Anda di halaman 1dari 42

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Rumah Tangga Dalam Islam

Allah SWT meneguhkan iman kita sekalian dengan petunjuk-Nya,

bahwa Allah telah menciptakan kita, laki-laki dan wanita dari satu jiwa yang

sama. Satu jiwa tersebut adalah Adam. Adalah merupakan anugerah Allah,

bahwa jenis laki-laki tidak diciptakan secara lepas dari jenis wanita, juga

sebaliknya wanita tidak diciptakan terlepas dari jenis laki-laki. Seandainya

wanita itu dalam keasliannya dicipta secara terpisah dari laki-laki, seperti

misalnya Allah menciptakan dari unsur lain, yakni bukan dari tanah, atau dari

tanah yang lain, niscaya akan terjadi hidup sendiri-sendiri dan jauh satu sama

lain.1

Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan dengan peran yang

saling melengkapi. Yang satu melengkapi yang lain. Yang satu tidak bisa

merasakan ketenangan tanpa yang lain. Dan keduanya akan terus merasa gelisah

dan tidak tenang sampai keduanya bertemu dan bersama-sama masuk ke dalam

masyarakat yang tenang dan damai. Karena adanya hubungan yang saling

melengkapi inilah maka rumah tangga bisa dibangun, keluarga bisa dibina dan

masyarakat yang bahagia bisa di ciptakan. Allah SWT berfirman:

1
Abdurahman Abdul Kholiq, menuju pernikahan barokah, (Yogyakarta: Al-manar, 2010), 1.
   
   
 
  
     
  
“Dan di antara tanda-tanda Kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu stri-istri dari dirimu sendiri, agar kamu merasa damai di sisinya, dan

dia menjadikan di antara kamu perasaan cinta dan saying. Sesungguhnya di

dalam hal itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS.

Ar-Ruum: 21).2

B. Pengertian Rumah Tangga

Perkawinan merupakan satu ketentuan dari ketentuan-ketentuan Allah di

dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. Perkawinan bersifat umum,

menyeluruh, berlaku tanpa kecuali baik bagi manusia, hewan, dan tumbuh-

tumbuhan.3 Perkawinan merupakan suatu jalan yang mulia untuk mengatur

kehidupan rumah tangga, dan saling mengenal antara satu dengan yang lainnya.

Secara istilah, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki

dan perempuan, untuk memenuhi tujuan hidup berumah tangga sebagai suami

istri dengan memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat

Islam.4

Keluarga adalah kesatuan suci yang memiliki tujuan luhur. Islam

senantiasa berupaya untuk mempertahanan eksistensinya sebagai bangunan yang


2
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan terjemah, Daarul Qur’an, (Ar-Rum:21) , 406.
3
H. Abdul Qadir Djaelani, keluarga sakinah, (Surabaya: PT bina ilmu, 1995), 41.
4
M. Afnan Hafidz dan A.Ma’ruf Asrori, Tradisi Islam: Panduan prosesi Kelahiran, Perkawinan
dan kematian, (Surabaya: Khalista, 2009), 88.
kuat dan kokoh, yang dapat mencapai tujuan-tujuannya dan mampu menghadapi

segala macam kesulitan dan tantangan.5

Keluarga adalah batu yang baik dan utama dalam membangun

masyarakat manusia yang sehat. Oleh karena itulah Islam memberikan perhatian

istimewa terhadap upaya pembangunan keluarga dan menaunginya dengan

hokum-hukum dan adab-adab yang bisa menjamin keluarga itu menjadi

bangunan yang kokoh dan kuat, yang dapat mewujudkan tujuan-tujuan terbesar

dari keberadaannya. Pernikahan yang islami sesungguhnya adalah langkah awal.

Kehidupan rumah tangga dalam pandangan Islam adalah hubungan yang syar’i

dan suci.

Banyak orang yang tidak memegang teguh syari’at Allah SAW

maupun menjaga hak dan kewajibannya di dalam berumah tangga. Hal itu

terjadi akibat ketidak-tahuan akan hukum-hukum dan adab-adabnya atau

ketidak-pedulian terhadapnya. Maka mengakibatkan munculnya beragam

masalah dan krisis antara suami dan istri, sehingga keluarga mengalami

goncangan keras yang bisa menyebabkan runtuhnya sendi-sendi keluarga dan

putusnya tali pengikatnya.6

Islam menghendaki agar keluarga memiliki pondasi yang kuat, akar

yang dalam, dan bangunan yang menjulang, agar dapat menghasilkan buah yang

diharapkan, dan memberikan hasil yang baik dan berkah. Untuk itulah islam

berupaya membangun masyarakat yang hendak dibangunnya melalui cara yang

5
Sobri mersi al-faqi, solusi problematika Rumah Tangga Modern, (Bekasi Barat, Sukses
Publishing, 2011), 45.
6
Sobri mersi al-faqi, solusi problematika Rumah Tangga Modern, ... 47.
paling ideal untuk membangun masyarakat manusia di atas pondasi yang kokoh,

yang terdiri dari rasa persaudaraan, saling mencintai, saling membantu dan

kemauan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Nabi

SWT bersabda:

‫عض ٌْو تداعى لهُ سائِ ُر ْالجس ِد‬ َ ‫مؤمنينَ في تواد ِه ْم وترا ُح ِم ِه ْم َك َمث َ ِل ْال َج‬
ُ ُ‫س ِد إذا ا ْشت َكى ِم ْنه‬ ِ ‫مثل ْال‬

. ‫س َه ِر وال ُح َّمى‬
َّ ‫بِال‬

“perumpaan orang-orang beriman didalam cinta dan kasih sayang mereka

adalah seperti tubuh. Jika salah satu anggotanya mengeluh sakit, maka anggota

yang lainnya akan ikut mengeluhkannya dengan begadang dan demam”. (HR.

Bukhari, 5665)

Dalam pandangan Islam Keluarga merupakan sebuah batu bata yang

melekat secara serasi dengan batu-batu bata lain yang ada di sekelilingnya dalam

bangunan yang kuat dan kokoh. Dan untuk mencapai tujuan yang menarik dan

besar ini Islam menempuh jalan sebagai berikut:7

1. Mendidik setiap pribadi ummat baik laki-laki maupun wanita untuk

memegang teguh iman, sampai seorang muslim memilih

melaksanakan perintah Allah SWT. Dan menjauhi larangannya

ketimbang air dingin di saat dia sangat kehausan.

2. Mengharuskan para orangtua untuk memilih menantu yang memegang

teguh ajaran, adab dan akhlak Islam. Itu adalah sifat yang wajib

dimiliki kedua belah pihak.

7
Sobri mersi al-faqi, Solusi Problematika Rumah Tangga Modern, ... 51.
3. Memberikan kemudahan kepada laki-laki dan perempuan yang

melakukan proses khitbah (lamaran) untuk melihat satu sama lain

dengan didampingi mahramnya. Hal itu untuk memberikan

kesempatan kepada masing-masing pihak untuk mengetahui minat dan

kecenderungannya.

4. Memerintahkan kepada suami dan istri untuk berbuat baik kepada

pasangannya dan mempergaulinya dengan sebaik-baiknya.

5. Ketika ada ketegangan antara suami dan istri, islam memerintahkan

agar semua pihak mengikuti sejumlah prosedur yang bisa membawa

keduanya kembali pada kehidupan rumah tangga yang diidamkan.

6. Ketika hubungan antara suami dan istri sulit dipertahankan islam

mengizinkan perceraian dengan kaidah-kaidah, adab-adab dan syarat-

syarat tertentu yng akan membuat perceraian itu menjadi obat (solusi),

bukan menjadi bom yang menghancurkan eksistensi keluarga.

7. Ketika ikatan pernikahan sudah lepas, islam mengharuskan suami dan

istri mengikuti turan-aturan yang telah ditetapkan untuk melindungi

hak masing-masing dan mencegah terjadinya hal-hal yang melampaui

batas dan kerancuan nasab.

C. Hubungan suami istri dalam islam

Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-qur’an tentang keadilan,

kejujuran, dan solidaritas kemanusiaan menimbulkan kewajiban bagi tia-tiap

anggota masyarakat Islam. Prinsip-prinsip tersebut menimbulkan suatu iklim


saling menghormati dan menjaga yang timbal-balik, yang merupakan praktik

memerintahkan yang baik dan melarang yang jahat (amar makruf dan nahi

munkar), memberikan kepada masyarakat islam suatu sifat dan kebiasaan

paternalis (kebapakan). Tetapi dasar sejarah dan sari filsafat islam adalah tetap,

yaitu otonomi pribadi seseorang.8

Pernikahan yang islami sesungguhnya adalah langkah awal. Kehidupan

rumah tangga dalam pandangan islam adalah hubungan yang syar’i dan suci.

Jika tidak ada kedamaian, dan kasih sayang di antara suami dan istri, niscaya

kehidupan rumah tangga akan mengalami masalah yang serius. Dan masalah itu

harus dperbaiki supaya kehidupan itu kembali ke jalan tuhan, sehingga mereka

berdua akan mendapatkan imbalan langsung dari tuhan dalam bentuk

kemesraan, kecintaan, saling pengertian dan kerjasama untuk memikul tanggung

jawab rumah tangga.

Dalam hal ini kedua belah pihak harus mau mengalah dan mengorbankan

sebagian haknya. Ibnu Abbas R.A pernah mengatakan : “aku tidak ingin

menuntut seluruh hakku atas istriku. Karena Allah berfirman “akan tetapi para

suami, mempunyai satu tingkatan di atas istrinya”. (Q.S AL-Baqarah: 228).”9

Dengan gambaran itulah Allah meletakkan dasar-dasar kehidupan

perasaan yang nyaman dan tenang, maka istri menjadi benteng yang aman bagi

suami untuk melepaskan kepenatannya setelah seharian berjuang dalam rangka

mewujudkan tarap hidup yang merdeka dan mulia. Dan istri juga bisa menjadi

pilar bagi suami yang bisa dijadikan sebagai tempat bersandar setelah bekerja
8
Marcel A. Boisard, “(Terjemahan) Humanisme Dalam Islam”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
107-108.
9
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan terjemah, Daarul Qur’an, hlm. 36 (Al-baqarah:228)
keras. Maka suamipun merasa nyaman di sisi istriya sambil berbagi rasa suka

dan duka. Dengan demikian si istri dapat menjadi penghibur dan pendukung

suaminya, dan termasuk kedalam golongan istri yang pernah ditanyakan kepada

nabi: “wanita manakah yang paling baik?” beliau menjawab : “wanita yang

menyenangkan hati suaminya apabila dia melihatnya, wanita yang patuh pada

suaminya apabila dia menyuruhnya, dan tidak menentang suaminya mengenai

diri dan hartanya dengan ucapan yang tidak di sukai suaminya. Secara normative

hak dan kewajiban suami istri ini dikembangkan dari prinsip, bahwa keduanya

telah berjanji dalam akad nikah untuk saling mencintai, saling menyemai

mawaddah, saling berbagi rahmah, dan saling memelihara amanah.10

Di samping memberikan hak-hak kepada suami dan kewajiban-

kewajiban kepada istri, islam juga memberikn hak-hak kepada istri dan

kewajiban-kewajiban kepada suami. Maka sebaik-baik suami adalah suami yang

paling baik kepada istrinya. Dan suami yang paling bahagia adalah suami yang

menjadikan istrinya sebagai sahabat sejati. Dengan memperakukannya secara

baik seperti penegasan firman Allah :

  ….
…. 
“dan bergaullah dengan mereka (istri-istrimu) secara baik.” (Q.S An-

Nisaa’:19)

Memperlakukan istri secara baik dapat dilakukan dengan cara

menghormatinya, serta memperhatikan hak-hak dan perasaannya, agar dia

10
Suheri Sidik Ismail, Ketentraman Suami-Istri, (Surabaya: dunia ilmu, 1999), 32.
membalasnya dengan menghormati suaminya, menghargainya dengan tulus, dan

menyiapkan segala sesuatu yang bisa membuat suaminya merasa nyaman,

tenteram, damai dan sayang. Maka suasana rumah pun akan di liputi dengan

ketenangan jiwa dan semuanya akan saling mengasihi dan saling menyayangi.

Dengan begitu tercapailah tujuan yang diharapkan dari pernikahan, sehingga

menjadi rumah tangga yang bahagia.

Maka islam memberikan sejumlah hak kepada suami yang harus

ditunaikan oleh istri. Dan juga memberikan sejumlah hak lainnya kepada istri

yang harus ditunaikan oleh suami. Bila salah satu dari mereka atau kedua-

duanya menyimpang dari ketentuan ini, keluarga itu akan menghadapi masalah.

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban terpenting untuk menciptakan

ketentraman keluarga yang akan terwujud manakala semua pihak menunaikan

kewajibannya kepada pihak yang lain dengan cinta dan kasih sayang.11 Menurut

UU No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dalam pasal 30 dinyatakan bahwa:

suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi dasar dari susunan masyarakat.12

Kemudian dalam pasal 31 dinyatakan :13

1) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dengan hak dan

kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup

bersama dalam masyarakat.

2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

11
Sobri mersi al-faqi, Solusi Problematika Rumah Tangga Modern, ... 96.
12
Abror sodik, Fiqh Keluarga Muslim, (Yogyakarta: Aswaja pressindo, 2015), 27.
13
Abror sodik, Fiqh Keluarga Muslim, … 27-28.
3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga

Mengenai kewajiban suami istri selanjutnya dijelaskan dalam pasal 33:

Suami-istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan

memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

Dalam pasal 34 dinyatakan:

1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu

keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2) Istri wajib mengatur urusan rumah taangga sebaik-baiknya.

3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing, dapat

mengajukan gugatan kepada pengadilan.

Mengenai rumah tangga sebagai tempat kediaman suami-istri dijelaskan dalam

pasal 32 sebagai berikut:

1. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

2. Rumah tempat kediaman yang di maksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan

oleh suami-istri.

1. HAK ISTRI14

a. Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah

b. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami. Firman Allah SWT

  
   
   
   

14
Abror sodik, fiqh keluarga muslim, … 28.
“...Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan cara yang patut.

Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena

mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal allah menjadikan padanya

kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’:19)

c. Agar suami menjaga dan memelihara istrinya.

Maksudnya ialah menjaga kehormatan istri, tidak menyia-nyiakannya, agar

selalu melaksanakan perintah allah dan menghentikan segala larangan-Nya.

Firman Allah:

  


  
… 
“hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka...”. (QS. At-Tahrim: 6)

2. HAK SUAMI

Ketaatan istri kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah tangga

termasuk di dalamnya memelihara dan mendidik anak, selama suami

menjalankan ketentuan-ketentuan Allah yang berhubungan dengan

kehidupan suami-istri.

3. HAK BERSAMA SUAMI ISTRI

Hak-hak bersama di antara suami istri adalah:

a. Halalnya pergaulan suami-istri dan kesempatan saling menikmati atas

dasar kerjasama dan saling memerlukan.

b. Sucinya hubungan perbesanan


Dalam hal ini istri haram bagi laki-laki dari pihak keluarga suami, dan

suami haram bagi perempuan dari pihak keluarga istri.

c. Berlaku hak pusaka-mempusakai

Maksudnya apabila salah seorang di antara suami-istri meninggal, maka

salah satu berhak mewarisi, walaupun keduanya belum bercampur.

d. Perlakuan dan pergaulan yang baik

Menjadi kewajiban suami-istri untuk saling berlaku dan bergaul dengan

baik, sehingga suasananya menjadi tentram, rukun dan penuh dengan

kedamaian.

4. KEWAJIBAN ISTRI

a. Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh

norma agama dan susila.

b. Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan

mewujudkan kesejahteraan keluarga.

c. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah.

d. Memelihara dan menjaga kehormatan serta melindungi harta benda

keluarga.

e. Menerima dan menghormati pemberian suami serta mencukupkan

nafkah yang diberikannya dengan baik, hemat dan bijaksana.

5. KEWAJIBAN SUAMI

a. Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir batin, serta

menjaga dan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraannya.


b. Memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan

keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.

c. Membantu tugas-tugas istri terutama dalam hal memelihara dan

mendidik anak dengan penuh rasa tanggung jawab.

d. Memberi kebebasan berpikir dan bertindak kepada istri sesuai dengan

ajaran agama, dan tidak mempersulit apalagi membuat istri menderita

lahit batin yang dapat mendorong istri berbuat salah.

e. Dapat mengatasi keadaan, mencari penyelesaian dengan bijaksana dan

tidak berbuat sewenang-wenang.

6. KEWAJIBAN BERSAMA SUAMI ISTRI15

a. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah pihak.

b. Memupuk rasa cinta dan kasih sayang.

c. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh pengertian serta bergaul

dengan baik.

d. Matang dalam berbuat dan berpikir serta tidak bersikap emosional dalam

persoalan yang dihadapi.

e. Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka rahasia pribadi.

f. Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan

masing-masing.

15
Abror sodik, Fiqh Keluarga Muslim, … 31.
D. Tugas dan Fungsi suami istri dalam Islam

Di dalam keluarga muslim seorang ayah memiliki tanggung jawab

terhadap seluruh anggota keluarganya untuk memberikan pendidikan yang

baik dan penghidupan yang layak. Begitu juga seorang ibu mempunyai

tanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan mendukung ayah. Dan

keluarga anggota lainnya juga memiliki tanggung jawab dala aspek-aspek

tertentu. Mereka semua memiliki peran menurut tanggung jawab mereka

masing-masing. Mereka menunaikan tanggung jawab mereka dalam satu

keluarga. Kuat atau lemahnya persaudaraan bisa ditentukan oleh kepatuhan

dalam menunaikan tanggung jawab dan peran tersebut. Lebih jelasnya,

ketika seluruh anggota keluarga mengemban tanggung jawab mereka dengan

cara yang benar, maka persaudaraan keluargapun akan baik. Dan ketika

mereka menjalankan peran mereka dalam keluarga dengan cara yang jelas

dan mantap, maka persaudaraan keluarga pun akan kokoh.

Sebaliknya, ketika seorang ayah melalaikan tanggung jawabnya

untuk menyediakan penghidupan yang layak bagi anggota keluarganya,

maka keserasian keluarga pun akan lemah. Dan ketika seorang ibu menjauhi

perannya sebagai ibu rumah tangga dan suri teladan bagi anak-anaknya,

maka persaudaraan keluarga pun akan rapuh.16

Tujuan membangun keluarga ialah melahirkan keturunan baik,

mendapat ketenangan batin antara suami dan istri, dan menciptakan

hubungan yang bahagia di antara anggota keluarga dalam naungan syari’at

16
Sobri mersi al-faqi, solusi problematika Rumah Tangga Modern, ... 90.
Allah yang abadi. Keluarga yang dibangun di atas pondasi islam yang sejati

akan menjadi keluarga yang bertahan sepanjang hayat dan tidak akan

terpecah belah.17

Tugas suami dan istri memang amat berbeda, masing-masing diserahi

tugas yang cocok dengan kodratnya. Kaum pria melebihi kaum wanita dalam

kekuatan fisik, yang sanggup memikul pekerjaan yang sukar-sukar dan

menghadapi marabahaya yang besar. Sebaliknya, kaum wanita melebihi

kaum dalam sifat kasih sayang. Untuk membantu pertumbuhan makhluk

manusia, Allah telah menganugerahkan kepada kaum hawa (wanita) tabiat

cinta dan kasih sayang yang lebih besar daripada yang diberikan kepada

kaum adam (laki-laki). Karena itu secara alami telah tercipta pembagian

kerja antara kaum pria dan kaum wanita. Masing-masing harus

melaksanakan tugas pokok guna kemajuan umat manusia secara

keseluruhan. Karena kaum pria di anugerahi fisik yang kuat, tepat sekali jika

mereka memikul tugas perjuangan hidup yang penuh kesukaran. Sedangkan

kaum wanita yang dianugerahi tabiat kasih sayang yang berlebihan, tepat

sekali jika mereka memikul tugas mengasuh anak-anak. Karena itu tugas

kaum laki-laki ialah menanggung pemeliharaan keluarga, sedangkan tugas

kaum wanita ialah mengasuh anak-anak. Masing-masing diberi kekuasaan

penuh untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.

17
Sobri mersi al-faqi, solusi problematika Rumah Tangga Modern, ... 46.
Peradaban modern akhirya berpendapat, bahwa kemajuan umat manusia

menuntut adanya pembagian kerja.18

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga mempunyai tujuan yang

di jelaskan dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT pasal 4

yaitu:19

a. Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;

b. Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;

c. Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan

d. Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan

sejahtera.

E. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga, khususnya penganiayaan terhadap istri,

merupakan salah satu penyebab kekacauan dalam masyarakat. Berbagai

macam penelitian masyarakat menunjukkan bahwa penganiayaan istri tidak

berhenti pada penderitaan seorang istri atau anaknya saja. Rentetan

penderitaan akan menular keluar lingkup rumah tangga dan selanjutnya

mewarnai kehidupan masyarakat kita.20

Mengenai definisi kekerasan belum ada suatu kesepakatan, masih

terdapat perbedaan pandangan diantara para ahli. Kekerasan sendiri berasal

dari bahasa latin, yaitu violentia, yang berarti kekerasan; keganasan’\;

18
Maulana Muhammad ali, terjemah “islamologi”, (Jakarta: Bulan bintang, 1980), 433.
19
UU RI Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT, 3.
20
Hendra Akhdhiat, Psikologi Hukum, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 233.
kehebatan; kesengitan; kebengisan; kedahsyatan; kegaragan; aniaya;

perkosaan.21

Kekerasan menurut Galtung amatlah luas, ia menolak konsep kekerasan

sempit yaitu kekerasan fisik belaka. Ia melihat bahwa kekerasan dari segi

akibat dan pengaruhnya pada manusia. Johan Galtung mengenali enam

dimensi penting dalam kekerasan:

1. Kekerasan fisik dan psikologis: karena Galtung menolak konsep

kekerasan sempit yaitu kekerasan fisik. Menurutnya, kekerasan juga

berdampak pada jiwa seseorang. Kebohongan, indoktrinasi, ancaman

dan tekanan adalah contoh kekerasan psikologis karena dimaksudkan

untuk mengurangi kemampuan mental atau otak.

2. Pengaruh positif dan negatif: contoh yang dipakai adalah kekerasan

terjadi tidak hanya bila ia di hukum bila bersalah, namun juga dengan

memberi imbalan ketika ia ‘tidak bersalah’, sistem imbalan

sebenarnya mengandung “pengendalian”, tidak bebas, kurang terbuka

dan cenderung manipulatif, meskipun membawa kenikmatan. Ia mau

menekankan bahwa kesadaran untuk memahami kekerasan yang

sangat luas itu penting.

3. Ada objek atau tidak: objek yang disakiti umumnya adalah manusia

secara langsung.

4. Ada subjek atau tidak: jika kekerasan memiliki subyek atau pelaku,

maka ia bersifat langsung atau personal, namun jika tidak ada

21
Rena Yulia, Viktimologi perlindungan hokum terhadap korban kejahatan, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), 6.
pelakunya, maka kekerasan tersebut tergolong pada kekerasan

struktural atau tidak langsung.

5. Disengaja atau tidak: perbedaan ini penting ketika orang harus

mengambil keputusan mengenai kesalahan. Sering konsep tentang

kesalahan ditangkap sebagai suatu perilaku yang disengaja. Galtung

menekankan bahwa kesalahan yang walau tidak disengaja tetap

merupakan suatu kekerasan, karena dilihat dari sudut korban,

kekerasan tetap mereka rasakan, baik disengaja maupun tidak.

6. Yang tampak dan yang tersembunyi: kekerasan yang tampak adalah

yang nyata dirasakan oleh objek, baik secara personal maupun

struktural. Sedangkan kekerasan tersembunyi tidak kelihatan namun

tetap bisa dengan mudah meledak. Kekerasan tersembunyi terjadi

jika situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga tingkat realisasi

aktual manusia dapat menurun dengan begitu mudah. Situasi ini

disebut sebagai keseimbangan yang goyah (unstable equilibrium) .

Menurut mansour fakih, kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap

fisik maupun integritas keutuhan mental psikologi seseorang.22 Kekerasan

yang terjadi dalam rumah tangga khususnya terhadap istri, sering ditemui,

bahkan dalam jumlah yang tidak sedikit. Dari banyaknya kekerasan yang

terjadi, hanya sedikit yang dapat diselesaikan secara adil. Hal ini karena

dalam masyarakat masih berkembang pandangan bahwa dalam kekerasan

dalam rumah tangga tetap menjadi rahasia atau aib rumah tangga yang

22
Mansour Fakih, Analisis gender dan transformasi social, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996)
17.
sangat tidak pantas jika diangkat dalam permukaan atau tidak layak

dikonsumsi oleh publik.

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah

tangga.23

Dua tahun setelah diterbitkannya UU No. 23 tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), jumlah kasus

kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi. LBH Asosiasi

Perempuan Indonesia untuk keadilan (APIK) Semarang, mencatat sepanjang

Januari-Juni 2007 terjadi 44 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Akan

tetapi, dari 44 kasus itu hanya sembilan korban yang menempuh upaya

hukum. Lima korban lapor polisi, tiga korban mengajukan gugatan cerai, dan

seorang melapor kepada instansi tempat pelaku bekerja.24

Menurut Herkutanto, kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan

atau sikap yang dilakukan dengan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan

perempuan, baik secara fisik maupun secara psikis. Pengertian tersebut tidak

menunjukkan bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan hanya kaum

23
UU RI No. 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT, 2.
24
Hendra AKhdhiat, Psikologi Hukum…, 234.
lelaki, tetapi kaum perempuan pun dapat dikategorikan sebagai pelaku

kekerasan.25

Jika ditinjau dari berbagai aspek peranan, perempuan memegang peranan

yang penting sekali sebagai ibu rumah tangga yang meliputi segala macam

pekerjaan berat dan ringan, seperti mengatur rumah, memasak, mencuci,

mengasuh, dan mendidik anak dan sebagainya, yang oleh sebagian besar

daripada kaum ibu Indonesia harus dikerjakan sendiri, tanpa bantuan tenanga

orang lain. Seringkali kaum ibu harus bekerja siang malam, tanpa waktu

yang cukup untuk melepaskan lelahnya atau sekedar mencari hiburan.26

F. Penyebab terjadinya Problematika Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Beberapa penyebab terjadinya problematika dalam keluarga, sebagai

berikut:27

1. Meremehkan perbuatan dosa dan maksiat

Perbuatan maksiat dapat melenyapkan nikmat, merusak

hati dan menghancurkan nilai-nilai. Seorang ulama salaf

mengatakan: “sesungguhnya aku pernah berbuat maksiat kepada

Allah, lalu aku melihat efeknya pada perilaku istriku dan

kendaraanku.”28

25
Herkutanto, kekerasan terhadap perempuan dalam system hokum pidana, dalam buku
penghapusan Diskriminasi terhadap wanita, (Bandung: Alumni, 2000), 267-268.
26
Nani soewondo, Kedudukan wanita Indonesia dalam hokum dan masyarakat, (Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia, 1984), 279.
27
Sobri mersi al-faqi, solusi problematika Rumah Tangga Modern, … 183
2. Mengabaikan hak dan kewajiban

Kehidupan rumah tangga terikat dengan hak dan

kewajiban yang harus di jaga dan dihormati oleh pasangan suami-

istri. Mengetahui hak dan kewajiban itu merupakan langkah awal

dan fundamental dalam upaya membangun keluarga bahagia

yang diidam-idamkan. Tidak menghormati hak dan kewajiban itu

menyebabkan timbulnya pertengkaran dan keretakan.

3. Intervensi kerabat dan tetangga

Intervensi (campur tangan) pihak ketiga terjadi akibat

kelalaian suami atau istri yang mengadu kepada kerabatnya.Jadi,

sebaiknya tidak ada campur tangan dalam urusan rumah tangga

dari luar lingkup keluarga, baik kerabat maupun sahabat. Karena

tidak ada seorangpun yang berhak memberikan pesan-pesan

tertentu kepada keluarga. Bahkan intervensi itu seringkali

mendatangkan konflik dan perselisihan.

4. Membesar-besarkan kekurangan

Tidak mau melihat kebaikan dan kelebihan pasangan, dan

hanya memerhatikan kesalahan dan kekurangan. Rasulullah

bersabda:

َ ‫ي ِم ْن َها‬
.‫آخر‬ َ ‫رض‬ ْ ً‫اليَ ْف َر ْك ُمؤْ ِم ٌن مؤْ ِمنَة‬
ِ ‫إن َك ِرهَ ِم ْنها ُخلُقًا‬
“janganlah seorang laki-laki beriman membenci wanita beriman.

Jika dia tidak menyukai salah satu perangainya, dia pasti

menyukai perangainya yang lain.” (HR. Muslim, 1469).

5. Prasangka buruk

Yakni prasangka buruk dari suami atau istri hingga

kehilangan kepercayaan. Dan hilangnya kepercayaan itu berarti

kehancuran keluarga. Tidak sepatutnya seorang istri

menyembunyikan sesuatu dari suaminya. Keduanya harus bisa

melahirkan rasa saling percaya di antara mereka.

6. Tidak mengetahui solusi-solusi yang syar’i

Minimnya pengetahuan akan solusi-solusi yang

disarankan oleh agama dalam mengatasi konflik-konflik kecil

yang terjadi di dalam keluarga, menyebabkan ketika ada masalah

sekecil apapun, yang ada dibenak pasangan suami-istri hanyalah

perceraian. Ini keliru Karena perceraian adalah solusi terakhir.

Ada sejumlah solusi yang disarankan oleh agama. Antara lain

memberi nasihat, mengirimkan seorang mediator dari keluarga

suami dan seorang mediator dari keluarga istri. Jika semua cara

itu tidak membuahkan hasil, suami boleh menceraikan istrinya

satu kali pada masa suci yang belum pernah dijamahnya.29

7. Mengikuti perasaan

29
Sobri mersi al-faqi, Solusi Problematika Rumah Tangga Modern, ... 185.
Mengikuti perasaan atau kepentingan materi ketika

memilih pasangan hidup. Kerap kali sebuah pernikahan terjadi

berdasarkan perasaan cinta yang semu, yang segera luntur

beberapa bulan kemudian. Dan pasangan itu segera mengetahui

bahwa di antara mereka ada perbedaan yang sangat jauh dalam

hal perangai, karakter, wawasan atau kecenderungan.

8. Kurangnya pengertian dari suami atau istri terhadap tabiat

pasangannya

9. Istri tidak menghargai tugas-tugas suaminya dan tanggung jawab

sosialnya

10. Campur tangan yang berlebihan dari suami dalam urusan rumah

tangga

11. Istri tidak peduli terhadap kondisi keuangan suami

12. Membuka rahasia keluarga

13. Terkadang seorang suami dan istri membuka sebagian rahasia

keluarganya kepada kerabatnya atau temannya. Hal ini dapat

memicu terjadinya pertengkaran dan konflik antara suami dan

istri. Masalah akan semakin berat dan menjadi haram apabila

rahasia yang dibuka adalah tentang hubungan intim (seks).

G. Cara penyelesaian Problematika dalam rumah tangga

Setiap pasangan suami istri harus menyikapi konflik rumah tangga

dengan akal sehat, nalar tenang dan baik sangka (positive thinking). Dan
mereka juga harus melihat konflik rumah tangga dengan pandangan yang

realistis. Karena bisa jadi konflik itu menjadi salah satu faktor bagi

terjadinya dialog dan saling pengertian di antara mereka manakala konflik

itu disikapi dengan cara yang baik.30

1. Mengenali masalah yang diperselisihkan, lalu memberikan

perhatian khusus terhadapnya, dan tidak boleh keluar dari

masalah tersebut dengan menyebut-nyebut kesalahan atau

kekhilafan yang sudah berlalu, atau membuka kembali kenangan-

kenangan buruk yang lama. Karena hal itu dapat memperlebar

ruang lingkup konflik tersebut.

2. Masing-masing dari keduanya membicarakan masalah itu

menurut pandangannya, dan tidak menjadikan pandangannya

sebagai kebenaran yang tidak boleh disalahkan, atau sebagai

fakta yang harus diterima dan tidak boleh diperdebatkan.

3. Jangan selalu memajang hak-hak di depan mata. Dan yang lebih

berbahaya lagi adalah membesar-besarkan hak-hak tersebut, atau

memasukkan hak-hak baru yang tidak wajib kedalam daftar hak-

hak yang wajib, hingga mengakar di dalam jiwa dan menuntut

untuk dipenuhi.

4. Kedua belah pihak harus mengetahui hak dan tugas pihak lain,

serta mengetahui batas-batas tanggung jawabnya.

30
Sobri mersi al-faqi, Solusi Problematika Rumah Tangga Modern, ... 191.
5. Mengakui kesalahan ketika segaala sesuatunya menjadi jelas, dan

tidak boleh memungkirinya. Karena mengakui kebenaran itu

lebih baik daripada mempertahankan kesalahan dan mengakui

kesalahan adalah jalan menuju kebenaran.

6. Sabar terhadap karakter-karakter yang mengakar di dalam diri

wanita, seperti cemburu

7. Baik suami maupun istri harus mengetahui dan meyakini bahwa

harta bukanlah sumber kebahagiaan, dan kesuksesan yang sejati

bukanlah kesuksesan dalam menciptakan kehidupan yang tenang,

bebas dari keresahan dan jauh dari ketamakan.

8. Mengukur kaadar kesalahan dan tidak membesar-besarkannya,

lalu memperbaaikinyaa sesuai dengan kadar kesalahan tersebut,

tidak over dosis.

1. Menurut Hukum Islam

Hukum Islam adalah tata aturan yang digali para ulama dari sumber

ajaran agama Islam yaitu al-qur’an dan al-hadits, untuk membimbing dan

mengarahkan kehidupan umat Islam agar sesuai dengan tuntutan dan

tuntunan ajaran Islam. Hukum islam tersebut secara konkrit berwujud

dari apa yang disebut fikih yaitu hukum-hukum Allah yang berkaitan

dengan perbuatan mukallaf, yang di gali dari dalil-dalil syara’ yang

terperinci atau diartikan juga sebagai ilmu tentang syara’ yang amali

yang dihasilkan dari tafsili.31

31
Qurratul Ainiyah, keadilan gender dalam islam, (Malang: Kelompok intrans publishing), 26.
Hukum islam mengatur semua pola kehidupan manusia dalam setiap

aspek kehidupan, tidak hanya mengatur hubungan antar manusia, tetapi

juga hubungan dengan makhluk Allah yang lain, oleh karena itu, Allah

telah menjadikan hukum-Nya berdiri diatas asas dan prinsip dasar yang

sangat mudah untuk diaplikasikan, mudah sumbernya dan sesuai dengan

fitrah manusia.32

Islam merupakan agama yang mencintai kedamaian dan

keharmonisan dimulai dari keluarga. Oleh sebab itu, Kekerasan Dalam

Rumah Tangga (KDRT) tidak boleh terjadi, ia harus diselesaikan dan

dicegah. Sebagai salah satu usaha untuk pencegahan dan

penyelesaiannya islam telah mengatur hal tersebut termasuk dalam

tindak kejahatan atau kriminalitas. Sanksi hukum yang diterapkan

kepada pelaku kejahatan tergantung kepada jenis kejahatan (jarimah)

yang dilakukan.

Fikih di dalam bidang jinayah secara khusus pada prinsipnya juga

mengatur pencegahan yang dilakukan oleh manusia dan akan

memberikan sanksi hukuman yang sesuai dengan tingkat kejahatan,

karena itu tujuan dari ketentuan tersebut tidak lain diciptakan oleh Allah

untuk mendatangkan kemaslahatan umat. Hal ini dipertegas oleh hadits

rasulullah yang mengatakan: “tidak boleh terjadi kerusakan kepada

manusia dan tidak boleh manusia melakukan kerusakan terhadap orang

lain.” Secara terminologis, istilah fiqh jinayah atau hukum pidana islam

32
Qurrotul Ainiyah, keadilan gender dalam islam, … 28.
diartikan sebagai ketentuan-ketentuan hukum syara’ yang melarang

orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu, dan pelanggaran terhadap

ketentuan hukum tersebut dikenakan hukuman berupa penderitaan badan

atau harta.33

Bentuk-bentuk kejahatan tersebut dan cara penyelesaiannya dalam

hukum islam, yaitu:34

1. Tuduhan berzina terhadap wanita baik-baik tanpa bisa

menunjukkan bukti kuat yang bisa diterima oleh syariat islam

(Qadzaf). Sanksi hukum untuk kejahatan ini sesuai dengaan

syariat islam yaitu hukuman cambuk sebanyak 80kali

cambukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. “dan

orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang

baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat

saksi maka deralah 80 kali.” (QS. An-Nuur: 4-5)

2. Perbuatan-perbuatan cabul

Contoh perbuatan cabul, misalnya berusaha melakukan zina

dengan perempuan (namun belum sampai melakukannya),

maka hukuman yang sesuai untuk dikenakan terhadap

pelakunya yaitu sanksi penjara 3 tahun, di tambah jilid dan

pengusiran.

33
Bustanul arifin. lukman santoso, Jurnal “perlindungan perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga perspektif hokum islam” Vol. 8 No. 2 Tahun 2016, 116.
34
Arfan Affandi, Tinjauan hokum Islam terhadap kekerasan dalam rumah tangga dalam
kaitannya dengan undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT, (Skripsi: Fakultas
Hukum, 2008), 47
3. Penyerangan terhadap organ tubuh

Bentuk kekerasan ini dapat juga terjadi pada setiap orang,

tidak hanya wanita saja yang menjadi korbannya. Hukuman

yang sesuai hukum islam untuk kejatahan ini, yaitu:

a) Korban terbunuh

Hukumannya yaitu 1 diyat (tebusan) 100 ekor unta

b) Organ tubuh korban disakiti

Setiap anggota tubuh korban yang telah disakiti oleh

pelaku mendapat diyat atau tebusan, yaitu: untuk 1 biji

mata setengah diyat (50 ekor unta); setiap jari kaki dan

tangan, 10 ekor unta; luka sampai selaput batok kelapa,

1/3 diyat; luka dalam 1/3 diyat; luka sampai ketulang dan

mematahkannya, diyat 15 ekor unta; setiap gigi, 5 ekor

unta; luka sampai ke tulang hingga kelihatan, diyat 5 ekor

unta.

4. Membunuh

Kejatah ini tidak hanya terjadi pada wanita saja, tetapi pria

juga dapat menjadi koran dari pembunuhan. Hukuman yang

sesuai dengan syariat islam untuk kategori pembunuhan, yaitu

qishas. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT: “diwajibkan


atas kamu qishos berkenaan dengan orang-orang yang

dibunuh”. (QS. Al-baqarah: 179)

5. Penghinaan

Penghinaan merupakan salah satu bentuk lain dari kekerasan

psikis terhadap seseorang. Penghinaan terhadap orang lain

dapat membuat orang yang mendapat hinaan tersebut tersiksa

secara mental atau psikologis. Penghinaan dapat terjadi pada

setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Penghinaan

jika tidak dapat dibuktikan kebenarannya maka hukuman

yang sesuai dengan hukum islam adalah pidana penjara empat

tahun.

Khusus pada hubungan suami-istri dalam lingkup

kehidupan rumah tangga, apabila terjadi kekerasan terhadap

pihak istri, maka istri tersebut dapat menjadikan masalah

kekerasan yang terjadi pada dirinya sebagai alasan untuk

mengajukan gugatan cerai kepengadilan agama.

2. Menurut Hukum Positif

Secara hukum, pernikahan adalah lembaga resmi (negara atau

agama) sebagai penyatuan antara laki-laki dan perempuan untuk

membangun sebuah rumah tangga, dengan disertai pembagian peran.

Yang laki-laki bertugas mencari nafkah, sedangkan kaum perempuan


sebagai pendamping suami dengan tugas memberikan seluruh

hidupnya untuk suami. Karena secara finansial dia diberi nafkah oleh

sang suami, yang kemudian menjadikan adanya dominasi suami dan

istri. kondisi ini menjadikan perempuan diposisikan sebagai abdi atau

tuannya, yaitu suami. Keluarga di anggap sebagai lembaga yang

menyebabkan adanya pembagian kekuasaa ini, sehingga ketika sang

istri melakukan kesalahan kecil, maka tidak menutup kemungkinan

akan menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari sang

penguasa, yang kemudian dikenal dengan istilah KDRT (Kekerasan

Dalam Rumah Tangga) pemahaman seperti ini sudah mendarah

daging, walaupun pada masyarakat modern.35

Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam kaitannya

dengan penanganan dan penyelesaian masalah Kekerasan Dalam

Rumah Tangga, secara umum sudah banyak di atur, antara lain yaitu:

UU nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU

nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.

Dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan

bahwa, pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan

berpedoman pada deklarasi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Konveksi perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penghapusan segala

bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, konveksi perserikatan bangsa-

35
Qurrotul Ainiyah, Keadilan gender dalam islam,… 139.
bangsa tentang hak-hak Anak, dan berbagai instrumen Internasional

lain yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. Bagian

kesembilan dalam UU tersebut, khusus mengatur hak wanita mulai

dari pasal 45 s/d 51. Pada pasal 51 ayat (1) berbunyi : seorang isteri

selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung

jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan

dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anak, dan

hak pemilikan serta pengelolaan harta bersama. Dalam pasal ini jelas

memperjuangkan kesetaraan gender dan menentang adanya

hegemoni laki-laki terhadap perempuan dan tidak mentolerir adanya

kedudukan superior dan subordinasi dalam kehidupan keluarga atau

rumah tangga.36

Pemberlakuan UU PKDRT dan dibentuknya Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan, menunjukkan sikap proaktif pemerintah

dalam menyikapi hubungan gender. Tetapi pada tataran implementasi

keberpihakan negara terhadap perempuan masih lemah

(Darwin,2006). Dalam beberapa hal, negara justru masih

mereproduksi konsep subordinasi perempuan. Sebagai ilustrasi

misalnya organiasi warisan Orde Baru Dharma Wanita, dan Panca

Dharma Wanita yang hingga sekarang masih berlaku. Disitu di

definisikan peran perempuan : (1) sebagai isteri pendamping suami;

(2) sebagai pendidik dan pembina keluarga; (3) sebagai ibu mengatur

36
Abu Hanifah, Jurnal “Permasalahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan alternative
pemecahannya”, Vol 12, No. 03, 2007, 48.
rumah tangga; (4) sebagai pekerja penambah penghasilan keluarga;

dan (5) sebagai anggota organisasi masyarakat, khususnya organisasi

perempuan dan organisasi sosial. Kelima dharma tersebut secara

implisit mereproduksi konsep perempuan sebagai makhluk domestik,

dan peran publiknya diposisikan sebagai peran tambahan. Seharusnya

Panca Dharma Wanita diubah menjadi : (1) sebagai mitra sejajar

suami; (2) bersama suami mendidik dan membina keluarga; (3)

bersama suami mengatur rumah tangga; (4) bersama suami mencari

nafkah; dan (5) berhak menjadi anggota dan memimpin organisasi

politik dan sosial.37

Cara penyelesaian KDRT di dalam UU Nomor 23 tahun 2004

tentang PKDRT bahwa:38

1. Kewajiban pemerintah dan Masyarakat

Pemerintah pusat maupun daerah, memiliki kewajiban untuk

mengatasi kasus kekerasan dalam rumah tangga dengan segala

potensi yang dimiliki oleh aparat pemerintah itu sendiri. Pemerintah

dapat melakukan upaya pencegahan (preventif) dan

penyelenggaraan pelayanan terhadap korban KDRT, untuk

mengatasi kasus kekerasan dalam rumah tangga tersebut, seperti

halnya dengan ketentuan pada pasal 11, BAB V tentang kewajiban

37
Abu hanifah, … 49
38
Arfan Affandi, skripsi “Tinjauan Hukum Islam terhadap kekerasan dalam rumah tangga
dalam kaitanyya dengan undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT, 49
pemerintah dan masyarakat, untuk melaksanakan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 11 yaitu:

1) Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga

2) Menyelesaikan komunikasi, informasi dan edukasi tentang

kekerasan dalam rumah tangga

3) Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan

dalam rumah tangga

4) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender

dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan

standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender.

2. Hak-Hak korban kekerasan dalam rumah tangga

Penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga memiliki kaitan

dengan hak-hak korban. Hak-hak korban harus diperhatikan dalam

usahanya untuk menyelesaikan kekerasan dalam rumah tangga

dimana untuk menjamin hak-hak atas korban tersebut, maka

diperlukan adanya:

a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik

sementara maupun berdasarkan penetapan perintah

perlindungan dari pengadilan.

b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis


c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan

korban

d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada

setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

e. Pelayanan bimbingan rohani

f. Relawan pendamping

3. Pemulihan korban

Penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga dengan cara ini,

lebih bersifat sebagai rehabilitasi keadaan korban ke kondisi semula

seperti pada awal sebelum menjadi sasaran (objek) kekerasan oleh

pelaku.

Korban mempunyai hak untuk mendapatkan upaya pemulihan

dan beberapa pihak, dalam UU nomor 23 tahun 2004 tentang

PKDRT dalam BAB VII pasal 39 di jelaskan bahwa:

a. Tenaga kesehatan

b. Pekerjaan sosial

c. Relawan pendamping

d. Pembimbing rohani

4. Penyelesaian KDRT melalui penerapan sanksi hukum

Dalam hal ini menggunakan metode penyelesaian yang bersifat

menghukum, bertujuan untuk membuat jera pelaku kekerasan itu


sendiri. Kekerasan dalam lingkup rumah tangga dapat di selesaikan

dengan cara penerapan sanksi hukum dalam bentuk:

a. pidana penjara

b. pidana tambahan

c. denda

Hakim dapat menjatuhkan sanksi hukum terhadap pelaku

kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan kategori kejatah yang

telah di perbuat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

H. Sanksi Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut Undang-

Undang

Mengenai batasan definisi kekerasan dalam rumah tangga ini dirumuskan

dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu, sebagai berikut:

“kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan

atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran

rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,

atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga.”39

Lingkup rumah tangga yang dimaksud adalah sebagaimana yang terdapat

dalam Pasal 2 ayat (1) UU PKDRT, yaitu:

a. Suami, Istri, dan Anak

39
UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,

perkawinan, pesusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap

dalam rumah tangga dan/atau orang yang bekerja membantu rumah

tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

c. Orang yang bekerja membantu rumah tanggaa dan menetap dalam

rumah tangga tersebut.

Mengenai bentuk-bentuk kekerasan, Pasal 5 UU PKDRT

mengelompokkan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga ke

dalam empat cara, yaitu sebagai berikut:

“setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga

terhadap orang dalam lingkup rumah tangganta, dengan cara:

a) Kekerasan fisik

b) Kekerasan psikis

c) Kekerasan seksual atau

d) Penelantaran rumah tangga

Dalam sanksi terhadap pelaku KDRT ditentukan dalam pasal 44-

50 BAB VII tentang ketentuan pemidanaan yang tercantum sanksi

hukum (pidana penjara, pidana tambahan, dan denda), dengan uraian

sebagai berikut:40

Pasal 44

40
UU RI, … 21-23.
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam

lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau

denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp

45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan

jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda

paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 45

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam

lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b


dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan

jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda

paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

Pasal 46

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling

lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00

(tiga puluh enamjuta rupiah).

Pasal 47

Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah

tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)

tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda

paling sedikit Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling

banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal

47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan

akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau

kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus

atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam

kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana

penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp

25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp

500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda

paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang

yang :

a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat

(2).

Pasal 50

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat

menjatuhkan.
pidana tambahan berupa :

a. pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk

menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu

tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

b. penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah

pengawasan lembaga tertentu.

Pasal 51

Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44

ayat (4) merupakan delik aduan.

Pasal 52

Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45

ayat (2) merupakan delik aduan.

Pasal 53

Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46

yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya merupakan

delik aduan.
Dengan demikian kekerasan dalam rumah tangga merupakan

setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain di

lingkungan rumah tangga yang mengakibatkan penderitaan baik secara

fisik, psikologis ataupun seksual terhadap korban termasuk penelantaran

rumah tangga.

Bentuk kekerasan dalam rumah tangga memiliki tingkat

kekerasan yang beragam, hal ini dapat dilihat dari dampak kekerasan

terhadap korban yang beragam pula, sehingga sudah semestinya

dikenakan penerapan sanksi yang berbeda. Pidana penjara yang terdapat

dan diatur dalam KUHP sering membuat dilema tersendiri bagi korban,

karena adanya ketergantungan ekonomi dan sosial pada pelaku, sehingga

pada akhirnya cenderung untuk tidak melaporkan kejahatan kekerasan

yang di alaminya.41

UU PKDRT memuat berbagai pembaharuan dan terobosan dalam

perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang lebih mengutamakan

pencegahan (preventif) kekerasan dalam rumah tangga, dari pada

tindakan yang bersifat penghukuman (represif) serta memperluas konsep

kekerasan dalam rumah tangga, yang tidak hanya meliputi kekerasan

bersifat psikis, fisik, dan seksual. Namun juga memasukkan perbuatan

menelantarkan rumah tangga sebagai suatu tindak kekerasan yang dapat

dipidana.

41
Rena Yulia, “Perlindungan hokum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dalam
penegakan hokum”. Artikel dalam mimbar volume xx no.3 juli-september 2004, LPPM-
UNISBA. 320.
UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT adalah undang-undang

yang mengatur permasalahan spesifik secara khusus, sehingga memuat

unsur-unsur lex special.

Unsur-unsur lex special terdiri dari:42

a. Unsur korektif terhadap pelaku

UU PKDRT mengatur alternatif sanksi dari pada KUHP yang hanya

mengatur pidana penjara dan denda, yakni berupa kerja sosial dan

program intervensi yang diberlakukan terhadap pelaku. Hal ini

dimaksudkan agar pelaku tidak kembali melakukan tindak kekerasan.

b. Unsur preventif terhadap masyarakat.

Keberadaan UU PKDRT ditujukan untuk mencegah tindak kekerasan

yang terjadi pada lingkup rumah tangga, karena selama ini masalah

KDRT dianggap masalah private sehingga kekerasan yang terjadi

tidak mudah di intervensi.

c. Unsur protektif terhadap korban.

UU PKDRT memuat pasal-pasal yang memberikan perlindungan

terhadap korban kekerasan yang terjadi dalam hubungan-hubungan

domestik, khususnya terhadap pihak-pihak yang tersubordinasi

(kelompok rentan).

UU PKDRT ini mengatur pula mengenai sanksi pidana bagi pelaku

kekerasan dalam rumah tangga, berbeda dengan KUHP yang hanya

42
Rena Yulia, Viktimologi perlindungan hokum terhadap korban kejahatan, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), 9.
mengatur tentang sanksi berupa pidana pokok dan pidana tambahan,

pasal 50 UU PKDRT mengatur mengenai sanksi pidana berupa:

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan

pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun

pengawasan lembaga tertentu.

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah

pengawasan lembaga tertentu.

Anda mungkin juga menyukai