
model pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

3
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu inovasi pendidikan ter-
penting terutama di negara-negara barat (Rahayu,1998). Beberapa ahli me-
nyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam mem-
bantu siswa untuk menumbuhkan kemampuan kerja sama, berfikir kritis dan
mengembangkan sikap sosial siswa. Di samping itu, pembelajaran kooperatif
menjadi semakin penting untuk keberhasilan dalam menghadapi tuntutan kerja
lapangan kerja yang sekarang ini berorientasi pada kerjasama dalam tim. Siswa
belajar dalam situasi belajar kooperatif didorong atau dituntut untuk bekerjasama
dalam penyeleseian suatu tugas. Demikian pula dalam belajar kooperatif dua atau
lebih individu saling tergantung untuk suatu penghargaan jika mereka berhasil se-
bagai satu kelompok.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang tepat untuk membelajarkan
siswa dengan metode game (permainan) adalah Team Game Tournament (TGT).
Proses pembelajaran dengan menggunakan model TGT dimulai dengan penyajian
kelas, kemudian dilanjutkan dengan belajar kelompok, turnamen, penghargaan
kelompok (Kahfi dalam Arinda, 2006). Dalam model ini seorang guru bisa
menerapkan beberapa metode pembelajaran dalam satu rencana pembelajaran.
Misalnya pada saat penyajian materi guru menerapkan metode ceramah, pada saat
belajar kelompok guru menerapkan metode diskusi dan pada saat turnamen bisa
diterapkan metode permainan atau sejenis perlombaan tertentu. Dengan keaneka
ragaman metode pembelajaran yang digunakan maka pengalaman belajar yang
diperoleh siswa semakin banyak. Selain itu banyaknya kesempatan berinteraksi
antara guru dengan siswa atau antar siswa sendiri dalam pembelajaran tersebut,
diharapkan siswa mampu mengkonstruksi dan menyusun pengetahuan sendiri.
Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk menguasai
materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas pembelajaran
kooperatif (Sanjaya, 2006)
Model Pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dipilih sebagai salah satu
alternatif dan variasi baru dalam kegiatan pembelajaran di kelas agar siswa tidak
merasa bosan dan dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa untuk
berpikir, berargumen, berbicara dan mengutarakan gagasan-gagasannya yang di-
harapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Selain itu

4
dipilihnya model pembelajaran ini karena materi keragaman bentuk muka bumi
sangat luas, sedangkan jam pelajaran yang tersedia terbatas. Dengan pembahasan
secara detail yang dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil diharapkan dapat
mencakup seluruh materi dan siswa dapat menguasai materi secara mendalam
sehingga hasil pembelajaran dapat bermakna bagi para siswa.
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk
menganalisis berbagai bentuk muka bumi yang ada di wilayah sekitarnya.
Harapan yang utama dengan pembelajaran kooperatif tiape TGT ini dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana hasil penerapan pembelajaran kooperaatif tipe team game tournament
(TGT) dalam meningkatkan motivasi siswa di kelas XI IPS-1 MAN Madello
Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru?

C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil yang dicapai dari
penerapan pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT) di kelas
XI IPS-1 MAN Madello Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru?

D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Bagi Guru/Peneliti
Bagi peneliti dan juga sebagai guru, penelitian ini diharapkan dapat:
a. Menjawab permasalahan yang timbul dalam pembelajaran di sekolah
b. Mengembangkan kreativitas guru
c. Memperbaiki kualitas pembelajaran
d. Menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan
e. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
2. Bagi Siswa
Bagi siswa penelitian ini diharapkan dapat:

5
a. Merasakan situasi pembelajaran yang menyenangkan dan tidak
membosankan
b. Meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
c. Melatih kerja sama dengan teman
d. Memotivasi siswa supaya lebih giat belajar

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Motivasi dan Aktivitas dalam Belajar
Kata ”motif”, diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari
dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi
mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi
intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata ”motif” itu, maka motivasi dapat
diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi
aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan
sangat dirasakan/mendesak.
Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya ”feeling” dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan Mc.
Donald ini mengandung tiga elemen penting.
1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri
setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa
beberapa perubahan energi di dalam sistem ”neurophysiological” yang
ada pada organisme manusia. Karena menyangkut perubahan energi
manusia (walaupun motivasi itu muncul dari dalam diri manusia),
penampakkannya akan menyangkut kegiatan fisik manusia.
2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa/”feeling”, afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan,
afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah-laku manusia.
3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal
ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yakni tujuan. Motivasi
memang muncul dari dalam diri manusia, tetapi kemunculannya karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.
Tujuan ini akan menyangkut soal kebutuhan.
Dengan ke tiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi
itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya
suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut
dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian

7
bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan,
kebutuhan atau keinginan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, apabila ada seseorang siswa,
misalnya tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dikerjakan, maka perlu
diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu biasanya bermacam-macam,
mungkin ia tidak senang, mungkin sakit, lapar, ada problem pribadi dan lain-
lain. Hal ini berarti pada diri anak tidak terjadi perubahan energi, tidak
terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu, karena tidak memiliki tujuan
atau kebutuhan belajar. Keadaan semacam ini perlu dilakukan daya upaya
yang dapat menemukan sebab-musababnya kemudian mendorong seseorang
siswa itu mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan, yakni belajar.
Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi
pada dirinya.
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-
intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah,
meraa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi
kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Ibaratnya seseorang itu menghadiri suatu ceramah, tetapi karena ia tidak
tertarik pada materi yang diceramahkan, maka tidak akan mencamkan,
apalagi mencatat isi ceramah tersebut. Seseorang tidak memiliki motivasi,
kecuali karena paksaan atau sekadar seremonial. Seorang siswa yang
memiliki intelegensia cukup tinggi, mentak (boleh jadi) gagal karena
kekurangan motivasi. Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang
tepat. Bergayut dengan ini maka kegagalan belajar siswa jangan begitu saja
mempersalahkan pihak siswa, sebab mungkin saja guru tidak berhasil dalam
memberi motivasi yang mampu membangkitkan semangat dan kegiatan siswa
untuk berbuat/belajar. Jadi tugas guru bagaimana mendorong para siswa agar
pada dirinya tumbuh motivasi.
Persoalan motivasi ini, dapat juga dikaitkan dengan persoalan minat.
Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat
ciri-ciri atau arti sementara yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan
atau kebutuhan- kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu, apa yang dilihat
seseorang sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat

8
itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Hal ini
menunjukkan bahwa minat merupakan kecenderungan jiwa seseorang kepada
seseorang (biasanya disertai dengan perasaan senang), karena itu ada
kepentingan dengan sesuatu itu. Menurut Bernard(Sardiman 2011), minat
timbul secara tiba-tiba/spontan, melainkan timbul akibat dari partisipasi,
pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja. Jadi jelas bahwa soal
minat akan selalu berkait dengan soal kebutuhan atau keinginan. Oleh karena
itu yang penting bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu selalu
butuh dan ingin selalu belajar.
B. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Dalam belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Motivation is an
essenial condition of learning. Hasil belajar akan menjadi opimal, kalau ada
motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula
pelajaran itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha
belajar bagi para siswa.
Perlu ditegaskan bahwa motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Sperti
disinggun diatas, bahwa walaupun di saat siang bolong si abang becak itu
juga menarik becakyakarena bertujuan untuk mendapatkan uang guna
menghidupi ana dan istrinya. Juga para pemain sepak bola rajin beratih tanpa
mengenal lelah, karena mengharapkan akan mendapatkan kemenangan dalam
pertandingan yang akan dilakukanya. Dengan demikian, motivasi
memengauhi adanya kegian
Sehubungan dengan hal tersebut ada tiga fungsi motivasi:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak
dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menetukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapa memberikan arah dan kegiatan yang
harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa
yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujun, dengan
menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut. Seseorang siswa yang akan menghapai ujian dengan harapan

9
lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan tidak menghabiskan
waktunya untuk bermain kartu atau membaca komik, sebab serasi
dengan tujuan.
C. Bentuk-Bentuk Motivasi Di Sekolah
Di dalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat
mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara
ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar.
Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan
motivasi adalah bermacam-macam. Tetapi untuk motivasi ekstrinsik kadang-
kadang tepat, dan kadang-kadang juga bisa kurang sesuai. Hal ini guru harus
hati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi kegiatan belajar
para anak didik. Sebab mungkin maksudnya memberikan motivasi tetapi
justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.
Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam
kegiatan belajar di sekolah.
1. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.
Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka-nilai
yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan
atau nilai-nilai pada rapor yang angkanya baik-baik.
Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi
yang sangat kuat. Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau
belajar hanya ingin mengejar pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan
motivasi yang dimilikinya kuran berbobot bila dibandingkan dengan
siswa-siswa yang menginginkan angka baik. Namun demikian semua itu
harus diingat oleh guru bahwa pencapaian angka-angka seperti itu belum
merupakan hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna. Oleh
karena itu langkah selanjutnya yang ditempu oleh guru adalah bagaimana
cara memberikan angka-angka dapat dikaitkan dengan values yang
terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para
siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan
afeksinya.

10
2. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan
menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk
sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk
gambar yang terbaik mungkin tidak akan menarik bagi seseorang siswa
yang tidak mempunyai bakat menggambar.
3. Saingan/kompetisi
Saingan/kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia
industri atau perdagangan, tetapi justru sangat baik untuk meningkatkan
kegiatan belajar siswa.
4. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya
tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertarhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi
yang cukup penting. Seseorang yang berusaha segenap tenaga untuk
mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian
tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, begitu juga
untuk siswa si subjek belajar. Para siswa akan belajar dengan keras bisa
jadi karena harga dirinya.
5. Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada
ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana
motivasi tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering
(misalnya tiap hari) bisa membosankan berifat rutinitas. Dalam hal ini
guru haru juga terbuka, maksudnya kalau akan ulangan harus
diberitahukan siswanya.
6. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagui kalau terjadi,
kemajuan, akan mendorong siswa lebih giat belajar. Semakin mengetahui

11
bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa
untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya meningkat.
7. Pujian
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas
dalam baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk
reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.
Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya
harus tepat dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang
menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan
membangkitkan harga diri.
8. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau
diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena
itu, guru harus memahami prinsip – prinsip pemberian hukuman.
9. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud
untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu
kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak
didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sudah barang tentu hasilnya
akan lebih baik.
10. Minat
Didepan sudah diuraikan bahwa soal motivasi sangat erat
hubungannya denga unsur minat motivasi muncul karena ada kebutuhan
begitu juga minat sehingga tepatlah minat merupakan alat motivasi yang
pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar baru disertai minat
mengenai minat itu diantara lain dapat dibangkitkan dengan cara – cara:
a. Membangkitkan suatu adanya kebutuhan
b. Menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau
c. Memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik
d. Menggunakan berbagai macam bentuk mengajar
11. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan
merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami

12
tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan
menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
Disamping bentuk bentuk motivasi sebagaimana diuraikan diatas, sudah
barang tentu masih banyak bentuk dan cara yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang
penting bagi guru adanya bermacam – macam motivasi itu dapat dikembangkan
dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang bermakna. Mungkin
pada mulanya, karena ada sesuatu (bentuk motivasi) siswa itu rajin belajar, tetapi
guru harus mampu melanjutkan dari tahap belajar, tetapi guru harus mampu
melanjutkan dari tahap rajin belajar itu diarahkan menjadi kegiatan belajar yang
bermakna, sehingga hasilnya pun akan bermakna bagi kehidupan si subjek belajar.

D. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)


Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang disusun
untuk membantu pengembangan kerjasama dan interaksi antar siswa,
sebagaimana yang dikemukan oleh Johnson (1991) bahwa pembelajaran
kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan kelompok kecil yang
siswanya bekerja bersama-sama untuk memaksimalkan belajar mereka demi
peningkatan pencapaian akademik. Selanjutnya Davidson dan Kroll (1991)
mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung dalam
lingkungan belajar sehingga siswa dalam kelompok kecil saling berbagi ide-ide
dan bekerja secara bersama-sama untuk menyelesaikan tugas akademik.
Dalam proses pembelajaran kooperatif ini siswa bukan hanya belajar dan
menerima apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar,
melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya dan sekaligus mempunyai
kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran
kooperatif ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal
dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang
siswa (Stahl,1994).
Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar
yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses
belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat
itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang
pola belajar tutor sebaya dan belajar secara bekerjasama.

13
Pada pembelajaran kooperatif guru bukan lagi berperan sebagai satu-
satunya nara sumber dalam PBM, tetapi berperan sebagai mediaator, stabilisator
dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung dalam suasana
keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan yang optimal bagi
siswa untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang
dibelajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal
dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar siswa
akan meningkat. Secara umum model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk: 1)
Belajar akademik, 2) Penerimaan terhadap keragaman, 3) Pengembangan
keterampilan sosial.
1. Keuntungan Model Pembelajaran Kooperatif
Beberapa keuntungan model pembelajaran kooperatif antara lain:
a. Pembelajaran Aktif. Model pembelajaran Kooperatif mengharuskan setiap
siswa aktif berinteraksi satu sama lain.
b. Keterampilan Sosial. Siswa belajar berinteraksi dengan siswa lain,
mengembangkan keterampilan interpersonal, komunikasi, kepemimpinan,
berkompromi dan berkolaborasi.
c. Saling ketergantungan. Ketergantungan positif dan kepercayaan kelompok
dikembangkan dengan adanya interaksi siswa untuk mencapai tujuan yang
sama.
d. Akuntabilitas Individu. Apabila kelompok mencapai keberhasilan dan
sukses itu adalah akibat dari input dari setiap individu yang ada dalam
kelompok. Setiap siswa belajar untuk mendapatkan pengakuan dari apa
yang mereka lakukan. Pada model pembelajaran kooperatif ini selalu
digunakan suatu mekanisme untuk menguji siswa secara individu maupun
secara kelompok.
2. Kelemahan model pembelajaran Kooperatif.
Beberapa kelemahan model pembelajaran kooperatif antara lain:
a. Kecocokan antar siswa. Untuk membentuk kelompok kadang-kadang sulit
untuk menggabungkan siswa yang mau bekerja sama dengan baik. Guru harus
mengetahui siswanya dengan baik untuk membentuk kelompok yang dapat
berfungsi dengan baik.

14
b. Ketergantungan siswa. Guru yang hanya mempercayai yang pintar untuk
mengkoordinasikan belajar pada kelompoknya akan menggagalkan tujuan
pembelajaran kooperatif. Guru harus membagi pengelolaan kelompok
sehingga benar-benar terjadi kolaborasi.
c. Memerlukan waktu yang banyak. Model pembelajaran kooperatif ini
memerlukan waktu lebih banyak untuk mempelajari materi pelajaran
dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya.
d. Individualis. Siswa yang suka bekerja secara independen tidak menyukai
model pembelajaran kooperatif.

Dalam mengajarkan konsep Geografi, guru tentunya harus mampu dan


mahir menggunakan model-model pembelajaran yang sesuai dengan konsep yang
akan diajarkan. Model cooperative learning yang sarat dengan bentuk aktivitas
siswa tentunya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan
mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar
lebih diwarnai student centered dari pada teacher centered. Sehingga diharapkan
siswa yang sedang belajar adalah siswa yang sengaja dan sadar sedang
mengembangkan konsep yang sudah dimilikinya, dengan kata lain siswa telah
memiliki modal penguasaan sebagai konsep awal atau prasyarat pengetahuan.
Vygotsky berpendapat: ”Siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu
berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal
development“(Arends, 2005)
Model cooperative learning dikembangkan berdasarkan teori
konstruktivis, di mana Vygotsky mengemukakan teori tentang penekanan pada
hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental
tingkat tinggi umumnya muncul dalam percakapan atau komunikasi dan
kerjasama di antara individu-individu (proses sosialisasi) sebelum fungsi mental
yang lebih tinggi itu akhirnya berada dalam diri individu (internalisasi)
(Baharuddin, 2007).
1. Sintaks pembelajaran model koperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam kegiatan pembe-
lajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pada tahap pertama, guru
menyampaikan tujuan pelajaran dan memberikan motivasi belajar kepada siswa.

15
Pada tahap 2 guru menyajikan informasi. Tahap ke 3, siswa dikelompokkan
dalam tim-tim belajar. Tahap ke 4, guru memberikan bimbingan pada saat siswa
bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Tahap ke 5 dari
pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau
mengevaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari. Tahap ke 6 memberi
hadiah atau penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Secara ringkas sintaks model pembelajaran kooperatif dapat dilihat pada tabel
2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Fase-Fase Tingkah Laku Guru


Fase 1
Menyampaikan tujuan dan motivasi Guru menyampaikan tujuan
siswa pelajaran yang ingin dicapai pada
pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Fase 2
Menyajikan Informasi Guru menyajikan informasi kepada
siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam Guru menjelaskan kepada siswa
kelompok-kelompok belajar bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan Guru membimbing kelompok-
belajar kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk
menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu dan kelompok

2. Prinsip Dasar Dalam Model Pembelajaran Kooperatif:


a. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup dan

16
sepenanggungan.
b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya.
c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama.
d. Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama dIntara
anggota kelompoknya.
e. Siswa akan dikenakan evaluasi dan diberikan hadiah/penghargaan yang
juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan
untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
g. Siswa akan diminta pertanggungjawaban tentang materi yang dipelajari

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, namun


dalam kelompoknya. terdapat beberapa varIsi dari model tersebut. Beberapa
variasi dalam model cooperative learning tersebut antara lain: (a) Student Teams-
Achievement Division (STAD) (b) Teams-Games-Tournaments (TGT) (c) Jigsaw
(d) Think-Pair-Share (TPS) (e) Numbered-Head-Together (NHT).
Dari berbagai model pembelajaran kooperatif yang ada, TGT dipilih
sebagai model yang paling cocok untuk diterapkan pada siswa yang aktivitas
belajarnya rendah, dan kurang bersemangat dalam menerima pelajaran. Aktivitas
siswa diartikan segala bentuk kegiatan dan interaksi yang dilakukan siswa selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Aktivitas ini meliputi perhatian terhadap
berlangsungnya pembelajaran, keberanian berpendapat, kefasihan bicara,
kecepatan menemukan jawaban, kecekatan bertindak, berpikir logis, dan
berinteraksi dengan teman maupun guru.

E. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT)


Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model
pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh
siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor se-
baya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar de-
ngan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT me-
mungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung

17
jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. TGT adalah salah satu
tiape pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka
masing-masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap
kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota
kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan
tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk
memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan
tersebut kepada guru. Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota
kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan
permainan akademik.
Dalam permainan akademik siswa akan dibagi dalam meja-meja
turnamen, di mana setiap meja turnamen terdiri dari 4 sampai 6 orang yang
merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Pada setiap meja permainan
diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa
dikelompokkan dalam satu meja turnamen secara homogen dari segi kemampuan
akademik, artinya dalam satu meja turnamen kemampuan setiap peserta
diusahakan agar setara. Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka
peroleh pada saat pre-test. Skor yang diperoleh setiap peserta dalam permainan
akademik dicatat pada lembar pencatat skor. Skor kelompok diperoleh dengan
menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian
dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Skor kelompok ini digunakan untuk
memberikan penghargaan tim berupa sertifikat dengan mencantumkan
predikat tertentu.
Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5
langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam
kelompok (teams), permainan (game), pertandingan (tournament), dan
penghargaan kelompok(teamrecognition).

18
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian ke-
las, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi
yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar mem-
perhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu
siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor
game akan menentukan skor kelompok.
2. Team (Kelompok)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 6 orang siswa yang anggotanya
heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi
kelompok adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar bela-
jar, lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk
mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal. Setelah
guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi, pembelajaran itu meli-
batkan pembahasan permasalahan bersama, membandingkan jawaban, me-
ngoreksitiapkesalahan penguasaan apabila anggota tim ada yang membuat ke-
salahan.
Tim adalah komponen yang penting. Padatiappoinnya, yang ditekankan
adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk kelompoknya dan ha-
rus saling membantutiapanggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok
bagi kinerja akademik yang penting dalam pembelajaran, dan memberikan per-
hatIn, respek yang mutual pada hubungan antar kelompok.
3. Game (permainan)
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan pelaksanaan kerja tim.
Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa
memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan
nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor
ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan. Aturan dalam
permainan ini memperbolehkan para pemain untuk saling menantang jawaban
masing-masing.

19
4. Tournament (pertandingan)
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit
setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar
kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen.
Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjut-
nya pada meja II dan seterusnya. Kompetisi yang seimbang ini memungkinkan
para siswa dari semua tingkat kinerja berkontribusi secara maksimal terhadap tim
jika mereka melakukan yang terbaik.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing
team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi
kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor
45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team”
apabila rata-ratanya 30-40.
Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Slavin, maka model pembelajaran
kooperatif tipe TGT memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa Bekerja Dalam Kelompok-Kelompok Kecil
Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok belajar yang
beranggotakan 4 sampai 6 orang yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan
suku atau ras yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok,
diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang
berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai
materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri
siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat menyenangkan. .
b. Games Tournament
Dalam permainan ini setiap siswa yang bersaing merupakan wakil dari
kelompoknya. Siswa yang mewakili kelompoknya, masing-masing ditempatkan
dalam meja-meja turnamen.tiapmeja turnamen ditempati 4 sampai 6 orang pe-
serta, dan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang
sama. Dalam setiap meja turnamen diusahakan setiap peserta homogen. Per-
mainan ini diawali dengan memberitahukan aturan permainan. Setelah itu per-
mainan dimulai dengan membagikan kartu-kartu soal untuk bermain (kartu soal
dan kunci ditaruh terbalik di atas meja sehingga soal dan kunci tidak terbaca).

20
Permainan pada tiap meja turnamen dilakukan dengan aturan sebagai berikut.
Pertama, setiap pemain dalamtiapmeja menentukan dulu pembaca soal dan pe-
main yang pertama dengan cara undIn. Kemudian pemain yang menang undIn
mengambil kartu undian yang berisi nomor soal dan diberikan kepada pembaca
soal. Pembaca soal akan membacakan soal sesuai dengan nomor undian yang
diambil oleh pemain. Selanjutnya soal dikerjakan secara mandiri oleh pemain dan
penantang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam soal. Setelah waktu
untuk mengerjakan soal selesai, maka pemain akan membacakan hasil peker-
jaannya yang akan ditanggapi oleh penantang searah jarum jam. Setelah itu pem-
baca soal akan membuka kunci jawaban dan skor hanya diberikan kepada pemain
yang menjawab benar atau penantang yang pertama kali memberikan jawaban
benar. Jika semua pemain menjawab salah maka kartu dibiarkan saja. Permainan
dilanjutkan pada kartu soal berikutnya sampai semua kartu soal habis dibacakan,
dimana posisi pemain diputar searah jarum jam agar setiap peserta dalam satu
meja turnamen dapat berperan sebagai pembaca soal, pemain, dan penantang. Di
sini permainan dapat dilakukan berkali-kali dengan syarat bahwa setiap peserta
harus mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemain, penantang, dan pem-
baca soal.
Dalam permainan ini pembaca soal hanya bertugas untuk membaca soal
dan membuka kunci jawaban, tidak boleh ikut menjawab atau memberikan jawa-
ban pada peserta lain. Setelah semua kartu selesai terjawab, setiap pemain dalam
satu meja menghitung jumlah kartu yang diperoleh dan menentukan berapa poin
yang diperoleh berdasarkan tabel yang telah disediakan. Selanjutnya setiap pe-
main kembali kepada kelompok asalnya dan melaporkan poin yang diperoleh
kepada ketua kelompok. Ketua kelompok memasukkan poin yang diperoleh ang-
gota kelompoknya pada tabel yang telah disediakan, kemudian menentukan
kriteria penghargaan yang diterima oleh kelompoknya.
c. Penghargaan Kelompok
Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah
menghitung rerata skor kelompok. Untuk memilih rerata skor kelompok dilakukan
dengan cara menjumlahkan skor yang diperoleh oleh masing-masing anggota
kelompok dibagi dengan dibagi dengan banyaknya anggota kelompok. Pemberian
penghargaan didasarkan atas rata-rata poin yang didapat oleh kelompok tersebut.

21
Penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok didasarkan
pada jumlah kartu yang diperoleh.
Ada beberapa tahapan yang perlu ditempuh dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TGT, yaitu:
1) Mengajar (teach)
Mempresentasikan atau menyajikan materi, menyampaikan tujuan, tugas,
atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Setiap pem-
belajaran kooperatif model TGT dimulai dengan kegiatan penyajian materi oleh
guru yang mencakup kegiatan pembukaan, pengembangan dan latihan terbimbing.
Guru memberitahukan apa yang akan dipelajari, mengapa itu penting un-
tuk dipelajari dan seorang guru harus bisa membangkitkan rasa ingin tahu siswa.
Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar, dengan syarat-
syarat kelompok dalam pembelajaran kooperatif dan membagi kelompok baru
untuk turnamen, di mana kemampuan akademik pada kelompok baru
sama/homogen atau hampir sama.
a) Pengembangan
Guru memberitahukan fokus yang akan dicapai dan mendemonstrasikan
konsep atau keterampilan secara aktif dengan menggunakan media pembela-
jarannya. Selain itu juga guru harus sering menilai kemauan siswa dengan meng-
ajukan banyak pertanyaan, menjelaskan mengapa jawaban itu benar atau salah.
b) Latihan Terbimbing
Setelah guru menjelaskan dan mendemonstrasikan materi, langkah selan-
jutnya yang dilakukan guru adalah meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal
atau memberi tugas. Hal ini dilakukan untuk memantau siswa apakah paham
dengan konsep yang disampaikan.

2) Belajar Kelompok (team study)


Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 sampai 6 orang dengan
kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras/suku yang berbeda. Setelah guru
menginformasikan materi, dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan
menggunakan LKS. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah
bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok

22
yang salah dalam menjawab. Belajar kelompok ini berfungsi untuk memastikan
bahwa masing-masing anggota kelompok memahami materi yang dipelajari dan
mempersiapkan anggota kelompok untuk menghadapi turnamen. Jadi dalam be-
lajar kelompok ini, siswa yang mengalami kesulitan belajar akan dibantu oleh
siswa yang lebih paham sehingga setiap anggota kelompok mempunyai pengua-
saan materi yang sama. Setelah belajar kelompok selesai, tetapi masih ada perta-
nyaan yang belum terjawab oleh sebagian besar kelompok, maka guru bisa mela-
kukan presentasi dengan menunjuk perwakilan kelompok untuk menjelaskan di
depan kelas, kemudian diadakan pembahasan bersama-sama.

3) Permainan (game tournament)


Permainan diikuti oleh anggota kelompok dari masing-masing kelompok
yang berbeda. Tujuan dari permainan ini adalah untuk mengetahui apakah semua
anggota kelompok telah menguasai materi, di mana pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan berhubungan dengan materi yang telah didiskusikan dalam kegiatan
kelompok. Prosedur turnamen yaitu:
(a) Dalam setiap meja turnamen telah disedIkan satu set perangkat pembelajaran
yang sama meliputi kartu soal, kartu jawaban dan lembar penilaian
(b) Peneliti menunjuk satu orang siswa dalam kelompok masing-masing untuk
mengocok kartu, siswa yang bertugas mengocok kartu tersebut harus memba-
cakan pada anggota kelompok lainnya dalam satu meja. Kemudian anggota
kelompok menjawab pertanyaan dari siswa tersebut, begitu seterusnya dengan
arah pemutaran soal searah jarum jam.
(c) Jika sebagian besar siswa sudah menjawab pertanyaan, maka dilanjutkan ke
pertanyaan kedua dan seterusnya. Setiap meja mempunyai kesempatan dua
kali untuk mengocok kartu dan membacakan soal.
(d) Bagi meja yang telah menyelesaikan soal pertama segera melanjutkan ke soal
berikutnya dengan mengocok kartu lagi, tetapi yang mengocok adalah siswa
yang sama. Setelah dua kali kocokan, maka siswa yang mengocok untuk soal
nomer berikutnya adalah teman lainnya sesuai urutannya dimana urutannya
searah jarum jam. Kemudian turnamen dilanjutkan seperti pada langkah 2
sampai 4

23
(e) Jika dalam turnamen ada kelompok yang sudah selesai melakukan turnamen
terlebih dahulu maka kelompok tersebut segera mengumpulkan lembar skor
pada peneliti.
(f) Setelah semua kelompok selesai melakukan turnamen, maka guru mencocok-
kan jawaban dengan cara menuliskan pada papan tulis. Lembar jawaban pada
satu kelompok dicocokkan oleh kelompok yang lain. Setelah dicocokkan,
lembar jawaban dikembalikan kepada siswa yang bersangkutan dan siswa
kembali ke kelompok heterogen yang telah dibentuk pada diskusi kelompok.
(g) Skor yang diperoleh anggota dalam turnamen akan digabung dengan anggota
kelompok belajar lainnya kemudian dirata-rata.

4) Penghargaan kelompok (team recognition)


Pemberian penghargaan (rewards) berdasarkan pada rerata poin yang
diperoleh oleh kelompok dari permainan. Lembar penghargaan dicetak dalam
kertas HVS, dimana penghargaan ini akan diberikan kepada tim yang memenuhi
kategori rerata poin
A. Materi Pembelajaran

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola persebaran flora di dunia


antara lain:
a. pola iklim, yang berkaitan dengan letak lintang dan curah hujan,
b. tipe-tipe tanah,
c. keadaan geologi masa lampau dan evolusi, dan
d. relief atau topografi.

Ada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh-tumbuhan di Indonesia


yaitu faktor fisik dan faktor biotik.

24
1. Faktor Fisik

a) Iklim
Iklim sangat besar pengaruhnya terutama terhadap suhu udara dan jumlah
curah hujan. Daerah yang curah hujannya tinggi memiliki hutan yang lebat dan
beraneka jenis tanaman yang hidup di dalamnya. Daerah yang hujannya relatif
kurang biasanya tidak memiliki hutan yang lebat. Misalnya di Nusa Tenggara,
hutan yang lebat hampir tidak ada, di daerah ini banyak ditumbuhi semak belukar
dengan padang-padang rumput yang luas.

b) Suhu Udara
Fr. Junghuhn (1809-1864), seorang penyelidik bangsa Jerman membedakan
jenis tumbuh-tumbuhan berdasarkan ketinggian tempatnya.
(1) Tingkat tropis setinggi 700 m, terdiri atas tumbuh-tumbuhan tropis.
(2) Tingkat subtropis hingga 1.000 m, sudah mulai tidak ada tumbuh-tumbuhan
hutan dataran rendah.
(3) Ketinggian 1.000-2.000 m, terdapat tumbuh-tumbuhan dari iklim
sedang.Daerah ini banyak terdapat kabut, pohon pohonnya telah ditumbuhi
lumut (hutan kabut dan hutan lumut).
(4) Lebih tinggi dari 2.000 m, hanya sedikit pohon, dan hanya terdapat
belukar dan rumput.

Suhu udara juga sangat berpengaruh pada kehidupan mewarnai tanaman di suatu
daerah. Junghuhn telah membuat zonasi (pembatasan wilayah) tumbuh-tumbuhan di
Indonesia, seperti terlihat pada Gambar 1.18.

c) Tanah dan Relief


Tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan berbagai tanaman, antara
lain butiran dan susunannya (struktur yang mendukung). Di daerah yang berelief
kasar, maka lereng yang banyak mendapat sinar matahari hutannyalebih lebat
daripada lereng yang kurang mendapat sinar matahari.

25
d) Keadaan Air
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan air. Berdasarkan
kebutuhan akan air, tanaman dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
(1) Xerofita adalah tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di daerah kering, misalnya
kaktus.
(2) Hidrofita adalah tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di daerah basah, misalnya
teratai dan eceng gondok.
(3) Mesofita adalah tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di tempat sedang dan
membutuhkan air dalam jumlah sedang
e) Geologi
Persebaran geografis tumbuhan di Kepulauan Indonesia secara keseluruhan
juga ditentukan oleh faktor geologis. Contoh di Paparan Sunda di bagian barat
dan Paparan Sahul di bagian timur, keadaan floranya mempunyai banyak
kesamaan, misalnya antara Sumatra dan Kalimantan mempunyai persamaan flora
mencapai 90%. Adanya variasi flora dari masing-masing paparan merupakan
pengaruh dari oleh faktor lingkungan setempat.

1) Faktor Biotik

Tumbuhan merupakan salah satu faktor biotik yang berpengaruh terhadap keadaan
tumbuhan yang lain. Tumbuhan yang besar akan melindungi tumbuhan yang ada di
bawahnya. Binatang yang sangat membantu proses terjadinya penyerbukan dan
penyebaran biji tumbuh-tumbuhan. Faktor biotik yang sangat besar peranannya adalah
manusia. Manusia dapat merusak dan melindungi tumbuh-tumbuhan. Manusia dapat
mengubah hutan menjadi areal industri dan daerah perkotaan, tapi manusia juga dapat
mengubah daerah yang gersang menjadi daerah yang rindang.

Persebaran Hewan Tumbuhan di Muka Bumi

1. Persebaran Hewan (Fauna) di Muka Bumi

a. Fauna di Padang Rumput

Padang rumput merupakan habitat dari berbagai jenis binatang, karenapadang


rumput menyediakan segala yang dibutuhkan oleh hewan-hewanpemakan rumput
(herbivora). Jenis hewan yang hidup di padang rumput antara lain kuda, zebra, bison,
dan kanguru (yang hidup di padang rumput Australia).Selain hewan herbivora, di
daerah ini juga terdapat hewan predator sepertisinga, harimau, serigala, dan binatang
karnivora lainnya.

b. Fauna di Daerah Gurun


Gurun identik dengan daerah kering, sehingga binatang yang berada didaerah ini
biasanya mampu beradaptasi dan bertahan hidup dalam kondisicuaca yang panas dan
kering. Binatang yang hidup di daerah kering dicirikandengan pencarian mangsa pada
pagi hari atau malam hari dan hidupnya dilubang-lubang untuk melindungi diri dari
sengatan sinar matahari pada sianghari, dan cuaca dingin pada malam hari. Binatang
yang hidup di gurun biasanyaberukuran kecil, seperti kadal, ular, dan tikus. Binatang
yang berukuran besarbiasanya jarang ditemui di daerah ini, karena adaptasinya yang
sulit. Contoh,binatang besar yang mampu beradaptasi dan bertahan hidup di daerah
gurunadalah unta dan kuda.

c. Fauna di Daerah Tundra

26
Tundra merupakan daerah yang mempunyai iklim kutub, oleh karena itudaerah
ini merupakan daerah dingin (beku). Fauna di daerah tundra dicirikanmempunyai
bulu-bulu yang tebal, yang berfungsi sebagai pelindung dari cuaca dingin di daerah
tersebut. Fauna yang hidup di daerah tundra antara lain pendeer dan muskox
merupakan jenis hewan herbivora (pemakan jenis lumut). Jenis hewan mamalia yang
mampu bertahan di daerah tundra antara lain beruang kutub, serigala kutub, dan
kelinci kutub. Daerah tundra yang beriklim kutub yang dingin memiliki jenis fauna
lebih sedikit dibandingkan daerah gurun.
d. Fauna di Hutan Tropik
Fauna yang hidup di hutan tropik jenisnya sangat beragam antara lain
kera,berbagai jenis burung, hariamau, gajah, serangga, binatang melata, dan berbagai
jenis hewan vertebrata dan invertebrata lainnya.

e. Fauna di Daerah Taiga


Jenis fauna yang ada di daerah taiga didominasi oleh bermacam-macam burung
yang bermigrasi ke arah selatan pada waktu musim gugur. Jenis fauna yang khas di
daerah ini adalah moose, serigala, dan beruang hitam.

f. Fauna di Daerah Kutub


Fauna yang mampu hidup di daerah kutub pada umumnya mempunyai bulubulu
yang tebal, seperti jenis hewan yang hidup di daerah tundra. Fauna yang hidup
di daerah kutub antara lain beruang kutub serta mamalia air seperti singa laut, yang
dijadikan sebagai makanan utama beruang kutub, dan sejenis burung yaitu
penguin.

2. Jenis Hewan (Fauna) di Perairan

Organisme di dalam air dapat diklasifikasikan berdasarkan modelkehidupannya,


sebagai berikut.
a. Bentos, adalah organisme yang melekat di dasar endapan. Bentos dapat dibagi
berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan penyaring (kerang) dan pemakan
deposit (siput).
b. Plankton, adalah organisme mengapung yang pergerakannya tergantung pada arus
laut.
c. Nekton, adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak dengan
kemampuannya sendiri, misalnya ikan, ampibi, dan serangga air.
d. Neustin, adalah organisme yang beristirahat atau berenang pada permukaan laut.

3. Persebaran Tumbuhan (Flora) di Muka Bumi

Lapisan kehidupan di darat dapat diketahui berdasarkan ketampakan yang disebut


biom (biome) atau formasi biota. Sebuah biom adalah sekelompok ekosistem daratan
pada sebuah benua (pulau) yang mempunyai struktur dan ketampakan vegetasi yang
sama, sifat-sifat lingkungan yang sama, dan mempunyai karakteristik komunitas yang
sama pula.

Faktor utama pembentuk biom adalah pola-pola (tipe) iklim di bumi yang tidak
sama, yang disebabkan oleh bentuk bumi yang bulat, sehingga menyebabkan
intensitas penyinaran matahari dan curah hujan yang diterima tidak sama. Setiap tipe
iklim dengan karakteristik komunitas tumbuhan dan hewan yang mampu beradaptasi
dengan faktor-faktor lingkungannya akan membentuk sebuah biom. Berikut ini
diuraikan tipe-tipe biom yang dikenal di bumi.

27
a. Hutan Hujan Tropika (Tropical Rains Forests)

Hutan jenis ini terdapat di daerah tropika yang basah dengan curah hujanyang
tinggi dan tersebar merata sepanjang tahun. Biom ini terdapat di Amerika Tengah,
Amerika Selatan, Afrika, Asia Tenggara (termasuk Indonesia), dan Australia Timur
Laut. Ciri yang dapat dilihatpada hutan jenis ini di antaranya pohon-pohonnya tinggi,
berdaun lebar dan selalu hijau, serta jenis pohon yang bermacam macam (heterogen).
Seringterdapat tanaman merambat berkayu yang dapat mencapai puncak-puncak
pohon yang tinggi (rotan), dan epifit yang menempel pada batang pohon (paku-
pakuan, anggrek). Hutan ini kaya akan jenis-jenis hewan vertebrata dan invertebrata.

b. Hutan Musim Tropika (Tropical Seasonal Forest)

Hutan jenis ini terdapat di daerah tropika yang beriklim basah tetapi mempunyai
musim kemarau yang panjang. Selama musim kemarau umumnya pohon-pohon
merontokkan daunnya (meranggas) untuk mengurangi penguapan.Hutan musim
tropika tersebar di India, Asia Tenggara dan daerah tropika lainnya.

c. Hutan Hujan Iklim Sedang (Temperate Rainforests)

Hutan jenis ini tersebar di sepanjang Pantai Pasifik di Amerika Utara,yang


terbentang dari negara bagian California sampai ke negara bagian Washington. Di
negara bagian California dan Oregon disebut dengan redwood forests, sedangkan di
negara bagian Washingotn berupa hutan campuran (mixed coneferous rainforests), di
Australia disebut dengan hutan eucalyptus.Hutan hujan iklim sedang merupakan hutan
dengan pepohonan yang tertinggi di dunia, tetapi jenisnya lebih sedikit dibandingkan
hutan hujan tropika.
d. Hutan Gugur (Temperate Deciduous Forests)

Hutan gugur terdapat di daerah yang beriklim kontinen sedang tetapi agakbasah.
Pohon-pohon yang dominan adalah pohon-pohon berdaun lebar dantingginya
mencapai 30-40 meter. Terdapat hewan-hewan yang beragam,namun dengan aktivitas
musiman, terutama rusa yang merupakan herbivore utama. Hutan ini tersebar luas di
Amerika Serikat, Eropa, Asia Timur, dan Cile, serta di Pegunungan Amerika Tengah.

e. Taiga (Leaved Forests)

Taiga adalah hutan pohon pinus dengan daun-daun seperti jarum. Pohon pohon
yang terdapat di hutan taiga antara lain konifer (pohon spruce, alder,dan birch) yang
tumbuh di tempat-tempat dingin. Taiga tersebar di belahanbumi utara (Kanada utara
dan tengah, Rusia, dan Siberia Utara).

f. Stepa

Stepa adalah padang rumput yang kering dan tidak ditumbuhi semak-semak.

g. Sabana
Sabana, yaitu padang rumput yang kering dan ditumbuhi semaksemak belukar
dan juga ditumbuhi pepohonan. Sabana banyak terdapat di Afrika yang menjadi
habitat hewan yang merumput (grazinganimal). Sabana terdapat pula di Australia,
Amerika Selatan, dan Asia Selatan.Di Indonesia, sabana terdapat di Nusa Tenggara
Timur dan Papua bagian tenggara. Sabana biasanya merupakan daerah peralihan

28
antara hutan dan padang rumput. Sabana terjadi karena keadaan tanah, kebakaran yang
berulang, dan bukan disebabkan oleh keadaan iklim.

h. Tundra
Tundra adalah daerah beku dan tandus di wilayah kutub utara. Di wilayah ini
tumbuhan jarang atau bahkan tidak dapat hidup. Biasanya vegetasi yang ada hanya
padang lumut.

i. Gurun (Desert)
Gurun adalah hamparan padang pasir yang terdapat di semua benua dan
mencakup bermacam macam komunitas. Pada umumnya tumbuhan yang hidup di
gurun berdaun kecil atau tidak berdaun, serta dapat beradaptasi terhadap penguapan
yang cepat dan air yang sedikit, misal tumbuhan kaktus, perdu kreosot,dan semak-
semak gurun. Contoh gurun antara lain Gurun Sahara dan Kalahari di Afrika, dan
Gurun Gobi di Asia.

4. Jenis Tumbuhan (Flora) di Perairan

Terumbu karang adalah gunung kalsium karbonat yang berada di bawah laut.
Gunung ini terdiri atas karang, pasir karang, dan batu kapur padat. Terumbu tersebut
menjadi dasar bagi komunitas kehidupan laut yang dinamis dan beragam. Jenis
terumbu karang antara lain terumbu karang pinggiran (fringing reefs), terumbu karang
penghalang (barrier reefs), maupun atoll dan pseudo-atoll.

1) Terumbu karang pinggiran(fringing reef), biasanya tumbuh dari pantai, dan melebar
ke arah laut, seringkali mengikuti bentuk luar pulau. Terumbu jenis ini banyak
terdapatdikawasan Kepulauan Karibia.
2) Karang penghalang (barrier reef) terbentuk dari bentangan pantai yang dangkal
yang tidak memiliki sungai atau faktor lain yang menghalangi pertumbuhan
terumbu karang tersebut. Terumbu dan daratan dipisahkan oleh laguna
dangkal.Laguna antara Great Barrier Reef dan pesisir timur laut Australia lebarnya
berkisar antara 16 dan 160 kilometer dan merupakan karang penghalang terbesar di
dunia.
3) Karang atol tumbuh merupakan koloni karang di puncak gunung api bawah laut
yang muncul dari dasar laut. Tumpukan karang itu makin meluas ke arah
luar,bukan ke atas karena sebagianbesar hewan karang harus hidup terendam air.
Bentuknya seperti kue donat yang mengikuti puncak gunung api. Oleh sebab itu,
atol yang terbentuk biasanya memiliki laguna di tengahnya (kaldera gunung api).
Bentuk karang seperti ini banyak dijumpai di Pasifik Selatan.Luas terumbu karang
di Indonesia diperkirakan sekitar 85.707 km meliputi 50.223 km karang
penghalang, 19.540 km2 terumbu karang atol,dan 15.944 karang pinggiran
(tepi).Kawasan laut sekitar Maluku dan Sulawesi merupakan kawasan terumbu
karang yang paling banyak dan beragam diIndonesia, bahkan di dunia. Makin ke
barat atau ke timur jumlah dan keanekaragaman jenis terumbu karang semakin
berkurang.
4. Padang Lamun adalah tumbuhan berbunga yang sudah beradaptasi sepenuhnya di
dalam laut.Tumbuhan ini mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam di air
laut yang asin,mempunyai sistem perakaran jangkar dan mampu mengadakan
penyerbukan serta daurgeneratif dalam keadaan terbenam. Lamun dapat tumbuh
subur terutama di daerah pasang surut dan perairan pantai yang dasarnya berupa
lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai 4
meter.Dari 20 jenis lamun yang ada di perairan Asia Tenggara, 12 di antaranya

29
dijumpai di perairan Indonesia. Padang lamun merupakan habitat yang sangat
penting bagi komunitas ikan, penyu hijau, dan dugong (duyung), karena tumbuhan
di padang lamun merupakan sumber makanannya.

Persebaran Hewan (Fauna) dan Tumbuhan (Flora) di Indonesia

Indonesia mempunyai keanekaragaman jenis hewan dan tumbuhan terbesar


kedua di dunia setelah Brasil. Berikut akan diuraikan persebaran hewan dan
tumbuhan di Indonesia.

1. Persebaran Fauna di Indonesia

Fauna sering juga diartikan dunia hewan.Arti fauna adalah semua hewan yang
hidup di suatu daerah atau pada zaman tertentu, sedangkan uraian fauna Indonesia
terbatas pada zaman sekarang ini. Uraian fauna lebih ditekankanpada hewan liar,
sedangkan hewan yang dibudidayakan akan diuraikan pada peternakan.

Suatu daerah mempunyai ciri lingkungan tertentu yang berpengaruh terhadap


jenis dan kehidupan hewan. Indonesia mempunyai berbagai macam lingkungan
sebagai wilayah tempat hidup dan berkembangnya fauna. Pulau pulau besar dan kecil
yang jumlahnya lebih dari 13.000 buah, perairan yang luasnya mencapai lebih dari
tiga juta kilometer persegi, dan terletak di sekitar khatulistiwa, merupakan tempat
tinggal dari berbagai jenis fauna. Di Indonesia terdapat lebih dari 500 jenis hewan
menyusui (Mamalia), lebih dari 4.000 jenis ikan (Pisces), lebih dari 1.600 jenis burung
(Aves), lebih dari 1.000 jenis hewan Reptil dan Amfibi, serta lebih dari 200.000 jenis
serangga (insecta).Jenis-jenis ikan meliputi ikan yang hidup di air tawar, air payau,
maupun air asin. Jenis-jenis serangga meliputi yang hidup di dalam tanah, di tempat
gelap, merayap di dalam kayu lapuk, maupun yang terbang. Di samping itu masih
banyak jenis cacing, lintah, siput, dan kerang.

a. Pembagian Fauna di Indonesia

Jenis-jenis dan persebaran hewan yang ada di Indonesia mempunyai kaitan


dengan sejarah terbentuknya kepulauan Indonesia. Indonesia bagian barat, yang
meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya pernah
menjadi satu dengan Benua Asia. Indonesia bagian timur, Papua, dan pulaupulau di
sekitarnya pernah menjadi satu dengan Benua Australia. Indonesia bagian tengah,
Pulau Sulawesi bersama pulau di sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara dan
Kepulauan Maluku, merupakan wilayah yang tidak termasuk Benua Asia maupun
Australia.

1) Pembagian Fauna Menurut Wallace (1910)

Pada tahun 1910 (tiga tahun sebelum ia wafat), Wallace dengan


mempertimbangkan keunggulan bentuk fauna Asia di Sulawesi, menyimpulkan bahwa
fauna Sulawesi tampak demikian khas, sehingga Wallace menduga bahwa Sulawesi
dahulu pernah bersambung dengan Benua Asia maupun Benua Australia. Wallace
membuat garis yang ditarik dari sebelah timur Filipina, melalui Selat Makassar dan
antara Bali dan Lombok yang dikenal dengan Garis Wallace dengan kemudian
Wallace menggeser garis yang telah ditetapkan sebelumnya ke sebelah timur Sulawesi
(Wallace, 1910). Sulawesi merupakan daerah peralihan antara fauna Asia dengan
fauna Australia.

30
Wallace mengelompokkan jenis fauna di Indonesia menjadi tiga, yaitu:

a) Fauna Asiatis (Tipe Asia), menempati bagian barat Indonesia sampai Selat
Makassar dan Selat Lombok. Di daerah ini terdapat berbagai jenis hewan
menyusui yang besar seperti:
(1) tapir terdapat di Sumatra dan Kalimantan,
(2) banteng terdapat di Jawa dan Kalimantan,
(3) kera gibon terdapat di Sumatra dan Kalimantan,
(4) mawas (orang hutan), yaitu jenis kera besar dan tidak berekor, hewan ini
banyak terdapat di hutan-hutan Sumatra Utara dan Kalimantan,
(5) beruang terdapat di Sumatra dan Kalimantan,
(6) badak terdapat di Sumatra dan Jawa (bercula dua),
(7) gajah terdapat di Sumatra (berpindah-pindah),
(8) siamang (kera berwarna hitam dan tak berekor) terdapat di Sumatra,
(9) kijang badannya berwarna kemerah-merahan terdapat di Jawa, Sumatra, Bali,
dan Lombok,
(10) harimau loreng terdapat di Jawa dan Sumatra, sedangkan harimau kumbang
dan tutul terdapat di Jawa, Bali, dan Madura,
(11) kancil adalah kijang kecil banyak terdapat di Jawa, Sumatra, dan
Kalimantan,
(12) trenggiling banyak terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali, dan
(13) jalak Bali terdapat di Bali, dan burung merah terdapat di Jawa. Di daerah ini
juga ditemui jenis hewan lain, seperti kancil pelanduk (terdapat di Sumatra,
Jawa, dan Kalimantan), singa, mukang (terdapat di Sumatra, dan
Kalimantan), dan ikan lumba-lumba (terdapat di Kalimantan).

b) Fauna tipe Australia, menempati bagian timur Indonesia meliputi Papua dan
pulau-pulau di sekitarnya. Di daerah ini tidak didapatkan jenis kera, binatang
menyusuinya kecil-kecil dan jumlahnya tidak banyak.
Hewan-hewan di Indonesia bagian timur mirip dengan hewan Australia. Jenis
hewan tipe Australia, antara lain sebagai berikut.
(1) Burung, terdiri atas cenderawasih, kasuari, nuri dan raja udang.
(2) Amfibi, terdiri atas katak pohon,katak terbang, dan katak air.
(3) Berbagai jenis serangga.
(4) Berbagai jenis ikan.
(5) Mamalia, terdiri atas kanguru, walabi, beruang, nokdiak (landak Papua),
opossum laying (pemanjat berkantung), kuskus,dan kanguru pohon.
(6) Reptilia, terdiri atas buaya, biawak, kadal, dan kura-kura.

b) Fauna peralihan, menempati di antara Indonesia timur dan Indonesia


barat,misalnya di Sulawesi terdapat kera (fauna Asiatis) dan terdapat kuskus
(fauna Australia). Di samping itu terdapat hewan yang tidak didapatkan baik tipe
Asiatis maupun tipe Australia.

Fauna Indonesia yang tergolong tipe peralihan adalah sebagai berikut.


(1) Mamalia, terdiri atas anoa, babi rusa, kuskus, monyet hitam, sapi,banteng, dan
kuda.
(2) Reptilia, terdiri atas biawak, komodo, kura-kura, dan buaya.
(3) Amfibi, terdiri atas katak pohon, katak terbang, dan katak air.
(4) Berbagai macam burung, terdiri atas maleo, kakaktua, nuri, merpati,burung
dewata, dan angsa. Di antara fauna yang terdapat di wilayah Indonesia
bagian tengah terdapat fauna yang khas Indonesia dan tidak dijumpai di

31
daerah lain sertatermasuk hewan langka, antara lain anoa (mirip lembu)
terdapat di Sulawesi; biawak komodo terdapat di Pulau Komodo, Nusa
Tenggara; burung maleo terdapat di Sulawesi dan Kepulauan Sangihe.

2) Pembagian Fauna Menurut Weber

Banyak ahli yang melakukan telaah tentang persebaran jenis hewan di Indonesia
dengan membuat garis batas yang berbeda-beda. Salah satu ahli adalah Weber, ia
menentukan batas dengan imbangan perbandingan hewan Asia dan Australia 50 : 50.
Weber menggunakan burung dan hewan menyusui sebagai dasar analisisnya, tetapi
tidak setiap binatang yang dijadikan dasar memiliki garis batas yang sama.
Contohnya, hewan melata dan kupu-kupu Asia menembus lebih jauh ke arah timur
daripada burung dan siput.Garis batas antara Indonesia bagian barat dengan bagian
tengah disebut garis Wallace dan garis batas antara Indonesia bagian timur dengan
bagian tengah disebut garis Weber.

3) Pembagian Fauna Menurut Lydekker

Ahli lain, yaitu Lydekker, menentukan batas barat fauna Australia dengan menggunakan
garis kontur dan mengikuti kedalaman laut antara 180 – 200 meter, sekitar Paparan Sahul
dan Paparan Sunda. Hal ini sama dengan Wallace yang menentukan batas timur fauna
Asia. Adanya perbedaan fauna antara wilayah Indonesia bagian barat dan timur karena
kedua wilayah itu terpisah oleh perairan yang cukup luas dan dalam,dan kedalaman
lautnya lebih dari 1000 meter. Laut yang dalam tersebut sebagai pemisah antara kedua
wilayah, sehingga fauna pada masing-masing wilayah berkembang sendiri-sendiri.

32
G. Kerangka Berfikir

Dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT pada turnamen

belajar yang di dalamnya mengandung unsur permainan dan turnamen

diharapkan mampu menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa.

Dengan adanya turnamen yang diadakan pada setiap akhir pokok bahasan akan

membuat siswa termotivasi dalam belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai secara optimal sesuai dengan harapan kurikulum. Oleh karena itu melalui

penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

KTSP 2007 KONTEKSTUAL

COOPERATIVE

TEAM GAMES TOURNAMENTS


(TGT)

MATERI GEOGRAFI

HASIL BELAJAR
Gambar 2.1. Skema Kerangka Berfikir

33
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan di
MAN Madello kecamatan Mallusetasi kabupaten Barru yang berlokasi di Jl.
Poros Makassar Pare Pare desa cilellang kecamatan Mallusetasi Kabupaten
Barru.Sekolah ini didirikan pada tahun 1997 dan mulai beroperasi pada tahun
1997. Luas tanah bangunan sekolah yakni 14950 m2 dan luas seluruh bangunan
adalah 1396 m2. Data siswa dalam tahun 2012/2013 adalah 109 orang pada kelas
X, 122 orang pada kelas XI, dan117 orang siswa pada kelas XII. Jumlah ruangan
belajar/kelas adalah 13 ruangan, jumlah guru PNS adalah 29 orang, dan guru
honor adalah 18 orang.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini
dilaksanakan di MAN Madello kecamatan Mallusetasi kabupaten Barru dan
dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013.

C. Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS-1 MAN Madello
kecamatan Mallusetasi kabupaten Barru, yang berjumlah 26 siswa yang terdiri
dari perempuan 10 orang dan laki laki 16 orang pada semester genap tahun ajaran
2012/2013.

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian


Penelitian ini dirancang sebagai penelitian tindakan kelas kolaboratif,
antara peneliti dengan guru pelajaran Geografi MAN Madello kecamatan
Mallusetasi kabupaten Barru. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan karena
dari analisis dan refleksi yang dilakukan setiap akhir kegiatan akan dilakukan
tindakan yang berdasarkan hasil analisis dan refleksi yang dibuat sebelumnya.

34
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya permasalahan yang ditemui di
lapangan yakni dari hasil observasi dan wawancara antara peneliti dan guru
Geografi MAN Madello Kecamatan Mallusetasi Kabupaten Barru kemudian
direfleksikan, dianalisis dan dilakukan tindakan. Kesimpulan yang diperoleh tidak
dapat digeneralisasikan dalam ruang lingkup yang lebih luas, karena untuk kondisi
dan situasi yang berbeda hasilnya dapat berbeda. Penelitian ini menggunakan
model Taggart (1989) karena pelaksanaannya berdasarkan siklus-siklus dan tiap
siklus menggambarkan tingkatan keberhasilan tindakan pembelajaran perbaikan.

Gambar 3.1. Alur desain penelitian(adaptasi dari Taggart dan kemmis, 1989)

Penelitian ini akan dilakukan melalui 2 siklus. Adapun setiap siklus


dilakukan dengan tahap sebagai berikut:
1. Gambaran Siklus I
a. Perencanaan (planning)

35
Peneliti menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT yang telah
dimodifikasi, skenarionya sebagai berikut:
 Membuat Rencana Pembelajaran
 Menyiapkan media berupa gambar gambar/slide tentang biosfer.
 Mempersiapkan LKS untuk dikerjakan siswa dalam kelompok.
 Mempersiapkan lembar observasi untuk mengetahui kondisi kegiatan
belajar mengajar di kelas dengan menggunakan LKS
 Membuat alat evaluasi yang berupa soal tes tertulis.
 Menyiapkan format pemantauan aktivitas siswa di kelas
 Menyiapkan kartu soal dan kartu bergambar untuk game

b. Pelaksanaan (Action)
Action dilaksanakan sesuai dengan program yang telah disusun
sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembelajaran.
● Guru memberikan apersepsi, dan menjelaskan tujuan pembelajaran
● Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 orang untuk mengerjakan LKS
● Guru mengamati pelaksanaan kegiatan.
● Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
● Siswa pada kelompok lain memberi tanggapan atau komentar
● Guru menjelaskan aturan permainan TGT
● Siswa memulai game dalam kelompok masing-masing.
● Setelah semua pertanyaan dijawab dalam game kelompok, hasilnya
ditulis di papan tulis. Perolehan skor individu maupun kelompok akan
terlihat secara menyeluruh pada papan tulis. Selanjutnya kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, akan berkompetisi dalam turnamen dengan
kelompok lain dengan kemampuan yang sama (homogen) pada
pertemuan berikutnya.
 Menyimpulkan materi
 Memberikan tugas untuk mempelajari materi minggu berikutnya.

c. Pengamatan (Observasi)
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru mengamati tindakan
yang dilakukan siswa dan mendata hasil kegiatan belajar dengan menggunakan

36
lembar observasi. Pengamatan dilakukan oleh observer yang menjadi mitra dalam
kegiatan penelitian. Observer berjumlah 2 orang agar ada pembandingnya. Dalam
melakukan observasi menggunakan format pengamatan sebagai alat bantu dalam
mengamati aktivitas siswa. Dari format hasil pengamatan, kemudian dianalisis
atau dievaluasi sehingga diketahui bagaimana aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Melalui Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dapat
diketahui hasil belajar secara kelompok. Sedangkan tes hasil belajar dilakukan
secara individu untuk mengetahui kemajuan penguasaan siswa tentang materi
tektonisme, vulkanisme dan seisme. Jadi hasil pengamatan untuk memperoleh
gambaran tentang perubahan perilaku siswa sehubungan dengan penggunaan
metode yang direncanakan.

d. Refleksi
Refleksi ini berfungsi untuk memperoleh ketercapaian tujuan. Apabila
ditemukan kekurangan/ketidak berhasilan dalam pelaksanaan tindakan maka perlu
direncanakan perbaikan pada siklus berikutnya.

2. Gambaran Siklus II
a. Perencanaan (planing)
Kekurangan pada penerapan model pembelajaran TGT yang telah
diperbaiki dari siklus I kemudian dilaksanakan pada siklus II. Skenarionya sebagai
berikut:
 Membuat Rencana Pembelajaran
 Mempersiapkan LKS untuk dikerjakan siswa dalam kelompok.
 Mempersiapkan lembar observasi untuk mengetahui kondisi kegiatan
belajar mengajar di kelas dengan menggunakan LKS
 Menyiapkan kartu soal dan jawaban.
 Membuat alat evaluasi yang berupa soal tes tertulis.

b. Pelaksanaan (Action)
Action dilaksanakan sesuai dengan program yang telah disusun
sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembelajaran.

37
● Guru memberikan apersepsi, dan menjelaskan tujuan pembelajaran
● Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 orang untuk mengerjakan LKS
● Guru mengamati pelaksanaan kegiatan.
● Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas.
● Siswa pada kelompok lain memberi tanggapan atau komentar
● Guru menjelaskan aturan permainan TGT
● Siswa memulai game dalam kelompok masing-masing.
● Setelah semua pertanyaan dijawab dalam game kelompok, hasilnya
ditulis di papan tulis. Perolehan skor individu maupun kelompok akan
terlihat secara menyeluruh pada papan tulis. Selanjutnya kelompok yang
memperoleh skor tertinggi, akan berkompetisi dalam turnamen dengan
kelompok lain dengan kemampuan yang sama (homogen) pada
pertemuan berikutnya.
 Menyimpulkan materi
 Memberikan tugas untuk mempelajari materi minggu berikutnya.

c. Pengamatan (Observasi)
Selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, guru mengamati tindakan
yang dilakukan siswa dan mendata hasil kegiatan belajar dengan menggunakan
lembar observasi. Pengamatan dilakukan oleh observer yang menjadi mitra dalam
kegiatan penelitian. Observer berjumlah 2 orang agar ada pembandingnya. Dalam
melakukan observasi menggunakan format pengamatan sebagai alat bantu dalam
mengamati aktivitas siswa. Dari format hasil pengamatan, kemudian dianalisis
atau dievaluasi sehingga diketahui bagaimana aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Melalui Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dapat
diketahui hasil belajar secara kelompok. Sedangkan tes hasil belajar dilakukan
secara individu untuk mengetahui kemajuan penguasaan siswa tentang materi
pelapukan, erosi dan sedimentasi. Jadi hasil pengamatan untuk memperoleh
gambaran tentang perubahan perilaku siswa sehubungan dengan penggunaan
metode yang direncanakan.

d. Refleksi

38
Refleksi ini berfungsi untuk memperoleh ketercapaian tujuan. Hasil
observasi, catatan lapangan, skor tugas kelompok dikaji kembali berkaitan dengan
tindakan pada siklus sebelumnya. Apabila ditemukan kekurangan/ketidak
berhasilan dalam pelaksanaan tindakan maka perlu direncanakan perbaikan pada
siklus berikutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data


Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa
instrumen pengumpulan data yaitu:
1. Sumber Data
Observasi dimaksudkan untuk memperoleh data pada subjek penelitian,
mengamati aktivitas dan kegiatan siswa pada saat proses pembelajaran
dengan menggunakan format pengamatan proses.
2. Angket
Angket digunakan untuk memperoleh data pada subjek penelitianyang
berupa angket respon siswa. Angket respon siswa digunakan untuk
mengetahui respon, minat dan perhatIn siswa terhadap pelajaran Geografi
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif TGT
3. Catatan lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk melengkapi data yang belum terdapat
pada lembar observasi, maupun angket selama pembelajaran berlangsung,
dan memperoleh data secara objektif, yang tidak terekam dalam lembar
observasi, yaitu hal-hal yang terjadi selama pemberian tindakan. Hal ini
perlu untuk dapat dijadikan pertimbangan dalam langkah berikutnya.
4. Tes
Pelaksanaan tes dilakukan pada akhir setiap pemberian tindakan dengan
tujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dari aspek
kognitif. Dari hasil data tes yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan
dilakukan refleksi untuk merencanakan tindakan berikutnya. Tes yang
digunakan dalam penelitianini dikembangkan oleh peneliti bekerja sama
dengan guru bidang studi.

F. Teknik Analisis Data

39
1. Siklus I
a. Perencanaan
Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan di MAN
Madello kecamatan Mallusetasi kabupaten Barru, maka tindakan yang
direncanakan pada siklus I adalah menggunakan pembelajaran kooperatif model
TGT dengan mempersiapkan segala yang diperlukan dalam proses pembelajaran.

b. Pelaksanaan
Guru mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan mempresensi siswa.
Sebelum menyampaikan materi yang akan dibahas, guru memperkenalkan tentang
pembelajaran kooperatif model TGT, cara dan tujuannya. Siswa belum pernah
mendengar tentang model pembelajaran TGT sehingga model pembelajaran ini
terasa asing bagi mereka.
Setelah selesai menjelaskan guru membentuk kelompok sesuai dengan ke-
mampuan akademik yang heterogen setelah memberikan pengantar tentang materi
yang dibahas. Pembagian kelompok ini berdasarkan kemampuan akademik siswa
yang diambil dari nilai ulangan harIn. Kemudian dibagi menjadi 5 kelompok,
yaitu siswa dengan kemampuan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat
rendah. Dasar penentuan kategori kemampuan akademik siswa sebagai berikut:
Nilai maksimum = 75
Nilai minimum = 30
Jangkauan = nilai maksimum – nilai minimum
= 75 - 30
= 45. dibagi 6 kelompok = 7
Kategori kemampuan akademik siswa:
30 – 42 sangat rendah
42 - 55 rendah
54 - 65 sedang
66 - 77 tinggi
78 - 90 sangat tinggi

Peneliti membagi kelompok dengan cara membacakan nama masing-


masing kelompok. Setelah itu guru menjelaskan tata cara dan penilaian dalam

40
diskusi. Selanjutnya siswa berkumpul menurut kelompok yang telah ditentukan.
Pembagian kelompok dapat dilihat pada lampiran 13. Setelah semua siswa
berkelompok,guru membagikan LKS untuk dikerjakan semua kelompok belajar.
Masing-masing siswa menerima LKS dan dikerjakan bersama-sama dengan
sesama anggota kelompok. Waktu diskusi kelompok belajar ini kurang lebih 30
menit. Waktu diskusi yang diberikan sedikit. Hal ini bertujuan agar semua siswa
aktif dalam diskusi kelompok. Selain itu untuk memperkecil kemungkinan siswa
ramai dalam diskusi kelompok karena telah selesai mengerjakan LKS.
Pada kegiatan ini guru berkeliling dan bertanya kepada setiap kelompok,
apakah ada kesulitan dalam mengerjakan soal LKS. Ternyata banyak juga
kelompok yang masih bertanya tentang soal LKS yang dibahas. Sesama anggota
kelompok saling berbantah dalam menanggapi permasalahan yang ada di LKS.
Setelah waktu diskusi kelompok berakhir, hasil diskusi dari masing-
masing kelompok dipresentasikan di depan kelas. Salah satu kelompok
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dan yang lain menanggapi.
Tanggapan diberikan hanya sekali kepadatiapkelompok secara bergiliran, jika
tidak ada titik temu diserahkan kepada guru sebagai penengah. Ternyata hasil
kerja tiap-tiap kelompok tidak terlalu banyak perbedaan, sehingga tidak ada
permasalahan yang berarti. Kemudian kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada
tahap berikutnya yaitu berupa permainan dalam kelompok.
Guru membagikan kartu soal yang sudah ada jawaban pada tiap-tiap
kelompok untuk mengadakan game (permainan) antar anggota kelompok. Sebe-
lumnya guru memberikan penjelasan mengenai tata cara permainan. Setelah
semua pertanyaan dijawab dalam game kelompok, hasilnya ditulis di papan
tulis. Perolehan skor individu maupun kelompok akan terlihat secara menyeluruh
pada papan tulis. Selanjutnya anggota kelompok yang memperoleh skor tertinggi,
akan berkompetisi dalam turnamen dengan kelompok lain yang juga memiliki
skor tertinggi, sehingga turnamen antar kelompok berikutnya bersifat homogen.
Pengelompokan pada tahap turnamen berdasarkan pada kemampuan akademik
yang sama pada masing-masing meja turnamen. Guru akan mengumumkan
kelompok yang baru pada pertemuan berikutnya dan memberi motivasi pada
siswa supaya belajar untuk mempersiapkan turnamen pada minggu berikutnya.

41
c. Observasi
Pada tahap pelaksanaan tindakan, proses pembelajaran kooperatif model
TGT diawali dengan presentasi kelas yang dilakukan oleh guru. Suasana kelas
riuh. Siswa masih ramai di awal pelajaran. Setelah presentasi kelas, kemudian
dilakukan diskusi kelompok untuk melaksanakan tahap kedua yaitu belajar
kelompok. Dalam belajar kelompok ini siswa masih belum mengerti cara kerja
pembelajaran kooperatif, misalnya cara duduk dalam kelompok, dimana siswa
masih duduk bersebelahan atau belum saling berhadapan sehingga tatap muka
untuk diskusi kurang dan siswa masih individual dalam menyelesaikan LKS.
Sebagian siswa masih mengerjakan sendiri-sendiri LKS dalam satu kelompok,
sehingga diskusi dalam kelompok hampir tidak ada itu berarti kerjasama antar
kelompok masih kurang. Sebagian dikerjakan oleh siswa yang dianggap pintar,
sedangkan anggota kelompok yang lain hanya mencontoh. Selama proses diskusi,
guru dibantu dengan teman sejawat dan guru mata pelajaran, mengelilingi semua
kelompok. Guru menghampiri proses diskusi dari masing-masing kelompok untuk
membantu apabila siswa mengalami kesulitan. Kesulitan yang dialami siswa dan
guru antara lain:
1. Siswa masih bingung terhadap pembagian kelompok dan tempat duduk
masing-masing kelompok.
2. Siswa kurang cermat dan kurang memahami maksud pertanyaan yang terdapat
pada LKS. Sebagian siswa masih meminta guru untuk menjelaskan kembali
keterangan yang disampaikan temannya. Peneliti mengamati aktivitas siswa
melalui lembar observasi yang terdiri dari beberapa unsur kooperatif. Akan
tetapi, unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif masih belum
bisa diterapkan.
3. Siswa masih belum bertanya kepada guru jika ada materi yang belum di-
mengerti, padahal guru sudah memberikan kesempatan bertanya.
4. Siswa masih terlihat malu dan bingung untuk mengungkapkan pendapatnya.
5. Guru kurang bisa mengatur waktu, sehingga di akhir pelajaran kesimpulan
masih didominasi guru.

d. Refleksi I

42
Berdasarkan hasil observasi di atas, maka perlu suatu tindakan
penyeleseian untuk memperbaiki penerapan pembelajaran kooperatif model TGT
dalam proses pembelajaran, antara lain:
1. Guru sebaiknya menulis pembagian kelompok di papan tulis dan tempat
duduk masing-masing kelompok sudah ditentukan sebelumnya, sehingga
siswa tidak bingung dengan pembagian kelompok dan tempat duduk masing-
masing kelompok.
2. Guru harus bisa memberikan penjelasan cara bekerja kooperatif model TGT
dan memotivasi siswa untuk memanfaatkan waktu belajar di rumah.
3. Guru harus bisa mengatur waktu agar sesuai dengan apa yang direncanakan.
4. Guru harus memberikan penguasaan atau memberikan motivasi siswa untuk
mengemukakan pendapatnya.

2. Siklus II
a. Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada siklus I, untuk lebih meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar pada siklus II guru tetap menggunakan pembelajaran kooperatif
model TGT. Sebelum proses pembelajaran dimulai, guru memberitahukan kepada
siswa perolehan skor yang diperoleh dari siklus I, baik skor tentang aktivitas mau-
pun hasil belajar yang ditinjau dari aspek kognitif dan aspek afektif. Dari hasil tes
tersebut dijadikan dasar pembagian kelompok homogen. Kemudian guru
mempersiapkan foto-foto sebagai pengganti kartu soal/kartu bergambar untuk
turnamen. Turnamen dilaksanakan sebagai persiapan awal untuk mengerjakan tes
pada akhir proses pembelajaran.

b. Pelaksanaan Tindakan II
Pada Siklus II ini, seluruh siswa hadir. Setelah itu guru memberitahukan
hasil belajar pada pertemuan minggu lalu. Guru memberikan pertanyaan pembuka
tentang materi sebelumnya. Siswa sudah banyak yang angkat tangan untuk
menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan jawabannya benar.
Guru membentuk kelompok belajar dengan anggota ,masing-masing
kelompok 5-6 siswa. Pembagian kelompok yang sudah dibentuk berdasarkan hasil
tes minggu sebelumnya, ditulis guru dipapan tulis. Guru menjelaskan cara

43
berdiskusi yang baik, misalnya berhadapan dan guru juga menginformasikan
bahwa dalam diskusi tersebut terdapat penilaian. Kriteria penilaian disampaikan
kepada siswa. Guru memberikan aba-aba untuk memulai diskusi kelompok
setelah selesai menjelaskan tata cara dan penilaian diskusi kelompok. Dalam
diskusi ini, setiap kelompok mengerjakan LKS yang telah dibagikan guru. Guru
berjalan mengelilingi kelas, sambil membimbing jika ada kelompok yang
mengalami kesulitan serta memberikan penjelasan bagi kelompok yang belum
paham terhadap materi yang sedang dipelajari. Setelah waktu diskusi kelompok
berakhir, guru memberikan aba-aba untuk menghentikan aktivitas diskusi. Guru
bertanya kepada semua kelompok, mungkin ada pertanyaan yang belum bisa
dijawab. Terdapat satu kelompok yang tidak bisa mengerjakan salah satu soal
LKS yaitu kelompok I. Guru bertanya kepada semua siswa apakah ada yang bisa
menjawab pertanyaan dari teman kalIn? Beberapa siswa angkat tangan. Semangat
siswa untuk menjawab pertanyaan sangat besar. Guru menunjuk satu orang untuk
menjawab. Kesempatan mengutarakan pendapat sampai kurang lebih 3 siswa.
Siswa berani bertanya pada guru pada saat ada jawaban temannya yang kurang
sempurna. Setelah itu guru menarik kesimpulan dari semua jawaban siswa.

c. Observasi II
Pada pelaksanaan tindakan II, proses pembelajaran kooperatif diawali
dengan pembentukan kelompok belajar dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok
untuk mengerjakan LKS yang dibagikan kepada masing-masing kelompok. Pada
saat diskusi kelompok, siswa sudah mulai mengerti cara bekerja kooperatif karena
guru memberikan penjelasan dan disertai dengan petunjuk yang perlu dipahami
oleh siswa, misalnya siswa siswa duduk saling berhadapan sehingga tatap muka
untuk diskusi mulai berjalan dan mereka termotivasi dengan penjelasan guru
bahwa setelah diskusi kelompok terdapat suatu pertandingan, dimana skor yang
diperoleh masing-masing individu berrpengaruh pada skor kelompok.
Kelompok yang mendapat skor tertinggi mendapat penghargaan guru.
Setelah diskusi kelompok selesai, selanjutnya yaitu pembentukan kelompok
turnamen dengan kemampuan akademik homogen. Pada pembentukan kelompok
ini, siswa sudah tidak bingung lagi karena pembagian kelompok ditulis guru di
papan tulis. Selama pelaksanaan tindakan pada siklus II ini masih terdapat

44
kelemahan yaitu sebagian siswa masih kurang aktif dalam diskusi kelompok dan
masih sedikit siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Akan
tetapi pada siklus II ini jumlah siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan
lebih banyak daripada siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih aktif
dalam mengikuti pelajaran.

d. Refleksi
Berdasarkan data tentang proses pembelajaran dan hasil belajar yang
dicapai siswa, dapat diketahui bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Hal itu dapat diketahui dari peningkatan skor yang diperoleh pada
siklus I yang dibandingkan dengan siklus II. Selain itu sudah tampak keaktifan
siswa dalam proses pembelajaran. Antusias siswa dalam menjawab pertanyaan
dari guru sudah lebih tinggi dari pada siklus I. Dalam proses pembelajaran
tercapai karena mulai tampak unsur dalam pembelajaran kooperatif seperti saling
ketergantungan, saling tatap muka, akuntabilitas dan keterampilan menjalin
kerjasama antar pribadi atau kemampuan antar personal dalam bekerja kelompok.
Berdasarkan hasil observasi di atas, masih terdapat sedikit kekurangan. Akan
tetapi kekurangan tersebut dapat diatasi dengan cara memotivasi siswa agar
belajar lebih giat.

3. Siklus III
a. Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada siklus II, untuk lebih meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar pada siklus III guru tetap menggunakan pembelajaran kooperatif
model TGT. Sebelum proses pembelajaran dimulai, guru memberitahukan kepada
siswa perolehan skor yang diperoleh dari siklus II, baik skor tentang aktivitas
maupun hasil belajar yang ditinjau dari aspek kognitif dan aspek afektif. Setelah
proses pembelajaran selesai, dilakukan tes untuk mengetahui penguasaan materi
yang telah dipelajari siswa. Turnamen dilaksanakan sebagai persiapan awal untuk
mengerjakan tes pada akhir proses pembelajaran.

b. Pelaksanaan

45
Setelah itu guru memberitahukan hasil belajar pada pertemuan minggu
lalu. Guru memberikan pertanyaan pembuka tentang materi sebelumnya. Siswa
sudah banyak yang angkat tangan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan
guru dan jawabannya benar. Mereka sangat aktif dan Antusias dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran.
Pada siklus III ini guru membentuk kelompok turnamen, dengan cara
menuliskan pada papan tulis, sementara itu siswa mengatur bangku untuk
turnamen dan dengan cepat menempatkan posisinya dalam membentuk kelompok
daripada sebelumnya. Setelah guru membagi perlengkapan untuk turnamen (kartu
bergambar, kartu soal, format penilaian) kemudian memberi aba-aba dimulainya
turnamen. Guru dan observer mengadakan penilaian dalam pelaksanaan
turnamen. Setelah turnamen, guru mencocokkan jawaban siswa dan Guru
menuliskan masing-masing skor yang diperoleh kelompok. Kelompok yang
mempunyai rata-rata skor tertinggi yaitu kelompok IV dengan skor 50.
Berdasarkan tabel tersebut, predikat yang diraih adalah Istimewa. Predikat
sebelumnya kurang baik yakni kelompok VII dengan skor 34. Pada Turnamen ini
hampir semua kelompok meraih predikat baik, karean rata-rata di atas 40. Pada
akhir proses pembelajaran dIdakan tes. Setelah selesai tes, guru membagikan
angket yang berisi respon siswa terhadap pembelajaran TGT.

c. Observasi III
Pada pelaksanaan tindakan III, proses pembelajaran kooperatif diawali
dengan pembentukan kelompok belajar dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok
untuk mengerjakan LKS yang dibagikan kepada masing-masing kelompok. Pada
saat diskusi kelompok, siswa sudah paham tentang cara bekerja kooperatif karena
guru memberikan penjelasan dan disertai dengan petunjuk yang perlu dipahami
oleh siswa, misalnya siswa siswa duduk saling berhadapan sehingga tatap muka
untuk diskusi mulai berjalan dan mereka termotivasi dengan penjelasan guru
bahwa setelah diskusi kelompok terdapat suatu pertandingan, dimana skor yang
diperoleh masing-masing individu berrpengaruh pada skor kelompok. Kelompok
yang mendapat skor tertinggi mendapat penghargaan guru. Setelah diskusi
kelompok selesai, selanjutnya yaitu pembentukan kelompok turnamen dengan
kemampuan akademik homogen. Pada pembentukan kelompok ini, siswa sudah

46
tidak bingung lagi karena pembagian kelompok ditulis guru di papan tulis. Selama
pelaksanaan tindakan pada siklus III ini siswa sudah aktif dalam diskusi kelompok
dan banyak siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru.
Pelaksanaan diskusi sangat baik dan pada siklus III ini jumlah siswa untuk
bertanya atau menjawab pertanyaan lebih banyak daripada siklus II. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Sebagian siswa
menginginkan agar semua materi diberikan dengan menggunakan TGT karena
menarik dan mendorong siswa untuk belajar.

d. Refleksi III.
Berdasarkan data tentang proses pembelajaran dan hasil belajar yang
dicapai siswa, dapat diketahui bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Hal itu dapat diketahui dari peningkatan skor yang diperoleh pada
siklus II yang dibandingkan dengan siklus III. Selain itu tampak keaktifan dan
Antusias siswa dalam proses pembelajaran. Antusias siswa dalam menjawab
pertanyaan dari guru sudah lebih tinggi dari pada siklus II. Dalam proses
pembelajaran tercapai karena tampak unsur dalam pembelajaran kooperatif seperti
saling ketergantungan, saling tatap muka, akuntabilitas dan keterampilan menjalin
kerjasama antar pribadi atau kemampuan antar personal dalam bekerja kelompok.
Siswa memberikan dukungan pada kelompok dan sangat berharap timnya dapat
memenangkan turnamen. Sportifitas kelompok juga sangat terlihat pada saat
turnamen. Ketika jam pelajaran sudah berakhir, siswa masih ingin terus
bertanding dan hampir semua siswa merasa senang dan meminta supaya model
pembelajaran TGT dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran.
Data hasil belajar geografi dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
statistik deskriptif dan analisis statistik inferensIl. Kriteria yang digunakan untuk
menentukan kategori hasil belajar siswa adalah berdasarkan teknik kategorisasi
skala lima. Menurut Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan Menengah
(Depdikbud, 2004) bahwa skor standar umum yang digunakan adalah skala lima
yaitu pembagian tingkat penguasaan yang terbagi atas lima kategori, yaitu:
85 – 100 dikategorikan sangat baik
65 – 84 dikategorikan baik
55 – 64 dikategorikan cukup

47
35 – 54 dikategorikan kurang
0 – 34 dikategorikan sangat kurang.
Indikator dari penilaian ini adalah apabila terjadi peningkatan skor rata-
rata hasil belajar Geografi dari tahap pertama ke tahap kedua. Perlakuan dianggap
berhasil apabila mencapai nilai ketuntasan individu mencapai 65 dan ketuntasan
secara klasikal harus mencapai 85% dari 27 siswa.

48
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1.Lokasi penelitian

Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan

yang mempunyai wilayah terbentang dipesisir Selat Makassar, membujur dari

arah selatan ke utara sepajang kurang ebih 78 km dengan luas wilayah 1.174.72 k

m² . secarah geografis Kabupaten Barru antara 04˚15’00” – 04˚30’00’’ LS, dan

119˚30’00’’ – 119˚45’00 BT. Kabupaten Barru memiliki batas-batas wilayah

administrasi sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kotamadya Pare-Pare

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pangkep

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Soppeng

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Secara administrasif Kabupaten Barru terbagi atas 7 Kecamatan yaitu,

kecamatan Tanete Rilau, Kecamatan Tanete Raja, Kecamatan Pujananting,

Kecamatan Barru, Kecamatn Soppeng Raja, Kecamatan Balusu, dan Kecamatan

Mallusetasi.

Kecamatan Mallusetasi terbagi atas 5 Kelurahan yaitu, Kelurahan Palanro,

Kelurahan Cilellang, Kelurahan Mallawa, Kelurahan Bojo I, dan Kelurahan Bojo II,

Kelurahan Palanro yang merupakan lokasi penelitian adalah salah satu dari

49
kelurahan yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Mallusetasi,

Wilayah Kelurahan Palanro berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatas dengan Kelurahan Mallawa

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Cilellang

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pakka

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar

Lokasi penelitian berada di MAN Madello di Jl. Poros Makassar Pare-Pare

Adapun batas-batas MAN Madello adalah :

a. Sebelah Utara dibatasi oleh jalan raya

b. Sebelah Selatan dibatasi oleh kebun penduduk

c. Sebeah timur dibatasi oleh areal persawahan penduduk

d. Sebelah Barat dibatasi oleh pemukiman penduduk

50
51
2.Gambaran umum MAN Madello

MAN Madello berdiri pada tanggal 2 Agustus 1998 sampai sekarang dan

telah mengalami perkembangan yang cukup pesat mengenai penataan sekolah,

pengadaan fasilitas belajar, guru, staf tata usaha, dan siswa, baik kualitas

maupun kuantitas.

Selama kurang lebih 15 tahun berdirinya, MAN Madello telah beberapa

kali berganti pimpinan sekolah. Jabatan Kepala Sekolah telah mngalami

pergantian sebanyak tig kali yaitu :

a, Drs. Salman Kitju pada tahun ajaran 1998 – 2004

b, Drs. Ibrahim pada tahun ajaran 2004 – 2005

c, Drs. H. Muh. Hilal M,Pd pada tahun ajaran 2005 sampai sekarang

sekolah ini membina 348 orang siswa yang terbagi dalam 3 tingkatan

kelas dengan rincian, kelas X sebanyak 109 orang siswa, kelas XI Sebanyak 122

orang, Kelas XII Sebanyak 117orang siswa, dengan tenaga pembina dan pengajar

47 orang yang terdiri dari Kepala Sekolah 1 orang, Wakil Kepala Sekolah 4 orang,

Guru Tetap 26 Guru Tidak tetap (Honor) 21. Jenjang pendiikan guru-guru MAN

Madello S1 sebanyak 41 orang dan S2 sebanyak 6 orang. Untuk lebih jelasnya

data dilihat pada tabel di bawah ini :

52
tabel 1 . Jumlah Tenaga Pembina dan Pengajar di MAN Madello

No Jabatan Tenaga Pembina dan Pengajar Jumlah

1. Kepala Sekolah 1

2. Wakil Kepala Sekolah 4

3. Guru Tetap 26

4. Guru Honorer 21

5. Staf Tata Usaha 7

Sumber : Tata Usaha MAN Madello 2013

Adapun sarana yang dimiliki oleh MAN Madello yang dapat menunjang

pelaksanaan pendidikan tahun ajaran 2012/2013 adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Jumlah Bangunan di MAN Madello tahun Ajaran 2012/2013

No Nama Ruangan Jumlah Keadaan Keterangan

1. Ruang Kepala Sekolah 1 Baik Permanen

2. Ruang Wakil Kepala Sekolah 1 Baik Permanen

3. Ruang Guru 1 Baik Permanen

4. Ruang Tata Usaha 1 Baik Permanen

5. Ruang Bimbingan Konseling 1 Baik Permanen

6. Ruang Kesenian 1 Baik Permanen

7. Perpustakaan 1 Baik Permanen

8. Laboratorium 1 Baik Permanen

9. Gudang 1 Baik Permanen

10. Kantin 1 Baik Permanen

53
11. Kamar Mandi/WC 6 Baik Permanen

12. Dapur 1 Baik Permanen

13. Tempat Parkir 1 Baik Permanen

Sumber:Tata usha MAN Madello tahun 2013

Adapun prasarana yang menunjang pembelajaran geografi di MAN

Madello dapat dilihat pada tabel disamping ini :

Tabel 3. Keadaan Prasarana yang Dapat Menunjang Pembelajaran Geografi

No Keterangan Jumlah Keadaan

1. Global/Bola Bumi 1 Baik

2. Atlas 1 Baik

3. Peta Dunia 1 Baik

4. Peta Asia 1 Baik

5. Peta Indonesia 1 Baik

6. Peta Sulawesi Selatan 1 Baik

Sumber : Tata Usaha MAN Madello tahun 2013

B. Diskripsi Pelaksanaan Tindakan Kelas

Guru mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan mempresensi siswa.

Sebelum menyampaikan materi yang akan dibahas, guru memperkenalkan tentang

pembelajaran kooperatif model TGT, cara dan tujuannya. Siswa belum pernah

mendengar tentang model pembelajaran TGT sehingga model pembelajaran ini

terasa asing bagi mereka.

Setelah selesai menjelaskan guru membentuk kelompok sesuai dengan ke-

mampuan akademik yang heterogen setelah memberikan pengantar tentang materi

54
yang dibahas. Pembagian kelompok ini berdasarkan kemampuan akademik siswa

yang diambil dari nilai ulangan harian. Kemudian dibagi menjadi 5 kelompok,

yaitu siswa dengan kemampuan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat

rendah. Dasar penentuan kategori kemampuan akademik siswa sebagai berikut:

Nilai maksimum = 77

Nilai minimum = 30

Jangkauan = nilai maksimum – nilai minimum

= 77 - 30

= 47. dibagi 5 kelompok

Kategori kemampuan akademik siswa:

30 – 42 sangat rendah

42 - 55 rendah

54 - 65 sedang

66 - 77 tinggi

78 - 90 sangat tinggi

Peneliti membagi kelompok dengan cara membacakan nama masing-

masing kelompok. Setelah itu guru menjelaskan tata cara dan penilaian dalam

diskusi. Selanjutnya siswa berkumpul menurut kelompok yang telah ditentukan.

Pembagian kelompok dapat dilihat pada lampiran 13. Setelah semua siswa

berkelompok,guru membagikan LKS untuk dikerjakan semua kelompok belajar.

Masing-masing siswa menerima LKS dan dikerjakan bersama-sama dengan

sesama anggota kelompok. Waktu diskusi kelompok belajar ini kurang lebih 30

55
menit. Waktu diskusi yang diberikan sedikit. Hal ini bertujuan agar semua siswa

aktif dalam diskusi kelompok. Selain itu untuk memperkecil kemungkinan siswa

ramai dalam diskusi kelompok karena telah selesai mengerjakan LKS.

Pada kegiatan ini guru berkeliling dan bertanya kepada setiap kelompok,

apakah ada kesulitan dalam mengerjakan soal LKS. Ternyata banyak juga

kelompok yang masih bertanya tentang soal LKS yang dibahas. Sesama anggota

kelompok saling berbantah dalam menanggapi permasalahan yang ada di LKS.

Setelah waktu diskusi kelompok berakhir, hasil diskusi dari masing-

masing kelompok dipresentasikan di depan kelas. Salah satu kelompok

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dan yang lain menanggapi.

Tanggapan diberikan hanya sekali kepada tiap kelompok secara bergiliran, jika

tidak ada titik temu diserahkan kepada guru sebagai penengah. Ternyata hasil

kerja tiap-tiap kelompok tidak terlalu banyak perbedaan, sehingga tidak ada

permasalahan yang berarti. Kemudian kegiatan pembelajaran dilanjutkan pada

tahap berikutnya yaitu berupa permainan dalam kelompok.

Guru membagikan kartu soal yang sudah ada jawaban pada tiap-tiap

kelompok untuk mengadakan game (permainan) antar anggota kelompok. Sebe-

lumnya guru memberikan penjelasan mengenai tata cara permainan. Setelah

semua pertanyaan dijawab dalam game kelompok, hasilnya ditulis di papan

tulis. Perolehan skor individu maupun kelompok akan terlihat secara menyeluruh

pada papan tulis. Selanjutnya anggota kelompok yang memperoleh skor tertinggi,

akan berkompetisi dalam turnamen dengan kelompok lain yang juga memiliki

skor tertinggi, sehingga turnamen antar kelompok berikutnya bersifat homogen.

Pengelompokan pada tahap turnamen berdasarkan pada kemampuan akademik

yang sama pada masing-masing meja turnamen. Guru akan mengumumkan

56
kelompok yang baru pada pertemuan berikutnya dan memberi motivasi pada

siswa supaya belajar untuk mempersiapkan turnamen pada minggu berikutnya.

c. Observasi

Pada tahap pelaksanaan tindakan, proses pembelajaran kooperatif model

TGT diawali dengan presentasi kelas yang dilakukan oleh guru. Suasana kelas

riuh. Siswa masih ramai di awal pelajaran. Setelah presentasi kelas, kemudian

dilakukan diskusi kelompok untuk melaksanakan tahap kedua yaitu belajar

kelompok. Dalam belajar kelompok ini siswa masih belum mengerti cara kerja

pembelajaran kooperatif, misalnya cara duduk dalam kelompok, dimana siswa

masih duduk bersebelahan atau belum saling berhadapan sehingga tatap muka

untuk diskusi kurang dan siswa masih individual dalam menyelesaikan LKS.

Sebagian siswa masih mengerjakan sendiri-sendiri LKS dalam satu kelompok,

sehingga diskusi dalam kelompok hampir tidak ada itu berarti kerjasama antar

kelompok masih kurang. Sebagian dikerjakan oleh siswa yang dianggap pintar,

sedangkan anggota kelompok yang lain hanya mencontoh. Selama proses diskusi,

guru dibantu dengan teman sejawat dan guru mata pelajaran, mengelilingi semua

kelompok. Guru menghampiri proses diskusi dari masing-masing kelompok untuk

membantu apabila siswa mengalami kesulitan. Kesulitan yang dialami siswa dan

guru antara lain:

1.Siswa masih bingung terhadap pembagian kelompok dan tempat duduk

masing-masing kelompok.

2.Siswa kurang cermat dan kurang memahami maksud pertanyaan yang

terdapat pada LKS. Sebagian siswa masih meminta guru untuk menjelaskan

kembali keterangan yang disampaikan temannya. Peneliti mengamati aktivitas

57
siswa melalui lembar observasi yang terdiri dari beberapa unsur kooperatif.

Akan tetapi, unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif masih

belum bisa diterapkan.

3.Siswa masih belum bertanya kepada guru jika ada materi yang belum di-

mengerti, padahal guru sudah memberikan kesempatan bertanya.

4.Siswa masih terlihat malu dan bingung untuk mengungkapkan pendapatnya.

5.Guru kurang bisa mengatur waktu, sehingga di akhir pelajaran kesimpulan

masih didominasi guru.

d. Refleksi I

Berdasarkan hasil observasi di atas, maka perlu suatu tindakan

penyeleseian untuk memperbaiki penerapan pembelajaran kooperatif model TGT

dalam proses pembelajaran, antara lain:

1. Guru sebaiknya menulis pembagian kelompok di papan tulis dan tempat

duduk masing-masing kelompok sudah ditentukan sebelumnya, sehingga

siswa tidak bingung dengan pembagian kelompok dan tempat duduk masing-

masing kelompok.

2. Guru harus bisa memberikan penjelasan cara bekerja kooperatif model TGT

dan memotivasi siswa untuk memanfaatkan waktu belajar di rumah.

3. Guru harus bisa mengatur waktu agar sesuai dengan apa yang direncanakan.

4. Guru harus memberikan penguasaan atau memberikan motivasi siswa untuk

mengemukakan pendapatnya.

2. Siklus II

a. Perencanaan

58
Berdasarkan refleksi pada siklus I, untuk lebih meningkatkan aktivitas dan

hasil belajar pada siklus II guru tetap menggunakan pembelajaran kooperatif

model TGT. Sebelum proses pembelajaran dimulai, guru memberitahukan kepada

siswa perolehan skor yang diperoleh dari siklus I, baik skor tentang aktivitas mau-

pun hasil belajar yang ditinjau dari aspek kognitif dan aspek afektif. Dari hasil tes

tersebut dijadikan dasar pembagian kelompok homogen. Kemudian guru

mempersiapkan foto-foto sebagai pengganti kartu soal/kartu bergambar untuk

turnamen. Turnamen dilaksanakan sebagai persiapan awal untuk mengerjakan tes

pada akhir proses pembelajaran.

b. Pelaksanaan Tindakan II

Pada Siklus II ini, seluruh siswa hadir. Setelah itu guru memberitahukan

hasil belajar pada pertemuan minggu lalu. Guru memberikan pertanyaan pembuka

tentang materi sebelumnya. Siswa sudah banyak yang angkat tangan untuk

menjawab pertanyaan yang diberikan guru dan jawabannya benar.

Guru membentuk kelompok belajar dengan anggota ,masing-masing

kelompok 5-6 siswa. Pembagian kelompok yang sudah dibentuk berdasarkan hasil

tes minggu sebelumnya, ditulis guru dipapan tulis. Guru menjelaskan cara

berdiskusi yang baik, misalnya berhadapan dan guru juga menginformasikan

bahwa dalam diskusi tersebut terdapat penilaian. Kriteria penilaian disampaikan

kepada siswa. Guru memberikan aba-aba untuk memulai diskusi kelompok

setelah selesai menjelaskan tata cara dan penilaian diskusi kelompok. Dalam

diskusi ini, setiap kelompok mengerjakan LKS yang telah dibagikan guru. Guru

berjalan mengelilingi kelas, sambil membimbing jika ada kelompok yang

mengalami kesulitan serta memberikan penjelasan bagi kelompok yang belum

59
paham terhadap materi yang sedang dipelajari. Setelah waktu diskusi kelompok

berakhir, guru memberikan aba-aba untuk menghentikan aktivitas diskusi. Guru

bertanya kepada semua kelompok, mungkin ada pertanyaan yang belum bisa

dijawab. Terdapat satu kelompok yang tidak bisa mengerjakan salah satu soal

LKS yaitu kelompok I. Guru bertanya kepada semua siswa apakah ada yang bisa

menjawab pertanyaan dari teman kalIn? Beberapa siswa angkat tangan. Semangat

siswa untuk menjawab pertanyaan sangat besar. Guru menunjuk satu orang untuk

menjawab. Kesempatan mengutarakan pendapat sampai kurang lebih 3 siswa.

Siswa berani bertanya pada guru pada saat ada jawaban temannya yang kurang

sempurna. Setelah itu guru menarik kesimpulan dari semua jawaban siswa.

c. Observasi II

Pada pelaksanaan tindakan II, proses pembelajaran kooperatif diawali

dengan pembentukan kelompok belajar dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok

untuk mengerjakan LKS yang dibagikan kepada masing-masing kelompok. Pada

saat diskusi kelompok, siswa sudah mulai mengerti cara bekerja kooperatif karena

guru memberikan penjelasan dan disertai dengan petunjuk yang perlu dipahami

oleh siswa, misalnya siswa siswa duduk saling berhadapan sehingga tatap muka

untuk diskusi mulai berjalan dan mereka termotivasi dengan penjelasan guru

bahwa setelah diskusi kelompok terdapat suatu pertandingan, dimana skor yang

diperoleh masing-masing individu berpengaruh pada skor kelompok.

Kelompok yang mendapat skor tertinggi mendapat penghargaan guru.

Setelah diskusi kelompok selesai, selanjutnya yaitu pembentukan kelompok

turnamen dengan kemampuan akademik homogen. Pada pembentukan kelompok

ini, siswa sudah tidak bingung lagi karena pembagian kelompok ditulis guru di

60
papan tulis. Selama pelaksanaan tindakan pada siklus II ini masih terdapat

kelemahan yaitu sebagian siswa masih kurang aktif dalam diskusi kelompok dan

masih sedikit siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru. Akan

tetapi pada siklus II ini jumlah siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan

lebih banyak daripada siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa siswa lebih aktif

dalam mengikuti pelajaran.

d. Refleksi

Berdasarkan data tentang proses pembelajaran dan hasil belajar yang

dicapai siswa, dapat diketahui bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa mengalami

peningkatan. Hal itu dapat diketahui dari peningkatan skor yang diperoleh pada

siklus I yang dibandingkan dengan siklus II. Selain itu sudah tampak keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran. Antusias siswa dalam menjawab pertanyaan

dari guru sudah lebih tinggi dari pada siklus I. Dalam proses pembelajaran

tercapai karena mulai tampak unsur dalam pembelajaran kooperatif seperti saling

ketergantungan, saling tatap muka, akuntabilitas dan keterampilan menjalin

kerjasama antar pribadi atau kemampuan antar personal dalam bekerja kelompok.

Berdasarkan hasil observasi di atas, masih terdapat sedikit kekurangan. Akan

tetapi kekurangan tersebut dapat diatasi dengan cara memotivasi siswa agar

belajar lebih giat.

61
3. Siklus III

a. Perencanaan

Berdasarkan refleksi pada siklus II, untuk lebih meningkatkan aktivitas

dan hasil belajar pada siklus III guru tetap menggunakan pembelajaran kooperatif

model TGT. Sebelum proses pembelajaran dimulai, guru memberitahukan kepada

siswa perolehan skor yang diperoleh dari siklus II, baik skor tentang aktivitas

maupun hasil belajar yang ditinjau dari aspek kognitif dan aspek afektif. Setelah

proses pembelajaran selesai, dilakukan tes untuk mengetahui penguasaan materi

yang telah dipelajari siswa. Turnamen dilaksanakan sebagai persiapan awal untuk

mengerjakan tes pada akhir proses pembelajaran.

b. Pelaksanaan

Setelah itu guru memberitahukan hasil belajar pada pertemuan minggu

lalu. Guru memberikan pertanyaan pembuka tentang materi sebelumnya. Siswa

sudah banyak yang angkat tangan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan

guru dan jawabannya benar. Mereka sangat aktif dan Antusias dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran.

Pada siklus III ini guru membentuk kelompok turnamen, dengan cara

menuliskan pada papan tulis, sementara itu siswa mengatur bangku untuk

turnamen dan dengan cepat menempatkan posisinya dalam membentuk kelompok

daripada sebelumnya. Setelah guru membagi perlengkapan untuk turnamen (kartu

bergambar, kartu soal, format penilaian) kemudian memberi aba-aba dimulainya

turnamen. Guru dan observer mengadakan penilaian dalam pelaksanaan

turnamen. Setelah turnamen, guru mencocokkan jawaban siswa dan Guru

menuliskan masing-masing skor yang diperoleh kelompok. Kelompok yang

62
mempunyai rata-rata skor tertinggi yaitu kelompok IV dengan skor 50.

Berdasarkan tabel tersebut, predikat yang diraih adalah Istimewa. Predikat

sebelumnya kurang baik yakni kelompok VII dengan skor 34. Pada Turnamen ini

hampir semua kelompok meraih predikat baik, karean rata-rata di atas 40. Pada

akhir proses pembelajaran diadakan tes. Setelah selesai tes, guru membagikan

angket yang berisi respon siswa terhadap pembelajaran TGT.

c. Observasi III

Pada pelaksanaan tindakan III, proses pembelajaran kooperatif diawali

dengan pembentukan kelompok belajar dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok

untuk mengerjakan LKS yang dibagikan kepada masing-masing kelompok. Pada

saat diskusi kelompok, siswa sudah paham tentang cara bekerja kooperatif karena

guru memberikan penjelasan dan disertai dengan petunjuk yang perlu dipahami

oleh siswa, misalnya siswa siswa duduk saling berhadapan sehingga tatap muka

untuk diskusi mulai berjalan dan mereka termotivasi dengan penjelasan guru

bahwa setelah diskusi kelompok terdapat suatu pertandingan, dimana skor yang

diperoleh masing-masing individu berrpengaruh pada skor kelompok. Kelompok

yang mendapat skor tertinggi mendapat penghargaan guru. Setelah diskusi

kelompok selesai, selanjutnya yaitu pembentukan kelompok turnamen dengan

kemampuan akademik homogen. Pada pembentukan kelompok ini, siswa sudah

tidak bingung lagi karena pembagian kelompok ditulis guru di papan tulis. Selama

pelaksanaan tindakan pada siklus III ini siswa sudah aktif dalam diskusi kelompok

dan banyak siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan dari guru.

Pelaksanaan diskusi sangat baik dan pada siklus III ini jumlah siswa untuk

bertanya atau menjawab pertanyaan lebih banyak daripada siklus II. Hal ini

63
menunjukkan bahwa siswa lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Sebagian siswa

menginginkan agar semua materi diberikan dengan menggunakan TGT karena

menarik dan mendorong siswa untuk belajar.

d. Refleksi III.

Berdasarkan data tentang proses pembelajaran dan hasil belajar yang

dicapai siswa, dapat diketahui bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa mengalami

peningkatan. Hal itu dapat diketahui dari peningkatan skor yang diperoleh pada

siklus II yang dibandingkan dengan siklus III. Selain itu tampak keaktifan dan

Antusias siswa dalam proses pembelajaran. Antusias siswa dalam menjawab

pertanyaan dari guru sudah lebih tinggi dari pada siklus II. Dalam proses

pembelajaran tercapai karena tampak unsur dalam pembelajaran kooperatif seperti

saling ketergantungan, saling tatap muka, akuntabilitas dan keterampilan menjalin

kerjasama antar pribadi atau kemampuan antar personal dalam bekerja kelompok.

Siswa memberikan dukungan pada kelompok dan sangat berharap timnya dapat

memenangkan turnamen. Sportifitas kelompok juga sangat terlihat pada saat

turnamen. Ketika jam pelajaran sudah berakhir, siswa masih ingin terus

bertanding dan hampir semua siswa merasa senang dan meminta supaya model

pembelajaran TGT dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran.

C. Analisis Data Hasil Penelitian

Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai formatif sebelum

tindakan dan setelah tindakan. Hasil belajar siswa sebelum dilaksanakan model

pembelajaran kooperatif tiape TGT sangat rendah. Data hasil belajar terhadap

kegiatan pembelajaran dengan model TGT pada tiap siklus dapat dikategorikan

64
dalam 5 tingkatan, yaitu: Sangat tinggi, tinggi sedang, rendah, dan sangat rendah.

Hal ini sesuai dengan kategori dalam buku laporan hasil belajar siswa sebagai

berikut:

> 90 Sangat Baik

80-89 Baik

70-79 Sedang

60-69 Rendah

<60 Sangat rendah

a. Siklus I

Data hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada lampiran Secara

ringkas hasil belajar siswa yang diperoleh setelah diterapkan model pembelajaran

kooperatif tiape TGT dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Motivasi Belajar Siswa siklus I

No Interval Frekuensi Prosentase

1 > 90 1 11

2 80 - 89 3 30

3 70 - 79 11 30

4 60 - 69 7 19

5 < 60 5 8

Jumlah 27 100

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui ada 5 siswa yang memperoleh

nilai sangat rendah dan 7 orang yang memperoleh nilai rendah. Siswa yang

65
mendapat kategori sedang ada 11 orang dan yang mendapat kategori baik 3 orang,

sedangkan 1 orang lainnya hasil belajarnya sangat tinggi.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa prosentase siswa dengan hasil

rendah dan sangat rendah 27%, siswa yang berkemampuan sedang dan tinggi

masing-masing 30% dan yang 13% berkemampuan tinggi. Rata-rata nilai 72.

Grafik 4.1 Frekuensi hasil belajar siswa siklus I dan siklus II

Siklus I

0 – 34
35 – 54
55 – 64
65 – 84
85 - 100

Diagram Lingkar 1 : Persentase hasil belajar siswa siklus I

b. Siklus II

Diperoleh bahwa siswa yang memperoleh hasil belajar rendah hanya 2

orang, sedang 7 orang dan tinggi 14 orang. Sedangkan sangat tinggi 4 orang. Hal

itu berarti dengan Ketuntasan Minimum 70, pada siklus II ini ada 2 orang yang

tidak tuntas.

66
Siklus II

0 – 34
35 – 54
55 – 64
65 – 84
85 - 100

Lingkar 2 : Persentase hasil belajar siswa siklus II

Keterangan : 0 – 34 : Sangat rendah

35 – 54 : Rendah

55 – 64 : Sedang

65 – 84 : Tinggi

85 – 100 : Sangat Tinggi

Pada siklus II ini persentase hasil belajar siswa terjadi peningkatan dilihat

dari kategori tinggi dengan nilai 65 – 84 dengan jumlah persentase 52,17% dan

kategori kedua adalah kategori sangat tinggi (85-100) dengan jumlah persentase

47,83%

67
c. Siklus III

Pada siklus III data selengkapnya ada pada lampiran. Secara singkat dapat

dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Motivasi Belajar Siswa (Kognitif) siklus

III

No Interval Frekuensi Prosentase

1 < 60 0%

2 60 - 69 0%

3 70 - 79 7 19%

4 80 - 89 11 51%

5 > 90 9 30%

Jumlah 27 100

Berdasarkan tabel terlihat bahwa sebagian besar siswa mendapat nilai baik

yaitu 11 orang, yang mendapat nilai sedang 7 orang dan yang meraih nilai sangat

tinggi 9 orang.

D. Pembahasan

Hasil belajar siswa sebelum tindakan memiliki rata-rata 58,9 dan

ketuntasan 52,5%. Setelah dikenai tindakan pada setiap siklus mengalami

peningkatan. Setelah tindakan pada siklus I, hasil belajar mengalami peningkatan

sebesar 67%, dari nilai rata-rata 60 menjadi 72,2 dan ketuntasan 73%. Dengan

nilai terendah 50. Sedangkangkan pada siklus II terjadi peningkatan 82 % . Yang

68
paling mengejutkan karena siswa yang pada mulanya mempunyai nilai terendah,

pada siklus ini nilainya meningkat.

Hasil belajar siswa lebih meningkat lagi dengan nilai rata-rata 79,5, dan

ketuntasan belajar 86%. Pada siklus II ini masih ada beberapa siswa yang belum

tuntas, yaitu mendapat nilai 60, namun ada 3 siswa yang meraih nilai tertinggi

yaitu . Hal ini membuktikan bahwa siswa benar-benar termotivasi untuk belajar

dan meraih nilai tinggi. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Pada

siklus III ini, nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 85 dan ketuntasan 100%.

Hanya 6 siswa yang mendapat nilai 70. Hal itu dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran TGT dapat meningkatkan hasil belajar.

Grafik Peningkatan Hasil Belajar


Siswa
14
12
10
Jumlah Siswa

8
siklus I
6
siklus II
4
2
0
0 – 34 35 – 54 55 – 64 65 – 84 85 - 100

69
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitiandan analisis data yang dilakukan maka dapat

disimpulkan:

1. Dalam kegiatan belajar,motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya

penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan,menjamin kelangsungan

dan memberikan arah kegiatan belajar,sehingga diharapkan tujuan dapat

tercapai.

2. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe TGT aktivitas

belajar siswa sangat meningkat, dan pembelajaran ini sangat disenangi siswa,

terbukti dari hasil angket, 100% mereka menjawab sangat senang.

3. Pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari rata-rata 60

sebelum dikenai tindakan, menjadi 72 pada siklus I, 79 pada siklus II.

B. Saran

Dari hasil penelitian tentang Penerapan pembelajaran kooperatif model

TGT, dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Karena pembelajaran kooperatif model TGT dalam penelitian ini terbukti

dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka kiranya perlu dikembangkan

penerapan pembelajaran yang sama untuk mata pelajaran dan materi yang

berbeda dengan pertimbangan pengelolaan kelas yang lebih baik dan

pembelajaran seefisien mungkin karena pembelajaran kooperatif model TGT

dapat memakan waktu yang lama.

70
2. Kepada guru diharapkan pembelajaran kooperatif model TGT dapat menjadi

suatu pilihan yang perlu dipertimbangkan mengingat banyak hal positif yang

diperoleh seperti meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.

71
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi A Tri Prasetya, T. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka


SetI.

Arends I Richard, 2005. Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar). Edisi


ketujuh/Buku Dua.Penerjemah Helly Prajitno Soetjipto: Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi, 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Rineka


Cipta.

Ary, Donald, dkk, 1982, Pengantar Penelitian Pendidikan, Penerjemah Arief


Furchan: Usaha Nasional. Surabaya.

Aqib,Zainal. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan


Cendekia.

Baharuddin & Wahyuni Nur Esa. 2007. Teori Belajar & Pembelajaran,
Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Dahar, R W. 1998. Teori-Teori belajar. Proyek Pengembangan Lembaga


Pendidikan Tenaga Kependidikan, Depdikbud. Dikti.

Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Mata Pelajaran IPS. Jakarta: Dirjen


Dikdasmen.

Dimyati & Mujiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, PT Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar, 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Ibrahim, M, 2000. Pembelajaran Kooperatif, Surabaya University Press.

Kagan, S, 1989. Cooperative Learning Resources for Teachers. California:


University of California.

Kemmis, Stephen, Mc. Taggar R, 1989. The Action Research Planner, Five
Edition Deakin University; Victoria, Australia.

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning/CTL dan Penerapan dalam KBK. Malang: UM Press.

Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sumartana. 1986. Evaluasi Pendidikan, Surabaya:


Usaha Nasional.

Novita, Dwi. 2006. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Team


Game Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Turen Tahun

72
pelajaran 2006/2007 Untuk Materi Tata Nama Senyawa Hidrokarbon.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Pendidikan Kimia. FMIPA.
Universitas Negeri Malang.

Slavin, R.E (2005). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice,


London: Allymand Bacon).

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Solihatin, Etin & Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model


Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.

Suparno,P. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara


Menerapkan Teori Multiaple Inteligences Howard Gardner. Jogyakarta:
Kanisius.

Teja Saputra, Mayke S. 2001. Bermain, mainan dan Permainan. Jakarta:


Grasindo.

Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi


Keempat, Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Uzer MU. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zuhriah, N. 2003. PenelitianTindakan . Malang: Bayu Media Publising.

73
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi A Tri Prasetya, T. 1997. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka


SetI.

Arends I Richard, 2005. Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar). Edisi


ketujuh/Buku Dua.Penerjemah Helly Prajitno Soetjipto: Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.

Arikunto, Suharsimi, 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Rineka


Cipta

Ary, Donald, dkk, 1982, Pengantar Penelitian Pendidikan, Penerjemah Arief


Furchan: Usaha Nasional. Surabaya.

Aqib,Zainal. 2002. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Surabaya: Insan


CendekI.

Baharuddin &Wahyuni Nur Esa. 2007.Teori Belajar & Pembelajaran,


Jogyakarta: Ar-Ruzz Media

Dahar, R W. 1998. Teori-Teori belajar. Proyek Pengembangan Lembaga


Pendidikan Tenaga Kependidikan, Depdikbud. Dikti

Depdiknas. 2006. Petunjuk teknis mata pelajaran IPS. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Dimyati & Mujiono, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, PT Rineka Cipta

Hamalik, Oemar, 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Ibrahim, M, 2000. Pembelajaran Kooperatif, Surabaya University Press.

74
Kagan, S, 1989. Cooperative Learning Resources for Teachers. California:
University of CalifornI

Kemmis, Stephen, Mc. Taggar R, 1989. The Action Research Planner, Five
Edition Deakin University; VictorI, AustralI

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning/CTL dan Penerapan dalam KBK. Malang: UM Press

Nurkancana, Wayan dan P.P.N. Sumartana. 1986. Evaluasi Pendidikan, Surabaya:


Usaha Nasional

Novita, Dwi. 2006. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Team


Game Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Turen Tahun
pelajaran 2006/2007 Untuk Materi Tata Nama Senyawa Hidrokarbon.
Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Pendidikan Kimia. FMIPA.
Universitas Negeri Malang
Slavin, R.E (2005). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice,
London: Allymand Bacon)

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Solihatin, Etin & Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model


Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Suparno,P. 2004. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah: Cara


Menerapkan Teori Multiaple Inteligences Howard Gardner. Jogyakarta:
Kanisius

Teja Saputra, Mayke S. 2001. Bermain, mainan dan Permainan. Jakarta:


Grasindo.

75
Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Edisi
Keempat, Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Uzer MU. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Zuhriah, N. 2003. PenelitianTindakan . Malang: Bayu Media Publising.

76
PROPOSAL

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MELALUI STRATEGI


PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAME TOURNAMENT
(TGT)
DIKELAS XI IPS 1 MAN MADELLO KECAMATAN MALLUSETASI
KABUPATEN BARRU

YOSEF TEGUH SIREGAR


1215044007

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKSSAR
2013

77

Anda mungkin juga menyukai