Anda di halaman 1dari 7

TATALAKSANA PENGENDALIAN DIARE DI INDONESIA

Agnes Poppy Melina


16700095

A. Pendahuluan

Diare merupakan suatu kondisi di mana seseorang buang air besar


dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (3 kali atau lebih) dalam satu hari).
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah di Indonesia.
Padahal berbagai upaya penanganan, baik secara medik maupun upaya
perubahan tingkah laku dengan melakukan pendidikan kesehatan terus
dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil yang
menggembirakan. Tiap tahun penyakit ini masih menduduki peringkat
atas, khususnya di daerah-daerah miskin.
Diare menyerang siapa saja tanpa kenal usia. Diare yang disertai gejala
buang air terus-menerus, muntah dan kejang perut kerap dianggap bisa
sembuh dengan sendirinya, tanpa perlu pertolongan medis. Memang diare
jarang sekali yang berakibat kematian, tapi bukan berarti bisa dianggap
remeh. Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak alias
muntaber ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia, artinya
terjadi secara terus-menerus di semua daerah, baik di pedesaan maupun
di perkotaan.
Pemukiman kumuh merupakan kawasan yang menjadi tempat
berkembangnya diare. Padahal di perkotaan seperti Jakarta, kawasan
kumuh terus berkembang, karena semakin mahal dan terbatasnya lahan
yang tersedia untuk pemukiman. Kerapatan bangunannya sangat tinggi
(walaupun bangunannya permanen), tidak teratur, kondisi ventilasinya
buruk, dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik merupakan ciri
pemukiman kumuh.
Lingkungan yang buruk disertai rendahnya tingkat kesadaran
masyarakat untuk berperilaku sehat menjadikan kawasan kumuh sebagai
kawasan yang rawan akan penyebaran penyakit. Lingkungan yang buruk
menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus penyakit menular.
Karena itu berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni
kawasan kumuh.
Infeksi bakteri merupakan satu di antara penyebab diare cair ataupun
diare berdarah. Etiologi diare akut yaitu bakteri, virus, protozoa, dan
helmitnhs. Diagnosis dan memperhitungkan kebutuhan cairan pengganti,
serta pemilihan antibiotik yang tepat menjadi elemen penting dalam
tatalaksana diare. Oleh karena itu, pada makalah ini akan difokuskan pada
tatalaksana diare.

1
B. Pembahasan

I. Definisi
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau
cair lebih dari tiga kali sehari. Dimana pada dunia ke-3, diare adalah
penyebab kematian paling umum kematian balita, membunuh lebih
dari 1,5 Juta orang pertahun. Diare kondisinya dapat merupakan gejala
dari luka, penyakit, alergi (Fructose, Lactose), penyakit dan makana
atau kelebihan Vitamin C dan biasanya disertai sakit perut dan
seringkali enek dan muntah. Diare terbagi dua berdasarkan mula dan
lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik (WHO, 1980).
Riskesdas 2013 mengumpulkan informasi insiden diare agar
bisa dimanfaatkan program, dan periode prevalensi diare agar bisa
dibandingkan dengan Riskesdas 2007.
Periode prevalensi diare pada Riskesdas 2013 (3,5%) lebih kecil
dari Riskesdas 2007 (9,0%). Penurunan periode prevalensi yang tinggi
ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel yang tidak sama
antara 2007 dan 2013. Pada Riskesdas 2013 sampel diambil dalam
rentang waktu yang lebih singkat. Insiden diare untuk seluruh
kelompok umur di Indonesia adalah 3.5 persen.
Lima provinsi dengan insiden dan periode prevalensi diare
tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%), Sulawesi Selatan (5,2% dan
10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%), dan
Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%) (Riskesdas, 2013).

II. Pengendalian Diare

Strategi pengendalian penyakit diare yang dilaksanakan pemerintah


adalah: (Kemenkes RI, 2011)

1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang 
 standar di

2
sarana kesehatan melalui Lima Langkah 
 Tuntaskan Diare ( LINTAS
Diare).

2. Meningkatkan tata laksana penderita diare mandiri di rumah



 tangga yang tepat dan benar. 


3. Meningkatkan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) dan


penanggulangan KLB diare.

SKD merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB


beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan
teknologi surveilance epidemiology dan dimanfaatkan untuk
meningkat- kan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan
tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat
(Permenkes RI No.949/MENKES/SK/VIII/2004).

4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif. 


5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi. 


Dalam upaya menurunkan prevalensi diare di Indonesia,


pemerintah menganjurkan masyarakat untuk mengetahui langkah-
langkah dalam tatalaksana diare. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan dan mempublikasikan LINTAS DIARE (Lima Langkah
Tuntaskan Diare). Adapaun langkah-langkah yang termasuk dalam
LINTAS DIARE adalah:

1. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan
bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin,
kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran
sudah oralit formula baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan
yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa
ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus. Cara pemberian oralit adalh sebagai berikut: (Depkes RI,
2011)
a. Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air
matang (200 cc).
a) Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc cairan oralit
setiap kali buang air besar.
b) Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit

3
setiap kali buang air besar.

b. Oralit diberikan sampai diare berhenti.

2. Berikan Obat Zinc


Menurut Depkes RI, 2011 zinc merupakan salah satu zat gizi mikro
yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang
ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak
mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama
diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu
penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat.
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama
dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003).
Obat zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu
sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
dengan dosis sebagai berikut: (Kemenkes RI, 2011)
a. Balita umur < 6 bulan : ½ tablet (10mg)/hari
b. Balita umur ≥ 6 bulan : 1 tablet (20mg)/hari

Obat zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet


dispersible. Saat ini perusahaan farmasi juga telah memproduksi
dalam bentuk sirup dan serbuk dalam sachet. Pemberian zinc
harus dilakukan selama 10 hari karena terbukti membantu
memperbaiki mukosa usus yang rusak dan meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh secara keseluruhan.

3. Pemberian ASI/Makanan
Menurut Kemenkes RIpada tahun 2011, pemberian makanan
selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita
terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus
lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit
lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu
pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah

4
(sebagian besar karena Shigellosis), suspect Cholera (Kemenkes RI,
2011).
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan ketika terkena
diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan
motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau
racun. Perut akan terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti diare
akan menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang seharusnya
dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti diare dapat
menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus
(terlipat/terjepit) (Depkes RI, 2011). Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan
bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit (Amuba, Giardia).

5. Pemberian Nasihat
Pada 2011, Depkes RI menyatakan pentingnya nasihat kepada
ibu/ pengasuh. Berikan nasihat dan cek pemahaman
ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan
dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas
kesehatan jika anak:

a. Buang air besar cair lebih sering


b. Muntah berulang-ulang
c. Mengalami rasa haus yang nyata
d. Makan atau minum sedikit
e. Timbul Demam
f. Tinjanya berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari

C. Simpulan

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar


dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari.
Penyakit diare disebabkan oleh karena sanitasi lingkungan yang buruk yang
dapat menyebabkan perkembangan virus, bakteri, dan vector penyebab
diare menjadi optimal.
Kebijakan pengendalian penyakit diare di Indonesia bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena diare
bersama lintas program dan lintas sektor terkait. Salah satu kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah Indonesia adalah melaksanakan tata laksana

5
penderita diare yang sesuai standar, baik di sarana kesehatan maupun di
rumah tangga.
Salah satunya dengan menjalankan strategi pengendalian penyakit
diare yang dilaksanakan pemerintah, yaitu dengan melaksanakan
tatalaksana penderita diare yang standar di sarana kesehatan melalui
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare). LINTAS DIARE terdiri dari
lima langkah dasar tatalaksana pengendalian diare yaitu: pemberian oralit,
pemberian obat zinc, pemberian ASI/makanan, tidak memberikan obat
antibiotika tanpa indikasi dokter, dan pemberian nasihat kepada
ibu/pengasuh.

6
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2004. Permenkes RI, No. 949/MenKes/SK/VIII/2004,


Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian
Luar Biasa (KLB). Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan LINTAS DIARE.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan.

Departemen Kesehatan RI. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Kemenkes RI. 2011. Pengendalian Diare di Indonesia. Jakarta: Subdit Pengendalian


Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor : 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB). Jakarta: Departemen
Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai