Oleh:
IMMANUEL FAITHFUL FRANS NABABAN
140100226
Supervisor :
dr. Syahril Rahmat Lubis, SpKK(K)
DAFTAR ISI
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui tentang patogenesis basil kusta (Mycobacterium leprae) dan
penatalaksanaannya
1
2
1.3 Manfaat
Sebagai sumber informasi dan sumber wawasan untuk pembaca mengenai
patogenesis basil kusta (Mycobacterium leprae) dan penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
seperti TLR2 dan NOD2 dari sistem imun innate, mungkin menginisiasi respon
pada Mycobacterium leprae. Respon ini mungkin penting dalam menentukan gejala
klinis yang muncul nantinya. Sebuah target peptidoglikan dari antibodi dan respon
imun seluler yaitu lipoarabinomannan bergerak melewati membran bagian luar dan
masuk ke dalam membran sel. Phenolic glycolipid I adalah unsur utama, spesifik
spesies dan konstituen imunogenik dari lapisan luar basil yang sangat nonpolar.
Masuknya basil ke dalam saraf diperantarai oleh ikatan oleh trisakarida spesifik
spesies dalam phenolic glycolipid I pada laminin-2 dalam basal lamina akson sel
Schwann. Hal ini memberikan alasan mengapa Mycobacterium leprae merupakan
satu-satunya bakteri yang diketahui menyerang saraf perifer.3
Mycobacterium leprae merupakan bakteri obligat intraseluler, maka respon
imun yang berperan penting dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi adalah respon
imun seluler. Respon imun seluler merupakan hasil dari aktivasi makrofag dengan
meningkatkan kemampuannya dalam menekan multiplikasi atau menghancurkan
bakteri. Respon imun humoral terhadap Mycobacterium leprae merupakan aktivitas
sel limfosit B yang berada dalam jaringan limfosit dan aliran darah. Rangsangan
dari komponen antigen basil tersebut akan mengubah sel limfosit B menjadi sel
plasma yang akan menghasilkan antibodi yang akan membantu proses opsonisasi.
Namun pada penyakit kusta, fungsi respon imun humoral ini tidak efektif, bahkan
dapat menyebabkan timbulnya beberapa reaksi kusta karena diproduksi secara
berlebihan yang tampak pada kusta lepromatosa.4
2.2 Tatalaksana
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS
(diaminodifenil sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. DDS mulai dipakai
sejak 1948 dan di Indonesia digunakan pada tahun 1952. Pada tahun 1998 WHO
menambahkan 3 obat antibiotik lain untuk pengobatan alternatif, yaitu ofloksasin,
minosiklin dan klaritromisin.1
Pada tahun 1964 ditemukan resistensi terhadap DDS. Oleh sebab itu pada tahun
1982 WHO merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy
(MDT) untuk tipe PB maupun MB. Tujuan dari pengobatan MDT adalah untuk
5
Bagi dewasa dananak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk blister. Dosis
anak disesuaikan dengan berat badan:
Rifampisin : 10-15 mg/kgBB
Dapson : 1-2 mg/kgBB
Lampren : 1 mg/kgBB
7
MDT tersedia dalam bentuk blister. Sediaan dan sifat obat pada penatalaksanaan
kusta adalah sebagai berikut.2
1. Obat MDT terdiri atas:
8
a. DDS (dapson)
Singkatan dari Diamino Diphenyl Sulphone.
Sediaan berbentuk tablet warna putih 50 mg dan 100 mg.
Bersifat bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman
kusta.
b. Lampren (B663) juga disebut klofazimin
Sediaan berbentuk kapsul lunak 50 mg dan 100 mg, warna coklat.
Bersifat bakteriostatik, bakterisidal lemah, dan antiinflamasi.
Cara pemberian secara oral, diminum sesudah makan untuk
menghindari gangguan gastrointestinal.
c. Rifampisin
Sediaan berbentuk kapsul 150 mg, 300 mg, 450 mg, dan 600 mg.
Bersifat bakterisidal, 99% kuman kusta mati dalam satu kali
pemberian.
Cara pemberian secara oral, diminum setengah jam sebelum makan,
agar penyerapan lebih baik.
Tabel 2.3 Efek Samping Obat MDT dan Penanganan Secara Ringkas2
Masalah Nama Obat Penanganan
Ringan:
Air seni berwarna Rifampisin Reassurance (menenangkan
merah penderita dengan penjelasan
yang benar) Konseling
Perubahan warna Clofazimin Konseling
kulit menjadi
coklat
Masalah Semua obat (3 Obat diminum bersama dengan
gastrointestinal obat dalam MDT) makanan (atau setelah makan)
Anemia Dapson Berikan tablet Fe dan asam folat
Serius:
Ruam kulit yang Dapson Hentikan dapson, rujuk
gatal
Alergi urtikaria Dapson atau Hentikan keduanya, rujuk
Rifampisin
Ikterus (kuning) Rifampisin Hentikan rifampisin, rujuk
Shock, purpura, Rifampisin Hentikan rifampisin rujuk
gagal ginjal
10
1. Dapson (DDS)
Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat
sintetase. Jadi tidak seperti pada kuman lain, DDS bekerja sebagai anti
metabolit PABA. Resistensi terhadap DDS timbul sebagai akibat kandungan
enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta.5
Dosis DDS yang digunakan sebagai MDT adalah 50-100 mg/hari diberikan
sebagai dosis tunggal untuk dewasa atau 2 mg/kgBB dosis tunggal untuk anak-
anak. Indeks morfologi kuman penderita LL yang diobati dengan DDS
biasanya menjadi nol setelah 5-6 bulan. Obat ini sangat murah, efektif dan
relatif aman.5
Efek samping yang mungkin timbul adalah nyeri kepala, erupsi obat,
anemia hemolitik, leukopenia, insomnia, neuropati perifer, nekrolisis
epidermal toksik, hepatitis, hipoalbuminemia dan methemoglobinemia.
Namun efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.5
2. Rifampisin
Rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi DDS
dengan dosis 10 mg/kgBB. Rifampisin diberikan setiap bulan. Rifampisin tidak
boleh diberikan sebagai monoterapi oleh karena memperbesar terjadinya
resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu diikutkan, tidak boleh
diberikan setiap minggu atau setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya.1
Efek samping rifampisin yang dapat terjadi adalah sebagai berikut.2
a. Gangguan fungsi hati dan ginjal. Pada umumnya dengan pemberian
rfampisin 600mg/ bulan aman bagi hati dan atau ginjal (kecuali ada tanda-
tanda penyakit sebelumnya). Apabila timbul gejala gangguan fungsi hati
dan atau ginjal pengobatan MDT dihentikan sementara, dan dapat
dilanjutkan kembali bila fungsi hati dan ginjal sudah normal. Rujuk pasien
bila gangguan fungsi hati dan ginjal menetap atau berat.
b. Timbul kelainan/erupsi kulit.
c. Gangguan pencernaan misalnya rasa nyeri, mual muntah, dan diare.
11
d. Gejala seperti flu (flu like syndrome) misalnya demam, menggigil, dan
sakit tulang. Dapat diberikan penanganan simtomatik.
e. Perubahan warna urin menjadi merah ini hanya berlangsung sementara.
Perlu diberitahukan kepada pasien agar tidak kaget.
3. Lampren (Klofazimin)
Dosis sebagai antiusta ialah 50 mg setiap hari atau 100 mg selang sehari,
atau 3 x 100 mg setiap minggu. Juga bersifat antiinflamasi sehingga dapat
dipakai pada penanggulangan ENL dengan dosis lebih yaitu 200 mg – 300
mg/hari namun awitan kerja baru timbul setelah 2-3 minggu.1
Dosis yang dipakai pada regimen MDT sangat jarang menimbulkan efek
samping yang berat antara lain:2
a. Gangguan saluran cerna. Mual, muntah, nyeri perut dan diare. Nyeri perut
terjadi karena endapan kristal lampren dalam usus halus menyebabkan
terjadinya inflamasi di ujung usus halus. Jika berat, lampren sebaiknya
dihentikan dan dapat dimulai kembali setelah gejala membaik.
b. Hiperpigmentasi kulit dan mukosa (perubahan warna kulit menjadi
kecoklatan), kering, iktiosis, pruritus, erupsi akneiformis, tuam pada kulit,
dan reaksi fotosensitivitas. Akan menghilang 6-12 bulan setelah lampren
dihentikan.
c. Kulit mukosa kering. Dapat disertai berkurangnya keringat dan ait mata.
Sebaiknya pasien diberitahukan bahwa hal ini juga akan menghilang
setelah pengobatan selesai.
d. Lain-lain: perubahan warna keringat, dahak dan urin, serta aritimia karena
hipokalemia.
Efek samping lampren biasanya dapat ditolerir sehingga pengobatan tidak
perlu dihentikan. Pada kasus kelebihan dosis, bilas lambung (dengan arang
aktif) atau dengan merangsang muntah. Tidak ada antidot spesifik.(4)
12
4. Protionamid
Dosis diberikan 5-10 mg/kgBB setiap hari dan untuk Indonesia obat ini
tidak atau jarang dipakai. Distribusi protionamid dalam jaringan tidak merata
sehingga kadar hambar minimalnya sukar ditentukan.1
5. Ofloksasin
Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap
Mycobacterium leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis
tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman Mycobacterium
leprae hidup sebesar 99,99%. Efek sampingnya adalah mual, diare, dan
gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat
termasuk insomnia, nyeri kepala, dizziness, nervousness dan halusinasi.
Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak membutuhkan
penghentian pemakaian obat.1
Penggunaan pada anak, remaja, ibu hamil dan menyusui harus hati-hati,
karena pada hewan muda, kuinolon menyebabkan artropati.1
6. Minosiklin
Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi
daripada klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis standar
harian 100 mg. Efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak,
kadang-kadang menyebabkan hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa,
berbagai simtom saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan
unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama
kehamilan.1
7. Klaritromisin
Merupakan kelompok antibiotik makrolid dan mempunyai aktivitas
bakterisidal terhadap Mycobacterium leprae pada tikus dan manusia. Pada
penderita kusta lepromatosa, dosis harian 500 mg dapat membunuh 99%
kuman hidup dalam 28 hari dan lebih dari 99,9% dalam 56 hari. Efek
13
sampingnya adalah mual, muntah, dan diare yang sering terbukti sering
ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000mg.1
BAB III
KESIMPULAN
14
15
DAFTAR PUSTAKA