Anda di halaman 1dari 20

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

PERAN KELUARGA DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PASIEN DENGAN


GANGGUAN JIWA

RUANG WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

1. ALFIQI NOVRINDRA HABIBI (20184663026)

2. FAIZATUN NISA’ (20184663032)

3. IKA WIDYA ESTIKAWATI (20184663036)

4. APRILIA DYAS PURPASARI (20184663017)

5. MASLUL (20184663051)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA


2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Satuan
Acara Penyuluhan (SAP) tentang peran keluarga dalam peningkatan Kualitas hidup
pasien dengan gangguan jiwa di Ruang wijaya kusuma ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya .
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Surabaya, 23 November 2018

Kelompok 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

Pokok Bahasan : Peran Keluarga Dalam Peningkatan kualitas hidup Pasien Dengan
Gangguan Jiwa
Hari/Tanggal : Jum’at, 23 November 2018
Sasaran : Keluarga dan Klien
Waktu : 08.00 – 08.30 WIB
Tempat : Ruang Wijaya Kusuma

I Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyuluhan ini adalah agar keluarga mampu memberi dukungan
bagi anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa dalam proses perawatan
dan pengobatannya.
II Tujuan Khusus
1. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan dalam keluarga tersebut.
2. Menekankan kepada keluarga bahwa keluarga merupakan sistem pendukung utama yang
memberikan perawatan dan pengobatan langsung pada setiap keadaan sehat maupun sakit
pasien.
III Pokok Bahasan
1. Peran penting keluarga
2. Fungsi dukungan keluarga
3. Peran keluarga dalam peningkatan kualitas hidup klien dengan gangguan jiwa.
IV Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
V Alat Bantu
1. Flichart
2. Leaflet
VI Pengorganisasian
1. Penyaji : Faizatun Nisa’
2. Moderator : Maslul
3. Fasilitator : Alfiqi Novrindra H
4. Observer : Ika Widya E
Aprilia Dyas P

Keterangan :

= observer & dokumentasi

= peserta

= penguji

= moderator

= narasumber
VII Proses Penyuluhan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 3 menit Pembukaan 1. Menjawab salam
1) Salam Pembuka (memperkenalkan diri 2. Mendengarkan dan
dan menentukan kontrak waktu dengan memperhatikan
pasien dan keluarga) penyuluhan
2) Memahami tujuan penyuluhan
3) Menyebutkan materi yang akan
disampaikan
2 10 menit Pelaksanaan 1. Peserta
1. Memberikan materi memperhatikan
a) Pengertian Dukungan Keluarga materi yang
b) Peran Dukungan Keluarga diberikan
c) Fungsi Dukungan Keluarga 2. Peserta mengajukan
d) Upaya perawatan keluarga selama pertanyaan tentang
di rumah dalam menghadapi pasien meteri yang kurang
yang mengalami gangguan jiwa dipahami
2. Memberikan kesempatan pada
peserta untuk menanyakan materi
yang kurang dipahami
3 15 menit Evaluasi 1. Para peserta
1. Menanyakan kembali kepada para menjawab
peserta tentang materi yang telah pertanyaan yang
disampaikan diberikan penyuluh
2. Penyuluh menyimpulkan kembali 2. Para peserta
penjelasan yang telah diberikan mendengarkan
3. Petugas membagikan leaflet kesimpulan materi
yang disampaikan
4 2 menit Terminasi Menjawab salam
1. Mengucapkan terimakasih
2. Memberikan salam penutup
VIII Evaluasi
a. Evaluasi struktur
Kesiapan media meliputi:
 Flipchart
 Penentuan waktu
 Penentuan tempat
 Pemberitahuan kepada pasien
b. Evaluasi proses
 Kegiatan penyuluhan berjalan tertib
 Peserta mengajukan pertanyaan
 Peserta mengikuti kegiatan sampai selesai
c. Evaluasi hasil
Peserta yang mengikuti penyuluhan 80% aktif dalam kegiatan penyuluhan dan penyuluhan
berjalan dengan tertib dan lancar.
MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang
karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan
sikapnya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin, 2001).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada
individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial.
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan kendala terhadap individu atau orang lain
(Suliswati, 2005).
Menurut Townsend (1996) mental illness adalah respon maladaptive terhadap stressor
dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran, perasaan dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja dan fisik
individu.
Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau
pola perilaku atau psikologi seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara
khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya
(impairment/disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim,
2002).
Menurut Santrock (2002) gangguan mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku
psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan
keadaan distress (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan (gangguan pada satu area
atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri,
ketidakmampuan atau kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut
dapat diterima pada kondisi tertentu.
Kriteria sehat jiwa menurut WHO (2008) :
1. Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan
2. Memperoleh kepuasan dari usahanya
3. Merasa lebih puas memberi daripada menerima
4. Hubungan antar manusia saling menolong dan memuaskan
5. Menerima kekecewaan sebagai pelajaran untuk memperbaiki yang akan datang
6. Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif
7. Mempunyai rasa kasih sayang

B. Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa


Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari berhubungan
dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan
semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan
dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan
saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).

Menurut pendapat Freud (2006), gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan
tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan
normal sosial). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi
perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan
antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada
gangguan jiwa.

Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan macam-macam


kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan tersebut diantaranya adalah
pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh
orang lain dalam kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari
pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul dalam keinginan
untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi pendapat Alfred Adler yang
mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan
rendah diri (infioryty complex) yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri
adalah kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang terus-
menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi (Harmoko, 2012).
C. Tanda dan gejala gangguan jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut :

a) Ketegangan (tension)
Rasa putus asa, murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa
(convulsive), histeria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan, takut dan pikiran-
pikiran buruk.

b) Gangguan kognisi pada persepsi


Merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh,
melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya tidak
mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri
individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut
halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada menurut orang lain.

c) Gangguan kemauan
Klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau
memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga
terlihat kotor, bau dan acak-acakan.

d) Gangguan emosi
Klien merasa senang, gembira yang berlebihan, sebagai orang penting, sebagai raja,
pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat
sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya
(waham kebesaran).

e) Gangguan psikomotor
Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting
berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh
atau menentang apa yang disuruh, diam lama, tidak bergerak atau melakukan gerakan
aneh (Yosep, 2007).
D. Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada
setiap keadaan sehat maupun sakit pada klien. Keluarga merupakan unit yang terdekat
dengan klien dan merupakan “perawat utama” bagi klien. Menurut Keliat (1998)
mengemukakan bahwa keluarga adalah tempat dimana individu memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi
individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan dan perilaku.
Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah.
Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang
kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak
awal asuhan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di
rumah, sehingga kemungkinan kekambuhan dapat dicegah (Purwanto, 2014).
Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari
berbagai sisi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan
interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi
individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, dan perilaku. Individu
menguji coba perilakunya di dalam keluarga dan umpan balik keluarga mempengaruhi
individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu
untuk berperan di masyarakat (Djiwandono, 2002).
Salah satu faktor penyebab kambuh gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara
menangani perilaku klien di rumah. Menurut Nasir dan Muhith (2011), klien dengan
diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun
kedua dan 100% pada tahun kelima setelah pulang dan rumah sakit karena perlakuan yang
salah selama di rumah atau di masyarakat. Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu
dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger (1998):
1. Klien : Diketahui bahwa klien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai
kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai
50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.
2. Dokter (pemberi resep) : Makan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun
pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive
Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak
terkontrol.
3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap
bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.
4. Keluarga : Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi
emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan
menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang
tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang
rendah. Selain itu klien juga mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik
pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan).
Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam peristiwa terjadinya gangguan
jiwa dan proses penyesuaian kembali setiap klien. Peran serta keluarga dalam proses
pencegahan kekambuhan dan pemulihan pada klien gangguan jiwa sangat diperlukan.
Keluarga juga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan di
rumah sakit, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi klien berjalan
dengan baik (Purwanto, 2014)
E. Peran Keluarga dalam Terapi Lingkungan
Peran keluarga dalam terapi lingkungan (Djiwandono, 2002):

1. Distribusi kekuatan
Keluarga mendistribusikan pengetahuan, pengalaman kepada seluruh anggota
keluarga agar kebutuhan yang dibuat bertujuan yang terbaik untuk klien.
2. Komunikasi terbuka
Komunikasi dilakukan oleh anggota keluarga untuk mendapatkan informasi guna
menetapkan keputusan.
3. Memperhatikan struktur interaksi. Struktur interaksi meliputi :
a. Sikap bersahabat
b. Penuh perhatian
c. Lembut dan tegas
4. Aktifitas kerja
Diperlukan dorongan yang kuat dari lingkungan dengan jalan mengijinkan pasien
untuk memilih terapi. Akan lebih berarti bila dapat diterapkan pada pekerjaan yang
nyata.
5. Penyesuaian lingkungan dengan kebutuhan dan perkembangan klien
6. Pencipta lingkungan yang aman dan nyaman
7. Penyelenggaraan proses sosialisasi:
a. Membantu klien belajar berinteraksi dengan orang lain, mempercayai orang lain,
sehingga meningkatkan harga diri dan berguna bagi orang lain.
b. Mendorong klien untuk berkomunikasi tentang ide-ide, perasaan dan perilakunya
secara terbuka sesuai dengan aturan di dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
c. Melalui sosialisasi pasien belajar tentang kegiatan-kegiatan atau kemampuan yang
baru dan dapat dilakukannya sesuai dengan kemampuan dan minatnya pada waktu
luang.
d. Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan tepat dan cepat serta terencana
terutama keluarga. Salah satu hal yang penting untuk memulai pengobatan adalah
keberanian keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa
gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan
kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya
pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga dan
masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.
e. Beberapa hal yang dilakukan untuk menangani klien yang menderita gangguan jiwa :

1) Psikofarmakologi

Penanganan penderita gangguan jiwa dengan memberikan terapi obat-obatan


yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala
klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif
lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

2) Psikoterapi

Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-
macam bentuknya antara lain, psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan
dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
meningkatkan semangatnya.

3) Psikoterapi Re-eduktif dan Re-konstruktif

Dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya


memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami
keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit. Psikologi
kognitif dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan
daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang
terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya (Maramis, 1994).

4) Terapi Psikososial

Terapi ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi dengan


lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung
pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani
terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka
(Hawari, 2007).

5) Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,


berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab
suci. Menurut Yosep (2007), serangkaian penelitian terhadap pasien pasca epilepsi
sebagian besar mengungkapkan pengalaman spiritualnya sehingga semua yang
dirasa menjadi sirna dan menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran
biasa merasa berdekatan dengan cahaya illahi.

6) Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
ke keluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain dengan terapi kelompok yang bertujuan
membebaskan penderita dari stress dan dapat membantu agar dapat mengerti jelas
sebab dari kesukaran dan membantu terbentuknya mekanisme pembelaan yang
lebih baik dan dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olahraga, keterampilan,
berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi (Maramis, 1994).

Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara
berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita
mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat penderita akan dikembalikan
ke keluarga dan ke masyarakat (Hawari, 2007).

Selain itu peran keluarga juga penting, keluarga adalah orang-orang yang
sangat dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak mengetahui kondisi pasien
serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga
sangat penting artinya dalam perawatan dan penyembuhan pasien. Alasan utama
pentingnya keluarga dalam perawatan jiwa (Yosep, 2007) adalah:

a) Keluarga merupakan lingkup yang paling banyak berhubungan dengan


penderita. Keluarga dianggap paling mengetahui kondisi penderita.

b) Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh
yang kurang sesuai bagi penderita.

c) Penderita yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali kedalam


masyarakat, khususnya dalam lingkungan keluarga.

d) Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan


kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi penderita.

e) Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga


pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan.
Menurut Harmoko (2012), hal-hal yang perlu diketahui oleh keluarga dalam perawatan
gangguan jiwa:

a) Penderita yang mengalami gangguan jiwa adalah manusia yang sama dengan orang
lainnya, yakni mempunyai martabat dan memerlukan perlakuan manusiawi.

b) Penderita yang mengalami gangguan jiwa mungkin dapat kembali ke masyarakat dan
berperan dengan optimal apabila mendapatkan dukungan yang memadai dari seluruh
unsur masyarakat. Pasien gangguan jiwa bukan berarti tidak dapat “sembuh”.

c) Penderita dengan gangguan jiwa tidak dapat dikatakan “sembuh” secara utuh, tetapi
memerlukan bimbingan dan dukungan penuh dari orang lain dan keluarga. Keluarga
dapat meningkatkan kemandirian dan pengoptimalan peran dalam masyarakat bagi
penderita. Penderita memerlukan pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari seperti
makan, minum dan berpakaian serta kebersihan diri dengan optimal. Keluarga berperan
untuk membantu pemenuhan kebutuhan ini sesuai tahap-tahap kemandirian pasien.

d) Kegiatan sehari-hari seperti melakukan pekerjaan rumah (ringan), membantu usaha


keluarga atau bekerja (seperti orang normal lainnya) merupakan salah satu bentuk
terapi pengobatan yang mungkin berguna bagi pasien.

e) Berperan secukupnya pada penderita sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki.
Pemberian peran yang sesuai dapat meningkatkan harga diri klien gangguan jiwa.

f) Berilah motivasi sesuai dengan kebutuhan dalam rangka meningkatkan moral dan
harga diri. Kembangkan kemampuan yang telah dimiliki oleh penderita pada waktu
yang lalu. Kemampuan masa lalu berguna untuk menstimulasi dan meningkatkan
fungsi penderita sedapat mungkin.

F. Dampak gangguan jiwa


1. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari
2. Gangguan hubungan bermasyarakat
3. Gangguan peran/sosial (Sullinger, 1988)
G. Hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan lingkungan dalam merawat penderita
gangguan jiwa di rumah
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan lingkungan dalam merawat
penderita gangguan jiwa di rumah :
1. Memberikan kegiatan/kesibukan dengan membuatkan jadwal sehari-hari.
2. Berikan tugas yang sesuai dengan kemampuan penderita dan secara bertahap tingkatkan
sesuai perkembangan.
3. Menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri saat melakukan kegiatan, misalnya
makan bersama, rekreasi bersama dan bekerja bersama.
4. Minta keluarga dan teman menyapa saat bertemu penderita dan jangan membiarkan
penderita berbicara sendiri.
5. Mengajak dan mengikutsertakan penderita dalam kegiatan bermasyarakat, misalnya kerja
bakti.
Daftar Pustaka

Chaplin, J.P. 2008. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Djamaludin, A. 2001. Psikologi islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djiwandono, S. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Depkes RI. 2000. Keperawatan jiwa (teori dan tindakan keperawatan). Jakarta: Depkes RI.

Freud, S. 2006. Penghantar umum psikoanalisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Harmoko. 2012. Asuhan keperawatan keluarga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hawari, O. 2007. Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia. Jakarta: FKUI.

Maramis, W.F. 1994. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.

Maslim, R. 2002. Gejala depresi, diagnosa gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Ilmu FK-Unika Atmajaya.

Kaplan, H.I. dan Sadock, B.J. 1998. Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta: Widya Medika.

Keliat, B.A. 1998. Proses keperawatan kesehatan. Jakarta: EGC.

Nasir, A dan Muhith, A. 2011. Dasar-dasar keperawatan jiwa (penghantar dan teori). Jakarta:
Salemba Medika.

Purwanto. 2014. Evaluasi hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santrock. 2002. Life spam development. Jakarta: Erlangga.

Stuart dan Sundeen. 1995. Buku keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Suliswati. 2005. Konsep dasar keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Townsend, M.C. 1998. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri (pedoman untuk
pembuatan rencana keperawatan). Jakarta: EGC.

Yosep, I. 2007. Keperawatan jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

WHO. 2000. WHO report on the globid (tobaco Epidemic WHO).


DAFTAR HADIR

RUANG PURI WIJAYA KUSUMA RSU JIWA MENUR SURABAYA

Hari/Tanggal : Jum.at / 23 November 2018

Tempat : Ruang Puri Wijaya Kusuma

Topik/ Judul : Peran Keluarga dalam peningkatan kualitas hidup pasien


dengan gangguan jiwa

No Nama Alamat Tanda Tangan


Surabaya, 23 November 2018

Kelompok 1
LEMBAR PENGESAHAN

Topik penyuluhan : Peran Keluarga dalam peningkatan kualitas hidup pasien dengan
gangguan jiwa

Tempat : Ruang Puri Wijaya Kusuma / RSU Jiwa Menur Surabaya

Oleh : Mahasiswa Praktek Profesi Ners Keperawatan Universitas


Muhammadiyah Surabaya

Telah diperiksa dan disetujui

Surabaya, 23 November 2018

Kepala Ruangan Pembimbing Klinik

Pembimbing Akademik

Anda mungkin juga menyukai