Kira-kira pada awal abad ke-20 an, paham perekonomian masih sangat kental dengan faham “laissez faire- laissez passer”, seperti yang diinginkan oleh kaum klasik dan neo klassik. Didasarkan pada pendapat J.B Say yang mengatakan bahwa penawaran akan selalu berhasil menciptakan permintaanya sendiri (supply creates it’s own demand). Dengan begitu perusahaan berlomba-lomba untuk memproduksi barang sebanyak- banyaknya. Akibatnya, produksi yang begitu banyak tak terkendali. Dan sampai pada tahun 30 an akhirnya dunia mengalami ekonomi yang maha dahsyat (depresi besar-besaran). Perekonomian ambruk, pengangguran merajalela, dan inflasi tinggi tak terkendali. Krisis yang dialami Negara Negara maju ini, bahkan sampai beberapa pihak menyatakan bahwa ramalan mark tentang kejatuhan kapitalis menjadi nyata. Dalam situasi krisis yang maha dahsyat tersebut pakar- pakar ekonomi klasik dan neo- klasik sama sekali tak bisa menjelaskan apa yang terjadi, apalagi memberikan jalan keluar. Persoalan yang terjadi terbilang sangat baru yang tak dijumpai di saat-saat sebelumnya. Dan di saat suasana yang berkecamuk inilah lahir seorang pakar ekonomi yang kemudian menjadi sangat berpengaruh, yaitu J.M Keynes. Atas depresi besar-besaran yang tejadi kala itu tentu merangsang timbulnya pertanyaan, bahwa ada yang salah mungkin dalam teori ekonomi yang dikembangkan oleh mazhab klasik dan neo-klasik. Keynes pun menyerap seperti apa teori klasik dan neo-klasik. Lalu mencari kenapa system ekonomi yang didasarkan pada teori klasik dan neo-klasik bisa luluh lantah. Keynes banyak mengkritik teori yang dikembangkan mazhab klasik dan neo-klasik. Salah satunya Keynes berpendapat bahwa teori mazhab klasik dan neo-klasik hanya relevan diterapkan dalam system ekonomi mikro yang sederhan dan tak relevan apabila diterapkan dalam system ekonomi makro. Dan sebenarnya Keynes percaya akan “faham laissez faire- laissez passer”, akan tetapi menurutnya itu akan sangat lama. Keynes pernah berkata “in the long run we`re all dead”, dalam jangka panjang kita akan mati. Dan menurutnya satu satunya jalan untuk menuju titik seimbang adalah intervensi pemerintah. John meynard Keynes (1883-1946), adalah dosen di Cambridge University. Gelar dosen dia dapat di usia kurang dari 30 tahun. Orangtuanya john Neville Keynes, juga seorang ahli ekonomi yang cukup disegani. Pengaruh Keynes sangat besar dalam perjanjian Bretton woods tahun 1946 dan dalam pembentukan badan moneter internasional IMF (internasional monetary fund). Atas jasa jasanya yang besar dia diangkat menjadi “baron”, gelar kebangsawanan yang sangat tinggi di eropa. Oleh para tokoh ekonom Keynes disebut bapak ekonomi modern. Karna buah pemikiranya tentang ekonomi makro. Dan pemikiranya ini menandai runtuhnya fondasi ekonomi kaum klasik. PEMIKIRAN DAN KRITIK EKONOMI KEYNES Underemployment Ekuilibrium Mazhab klasik dengan faham laissez faire- laissez passer nya berpandangan bahwa dengan fahamnya itu perekonomian akan selalu menuju pada keseimbangan (ekuilibrium). Keseimbangan yang dimaksud adalah kegiatan produksi secara otomatis akan menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh dari balas jasa atas factor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa, dll. Dan factor produksi itu akan digunakan sepenuhnya untuk membeli barang-barang yang dihasilkan perusahaan. Inilah yang dimaksud J.B. Say dengan penawaran akan selalu berhasil menciptakan permintaanya sendiri (supply creates it’s own demand). Posisi ekuilibrium ini dianggap sebagai keadaan yang normal. Jika terjadi perubahan keadaan, missal kelebihan produksi, kekurangan konsumsi, pengangguran, maka itu dianggap pergeseran yang temporer(sementara). Dan nanti akan ada invisible hand (tangan tak kentara) yang akan menyetabilkanya. Mereka juga percaya bahwa adanya keseimbangan semua sumberdaya, termasuk tenaga kerja, akan digunakan secara penuh (full employment),dan taka da pengangguran. Akan tetapi pemikiran klasik tak sesuai dengan kenyataan yang dialami dalam depresi besar besaran di dasawarsa 30. Makadari itu Keynes memeriksa kembali system ekonomi klasik dan neo-klasik beserta asumsi dasarnya. Akhirnya Keynes berasumsi bahwa dalam dunia modern belum tentu posisi ekuilibrium adalah posisi yang lazim. Dan keadaanya seperti pengandaian pengandaianya tadi. Dengan kata lain bahwa ketika proses kegiatan ekonomi dibiarkan begitu terus , underemployment ekuilibrium lah yang menjadi keadaan lazim. Bahkan dalam hal ini, Keynes mengkritik habis habisan. Bahwa hal ini adalah sesuatu yang keliru. Keynes mengatakan bahwa biasanya permintaan lebih kecil dari penawaran. Karna biasanya permintaan dibuat efektif, karna adanya masyarkat yang menabung, asuransi, dll. sehingga menjadi lebih kecil dari total produksi. Inilah yang terjadi dalam dasawarsa 30. Produksi menumpuk, disisi lain daya beli terbatas. Sebagian perusahaan terpaksa mengurangi produksi, bahkan ada yang melakukan rasionalisasi dengan mengurangi produksi serta mengurangi pekerja-banyak pengangguran. Peran Pemerintah Dalam Perekonomian Mengacu pada depresi besar-besaran pada dasawarsa 30, Keynes merekomendasikan agar system perekonomian tidak begitu saja diserahkan pada mekanisme pasar. Dalam batas tertentu peran pemerintah sangat dibutuhkan. Misalnya, ketika banyak pengangguran pemerintah bisa memperbesar pengeluaranya untuk proyek-proyek padat karya. Dengan demikian pengangguran bisa bekerja lagi, dan otomatis menambah pendapatan masyarakat. Ketika harga-harga naik cepat, pemerintah bisa menarik jumlah peredaran uang dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi, sehingga infalsi bisa terkendali. Dari berbagai kebijakan Keynes sering mengandalkan kebijakan fiscal. Dengan menyuntikan dana , berupa pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek yang mampu menyerap tenaga kerja. Kebijakan ini dinilainya sangat ampuh untuk meningkatkan output dan memberantas pengangguran, terutama disaat sumber-sumber daya belum dimanfaatkan secara penuh. Kalau diamati Keynes sependapat dengan marx bahwa system ekonomi klasik tidak bebas dari fluktuasi, krisis pengangguran, dll. Marx ingin menghancurkan system kapitalis, menggantikanya dengan sosialis. Namun sebaliknya Keynes ingin menyelamatkan system liberal. Inti Pokok Pemikiran Keynes Pada hakikatnya, konsep teori Keynes dapat dipandang sebagai suatu teori tentang pendapatan dan kesempatan kerja. Inti pokok dalam sistem pemikiran dan konsep Keynes terdiri dari tiga faktor penting, yaitu: Hasrat Berkonsumsi (Propensity To Consume) Pendapatan total agregat sama dengan konsumsi total agregat ditambah investasi total agregat. Tingkat konsumsi bergantung pada hasrat seseorang untuk berkonsumsi, yang merupakan fungsi dari pendapatan. Begitu juga dengan tabungan, karena tabungan adalah sisa bagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk berkonsumsi. Tingkat bunga (interest) yang memiliki kaitan dengan dengan preferensi likuiditas (liquidity preference).Tingkat bunga menurut Keynes bukanlah pencerminan dari penawaran tabungan dan permintaan investasi, melainkan tingkat bunga merupakan variabel bebas (independent) dari kedua hal tersebut. Tingkat tabungan adalah suatu fenomena moneter yang tergantung dari keinginan orang menahan tabungannya dalam bentuk dana likuiditas. Sehingga tingkat bunga tergantung dari preferensi likuiditas. Efisiensi Marginal Dari Investasi Modal (Marginal Efficiency Of Capital) Tingkat investasi ditentukan oleh efisiensi marginal dari investasi modal, yang dipengaruhi oleh ekspektasi investor tentang laba yang akan diperoleh di masa depan dari investasi modal yang bersangkutan. Jelaslah bahwa ekspektasi tersebut adalah yang positif dan menguntungkan investor itu. Preferensi Likuiditas (Liquidity Preference) Pada saat masa aliran monetarisme, timbul pertanyaan mengenai demand for money dan supply of money. Pertanyaan ini dijawab oleh Keynes dengan teorinya, liqudity preference, yang menjelaskan tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek dan tingkat bunga tersebut disesuaikan untuk menyeimbangkan demand ( permintaan ) for money dan supply (pasokan) of money. Teori ini menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang orang, alasannya karena tingkat bunga merupakan biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang. Ada tiga motif orang yang memegang uang: Motif transaksi, motif berjaga-jaga, dan motif spekulasi. Tentang Upah Kaum klasik mengatakan bahwa sesuai dengan faham laissez faire- laissez passer, tenaga kerja akan dimanfaatkan secara penuh full employment. Walau dalam keadaan tertentu perusahaan harus menurunkan upah. Dan kaum klasik yakin para penganggur tetap akan mau bekerja walau dengan upah yang minimal Pandangan klasik diatas ditolak Keynes. Menurut Keynes kenyataan pasar tenaga kerja tak demikian. Dimana para tenaga kerja punya serikat kerja (labor union) yang akan memperjuangkan kepentingan mereka. Selanjutnya Keynes berpendapat bahwa tingkat upah bias turun memang (tapi kemungkinan ini sangat kecil menurutnya). Ketika upah turun, pndapatan masyarakat tentu akan turun, dan daya beli masyarakat tentu akan turun pula. Lalu ketika daya beli masyarakat turun akan diikuti oleh harga- harga yang turun. Kalau harga-harga turun, kurva nilai produktivitas marginal labor yang dijadikan patokan oleh pengusaha akan turun. Kalau penurunan harga tak begitu besar,kurva nilai ini hanya turun sedikit. Walau begitu tetap saja labor yang tertampung semakin kecil. Yang lebih parah seandainya harga-harga turunya drastis. Ini menyebabkan kurva nilai turun drastic pula. Labor yang tertampung pun semakin kecil dan pengangguran akan meluas. Tentang Tabungan (Saving) Menurut Keynes, tingkat saving harus lebih tinggi dari plan investmen. Tapi juga tidak baik kalau tingkat saving-nya itu berlebihan, karena akan berdampak pada terjadinya kemerosotan (resesi) perekonomian bahkan terjadi depresi.