Anda di halaman 1dari 34

PERENCANAAN PEMBANGUNAN JALAN

POROS TENGAH PULAU SEBATIK

JL. TEUKU UMAR RT. 013 NUNUKAN TENGAH –


NUNUKAN (KAB.) – KALIMANTAN UTARA
CV. LE MONSIEUR PARIS

DAFTAR ISI
Hal

Daftar Isi i

Daftar Gambar ii

Daftar Tabel iii

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Maksud dan Tujuan

1.3. Lingkup Umum Kegiatan 2

1.4. Pelaporan 3

1.5. Sistematika Pembahasan 3

Bab 2 Tinjauan Sistem Transportasi 5

2.1. Umum 5

2.2. Sedikit Tentang Perkembangan Jalan 9

2.3. Sedikit Tentang Daerah Perencanaan 12

Bab 3 Kondisi Eksisting 15

3.1. Kondisi Perkerasan Dan Jembatan 15

3.2. Kondisi Topografi 19

Bab 4 Perencanaan Geometri Dan Perkerasan Jalan 20

4.1. Perencanaan Geometri Jalan 20

Bab 5 Perencanaan Turap dan Box Culvert 26

5.1. Perencanaan Box Culvert 26

5.2. Perhitungan Box Culvert 27

Bab 7 Kesimpulan dan Rekomendasi 28


7.1. Kesimpulan 28
7.2. Rekomendasi 29

i
DAFTAR ISI
CV. LE MONSIEUR PARIS

DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 1.1 Skema keterkaitan system kelembagaan 08
Gambar 2.1 Peta pulau Nunukan 13
Gambar 3.1 Sebagian ruas jalan yang masi berupa tanah 15
Gambar 3.2 Sebagian ruas jalan yang hanya bias dilewati 16
roda dua

Gambar 3.3 Sebagian ruas jalan cuttingan antara 10 m 17


hingga 20 m
Gambar 3.4 Pemasangan patok dan pengukuran dengan 18
theodolite
Gambar 4.1 Tipikal melintang jalan pada daerah timbunan 21
dan galian

Gambar 4.2 Tipikal melintang jalan pada daerah galian 21

ii
DAFTAR ISI
CV. LE MONSIEUR PARIS

DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 4.1. Kecepatan Rencana Minimum 20
Tabel 4.2. Panjang bagian lurus maksimum 22
Tabel 4.3. Jari-jari minimum 22
Tabel 4.4. Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan panjang
pencapaian superelevasi (Le) 23
Tabel 4.5. Landai maks. yang disarankan dan panjang 24
kritis
Tabel 4.6. Pelebaran perkerasan pada tikungan 25

iii
DAFTAR ISI
CV. LE MONSIEUR PARIS

BAB – 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program pembangunan jalan dan jembatan merupakan


salah satu upaya pemerintah dalam menunjang sasaran
Pembangunan Nasional yang terkait dengan usaha-usaha
pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui
pengembangan prasarana jalan dan jembatan, pembuatan jalan
dan j embatan baru dan peningkatan kondisi jalan dan jembatan
yang ada, sesuai dengan tuntunan laju pertumbuhan lalu lintas
yang diakibatkan oleh perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah.

Sebelum pembangunan fisik dilaksanakan, maka diperlukan


suatu perencanaan teknis yang mencakup penyelesaian
perencanaan teknis dan penyusunan dokumen tender guna
mendukung pelaksanaan proyek tersebut.

Pembangunan sarana dan prasarana transportasi ini


sangatlah menunjang dalam pembangunan dan pengembangan
wilayah. Diharapkan setelah proyek ini dibangun dapat
memperlancar arus lalu lintas kendaraan dan lalu lintas
perdagangan, lalu lintas pengangkutan hasil alam terutama
mempercepat akses jalur lalu lintas pada Jalan Nunukan Timur dari
dan ke Nunukan Barat; baik lalu lintas koleksi maupun distribusi.

Namun secara khusus pembangunan jalan sangatlah besar


manfaatnya bagi masyarakat, baik dari segi kelancaran sarana
transportasi maupun dari sisi perkembangan perekonomian
masyarakat sekitarnya. Keberadaan jalan yang akan dibuat ini

1
LAPORAN AKHIR - BAB I PENDAHULUAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

turut menstimulasi perkembangan ekonomi untuk lebih


meningkat.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan proyek ini adalah memberikan masukan


kepada Pemerintah Daerah Kabupaten N u n u k a n , Pulau Nunukan
dalam menetapkan kebijakan serta strategi investasi untuk
Proyek ” Perencanaan Jalan Poros Tengah Pulau Nunukan ” yang
dilanjutkan dengan perencanaan teknis jalan secara lengkap
sehingga tercapai penyesuaian tehadap tingkat optimum dari
investasi dan perencanaan teknis jalan untuk menunjang kelancaran
pelayanan lalu lintas.

1.3. Lingkup Umum Kegiatan

Lingkup pekerjaan jasa layanan konsultasi untuk pekerjaan


perencanaan teknis jalan ini adalah:

Melaksanakan survey lapangan yang terdiri dari survey


pendahuluan, survey topografi

Membuat gambar rencana, perhitungan biaya proyek dan


dokumen tender untuk setiap jembatan dan ruas jalan
yang bersangkutan.

Membuat usulan dan saran mengenai tahapan pekerjaan


konstruksi sesuai dengan alokasi dana yang tersedia
dengan memperhatikan kemantapan dan aspek fungsional
ruas jalan dan jembatan yang direncanakan.

Bagian-bagian pekerjaan yang tercakup dalam pekerjaan


jasa konsultasi ini antara lain:

Survai Lapangan:
o Pengenalan Lapangan (Site Visit/Site Reconnaissance)
o Survey Jalan dan Jembatan

2
LAPORAN AKHIR - BAB I PENDAHULUAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

o Survey Topografi
Perencanaan Teknis
o Desain Jalan
Analisa Biaya Konstruksi
o Hitungan Volume untuk setiap pekerjaan
o Analisa Harga Satuan
o Perkiraan Biaya Konstruksi
Penyusunan R e n c a n a K e r j a d a n S y a r a t - S y a r a t ( RKS)
Pembuatan Laporan

1.4. Pelaporan

Laporan yang diserahkan oleh konsultan dalam rangka


pekerjaan konsultasi teknis ini terdiri dari:

Laporan Pendahuluan
Laporan Akhir
o Laporan Pengukuran Topografi
o Laporan Estimate Engineer (EE)
o Laporan Gambar Detail Design
o Laporan Gambar Copy
o Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)

1.5. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan Laporan Perencanaan ini adalah


sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan; berisi uraian pendahuluan, maksud


dan tujuan pekerjaan konsultasi, ruang lingkup
perencanaan, pelaporan dan sistematika pembahasan.
Bab II. Tinjauan Sistem Transportasi; berisi uraian yang
berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
Kalimantan Utara yang berhubungan dengan konsep dasar
sistem transportasi nasional dan Propinsi Kalimantan

3
LAPORAN AKHIR - BAB I PENDAHULUAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

Utara ; tinjauan pola sistem jaringan jalan dan kondisi


umum daerah perencanaan merujuk kepada data-data
sekunder yang berhasil diperoleh oleh konsultan maupun
kunjungan konsultan lapangan.
Bab III. Kondisi Eksisting; berisi uraian kondisi eksisting
geometri jalan (vertikal dan horisontal), kondisi tanah atau
permukaan tanah, kondisi jembatan, serta tata guna lahan.
Bab IV. Perencanaan Geometri dan Perkerasan Jalan;
berisi uraian perencanaan teknis jalan meliputi data
perencanaan, kriteria desain, perencanaan geometrik, tebal
perkerasan dan lain-lainnya.
Bab V. Perencanaan Box Culvert; berisi uraian
perencanaan turap dan jembatan box culvert meliputi data
perencanaan, desain perencanaan, perhitungan dan
desain struktur.
Bab VI. Perencanaan Drainase; berisi uraian data desain
drainase jalan dan hasil perencanaan drainase jalan.
Bab VII. Kesimpulan dan Rekomendasi; berisi uraian
kesimpulan dan rekomendasi yang disampaikan setelah
melalui tahap-tahap pelaksanaan studi yang direncanakan.

4
LAPORAN AKHIR - BAB I PENDAHULUAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

BAB – 2
TINJAUAN SISTEM TRANSPORTASI

2.1 Umum

Pemerintah telah menetapkan UU No. 38 Tahun 2004


tentang Jalan sebagai pengganti UU No. 13 Tahun 1980 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor
83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3186).
Pertimbangan utama penggantian UU tersebut paling tidak
didasari oleh 5(lima) alasan, yaitu :
1. Bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi
merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan
ber-bangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan
kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta
dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional
mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung
bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan
dikembang-kan melalui pendekatan pengembangan wilayah
agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan
antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan
nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan
nasional, serta mem-bentuk struktur ruang dalam rangka
mewujudkan sasaran pembangunan nasional;
3. Bahwa untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana
mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban
menyelenggarakan jalan;

5
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

4. Bahwa agar penyelenggaraan jalan dapat dilaksanakan secara


berdaya guna dan berhasil guna diperlukan keterlibatan
masyarakat;
5. Bahwa dengan adanya perkembangan otonomi daerah,
tantangan persaingan global, dan tuntutan peningkatan peran
masyarakat dalam penyelenggaraan jalan.
Secara sederhana jalan sebagai bagian dari prasarana
transportasi berfungsi untuk menghubungkan dan atau membawa
barang / penumpang dari satu tempat dengan tempat lainnya1.
Sedangkan menurut Pasal 1 (4) UU No. 38 tahun 2004, adalah :
…..Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/
atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel….

Jalan yang dimaksud pada Pasal 1 (4) di atas, diperluas lagi


menjadi dua, yaitu jalan umum (public facility) jalan khusus
(private facility). Jalan yang disebut pertama diadakan oleh
pemerintah sebagai prasarana fungsi sosial dan menjadi bagian
dari public services. Sementara jalan kedua biasanya diadakan
oleh instansi swasta, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Lebih lanjut Pasal 1 ayat (12), (13) dan (14), menambahkan
sebagai berikut :
(12) Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan
penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi,
serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan;
(13) Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk
mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan
pembangunan jalan;
(14) Penyelenggara jalan adalah pihak yang melakukan
pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan
jalan sesuai dengan kewenangannya;

1
Salim, Abbas, HA., (2006), “Manajemen Transportasi” Ed-1, ISBN 979-421-369-1, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, p.2

6
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

Perencanaan jalan dewasa ini pertimbangan utamanya


bukan lagi menjadi domain disiplin teknik sipil semata-mata,
namun lebih jauh dari itu aspek manusia dan kemanusiaan sudah
merupakan kemutlakan yang tidak bisa dilepaskan dari
perencanaan itu sendiri. Konsekwensi dari penyertaan manusia
kedalam akan menyertakan aspek sosial, lingkungan hidup, tata
guna lahan, disparitas pendapatan ekonomi dan lain-lain.
Human centered development yang telah merajai sistem
perencanaan pembangunan saat ini merupakan harga mati karena
semua pembangunan akan ditujukan dan difungsikan untuk
sebesar-besar bagi kemakmuran masyarakat, demikian pula
halnya untuk pembangunan jalan.
Wawasan pembangunan tersebut itupun sesuai dengan
Pasal 5(1) UU No. 38 Tahun 2004 dimana disebutkan bahwa :
“Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran
penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup,
politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Dalam perencanaan transportasi di banyak negara, ada
beberapa priode waktu yang dijadikan rujukan, yaitu : skala
panjang (umur rencana sampai 25 tahun), skala menengah (umur
rencana 10 – 25 tahun) dan skala pendek (umur rencana 5 – 10
tahun) serta untuk skala sangat pendek umur rencananya
maksimum 5 tahun2.
Untuk kasus-kasus perencanaan jalan di Indonesia umur
disain jalan diambil selama 10(sepuluh) tahun. Ini merupakan
baku biaya yang dapat diterima dan dipakai untuk pekerjaan
rekonstruksi jalan dan didasarkan pada keperluan untuk
pemeliharaan yang sesuai dan yang harus dilaksanakan. Di

2
Tamin, Ofyar Z., (2000), “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi”, Edisi Ke -2, ISBN 979-
9299-10-1, Institut Teknologi Bandung, Bandung, p.25

7
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

samping itu juga didasarkan pada pertimbangan ekonomi praktis


bahwa kebanyakan pekerjaan jalan kabupaten saat ini umur pakai
nya sangat pendek (1-3 tahun) yang mengakibatkan kebutuhan
untuk rehabilitasi besar secara berulang-ulang dengan biaya yang
relatif tinggi3.
Titik tolak awal bergeraknya perencanaan transportasi yang
menyeluruh harus akomodatif terhadap (1) sistem pergerakan, (2)
sistem jaringan dan (3) sistem kegiatan. Ketiga sistem ini akan
mempengaruhi satu dengan lainnya dalam keberhasilan
perencanaan (preliminary design sampai detail engineering design)
dan ketika jalan tersebut dimanfaatkan nanti oleh penggunanya.
Sistem pergerakan akan melibatkan DLLAJ, Organda, Polisi
Lalu Lintas dan masyarakat pengguna. Sistem jaringan akan ada
Dinas Perhubungan dan Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini
Bina Marga. Sedangkan sistem kegiatan akan membawa Bappeda,
Legislatif dan Dinas-dinas berkenaan pada Pemerintah Daerah.

Sistem Pergerakan
DLLAJ, Organda,
Polantas dan Masyarakat

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan


Bappeda, Legislatif dan Dinas Perhubungan dan
Pemerintah Daerah Dinas Pekerjaan Umum

Gambar 1.1 :
Skema Keterkaitan Sistem Kelembagaan
Sumber : Modified dari Tamin (2000:28)

3
Martakim, Suharsono, (1995), “Petunjuk Teknik Survei dan Perencanaan Teknik Jalan
Kabupaten”, No. : 013/T/Bt/ 1995, Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta, p 2-1

8
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

Jabaran ketiga sistem kelembagaan tersebut akan


memfokuskan diri pada sasaran umum perencanaan transportasi.
Rinciannya, sebagai berikut :
(1) Sistem Kegiatan : Rencana tata guna lahan yang baik dapat
menciptakan interaksi positif antara lahan perumahan,
sekolah dan lain-lain penggunaan lahan yang ada pada daerah
perencanaan;
(2) Sistem Jaringan : Upaya peningkatan kapasitas pelayanan,
misalnya dengan memperlebar, menambah jaringan simpang
dan atau prediksi pembangunan jalur baru pada jalur yang
akan direncanakan;
(3) Sistem Pergerakan : Pengaturan teknik dan manajemen lalu
lintas (jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih
baik (jangka pendek dan menengah) dan lain-lain.

2.2 Sedikit Tentang Perkembangan Jalan


Modernitas membawa konsekwensi khusus tentang jarak
jika dihubungkan dengan waktu. Di era cyber sekarang ini
dimensi jarak tidak diukur lagi dengan memakai satuan panjang
seperti yang kita kenal beberapa dasawarsa sebelumnya, seperti
misalnya meter (m), mil (M) dan lain-lain.
Karena jarak adalah fungsi waktu, maka manusia saat ini
lebih cenderung untuk menghitung jarak satu benda tertentu
dengan skala waktu, misalnya detik, menit, atau jam. Pola
perhitungan seperti ini akan selalu memasukkan kecepatan
(velocity) sebagai komponen utama. Oleh sebab itu, maka pameo
lama “time is money” sungguh merupakan pertimbangan pertama
dalam konteks waktu. Rugi waktu bermakna kehilangan uang.
Persamaan berikut ini akan menggambarkan secara jelas
masalah yang dibahas di atas.

9
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

X = VxT
Dimana :

X = Jarak dalam meter (m)


V = Kecepatan dalam meter per detik (m/s)
T = Waktu tempuh dalam detik (s)

Untuk menggambarkan berapa jarak antara Tenggarong dan


Samarinda dengan kondisi jalan saat ini, serta merta seseorang
akan menjawab sekitar 30 menit. Jawaban tersebut tidak lagi
mengetengahkan unsur kecepatan, karena kecepatan rata-rata
kendaraan yang melewati jalur tersebut diasumsikan sekitar 19.44
m/s ~ 22.22 m/s (70-80 km/jam).
Perkembangan jalan diawali dengan sejarah manusia itu
sendiri yang mobile guna kebutuhan hidup dan berkomunikasi
dengan sesama. Tapak kaki manusia pra-sejarah akan berfungsi
sebagai marking territorial untuk menandai wilayah jelajahnya.
Jalan setapak inilah yang akan menjadi cikal bakal dari road trace
di jaman modern ini.
Indonesia pernah mencatat pembangunan jalan yang cukup
panjang lebih kurang 1.000 km yang dibangun dari Anyer di
Banten sampai Panarukan di Banyuwangi Jawa Timur.
Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa pada akhir
abad 18 atas perintah Daendels (Alamsyah, 2006:1)4.
Belanda selaku penjajah telah memperhitungkan manfaat
pembangunan jalan tersebut, yaitu untuk kepentingan strategi
dan untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi. Kepentingan
strategi adalah kecepatan responsif dalam hal memobilisasi artileri
dan pasukan. Ini bermuara pada pentingnya waktu yang singkat.
Sedangkan kemudahan pengangkutan hasil bumi pun bermuara

4
Alamsyah, Alik Ansyori, (2006), “Rekayasa Jalan Raya”, Cetakan Kedua – Edisi Revisi, ISBN
979-3021-83-7, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, p.1

10
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

pada pentingnya memperpendek waktu tempuh atau dengan kata


lain mempersingkat jumlah waktu perjalanan.
Meski belum memanfaatkan teknik perencanaan seperti
sekarang ini (tinjauan geometrik dan jenis perkerasan), namun
paling tidak Daendels telah menerapkan pola pembangunan jalan
dengan melibatkan pekerja yang banyak (kendati dengan kerja
paksa) dan menjadi tonggak awal dari sejarah perkembangan jalan
di Indonesia.
Konstruksi batu belah (Telford) dan konstruksi MacAdam
merupakan konstruksi perkerasan jalan raya pertama yang
diterapkan Indonesia. Konstruksi Telford diciptakan oleh Thomas
Telford (1757-1834), sedangkan Macadam oleh Jhon London Mac
Adam (1756-1836).
Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 SM,
tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukan
kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan Karl Benz pada
tahun 1880. Mulai tahun 1920 sampai sekarang teknologi
konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat maju pesat.
Di Indonesia perkembangan perkerasan aspal diawali oleh
pemberian lapis aus pada permukaan Telford dan MacAdam yang
kemudian berkembang menjadi lapisan penetrasi (Lapisan Burtu,
Burda, Buras). Tahun 1980 diperkenalkan perkerasan jalan
dengan aspal emulsi dan Butas, tetapi dalam pelaksanaan atau
pemakaian aspal Butas terdapat permasalahan dalam hal variasi
kadar aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990
dengan teknologi beton mastic. Perkerasan jalan yang
menggunakan aspal panas (hot mix) mulai berkembang di
Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul oleh Asphalt
Concrete (AC) dan lain-lain.

11
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

2.3 Sedikit Tentang Daerah Perencanaan

Pulau Nunukan terletak di Selat Makasar pada koordinat 04o


10’ 00’’ LU - 4o 01’ 37” LU dan 117° 41’ 05” BT - 117o 55’ 56”
BT. Aktifitas sosial ekonomi penduduk telah berkembang baik di
pulau ini. Secara geografis, Kecamatan Nunukan di sebelah Utara
garis lintang 4o 10’ 05” LU, berbatasan langsung dengan Negara
Malaysia bagian timur, sebelah Selatan garis lintang 4o 01’ 37” LU,
berbatasan langsung dengan Kabupaten Bulungan dan Kabupaten
Malinau, Kaltim, sebelah Barat garis bujur 117° 41’ 05” BT,
berbatasan langsung dengan Negara Malaysia Timur dan
Kabupaten Nunukan, dan sebelah Timur garis bujur 117o 55’ 56”
BT, berbatasan dengan laut Sulawesi.

5
-----, (2010), “Pulau Nunukan Dalam Angka”, Badan Pusat Statistik Kabupaten Pulau Nunukan, p.185

12
LAPORAN AKHIR - BAB II TINJAUAN SISTEM TRANSPO RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

Gambar 1.2 :
PETA KAB. NUNUKAN

Topografi Pulau Nunukan cukup bervariasi berdasarkan


bentuk relief, kemiringan lereng dan ketinggian dari permukaan
laut. Topografi sebagian besar wilayah Pulau Nunukan mempunyai
ketinggian antara 0-500 meter dari permukaan laut (dpl), dimana
10 % wilayah dengan ketinggian 0-50 m dpl, 75 % wilayah dengan
ketinggian 50-150 m dpl, dan 15 % wilayah dengan ketinggian 150-
500 m dpl. Ketinggian maksimum terdapat di pegunungan tengah
Pulau Nunukan yaitu 500 m dpl.

Bentuk lahan atau topografi Kecamatan Nunukan bervariasi terdiri


atas daerah cekungan (daerah pasang surut, rawa-rawa, endapan
pantai, laut), teras laut dan dataran, perbukitan, daerah
bergelombang dan bergunung. Dataran pantai mempunyai
kemiringan lereng sebesar kurang dari 2 %, wilayah cekungan (rawa
dan teras laut) dengan kemiringan 2-25 %, daerah perbukitan dan

13
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING RTASI
CV. LE MONSIEUR PARIS

pegunungan tengah dengan kemiringan lereng 25-40 %. Wilayah


pesisir pantai Pulau Nunukan didominasi oleh vegetasi mangrove,
sedangkan wilayah pegunungan dibagian tengah ditumbuhi oleh
hutan sekunder dan sebagian dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian dan perkebunan.

6
-----, http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/297

14
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING
CV. LE MONSIEUR PARIS

BAB – 3
KONDISI EKSISTING
3.1 Kondisi Perkerasan

Kondisi eksisting jalan pada lokasi rencana jalan yang akan


dibangun, sebagian masih berupa perkerasan tanah, lokasi
perkebunan, dan lain sebagainya.

Gambar 3.1. Sebagian Ruas Jalan Yang Masih Berupa Tanah

15
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING
CV. LE MONSIEUR PARIS

Gambar 3.2. Sebagian Ruas Jalan Yang Hanya Bisa Dilewati Roda Dua

16
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING
CV. LE MONSIEUR PARIS

Gambar 3.3. Sebagian Ruas Jalan Cuttingan Antara 10 meter Hingga 20 meter

17
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING
CV. LE MONSIEUR PARIS

Gambar 3.1. Pemasangan Patok Dan Pengkuran Dengan Theodolit

18
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING
CV. LE MONSIEUR PARIS

3 Kondisi Topografi

Berdasarkan Suvey Pendahuluan yang telah dilaksanakan,


menunjukkan lokasi perencanaan cukup layak dijadikan Jalan,
mengingat telah adanya existing jalan. Adapun kondisi topografi
jalan menunjukkan tidak terdapatnya lereng yang cukup terjal.
Hal tersebut akan sangat membantu dalam pemilihan lokasi
penempatan lokasi struktur Jalan.

Acuan elevasi Jalan akan mengacu pada elevasi jalan existing


disamping beberapa faktor lainnya, sehingga diupayakan
kemiringan lantai Jalan dengan jalan pendekat tidak terlalu
curam. Kondisi lahan di sekitar lokasi perencanaan yaitu pada
umumnya

19
LAPORAN AKHIR – BAB III KONDISI EKSISTING
CV. LE MONSIEUR PARIS

BAB – 4
PERENCANAAN GEOMETRI DAN
PERKERASAN JALAN

4.1. Perencanaan Geometri Jalan


Perencanaan jalan direncanakan berdasarkan pada buku
“Petunjuk Teknik Survai dan Perencanaan Teknik Jalan
Kabupaten No. 013/T/Bt/1995" dan “Tata Cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997” yang
dikeluarkan oleh oleh Bina Marga, dengan kecepatan rencana 40
km/jam. Standar Geometris yang dimaksud meliputi standar
penentuan parameter-parameter alinyemen horisontal, vertikal,
maupun jalan yang akan dipakai dalam perencanaan teknis.
Berikut tabel kriteria perencanaan untuk jalan luar kota,
yang ditetapkan pada pekerjaan perencanaan teknis jalan sebagai
berikut:
4.1.1. Kecepatan Rencana
Tabel 4.1. Kecepatan Rencana Minimum

Kelas Jalan Datar Bukit Pegunungan


IIIA 50 40 30
IIIB1 40 30 30
IIIB1 40 30 30
IIIC 30 30 20

4.1.2. Dimensi Melintang Jalan


Standar Desain Geometrik untuk untuk lebar perkerasan,
lebar bahu jalan, kemiringan melintang dan daerah milik jalan
(damija) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

20
LAPORAN AKHIR - BAB IV PERENCANAN GEOMETRI DAN PERKERASAN
RASAN JALAN
JALAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

Gambar 4.1. Tipikal melintang jalan pada daerah timbunan


dan galian

Gambar 4.2. Tipikal melintang jalan pada daerah galian

21
LAPORAN AKHIR - BAB IV PERENCANAN GEOMETRI DAN PERKERASAN
RASAN JALAN
JALAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

4.1.3. Alinyemen Horisontal


4.1.3.1. Panjang Bagan Lurus
Untuk panjang bagian lurus, dengan pertimbangan faktor
keselamatan, dan kelelahan pengemudi maka panjang maksimum
bagian jalan yang lurus (terutama jalan antar kota) ditempuh tidak
lebih dari 2,5 menit, sesuai dengan kecepatan rencana , atau
sesuai dengan tabel berikut :
Tabel 4.3. Panjang bagian lurus maksimum
Panjang bagian lurus maksimum (m)
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
Sumber : Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, departemen PU,
Ditjen Bina Marga, 1997

4.1.3.2. Jari – Jari Minimum


Tabel 4.4. Jari-jari minumum

VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20


Jari-jari minimum
600 370 210 110 80 50 30 15
Rmin(m)
Jari-jari minimum
tanpa lengkung 2500 1500 900 500 350 250 130 60
peralihan (m)
Jari-jari minimum
5000 2000 1250 700 - - - -
tanpa superelevasi (m)
Sumber : Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, departemen PU,
Ditjen Bina Marga, 1997

4.1.3.3. Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan panjang


pencapaian superelevasi (Le)
Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan panjang pencapaian
superelevasi (Le) untuk jalan 2 lajur 2 arah dapat ditetapkan
dengan menggunakan Tabel 4.5.

22
LAPORAN AKHIR - BAB IV PERENCANAN GEOMETRI DAN PERKERASAN JALAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

Tabel 4.5. Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan panjang


pencapaian superelevasi (Le)
Superelevasi,e (%)
VR
(Km/Jam) 2 4 6 8 10
Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -

4.1.4. Alinyemen Vertikal


4.1.4.1. Landai Maksimum Dan Panjang Kritis
Apabila ada landai yang terjal pada jalan-jalan di
pegunungan maka harus hati-hati agar membatasi landai sampai
suatu maksimum yang dapat dilalui dengan aman oleh/dan sesuai
dengan batas kemampuan kendaraan bermotor dan kereta yang
ditarik kuda. Batas-batas yang ekstrim ialah sbb.:
Kendaraan bermotor : 1 : 6 (16%). Biasanya hanya untuk
kendaraan roda 4
Kereta yang ditarik kuda : 1 : 8 (12,5%)
Jika landai ekstrim ini tidak dapat dihindari, maka landai
harus dibatasi hanya pada jarak pendek saja untuk menyesuaikan
dengan jenis lalu-lintas yang umum dan mempertahankan
kecepatan perjalanan yang layak, seperti yang diberikan pada
tabel 4.6 dibawah.

23
LAPORAN AKHIR - BAB IV PERENCANAN GEOMETRI DAN PERKERASAN JALAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

Tabel 4.6. Landai maks. yang disarankan dan panjang kritis


Kecepatan Kendaraan
80 70 60 50 40 30 25 20
(Km/jam)
Landai Maksimum
Disain % 4 4 5 6 7 8 10 12

Absolut % 7 8 9 10 11 12 14 16
Panjang Maksimum
500 410 350 275 225 140 100 100
(kritis) dalam m
Kriteria : Landai maksimum berdasar pada standard Bina Marga
kecuali pada 20 km/jam dimana batas ekstrim diberikan.
Panjang kritis berdasar pada rumus jalan Kabupaten NAASRA dimana
panjang = 0,00413 (v1^2 – v2^2)/kenaikan landai %

4.1.5. Hasil Perencanaan


4.1.5.1. Perencanaan Alinyemen Horisontal
Rekapitulasi hasil perhitungan alinyemen horisontal untuk
semua tikungan dapat dilihat pada Lampiran I.
4.1.5.2. Perencanaan Alinyemen Vertikal

Rekapitulasi hasil perhitungan alinyemen vertikal untuk


semua landai dapat dilihat pada Lampiran II.

4.1.5.2. Pelebaran Lebar Perkerasan


Lapis perkerasan harus diperlebar pada lengkung yang
radiusnya lebih kecil dari 120 m untuk menjaga agar pandangan
bebas kearah samping (lateral) antara kendaraan-kendaraan sama
dengan jarak pandangan bebas yang ada pada bagian jalan yang
lurus. Alasannya ialah:
Kendaraan yang berjalan pada suatu lengkung menempati
lebar lapis perkerasan yang lebih besar daripada kendaraan yang
berjalan pada jalan yang lurus karena roda-roda belakang pada
lintasan jalan dengan kecepatan rendah disebelah dalam bagian
depan, dan tonjolan depan mengurangi kebebasan antara
kendaraan-kendaran yang menyiap dan melewatinya. Juga

24
LAPORAN AKHIR - BAB IV PERENCANAN GEOMETRI DAN PERKERASAN JALAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

putaran kendaraan pada suatu jalur pada suatu tikungan lebih


besar daripada putaran kendaraan pada jalan yang lurus.

Tabel 4.7. Pelebaran perkerasan pada tikungan


Jari-Jari Lebar Lapis Perkerasan
Lengkung 6,0 m 4,5 m
160 0,50 0,75
120 0,75 0,75
90 0,75 1,00
60 1,00 1,25
45 1,25 1,50
30 1,50 1,75
Sumber : Standar Geometri B.M.
Catatan : tidak perlu pelebaran apabila
kecepatan rencana < 30 km/jam

Rekapitulasi hasil perhitungan pelebaran perkerasan pada


tikungan dapat dilihat pada Lampiran III.

4.1.5.3. Volume Galian dan Timbunan Tanah


Pada konstruksi jalan, volume galian dan timbunan dalam
pekerjaan tanah merupakan salah satu faktor yang sangat
penting. Jumlah galian dan timbunan akan menentukan harga
pekerjaan pembangunan jalan secara keseluruhan. Sehingga
pekerjaan galian dan timbunan harus dilaksanakan seoptimal
mungkin.

Volume galian sangat dipengaruhi oleh kelandaian vertikal


yang di syaratkan, kemiringan melintang jalan, kemiringan galian.
Hasil (volume) timbunan dan galian pada perencanaan ini dapat
dilihat pada Lampiran IV.

25
LAPORAN AKHIR - BAB IV PERENCANAN GEOMETRI DAN PERKERASAN JALAN
CV. LE MONSIEUR PARIS

BAB – 5
PERENCANAAN DUICKER
5.1. Perencanaan DUICKER

5.1.1. Dasar Perencanaan

5.1.1.1. Data Teknis/Perencanaan

+43,10 +43,05

A B = 11.05 m
MAB : + 41.20 B

+ 39.17
C
b = 7 m

Bentang box = Single box (5,00 x 4,00 m)


Lebar lantai kendaraan = 6,4 m
Tinggi sandaran = 0,5 m

Beton Bertulang
Berdasarkan kuat tekan karakteristik beton pada umur 28
hari sesuai dengan K-350 .
Density (kepadatan) beton sebesar ((γ beton) : 2.500 kg/m3
Poison Ratio : 0,2.

Besi Tulangan
Mutu baja tulangan BJ-U32 (fy = 2.773 kg/cm2).
Kuat leleh tulangan σ*au untuk baja polos dan ulir
dari kelas BJ-U32, σ*au = 320 MP
Modulus elastisitas Es = 2 x 105 MPa.

26
LAPORAN AKHIR – BAB V PERENCANAAN DUICKER
CV. LE MONSIEUR PARIS

5.1.1.2. Dasar Pembebanan

Standar pembebanan yang digunakan sebagai kriteria


perencanaan, adalah:
Pedoman perencanaan pembebanan gorong-gorong persegi
Pembebanan Jembatan dan Jalan Raya (SKBI – 1.3.28.1987
dan UDC : 624.042 : 624.21

5.1.1.2. Analisa Pembebanan

Perhitungan struktur didasarkan pada asumsi tanah lunak


yang umumnya disebut highly compressible, dengan mengambil
hasil pembebanan terbesar/maksimum dari kombinasi
pembebanan sebagai berikut :
Berat sendiri Duicker
Beban roda ganda (dual wheel load) 10 ton atau muatan
rencana sumbu 20 ton.
Beban kendaraan di atas konstruksi gorong-gorong persegi ini
diperhitungkan secara dengan muatan tanah setinggi 60 cm.
Tekanan tanah aktif
Tekanan air dari luar
Tekanan hydrostatic (qa).

5.2. Perhitungan Box Culvert

Hitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VII


Lampiran VIIA PERHITUNGAN BOX 4,2 X 11,05

27
LAPORAN AKHIR – BAB V PERENCANAAN DUICKER
CV. LE MONSIEUR PARIS

BAB – 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

7.1 Kesimpulan
Dari hasil Perencanaan Pembangunan Jalan Poros Tenagah
Pulau Nunukan dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Panjang total jalan setelah perencanaan adalah 5.100 m yaitu


stasioning 0 + 000 s/d 5 + 100.

2. Kecepatan rencana yang digunakan adalah 40 km/jam (sesuai


standar perencanaan kabupaten untuk daerah bukit atau
gunung) dengan landai vertikal maksimum 10%, namun ada
pada stasioning tertentu landau vertical lebih dari 10%
karena dengan memperhatikan kondisi medan.

3. Volume total galian pada perencanaan ini adalah 76.027,711 m3


dan 269,440 m3 (galian saluran), 3.041,11 m3 untuk timbunan.

4. Tiang pancang berupa cerucut kayu laut atau ulin dia. 10 cm


yang direncanakan dengan panjang 4 m (panjang total 6042 m).

5. Satu buah double box culver direncanakan dengan ukuran


4,20 m x 11,05 m.

6. Perkerasan jalan menggunakan lapis perkerasan bawah setebal


30 cm, lapis perkerasan atas setebal 15 cm, lapis aspal Ac –
Bc setebal 6 cm dan lapis aspal Ac – Wc setebal 5 cm dengan
panjang total 5.100 m.

28
LAPORAN AKHIR – BAB V PERENCANAAN DUICKER
CV. LE MONSIEUR PARIS

7.2 Rekomendasi
Rekomendasi yang dapat kami sampaikan berkenaan
Perencanaan Pekerjaan Jalan poros Tengah Pulau Nunukan yaitu:

1. Jika pemilik kerja dalam hal ini pemerintah Kabubaten


Nunukan, Pulau Nunukan melalui Dinas Pekerjaan Umum
memandang harus mengaspal lapis ausnta, maka PT.
INDOPLAN INTI PATRIA lebih merekomendasi pengaspalan
pada tahap awal dengan Lapis Penetrasi (LAPEN), baru
dua atau tiga tahun sekali kemudian dilapisi dengan
ATB atau langsung dengan AC – WC.

2. Untuk mencegah banyaknya dana APBD yang terserap


pada ruas ini maka pemerintah melalui Dinas Pekerjaan
Umum sebaiknya melaksanakan proyek ini dengan pola
tahun jamak selama 2 (dua) tahun anggaran, bukan 3
(tiga) tahun anggaran;

3. Perencanaan Bangunan pelengkap (box culvert)


dilaskanakan bersamaan dengan pekerjaan berbutir pada
awal tahun anggaran 2017, agar pelaksanaan pelelangan
phisik dapat diupayakan pada akhir Tahun 2017.

29
LAPORAN AKHIR – BAB V PERENCANAAN DUICKER
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai