Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Didalam Al-qur’an Surat Al-mulk ayat 2, diingatkan bahwa hidup dan mati
adalah di tanggan Tuhan yang ia ciptakan untuk menguji iman, amalan, dan
ketaatan manusia terhadap Tuhan, penciptanya. Karena itu, islam sangat
memperhatikan kesalahan hidup dan kehidupan manusia sejak ia berada di Rahim
ibunya sampai sepanjang hidupnya. Dan untuk melindungi keselamatan hidup dan
kehidupan orang itu, islam menetapkan berbagai norma hukum perdata dan pidana
beserta saksi-saksi hukumannaya, baik di dunia berupa hukuman had dan qiyas
termasuk hukuman mati, diyat(denda), atau ta’zir, ialah hukuman yang ditetapkan
oleh ulul amr atau lembaga peradilan, maupun hukuman diakhirta berupa siksaan
Tuhan dineraka kelak.

Karena hidup dan mati itu ada di tangan Tuhan dan merupakan karunia dan
wewenang Tuhan, maka islam melarang orang melakukan pembunuhan, baik
terhadap orang lain (kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) maupun
terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan apa pun.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Euthanasia itu?
2. Bagaimana Bunuh Diri itu?

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Euthanasia
Euthanasia merupakan upaya yang mana dilakukan untuk dapat membantu
seseorang dalam mempercepat kematiannya secara mudah akibat
ketidakmampuan menanggung derita yang panjang dan tidak ada lagi harapan
untuk hidup atau disembuhkan. Hal tersebut memunculkan kontroversi yang
menyangkut isu etika euthanasia (perilaku sengaja dan sadar mengakhiri hayat
seseorang yang menderita penyakit yang takdapat disembuhkan) tidak saja santer
didiskusikan dikalangan dunia medis, akan tetapi telah merambah kemana-mana
terutama para ulama Islam.
Islam akan menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis
dalam menghadapi setiap musibah. Sebab seorang mu’min dicipta justru untuk
berjuang, bukanlah untuk tinggal diam, dan untuk berperang bukan untuk lari.
Iman dan budinya tidak mengizinkan dia lari dari arena kehidupan. Sebab setiap
mukmin mempunyai kekayaan yang tidak bisa habis, yaitu senjata iman dan
kekayaan budi. Tidak sedikit anjuran bagi para penderita untuk bersabar dan
menjadikan penderitaan sebagai sarana pendekatan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Agar supaya meringankan derita sakit seorang muslim diberi pelipur lara
oleh Nabi Saw. Dengan sabdanya, Jika seseorang dicintai Tuhan maka ia akan
dihadapkan kepada cobaan yang beragam. Lain halnya dengan mereka yang tidak
mendapatkan alternatif lain dalam mengatasi penderitaan dan rasa putus asa,Islam
memberi jalan keluar dengan menjanjikan kasih sayang dan rahmat
Tuhan,sebagaimana firman AllahSWT dalam QS. Az-Zumar ayat 53:
‫قل يعبادىالذين أسرفوأعلى أنفسهم لتاقنطوامنرحمةا إنال يغفرا لذنوب جميعا إنه‬
‫هوالغفورالرحيم‬

Artinya: “Katakanlah: Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas


terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputusasa dari rahmat

2
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi yang Maha Penyayang.”
Disinilah pentingnya peranan hukum Islam dalam menetapkan hal-hal
yang halal dan haramnya suatu sikap yang diambil dalam hal euthanasia. Ketika
orang diombang-ambing oleh keadaan yang sangat mendesak, karena dipengaruhi
oleh tuntutan zaman atau kemajuan teknologi, dimana orang seenaknya saja
bertindak, yang asalkan menurut mereka hal itu merupakan keputusan rasional
tanpa melihat apakah tindakan mereka itu benar atau tidak menurut hukum, agama
maupun etika.
Dalam berbagai studi dan literatur Islam, mengenai pandangan terhadap
tindakan euthanasia, nampaknya ada suatu kesepakatan atau paling tidak terdapat
kesamaan persepsi mengenai pengertian euthanasia. Euthanasia adalah suatu
upaya yang dilaksanakan untuk dapat membantu seseorang dalam mempercepat
kematiannya secara mudah akibat ketidakmampuan menanggung derita yang
panjang dan tidak ada lagi harapan untuk hidup atau disembuhkan.
Begitu pula dari para tokoh Islam di Indonesia, seperti Amir Syarifuddin
bahwa euthanasia adalah pembunuhan seseorang bertujuan menghilangkan
penderitaan si sakit. Euthanasia yang sering terjadi pada umumnya dalam dunia
kedokteran misalnya tindakan dokter dengan memberi obat atau suntikan. Para
tokoh Islam juga sepakat bahwa eutahanasia ada dua macam yaitu euthanasia aktif
dan euthanasia pasif.1
Euthanasia berasal dari kata Yunani Euthanathos. Eu = baik, tanpa
penderitaan; sedangkan Thanathos= mati. Dengan demikian, Euthanasia dapat
diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada yang menerjemakannya
dengan mati cepat tanpa derita. Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju
dalam pengetahuan hukum kesehatan mendefinisikan Euthasia sebagai rumusan
yang dibuat oleh Euthanasia Study Graup dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda).
“Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk

1Arifin Rada, Euthanasia dalam perspektif hukum islam,(Ternate: sekolah tinggi agama islam
negri ternate, 2013)

3
memperpendek hidup atau untuk mengakhiri hidup seorang pasien, dengan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.”
2. Jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari beberapa sudut. Dilihat dari cara
dilaksanakan, Euthanasia dapat dibedakan atas:
a. Euthanasia Pasif
Euthanasia Pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala
tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup
manusia.
b. Euthanasia Aktif
Euthanasia Aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara medikmalalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup
manusia.
Euthanasia Aktif ini dapat pula dibedakan atas:
1) Euthanasia Aktif Langsung (direct)
Euthanasia Aktif Langsung adalah dilakukannya tindakan medic
secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau
memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini dikenal juga sebagai
mercy killing.
2) Euthanasia Aktif tidak Langsung (indirect)
Euthanasia Aktif tidak Langsung adalah saat dokter atau tenaga
kesehatan melakukan tindakan medik untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya resiko tersebut dapt memperpendek
atau mengakhiri hidup pasien.
Ditinjau dari permintaan, euthanasia dibedakan atas:
1) Euthanasia Voluntir atau Euthanasia Sukarela (atas permintaan pasien)
Euthanasia atas permintaan pasien adalah euthanasia yang dilakukan
atas permintaan pasien secara sadar dan mintak berulang-ulang.
2) Euthanasia Involuntir (tidak atas permintan pasien)

4
Euthanasia tidak atas permintaan pasien adalah euthanasia yang
dilakukan pada pasien yang (sudah) tidak sadar, dan biasanya keluarga
pasien yang meminta.
Kedua jenis Euthanasia diatas dapat digabungkan, mislanya euthanasia
pasif voluntir, euthanasia aktif involontir, dan euthanasia aktif langsung involuntir.
Ada yang melihat pelaksanaan euthanasia dari sudt lain yang
membaginya atas empat kategori, yaitu:
1) Tidak ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek
hidup pasien.
2) Ada bantuan dalam proses kematian tanpa maksud memperpendek hidup
pasien.
3) Tidak ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek
hidup pasien.
4) Ada bantuan dalam proses kematian dengan tujuan memperpendek hidup
pasien.2
A. Pendapat Ulama tentang Euthanasia
Dalam hal masalah euthanasia ini, para tokohIslam Indonesia sangat
menentang dilakukannyaeuthanasia. Namun diantara sekian banyak ulamayang
menantang euthanasia ini, ada beberapa ulamayang mana mendukungnya.
Menurut pendapat paraulama, bahwa euthanasia boleh dilakukan apalagiterhadap
penderita penyakit menular apalagi kalautidak bisa disembuhkan. Pendapat
Ibrahim Hosenini disandarkan kepada suatu kaidah ushul fiqh: Al-Irtifaqu Akhaffu
Dlarurain, melakukan yang teringandari dua mudlarat. Jadi katanya, langkah ini
bolehdipilih karena ia merupakan pilihan dari dua hal yangburuk. Pertama,
penderita mengalami penderitaan.Kedua, jika menular membahayakan sekali.
Artinyadia menjadi penyebab orang lain menderita karenatertular penyakitnya,
dan itu dosa besar. Dan beliaubukan hanya menganjurkan euthanasia pasif tapi
jugaeuthanasia aktif.

2M. Yusuf Hanafia dan Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakrta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008), hal:118-120

5
Sedangkan menurut Hasan Basri pelaksanaaneuthanasia bertentangan, baik
dari sudut pandangagama, undang-undang, maupun etik kedokteran.Dan lebih
lanjut beliau menjelaskan bahwa persoalan hidup mati sepenuhnya hak Allah
SWT. Manusia tidak bisa mengambil hak Allah SWT itu.
Dan dalam Debat Publik Forum No. 19 Tahun IV, 01 Januari 1996, Ketua
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (yang selanjutnya di sebut MUI) pusat,
Ibrahim Husein menyatakan bahwa islam membolehkan penderita AIDS di
Euthanasia bilamana memenuhi beberapa syarat, yakni obat atau vaksin tidak ada,
kondisi kesehatannya makin parah, atas permintaannya dan atau keluarganya serta
atas persetujuan dokter, adanya peraturan perundang-undangan yang mana
mengizinkannya.
Namun, berbeda halnya dengan Masjfuk Zuhdi yang mengatakan bahwa
Euthanasia tetaplah tidak diperbolehkan kalaupun syarat-syarat yang ditentukan
oleh MUI diatas terpenuhi.3
Begitu juga dalam perspektif hukum islam beliau mengatakan bahwa
islam tetap tidak memperbolehkan si penderita menghabisi dirinya baik dengan
tenaganya sendiri (bunuh diri) maupun dengan bantuan orang lain, sekalipun itu
dokter dengan cara memberikan suntikan mematikan atau obat yang dapat
mempercepat kematiannya. dengan alasan, hidup dan mati itu di tangan tuhan,
yang mana dalam hal ini beliau merujuk pada firman Allah SWT dalam Surah Al-
Mulk ayat 2
‫وهو السميع العليم‬.‫الذي خلق الموت والحيوت ليبلوكم ايكم احسن عمل‬

Artinya: yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji, siapa
diantara kamu yang lebih baik amalannya dan dia maha perkasa lagi maha
pemgampun (Al-Mulk ayat 2)
Ulama muslim Yusuf Al-Qardlawi menyatakan bahwa Euthanasia dilarang
dalam ajaran agama islam karena ia juga meliputi tindakan negatif sebagian ahli
medis untuk mengakhiri hidup pasien dan mempercepat kematiannya , hal

3 Arifin Rada, Euthanasia dalam perspektif hukum islam,(Ternate: sekolah tinggi agama islam
negri ternate, 2013)

6
tersebut merupakan pembunuhan , dan pembunuhan adalah dosa besar dalam
islam. Seperti halnya dalam al-quran surah Al-An’am ayat 151
.‫ولتاقتلواالنفس التي حرم ا الباالحق‬

Artinya: dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah


(membunuhnya) melainkan dengan suatu sebab yang benar.
Maka dalam hal ini dokter telah melakukan pembunuhan, baik dengan cara
pemberian racun yang keras, sengatan listrik ataupun dengan menggunakan
senjata tajam. Semua hal tersebut termasuk dosa besar yang membinasakan. Dan
perbuatan tersebut tetaplah dikatakan pembunuhan walaupun dalam embel-embel
kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya, karena
bagaimanapun keadaannya, si dokter tidaklah pengasih dan penyayang daripada
dzat yang menciptakannya.4
Diantara masalah yang sudah ada terkenal dikalangan Ulama syara ialah
bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya, pendapat ini
dikemukaan menurut jumhur ulama fuqaha dan imam-imam madzhab. Bahkan
menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya segolongan kecil yang
mewajibkannya. Sahabat-sahabat imam syafi’I, imam ahmad dan sebagian ulama
menganggap bahwa mengobati itu sunnat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai mana yang lebih utama. Berobat
ataukah sabar, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa bersabar (tidak
berobat) itu lebih utama, berdasarkan hadist ibnu yang diriwayatkan dalam kitab
sahih dari seorang wanita yang ditimpa penyakit, wanita itu memintak kepada
Nabi SAW agar mendoakannya, lalu Beliau menjawab
,‫ ولكني اتاكشف‬,‫ بال اصبر‬:‫ فقالت‬,‫ وان احببت دعوت ا ان يشفيك‬,‫ان احببت ان تاصبري ولك الجنه‬

‫ فدعا لهاالتاتكشف‬,‫فادع ا لي الاتاكشف‬


“jika engkau mau bersabar (maka bersabarlah) engkau akan
mendapat surga; jika engkau mau, maka saya doakan kepada allah agar dia
menyembuhkanmu. Wanita itu menjawab aku akan bersabar. Sebenarnya
saya tadi ingin dihilangkan penyakit saja, oleh karena itu doakanlah kepada

4Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa kontemporer jilid 2, (Jakarta: Gema Insani Press,1995), hal:751

7
allah agar saya tidak mintak dihilangkan penyakit saya.lalu Nabi mendoakan
orang itu agar tidak memintak agar tidak dihilangkan penyakitnya”.
Dalam kaitan ini Imam Abu Hamid Al-Ghazali membantah orang yang
berpendapat bahawa tidak berobat itu lebih utama dalam keadaan apapun.
Pendapat fukoha yang lebih popular mengani masalah berobat atau tidak bagi
orang sakit adalah : sebagian besar diantara mereka berpendapat mubah, sebagian
kecil menganggapnya sunat, dan sebagian kecil (lebih sedit) berpendapat kecil.5
Jadi, setelah dipahami beberapa konsep Euthanasia menurut para ulama
diatas dasar-dasar perumusan dapat dijumpai didalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Dan telah disebutkan juga salah satu dalil diatas dimana yang disana telah menjadi
acuan dilarangnya/diharamkannya Euthasia, sebagai mana paparan tersebut telah
dikemukakan oleh Ulama muslim Yusuf Al-Qardlawi.Setelah apa yang pernah
dipelajari dalam mata kuliah Ushul fiqih IIsalah satu dalil diatas yaitu surat Al-
an’am itu termasuk pada Dalala Al-Nas yang mana didalam dalil tersebut terdapat
petunjuk lafal atas suatu ketetapan hukum yang disebutkan Nash berlaku pula atas
sesutau yang tidak disebutkan. Yusuf Al-Qardlawi menggunakan metode Qiyas
dalam mengistimbatkan hukum Euthanasia.

3. Bunuh Diri

Bunuh diri (Suicide) dapat didefinisikan sebagai upaya seseorang untuk


membunuh dirinya sendiri dengan sengaja, Dalam bahasa Arab, bunuh diri disebut
intihaar, yang berasal dari kata kerja nahara yang berarti menyembellih
(dzabaha) dan membunuh (qatala). Intahara asy-syakshu, artinya seseorang
menyembelih dan membunuh dirinya sendiri.6 Hal terpenting dalam definisi ini
adalah penegasan adanya unsur pengetahuan terhadap hasil , yang membatasi
prilaku pada level manusia dan membedakannya dari kematian mekanis pada
level binatang.

5Aul-al-ghifary.blogspot.com/2013/10/hukum-euthanasia-menurut-islam.htm?m=1 18:30 23-09-


2016
6 Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi Press, 2005).hal.6

8
Berdasarkan kehendak pelaku, fukha membagi bunuh diri ke dalam dua bagian :

1. Bunuh diri sengaja, jika seseorang melakukan sesuatu perbuatan yang


dapat membunuh dirinya sendiri, dan dia mengiginkan hasil dari perbuatan
tersebut, maka ini dianggap sebagai bunuh diri sengaja.

2. Bunuh diri tidak sengaja, jika dia bermaksud menikam binatang buruan
atau membunuh musuh, lalu mengenai dirinya sendiri dan dia mati, maka
ini dianggap sebagai bunuh diri tidak sengaja.7

4. Pendapat Ulama tentang Bunuh Diri

Dalam pandangan agama islam, hidup adalah anugerah Allah. Dia yang
menganugerahkannya dan hanya Dia pula yang mencabutnya, atau berhak
memerintahkan untuk mencabutnya.jangankan mengakhiri hidup orang lain,
mengakhiri hidup sendiri pun dilarang dan diancam oleh-Nya dengan sanksi yang
berat. “Aku didahului oleh hamba-Ku sendiri, Kuharamkan untunya surga“,
demikianlah firman Allah dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari, menyangkut seorang yang luka parah dan membunuh dirinya.8
Islam sangat memperhatikan keselamatan hidup dan kehidupan manusia
sejak ia berada dalam Rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya. Hidup dan mati
itu karunia dan wewenang Tuhan, maka islam melarang orang melakukan
pembunuhan, baik terhadap orang lain (kecuali dengan alasan yang dibenarkan
oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan alasan apa pun.9

7 Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, (Jakarta : Qisthi Press, 2005).hal.17
8 M.Quraish Shihab, Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui,(Jakarta : Lentera
hati, 2008), hal. 892

9 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta : Toko Gunung Agung, 1997).hal 161

9
Dijelaskan juga dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Jundub
bin Abdullah r.a, :

“telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang mendapat
luka, lalu keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya
dengan pisau itu. Kemudian tidak berhenti-henti darahnyakeluar sehingga ia
mati. Maka Allah bersabda, ‘Hambaku telah menyerahkan kematiannya sebelum
Aku mematikan. Aku mengharamkan surge untuknya’”
Hadits tersebut di atas dengan jelas menunjukkan, bahwa bunuh diri itu
dilarang keras oleh islam dengan alasan apa pun. Orang yang mengakhiri
hidupnya dengan cara demikian, berarti dia telah mendahului atau
melanggarkehendak Allah dan wewenang-Nya. Seharusnya orang bersikap sabar
dan tawakkal menghadapi musibah dan berdoa kepada Allah semoga berkenan
memberikan ampunan kepadanya dan memberikan kesehatan kembali, apabila
hidupnya masih bermanfaat dan lebih baik baginya.

Bunuh diri adalah termasuk pembunuhan. Barang siapa membunuh dirinya


dengan cara apa pun, maka dia telah membunuh jiwa yang dimuliakan Allah tanpa
alasan yang dibenarkan syariat. Bunuh diri adalah dosa besar, karena adanya
ancaman khusus baginya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, Muslim, dan lainnya, dari Abu Hurairah r.a: Rasulullah SAW. Bersabda,
yang artinya :

“Barangsiapa menjatuhkan dirinya dari gunung dan membunuh dirinya sendiri,


maka di neraka dia akan terjatuh dari gunung berulang-ulang selamanya.
Barangsiapa menghirup racun dan membunuh dirinya sendiri, maka di neraka
racun tersebut berada di tangannya dan dia akan menghirupnya selamanya. Dan
barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri denngan besi, maka di neraka besi
tersebut berada di tangannya dan dia akan memukul dirinya dengan besi tersebut
selamanya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

10
11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk


memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau untuk mengakhiri hidup seorang pasien, dean ini
dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri. Jenis Euthanasia : Euthanasia Pasif,
Euthanasia Aktif. Ulama muslim Yusuf Al-Qardlawi menyatakan bahwa
Euthanasia dilarang dalam ajaran agama islam karena ia juga meliputi tindakan
negatif sebagian ahli medis untuk mengakhiri hidup pasien dan mempercepat
kematiannya , hal tersebut merupakan pembunuhan , dan pembunuhan adalah
dosa besar dalam islam. Seperti halnya dalam al-quran surah Al-An’am ayat 151.

Bunuh diri (Suicide) dapat didefinisikan sebagai upaya seseorang untuk


membunuh dirinya sendiri dengan sengaja, Dalam bahasa Arab, bunuh diri disebut
intihaar, yang berasal dari kata kerja nahara yang berarti menyembellih
(dzabaha) dan membunuh (qatala). Intahara asy-syakshu, artinya seseorang
menyembelih dan membunuh dirinya sendiri. Hal terpenting dalam definisi ini
adalah penegasan adanya unsur pengetahuan terhadap hasil , yang membatasi
prilaku pada level manusia dan membedakannya dari kematian mekanis pada
level binatang. Islam sangat memperhatikan keselamatan hidup dan kehidupan
manusia sejak ia berada dalam Rahim ibunya sampai sepanjang hidupnya. Hidup
dan mati itu karunia dan wewenang Tuhan, maka islam melarang orang
melakukan pembunuhan, baik terhadap orang lain (kecuali dengan alasan yang
dibenarkan oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh diri) dengan
alasan apa pun.

12
DAFTAR PUSTAKA

 Hanafiah Jusuf, 2008, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta:


Penerbiti Buku Kedokteran EGC
 Qardhawi Yusuf, 1995, Fatwa-fatwa kontemporer jilid 2, Jakarta: Gema
Insani Press
 Rada Arifin, 2013, Euthanasia dalam perspektif hukum islam, Ternate:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ternate
 Aul-al-ghifary.blogspot.com/2013/10/hukum-euthanasia-menurut-
islam.htm?m=1 18:30 23-09-2016
 Sulaiman Al-Husain, Mengapa Harus Bunuh Diri?, Jakarta : Qisthi Press,
2005
 M.Quraish Shihab, Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda
Ketahui,Jakarta : Lentera hati, 2008
 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta : Toko Gunung Agung, 1997.

13

Anda mungkin juga menyukai