Hand Out Epidemiologi Malnutrisi Pada Anak PDF
Hand Out Epidemiologi Malnutrisi Pada Anak PDF
Orang.
Sasaran Belajar:
orang.
anak.
konsumsi terhadap salah satu atau beberapa zat gizi esensial. Malnutrisi pada
anak dapat berupa Kekurangan Energi dan Protein (KEP), Anemia Gizi Besi,
(GAKY). Topik ini hanya akan memfokuskan pada masalah malnutrisi Kekurangan
dari pneumonia (20%), diare (12%), malaria (8%), campak (5%), HIV/AIDS (4%),
perinatal (22%), serta lain-lain (29%). Lebih jelasnya terlihat pada Gambar 1.
100%
80%
60%
40%
20%
0%
Diarrhoea Malaria Pneumonia Measles All-cause
energi pada tingkat berat yang telah dimanifestasikan ke dalam gejala klinis.
Biasanya gejala klinis ini dicirikan oleh kulit yang hanya terbalut tulang, rambut
tipis, serta wajah menyerupai orang tua (monkey face). Selain itu, pada anak yang
menderita marasmus juga kerap terjadi hipoglikemia (kadar gula darah yang
telah dapat diamati dari gejala-gejala klinis yang timbul. Gejala klinis pada anak
yang menderita kwashiorkor antara lain terjadinya edema yang dimulai di kaki dan
telapak kaki; kulit luka dan kering dengan hiperkeratosis dan hiperpigmentasi;
rambut rontok dan kering; serta anoreksia dengan muntah dan diare.
Kejadian malnutrisi pada anak merupakan masalah yang serius dan banyak
sebanyak 36% anak di seluruh dunia menderita underweight (berat badan yang
rendah menurut umur), 43% lainnya menderita stunted (tinggi badan yang rendah
menurut tinggi badan), serta 9% anak di seluruh dunia menderita wasted (berat
berbagai wilayah di seluruh dunia yang terdiri dari wilayah Afrika, Asia, dan
malnutrisi pada anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun mulai 1975, 1985,
dan 1995. Adapun di wilayah Asia dan Amerika, kejadian malnutrisi pada anak
cenderung menurun pada kurun waktu tersebut. Kejadian malnutrisi pada anak
yang paling banyak pada tahun 1975 terjadi di wilayah Asia (45%), sedangkan di
wilayah Afrika dan Amerika relatif sama yaitu sebesar 25%. Pada tahun 1995,
angka kejadian malnutrisi pada anak di wilayah Asia dan Afrika relatif sama yaitu
penyebab yang kompleks. Penyebab masalah malnutrisi pada anak terdiri dari
Child Malnutrition
outcome
Asupan Penyebab
makanan yang Penyakit langsung
tidak cukup
Sanitasi
Praktek pengasuhan anak yanglingkungan
kurang baikdan pelayanan kesehatan
Akses terhadap makanan yang tidak memadai yang buruk Penyebab
yang
health services
mendasari
Masalah malnutrisi pada anak mempunyai implikasi yang sangat berat bagi
intelektualitas. Lebih jauh lagi, implikasi ini bersifat tidak dapat diperbaiki lagi pada
saat anak sudah mencapai usia tertentu (irreversible). Oleh karena itu kejadian
malnutrisi pada anak sering disebut sebagai ancaman generasi yang hilang (the
Implikasi malnutrisi pada anak yaitu tinggi badan yang rendah menurut
umur (stunting), berat badan yang rendah menurut tinggi badan (wasting), berat
badan yang rendah menurut umur (underweight), serta rawan terhadap berbagai
Lebih jauh lagi, implikasi malnutrisi pada anak menyebabkan tingkat intelektualitas
malnutrisi pada anak dan kematian akibat masalah gizi tersebut di daerah
setempat.
didasarkan pada tempat, waktu, dan populasi yang terkena malnutrisi. Dalam
malnutrisi terjadi, baik tempat tinggal, distribusi geografi, maupun tempat timbulnya
masalah malnutrisi yang diderita anak dalam keluarga tersebut, maupun manfaat
yang telah diperoleh dari pelayanan gizi yang ada di daerah tersebut. Variabel
yang terkait dapat berupa seberapa jauh jarak tempat tinggal ke posyandu,
tempat tinggal tersebut termasuk dalam daerah endemis masalah malnutrisi atau
sebagainya.
masalah malnutrisi terjadi, dilihat dari satuan hari, bulan, musim, atau tahun.
Penting diketahui kapan masalah malnutrisi pada anak terlihat paling gawat, atau
kapan insidens kasus menunjukkan puncaknya. Untuk menunjukkan hal ini, maka
kasus, episode, atau kejadian dapat dikelompokkan menurut kasus baru per hari,
per minggu, per bulan, atau per tahun. Periode waktu yang dipilih tergantung pada
jenis kasus yang akan dianalisis, misalnya kasus baru Kurang Energi Protein
kebiasaan perseorangan.
antropometri seperti berat badan menurut umur, berat badan menurut tinggi
badan, maupun tinggi badan menurut umur sering digunakan untuk menilai status
gizi anak. Kejadian malnutrisi di suatu daerah ditunjukkan dari persentase anak
yang termasuk dalam kategori kurang gizi ringan, sedang, dan berat.
Contoh identifikasi malnutrisi pada anak menurut tempat, waktu, dan orang
adalah seperti yang telah dilakukan di Korea Selatan pada tahun 2002. Tujuan
penelitian adalah untuk mengukur status gizi dari sample representatif anak di
bawah usia 7 tahun dan ibu-ibu mereka di 7 provinsi dan 3 kota di Korea Selatan.
Distribusi usia anak yang diikutsertakan pada penelitian ini yaitu usia kurang
dari 1 tahun sebanyak 23,7%, usia antara 1 hingga 2 tahun sebanyak 24,1%, usia
antara 2 hingga 3 tahun sebanyak 18,2%, usia antara 3 hingga 4 tahun sebanyak
12%, usia antara 4 hingga 5 tahun sebanyak 9,8%, usia antara 5 hingga 6 tahun
sebanyak 7,1%, serta usia antara 6 hingga 7 tahun sebanyak 5%. Lebih jelasnya
Seluruh anak yang termasuk ke dalam sampel penelitian diukur berat badan
dan tinggi badan mereka. Indikator status gizi yang digunakan adalah tinggi badan
menurut umur (stunted), berat badan menurut umur (underweight), dan berat
badan menurut tinggi badan (wasted). Prevalensi anak stunted, underweight, dan
8,12%.
prevalensi wasting paling berat terbanyak adalah di Hamgyong (4%) dan yang
secara terus menerus dari 17,3% pada 6 bulan pertama kehidupan menjadi 41,6%
pada tahun kedua kehidupan dan kemudian menjadi konstan di angka sekitar 47%
semester pertama, mencapai 25% pada semester kedua kehidupan dan kemudian
menjadi sekitar 20-25% hingga anak berusia 7 tahun. Derajat kejadian wasting
meningkat dari 5% pada semester pertama menjadi 12% pada tahun kedua
berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kejadian malnutrisi di antara anak-
anak usia lebih dari dua tahun merefleksikan secara nyata seberapa bagus
pertumbuhan mereka pada dua tahun pertama kehidupan, dimulai sejak dalam
50 47.6
45.6 46.7
45 47.5
44.2
41.6
40 39.2
35 Stunting (H/A)
Underweight (W/A)
30
Wasting (W/H)
24.9 25.5
25
22.8 20.2 21 21.7
19.6 20.2
20
17.3
15
11.9
12
10 8.4 7.4
7.6 6.3 6.7 8.1
6.7 5.6
5 5.3
0
0 to 5 6 to 11 12 to 23 24 to 35 36 to 47 48 to 59 60 to 71 72+ TOTAL
70
62.3 60.6
60
50
41.6
40
30
21
20 15.6
8.5
10
1998
0
Stunted Wasting Underweight 2002
dengan kategori wasting maupun underweight. Hal ini disebabkan karena stunting
terjadi karena kondisi kronis, yaitu kekurangan gizi telah timbul jauh sebelumnya
yang merupakan kekurangan gizi yang timbul pada masa yang baru-baru ini terjadi
tahun 1998. Tingginya tingkat prevalensi malnutrisi yang tercatat pada tahun 1998
gizi anak secara signifikan pada tahun 2002 dibandingkan pada tahun 1998,
namun situasi gizi di Korea Selatan masih perlu perhatian dan dukungan yang
terus menerus dari seluruh pihak. Jumlah anak yang menderita malnutrisi berat
malnutrisi berat yang akut membutuhkan rawat inap untuk kesembuhan dan
pemulihan. Jika tidak demikian, kelangsungan hidup mereka dalam bahaya besar.
diperlakukan rawat jalan, sedangkan bila menderita KEP berat dengan komplikasi
atau tanpa komplikasi sebaiknya dirawat inap di rumah sakit. Penanganan KEP
- Pasien KEP ringan yang dirawat karena penyakit lain, diberikan makanan
- Anak KEP sedang yang dirawat jalan perlu dipantau kenaikan berat
badannya.
Penyuluhan gizi.
Melalui 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
serat.
Pada fase stabilisasi, dilakukan upaya-upaya secara cepat dan akurat untuk
mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit-elektrolit penting dalam tubuh. Hal ini
dan magnesium untuk mengganti kehilangan yang terjadi, umumnya sebanyak 70-
100 mg/kg. Selain itu juga dilakukan terapi diet dengan formula khusus seperti F-
WHO 75 yang rendah laktosa dan hipoosmolar dengan porsi kecil dan sering.
protein sebesar 1-1,5 g/kg BB/hari. Bila asupan tidak mencapai 80 kkal/kg BB/hari,
berikan formula melalui NGT, namun jangan memberi makan lebih dari 100 kkal/kg
BB/hari.
dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak, setelah fase stabilisasi terlampaui. Ubah
makanan keluarga dapat digunakan. Pada fase ini penting dilakukan pemberian
Setelah itu, fase berikutnya adalah fase rehabilitasi yang umumnya sudah
dapat dilakukan di rumah. Pada fase ini diupayakan pencapaian berat badan
Diharapkan tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan
>50 g/kg BB/minggu. Peningkatan berat badan dikatakan normal apabila sebesar
25-75% berat badan menurut tinggi badan dan berkesinambungan selama satu
bulan kemudian. Biasanya setelah 1-2 minggu dirawat, anak diberi asupan energi
sebesar 150-200 kkal/kg BB/hari dan protein sebesar 4-6 g/kg BB/hari. Bila anak
masih mendapat ASI, pemberian ASI diteruskan dan juga ditambah formula karena
energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.
sebagai berikut:
R. Dwi Budiningsari
Diskusikan studi kasus per kelompok berdasarkan surat kabar di bawah ini.
Purbalingga, Bernas
Dampak krisis ekonomi yang terjadi beberapa tahun terakhir, mengakibatkan ratusan anak di Kabupaten
Purbalingga mengalami kondisi gizi buruk (kwasiorkor). Kasus itu merupakan yang paling parah di wilayah
Jawa Tengah. Sebanyak 24 balita, bahkan tidak tertolong nyawanya, karena minimnya bantuan. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten (DKK) Purbalingga, dr Dyah Retnani Basuki MKes, ketika dihubungi Bernas di sela-sela
workshop kampanye penggunaan vitamin A pada balita di aula kantornya, Sabtu (26/8) lalu mengakui, pihaknya
tidak bisa berbuat banyak terutama karena kasus-kasus gizi buruk terjadi pada keluarga miskin di pedesaan.
Sejauh ini, lanjut Dyah Retnani, jumlah balita penderita gizi buruk kini terus bertambah. Hal itu karena bantuan
yang diberikan pemerintah dan donatur lainnya, tidak mampu menopang terpuruknya kemampuan ekonomi
masyarakat. Dipaparkan, kasus gizi buruk paling banyak dijumpai di wilayah cakupan Puskesmas Rembang,
Puskesmas Karangmoncol, Puskesmas Pembantu Karangtengah (Karanganyar) dan Puskesmas Pembantu
Kutawis (Bukateja). Sejumlah puskesmas lain di dalam kota seperti Puskesmas Bojong, Purbalingga kota dan
Bobotsari tidak terdapat laporan gizi buruk.
Menurut Dyah Retnani, tunggakan kasus gizi buruk sampai akhir tahun 1999 tercatat 468 kasus, dari sejumlah
263.455 anak. Pada tahun 2000 terhitung sejak Januari hingga 12 Agustus 2000 terdapat tambahan kasus
sebanyak 85 orang. Diperkirakan sebanyak 45% anak dalam risiko tinggi mengalami gizi buruk. Setelah
mendapat penanganan, bisa diperbaiki sebanyak 441 kasus, 88 dalam penanganan dan sisanya 24 balita
dinyatakan meninggal dunia. Menurut Dyah Retnani, upaya penanganan kasus gizi buruk tak semudah
menangani kasus penyakit lain. Balita yang mengalami gizi buruk bisa saja dinyatakan sehat ketika dirawat
beberapa hari di rumah sakit. Namun, kasusnya bisa muncul kembali begitu pasien kembali ke rumah, karena
kondisi ekonomi keluarga pasien yang memang kurang mampu.
Pemda, lanjut dia, sudah mengambil langkah-langkah guna menekan kasus gizi buruk ini. Seperti menghimpun
dan menyalurkan bantuan dari Kelompok Kerukunan Umat beragama Purbalingga, bantuan Menpangan
Hortikultura, bantuan dari pihak swasta, melalui proyek APBN dan bantuan dari pemda sendiri. "Pemberian
bantuan juga dilakukan kepada orang tua balita yang mengalami gizi buruk. Bantuan berupa modal kerja
tersebut dimaksudkan untuk peningkatan taraf hidup melalui pekerjaan yang digelutinya," kata Dyah.
Ada sebab lain mengenai tingginya kasus gizi buruk di Purbalingga, yakni pendataan yang dilakukan langsung
kader kesehatan di puskesmas dan kader-kader kesehatan lainnya di tiap desa, sehingga tidak ada kasus yang
terlewati. "Kami berharap, orang tua penderita gizi buruk jangan terlalu mengandalkan bantuan dari pemerintah.
Hal ini dimaksudkan agar masyarakat tak mengalami guncangan begitu bantuanya distop," kata Dyah. Selain
kasus gizi buruk, selama kurun waktu April 1999 hingga Maret 2000 terdapat sejumlah kasus penyakit. Kasus
ituPertanyaan:
diantaranya ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebanyak 3.182 kasus, diare 20.694 kasus dan campak
(morbili) 54 kasus. "Kasus-kasus penyakit sebut semuanya bisa diatasi dan tidak ada laporan pasien yang
meninggal karena salah satu penyakit itu," ujarnya. (yy)
Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada 17
Pertanyaan:
1. Identifikasilah masalah gizi buruk pada anak yang terjadi berdasarkan artikel
tersebut.