Disusun oleh :
1. Intan Kartika C (M0314046)
2. Maulana Malik A. (M0315036)
3. Saras Nur Aisyiyah (M0315058)
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Buku ini berjudul “KUMPULAN MAKALAH TOKSIKOLOGI
LINGKUNGAN”. Makalah ini disusun bertujuan sebagai penunjang dalam
mengetahui tentang mata kuliah toksikologi lingkungan.
Diucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung proses
penyusunan buku ini. Disadari bahwa buku ini masih dikatakan belum sempurna,
namun kami sudah berusaha sebaik-baiknya. Semoga buku ini bermanfaat bagi
mahasiswa lainnya. Buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi
kesempurnaan buku ini.
Akhir kata, disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan buku ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha.
Penyusun
DAFTAR ISI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini dengan lancar.
Tujuan yang hendak kami capai dalam pembuatan tugas makalah ini yaitu
menjelaskan tentang Bahan Pestisida dan Daya Kerja.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Pranoto, M.Sc selaku dosen Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan.
2. Orang tua yang telah memberi dukungan.
3. Teman-teman yang telah memberikan saran dan bantuan dalam pembuatan
makalah ini.
Kami harap tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila terjadi
kesalahan dalam penulisan ini, kritik dan saran sangat kami harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan akan pertumbuhan penduduk di Indonesia
maupun di dunia sangat drastis. Hal tersebut yang diperkirakan dapat memicu
adanya lonjakan akan kebutuhan-kebutuhan untuk menunjang hidup manusia,
terlebih kebutuhan pangan. Dengan lahan yang semakin menyempit karena
penggunaan lahan sebagai permukiman, maka diperlukan beberapa teknik atau
metode untuk mampu menghasilkan produk yang banyak dalam waktu yang
singkat. Misalnya saja pada lahan pertanian yang tidak begitu luas, petani dituntut
untuk menghasilkan padi yang banyak dalam waktu yang singkat. Salah satu cara
untuk menyelesaikan tuntutan tersebut adalah dengan mengembangkan bahan-
bahan kimia yang mampu untuk menghambat pertumbuhan makhluk-makhluk
pengganggu tanaman padi, seperti pestisida, insektisida dan herbisida. Dengan
terhambatnya pertumbuhan makhluk-makhluk pengganggu tersebut, maka
pertumbuhan padi atau tanaman pokok lain yang sangat diharapkan hasilnya, akan
dapat berjalan dengan baik dan dalam waktu yang lebih singkat. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dibahas secara rinci mengenai pestisida, dinamika
pestisida dalam lingkungan, dinamika bahan kimia di dalam tubuh organisme,
fungisida, insektisida, herbisida dan daya kerja.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pestisida, fungisida, insektisida dan herbisida
serta daya kerja?
2. Bagaimana dinamika pestisida dalam lingkungan?
3. Bagaimana dinamika bahan kimia di dalam tubuh organisme?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian atau definisi pestisida, fungisida,
insektisida dan herbisida serta daya kerja.
2. Untuk mengetahui dinamika pestisida dalam lingkungan.
3. Untuk mengetahui dinamika bahan kimia di dalam tubuh organisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pestisida
Pestisida atau sering disebut pembasmi hama adalah bahan yang
digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme
pengganggu. Nama ini berasal dari kata pest yang berarti hama kemudian
ditambahkan akhiran –cide yang memiliki makna sebagai pembasmi.
Sasarannya bermacam-macam, misalnya serangga, tikus, gulma, burung,
mamalia, ikan, dan mikroba yang dianggap mengganggu kelangsungan
makhluk hidup (Wikipedia, 2017).
FAO mendefinisikan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang
bertujuan untuk mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu,
termasuk vektor penyakit bagi manusia dan hewan, spesies tanaman atau
hewan yang diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan selama produksi,
pemrosesan, penyimpanan, transportasi, atau pemasaran bahan pertanian
termasuk hasil hutan, hasil perikanan, dan hasil perikanan. Istilah ini juga
mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, merontokkan
daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokan buah, dan sebagainya
yang berguna untuk mengendalikan hama dan meminimalisir efek dari
keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen.
Pembagian Pestisida
Secara umum, jenis-jenis pestisida beserta sasarannya disajikan dalam
tabel 1. berikut ini (Wikipedia, 2017).
Tabel 1. Jenis dan Sasaran Pestisida
No. Jenis Pestisida Sasaran
1. Herbisida Gulma
2. Arborisida Semak atau Belukar
3. Algisida atau Algasida Alga
4. Avisida Burung
5. Bakterisida Bakteri
6. Fungisida Fungi
7. Insektisida Serangga
8. Mitisida atau Akarisida Tungau
9. Molluskisida Siput
10. Nematisida Nematode
11. Rodentisida Rodent
12. Virusida Virus
13. Larvisida Ulat
14. Silvisida Pohon hutan
15. Ovisida Telur
16. Pisisida Ikan mujahir
17. Termisida Rayap
18. Predasida Predator atau Hewan vertebrata
Insektisida
1. Pengertian Insektisida
Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan
untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida
dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku,
perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta
aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga
pengganggu tanaman (Kardinan, 2002). Insektisida memiliki pengaruh
yang cukup besar terhadap lingkungan pertanian. Hal ini sesuai dengan
pendapat yang menyatakan bahwa “Insektisida dapat mengendalikan
lingkungan pertanian” (Baehaki, 2002).
2. Jenis Insektisida
a. Menurut cara kerjanya di dalam tanaman, insektisida dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu (Baehaki, 2002).
1) Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh bagian-bagian tanaman
melalui stomata, meristem akar, lentisel batang, dan celah-celah
alami. Selanjutnya insektisida akan melewati sel-sel menuju ke
jaringan pengangkut baik xylem maupun floem. Insektisida akan
meninggalkan residunya pada sel-sel yang telah dilewatinya.
Melalui pembuluh angkut inilah insektisida ditranslokasikan ke
bagian-bagian tanaman lainnya baik kearah atas (akropetal) atau
ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh.
Serangga akan mati apabila memakan bagian tanaman yang
mengandung residu insektisida.
2) Insektisida Non-Sistemik
Insektisida non-sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan
tanaman, tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman.
Lamanya residu insektisida yang menempel pada permukaan
tanaman tergantung jenis bahan aktif (berhubungan dengan
presistensinya), teknologi bahan, dan aplikasinya. Serangga
akan mati apabila memakan bagian tanaman
yang permukaannya terkena residu insektisida. Residu
insektisida pada permukaan tanaman akan mudah hilang oleh
hujan dan siraman. Oleh karena itu, dalam aplikasi insektisida
ini harus memperhatikan cuaca dan jadwal penyiraman.
3) Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida ini hanya mampu diserap oleh jaringan daun,
akan tetapi tidak dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman
lainnya. Insektisida yang jatuh ke permukaan atas daun akan
menembus epidermis atas kemudian masuk ke
jaringan parenkim pada mesofil (daging daun) dan menyebar ke
seluruh mefosil daun (daging/daun) hingga mampu masuk
kedalam sel pada lapisan epidermis daun bagian bawah
(permukaan daun bagian bawah).
b. Menurut asal bahan yang digunakan, insektisida dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu (Baehaki, 2002).
1) Insektisida Kimia Sintetik
Insektisida kimia sintetik meruipakan jenis insektisida yang
banyak kita kenal seperti organofosfor, karbamat, piretroid
sintetik, dan lain sebagainya.
2) Insektisida Botani
Insektisida botani merupakan insektisida yang berasal dari
ekstrak tumbuhan. Contoh ekstrak tumbuhan yang dapat
dijadikan insektisida botani yaitu.
a) Ekstrak sejenis bunga krisan (Chrisanthemum sp-
Compositae/Asteraceae)
b) Ekstrak biji nimba (Azadirahtin- Nimbo)
c) Ekstrak akar tuba (Rotenon-Biocin)
3) Insektisida Mikroorganisme
Contoh mikroorganisme yang dapat dijadikan insektisida
mikroorganisme yaitu.
a) Beauveria Bassiana (Bevaria P/Bassiria AS)
b) Bacillus Thuringigiensis (Bactospeine WP, Thuricide HP,
Turex WP).
3. Sejarah Penggunaan Insektisida
Pada tahun 1800an, para pekerja kebun diketahui telah
menggunakan sabun untuk mengontrol pertumbuhan hama serangga. Di
awal abad ke 19, sabun yang terbuat dari minyak ikan paling banyak
digunakan untuk mengontrol pertumbuhan hama serangga. Cara-cara
tersebut cukup efektif, tetapi sabun tersebut harus diberikan berkali-kali
dan kadang justru mematikan tanaman. Sehingga para pekerja kebun
menggantinya dengan penggunaan campuran bawang putih, bawang
merah, dan lada atau berbagai jenis makanan lainnya untuk mengontrol
pertumbuhan hama serangga, namun cara tersebut tidak cukup efektif
membunuh serangga.
Penggunaan insektisida sintetik pertama kali dimulai di tahun
1930an dan mulai meluas setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada
tahun 1945 hingga 1965, insektisida golongan organoklorin digunakan
secara luas baik untuk pertanian maupun kehutanan. Salah satu produk
yang paling terkenal adalah insektisida DDT yang dikomersialkan sejak
tahun 1946. Selanjutnya, mulai bermunculan golongan insektisida
sintetik lain seperti organofosfat, karbamat, dan pirethroid di tahun
1970an sampai sekarang (Walhi, 1987).
4. Cara Kerja Insektisida
Insektisida dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme kerja,
yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung
meracuni serangga tersebut. Proses insektisida meracun dan mematikan
serangga (mode of action) hanya disebut secara garis besar seperti racun
kontak, racun perut, atau racun pernafasan. Hasil penelitian yang ada,
secara garis besar menunjukkan ada lima macam mode of action
insektisida, yaitu (Novizan, 2002).
a. Insektisida yang mempengaruhi sistem syaraf.
b. Insektisida yang menghambat produksi energi.
c. Insektisida yang mempengaruhi pertumbuhan serangga hama (Insect
Growth Regulator).
d. Insektisida yang mempengaruhi keseimbangan air tubuh.
e. Insektisida yang merusak jaringan pencernaan serangga.
B. Kesimpulan
1. Pestisida atau sering disebut pembasmi hama adalah bahan yang
digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme
pengganggu. Sedangkan Insektisida adalah senyawa kimia yang
digunakan untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga).
2. Fungisida adalah zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan
cendawan (fungi).
3. Herbisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
mengendalikan, mematikan, dan menghambat pertumbuhan gulma tanpa
mengganggu tanaman pokok.
Saran
Agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi orang-orang yang
membacanya, menjadi motivasi atau pengetahuan yang baru tentang Bahan
Pestisida dan Daya Kerja sehingga dapat dikembangkan untuk menjalankan
kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LATIHAN SOAL
A. PILIHAN GANDA
1. Berikut ini adalah jenis-jenis insektisida, kecuali … .
a. Insektisida Sistemik
b. Insektisida Non-Sistemik
c. Insektisida Fungi
d. Insektisida Kimia Sintetik
e. Insektisida Botani
2. Penggunaan insektisida sintetik pertama kali dimulai pada tahun … .
a. 1930an
b. 1925an
c. 1800an
d. 1945an
e. 1970an
3. Salah satu jenis herbisida menurut waktu aplikasinya adalah … .
a. Herbisida Organik
b. Pre Emergence
c. Pasca Emergence
d. Herbisida Anorganik
e. Pasca Plant
4. Herbisida yang pertama berhasil disintesis adalah … .
a. 2,6-D
b. Herbisida Anorganik
c. 2,2-B
d. Herbisida Organik
e. 2,4-D
5. Respon dari pengkombinasian herbisida dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
berturut-turut bersifat … .
a. Sinergis, Aditif, dan Antagonis
b. Sinergis, Efektif, dan Aditif
c. Aditif, Antagonis, dan Sinergis
d. Aditif, Antagonis, dan Efektif
e. Efektif, Sinegis, dan Aktif
6. Zat kimia yang digunakan untuk mengendalikan cendawan (fungi) adalah
... .
a. Insektisida
b. Fungisida
c. Herbisida
d. Pestisida
7. Fungisida yang diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan
ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui pembuluh angkut
maupun melalui jalur simplas disebut … .
a. Fungisida Sistemik
b. Fungisida Non-sistemik
c. Fungisida Sistemik Lokal
d. Fungisida Sistemik Non Lokal
8. Jalur masuk pestisida kedalam tubuh manusia melalui beberapa macam,
kecuali ... .
a. Melalui kulit
b. Melalui saluran pencernaan
c. Melalui saluran pernafasan
d. Melalui rambut
9. Insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering
menyebabkan keracunan pada orang adalah … .
a. Senyawa arsenat
b. Karbamat
c. Organofosfat
d. Organoklorin
10. Di bawah ini adalah fungisida berdasarkan fungsi kerjanya, kecuali ... .
a. Fungisidal
b. Fungistatik
c. Protektan
d. Genestatik
11. Insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh
serangga melalui sistem pernafasan atau sistem trakhea yang kemudian
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dinamakan … .
a. Fumigan
b. Racun kontak
c. Piretroid Sintetik
d. Dust
e. Granules
12. Formulasi berupa bubuk kering yang dapat larut dan mengandung 75-
95% bahan aktif merupakan formulasi insektisida ... .
a. Flowable powder
b. Soluble powder
c. Fumigan
d. Dust
e. Slow Release Formulations
13. Suatu formulasi menggabungkan bahan yang dapat dimakan hama atau
yang menarik hama dengan insektisida agar meningkatkan efektivitas
perlakuan disebut dengan … .
a. Piretroid Sintetik
b. Racun perut
c. Poisonous Baits
d. Slow Release Formulations
e. Granules
14. Berikut ini merupakan insektisida berdasarkan susunan kimia bahan
aktifnya, kecuali … .
a. Organochlorin
b. Organophosphate
c. Carbamat
d. Fumigan
e. Pirethroid Sintetik
15. Dibawah ini bukan merupakan keunggulan dari Pirethroid sintetik adalah
... .
a. Memiliki pengaruh knock down
b. Mematikan serangga dengan cepat
c. Tingkat toksisitas rendah bagi manusia
d. Dapat di produksi secara masal (pabrik)
e. Berasal dari alam
B. URAIAN
1. Apakah yang dimaksud dengan resistensi insektisida dan resistensi
herbisida?
2. Sebutkan keuntungan dan kerugian dalam penggunaan herbisida!
3. Jelaskan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fungisida menurut
Djodjosumarto!
4. Jelaskan yang dimaksud dengan Multisite Inhibitor!
5. Bagaimana keunggulan dan kekurangan dari penggunaan insektisida
slow release formulations?
LAMPIRAN
KUNCI JAWABAN
A. PILIHAN GANDA
1. C. Insektisida Fungi
2. A. 1930an
3. B. Pre Emergence
4. E. 2,4-D
5. C. Aditif, Antagonis, dan Sinergis
6. B. Fungisida
7. A. Fungisida Sistemik
8. D. Melalui rambut
9. C. Organofosfat
10. C. Protektan
11. A. Fumigan
12. B. Soluable powder
13. C. Poisonous Baits
14. D. Fumigan
15. E. Berasal dari alam
B. URAIAN
1. Resistensi insektisida merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam
populasi yang secara genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup
meski terpapar satu atau lebih senyawa insektisida. Sedangkan, resistensi
herbisida didefinisikan sebagai ketahanan gulma terhadap herbisida
dengan dosis yang jauh lebih besar dari yang biasa digunakan.
2. Keuntungan dam kerugian penggunaan Herbisida
b. Keuntungan Penggunaan Herbisida
1) Dapat menggendalikan gulma sebelum mengganggu.
2) Dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman
3) Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar
4) Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan
perlakuan penyiangan biasa.
c. Kerugian Penggunaan Herbisida
1) Menimbulkan species gulma yang resisten, akibat penggunaan
yang terus menerus dari satu jenis herbisida di dalam suatu
lahan, maka akan terjadi perubahan dominansi dalam komunitas
gulma dari jenis-jenis yang peka menjadi jenis-jenis yang
toleran.
2) Menimbulkan polusi dan residu yang dapat meracuni tanaman.
3. Adapun keuntungan yang diperoleh dari penggunaan fungisida menurut
Djodjosumarto adalah:
a. Mudah diaplikasikan
b. Memerlukan sedikit tenaga kerja
c. Penggunaanya praktis
d. Jenis dan ragamnya bervariasi
e. Hasil pengendalian tuntas
4. Multisite inhibitor adalah fungisida yang bekerja menghambat beberapa
proses metabolisme cendawan. Sifatnya yang multisite inhibitor ini
membuat fungisida tersebut tidak mudah menimbulkan resistensi
cendawan. Fungisida yang bersifat multisite inhibitor (merusak di banyak
proses metabolisme) ini umumnya berspektrum luas. Contoh bahan
aktifnya adalah maneb, mankozeb, zineb, probineb, ziram, thiram.
5. Keunggulan : pengaruh insektisida dapat diperpanjang dan tidak sering
diadakan pengulangan perlakuan agar dapat lebih menghemat biaya.
Kekurangan : memperpanjang acanaman dan bahaya bagi serangga yang
bermanfaat seperti lebah madu dan imago parasitoid dan predator.
MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
LOGAM BERAT DAN DAYA KERJA
Untuk memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan
Dosen Pengampu: Dr. Pranoto, M.Sc.
Disusun Oleh:
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai logam berat dan daya kerjanya. Kami
juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan
makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Kesimpulan .................................................................................................. 21
B. Saran ............................................................................................................. 21
LAMPIRAN ...................................................................................................... 24
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Limbah biasanya dapat berasal dari industri maupun rumah tangga yang
melibatkan unsur-unsur logam seperti Timbal (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd),
Merkuri (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan
Cuprum (Cu). Limbah tersebut umumnya merupakan limbah yang tidak dapat
atau sulit didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga akan terjadi akumulasi.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai logam
berat, efek logam berat terhadap kesehatan manusia, pencemaran logam berat,
sumber asal pencemaran logam di lingkungan, daya kerja toksikan dalam
metabolisme manusia, bahan toksik dalam makanan dan produk konsumen, dan
bahan kimia dalam industri kerajinan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu logam berat dan bagaimana efek logam berat terhadap kesehatan
manusia?
2. Bagaimana pencemaran logam berat dan sumber asal pencemaran logam
di lingkungan?
3. Bagaimana daya kerja toksikan dalam metabolisme manusia?
4. Apa saja bahan toksik dalam makanan, produk konsumen dan bahan kimia
dalam industri kerajinan?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi logam berat dan efek logam berat terhadap
kesehatan manusia.
2. Untuk mengetahui pencemaran logam berat dan sumber asal pencemaran
logam di lingkungan.
3. Untuk mengetahui daya kerja toksikan dalam metabolisme manusia.
4. Untuk mengetahui bahan toksik dalam makanan, produk konsumen dan
bahan kimia dalam industri kerajinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. LOGAM BERAT
Logam berat merupakan unsur logam yang memiliki densitas lebih besar
dari 5 g/cm3dalam air laut, logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan
tersuspensi. Dalam keadaan kondisi alam ini, logam berat dibutuhkan oleh
organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (Philips, 1980dan
Effendi, 2000). Peningkatan kadar logam berat dalam air sungai umumnya
disebabkan oleh masuknya limbah industri, pertambangan, pertanian dan
dosmetik yang banyak mengandung logam berat. Peningkatan kadar logam berat
dalam air akan mengakibatkan logam berat yang awalnya dibutuhkan untuk
berbagai proses metabolisme akan berubah menjadi racun bagi organisme akuatik.
Menurut Nordberg., et al. (1986) logam berat jika sudah terserap ke dalam
tubuh maka tidak dapat dimusnakan tetapi akan tetap tinggal di dalam tubuh
hingga nantinya dibuang melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila
suatu lingkungan terutama di perairan telah terkontaminasi logam berat maka
untuk proses pembersihannya akan sulit sekali untuk dilakukan. Kontaminasi
logam berat ini dapat berasald ari faktor alam seperti kegiatan vulkanik atau
gunung berapi dan kebakaran hutan atau faktor manusia seperti pembakaran
bahan bakar berupa minyak bumi, pertambangan, peleburan, proses kegiatan
industri, kegiatan pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta limbah buangan
termasuk sampah rumah tangga.
Logam berat umumnya bersifat racun terhadap makhluk hidup, walaupun
beberapa diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Melalui berbagai perantara,
seperti udara, makanan, maupun air yang terkontaminasi oleh logam berat. Logam
berat tersebut mampu terdistribusi ke bagian tubuh manusia dan sebagian akan
terakumulasikan. Jika keadaan ini berlangsung terus-menerus, dalam jangka
waktu lama dapat mencapai jumlah yang membahayakan kesehatan manusia
(Yatim, 1979).
2. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau
bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain.
Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia
tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya
racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga
proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan
bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi
manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.
Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk
menggantikan pengelompokan ion-ion logam ke dalam kelompok biologi dan
kimia (bio-kimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila
bertemu dengan juga dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan
oxygen-seeking metal.
2. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila
bertemu dengan unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau
disebut juga nitrogen/sulfur seeking metal.
3. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai
logam pengganti (ion pengganti) untuk logam-logam atau ion-ion
logam.
Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke dalam 3 kelompok,
berikut.
a. Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn.
b. Bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co.
Bahaya logam berat merupakan reaksi kimia yang terjadi ketika tubuh
terpapar atau terkontiminasi zat yang bersifat racun dalam intensitas
tertentu. Logam berat hakikatnya ada disekitar kita tetapi tidak banyak orang yang
menyadari jika logam berat dapat mudah masuk dalam tubuh dan memicu
munculnya kelainan dan keluhan penyakit berbahaya didalam jaringan tubuh.
Logam berat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu logam berat esensial dan logam
berat yang tidak esensial. Di bawah ini adalah beberapa logam berat yang
berpengaruh terhadap kesehatan manusia (Widowati dkk, 2008).
1. Arsen (As)
Logam berat jenis arsen terdapat pada makanan hasil laut misalnya
kepiting, kerang, lobster, cumi-cumi dan sebagainya. Namun tidak
menutup kemungkinan bahaya logam berat banyak terdapat pula pada
kemasan produk makanan yang menggunakan Poly Vinyl Chloride (PVC)
dan zat syrofoam. Bahaya yang ditimbulkan : zat poly vinyl chloride dan
syrofoam jika masuk dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan dapat
menyebabkan zat tersebut menjadi racun bernama arsen yang
menyebabkan munculnya kanker paru dan hati, kerusakan ginjal,
kerusakan lambung dan sakit kerongkongan.
2. Timbal (Pb)
3. Tembaga (Cu)
4. Merkuri (Hg)
5. Nikel (Ni)
6. Seng (Zn)
Seng atau timah sari adalah logam yang bersifat mudah mencair
pada suhu yang rendah. Logam seng mempunyai warna putih kebiruan dan
berkilaun . Seng merupakan salah satu unsur alam yang paling banyak
dipermukaan kerak bumi dan yang paling banyak dicari didalam proses
penambangan yaitu jenis sfalerit (seng sulfida). Logam seng dapat
mengendap dan menyebar didalam tanah dan meracuni tanaman pangan
atau tanaman buah-buahan yang jika masuk dalam tubuh manusia akan
merugikan kesehatan. Bahaya Logam berat jenis seng juga sering muncul
karena dijadikan pelat seng yang biasa digunakan untuk keperluan bahan
bangunan yang tanpa sengaja terhirup atau memuai karena terkena udara
yang panas atau suhu tinggi.Bahaya yang ditimbulkan :mengkonsumsi
makanan yang mengandung zat logam seng dapat menyebabkan tubuh
sangat lemah, daya tahan tubuh menurun, mudah terkena flu dan
mempercepat penularan penyakit dari orang lain, terserang ataksia dan
serangan defisiensi logam seng.
7. Kadmium (Cd)
8. Berilium (Be)
9. Kromium (Cr)
1. Arsen (As)
2. Timbal (Pb)
3. Merkuri (Hg)
4. Cadmium (Cd)
5. Kromium (Cr)
Logam kromium (Cr) juga beracun bagi manusia. Pengaruh racun ini pada
awalnya juga diketahui di Jepang pada tahun 1960, dimana masyarakat yang
tinggal di daerah sekitar pabrik Kiryama, Nippon-Denko Concern di Pulau
Hokkaido banyak menderita penyakit kanker paru-paru. Awalnya penyakit ini
tidak diketahui penyebabnya, setelah melalui penelitian ternyata penyakit tersebut
diketahui sebagai akibat dari masyarakat menghirup limbah debu Industri tersebut
di atas yang mengandung kromium bervalensi IV (Cr4+) dan (Cr6+).
6. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) juga salah satu logam berat yang mempunyai daya toksik yang
tonggo terhadap manusia, karena dapat merusak perkembangan otak pada anak-
anak, menyebabkan penyumbatan sel-sel darah merah, anemia dan mempengaruhi
anggota tubuh lain. Timbal dapat diakumulasi langsung dari air dan dari sedimen
oleh organisme laut. Dewasa ini pelapasan Pb ke atmosfer meningkat tajam akibat
pembakaran minyak dan gas bumi yang turut menyumbang pembuangan Pb ke
atmosfer. Selanjutnta Pb tersebut jatuh ke laut mengikuti air hujan.
Perjalanan zat kimia dalam tubuh diawali dari masuknya zat tersebut
ke dalam tubuh melalui intravaskuler (injeksi IV, intrakardial, intraarteri)
atau ekstravaskuler (oral, inhalasi, injeksi intramuskuler, rektal).
Selanjutnya zat masuk sirkulasi sistemik dan distribusikan keseluruh
tubuh. Proses distribusi memungkinkan zat atau metabolitnya sampai pada
tempat kerjanya (reseptor). Zat kimia ditempat kerjanya atau reseptornya
berinteraksi dan dampaknya menimbulkan efek. Interaksi dari zat kimia
atau metabolitnya yang berlebihan dapat menghasilkan efek toksik. Jadi,
penentu ketoksikan suatu zat kimia adalah sampai nya zat kimia utuh atau
metabolit aktifnya di sel sasaran dalam jumlah yang berlebihan. Pada sisi
lain, zat kimia dapat mengalami metabolisme menjadi senyawa non aktif
dan dieksresikan (eliminasi) yang dapat mengurangi sampainya atau
jumlah zat kimia dalam sel sasarannya. Dengan demikian, timbulnya efek
toksik dipengaruhi juga oleh selisih antara absorbsi dan distribusi dengan
eleminasinya. Jadi toksisitas suatu zat sangat ditentukan oleh absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eksresi.
c. Keracunan Merkuri
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan.
Metode kontak dengan racun melalui cara berikut.
a. Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik.
Contoh kasus: overdosis obat, pestisida.
b. Topikal (melalui kulit)
Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus
ini biasanya terjadi di tempat industri. Contoh: soda kaustik,
pestida organofosfat.
c. Topikal (melalui mata)
Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi lokal.
Contoh : asam dan basa, atropin.
d. Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi
dan keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak
terjadi di tempat-tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO
(karbon monoksida).
e. Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk
ke dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan
maupun intradermal.
b. Pthalates
c. Azodyes
Azodyes atau pewarna azo adalah salah satu dari jenis pewarna utama yang
digunakan industri tekstil. Beberapa pewarna azo terdegradasi saat digunakan
dan melepaskan bahan-bahan kimia yang dikenal sebagai aromatic amina.
Beberapa aromatic amina tersebut dapat menyebabkan kanker. Uni Eropa
telah melarang penggunaan pewarna azo yang dapat melepaskan gugus amina
penyebab kanker yang berkontak langsung dengan kulit manusia.
d. Tributltin
Tributiltin (TBT) banyak digunakan untuk cat anti bocor pada kapal. TBT
sukar terurai di lingkungan dan akan menumpuk dalam tubuh dan dapat
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan reproduksi.
HCl adalah cairan kekuningan dengan aroma kuat yang menusuk, dan bersifat
sangat korosif. Penggunaan dalam industri tekstil:
Sodium nitrit adalah bubuk kristal putih kekuningan yang dapat dilarutkan
dalam air. Sodium nitrit adalah agen pengoksidasi yang kuat. Penggunaan
dalam industri tekstil yaitu sebagai unsur oksidasi untuk pembentukan
pewarna tangki.
Sodium silikat (water glass) adalah senyawa alkali yang kuat. Penggunaan
dalam industri tekstil:
Sodium karbonat adalah bubuk kristal putih yang dikenal juga sebagai abu
soda. Penggunaan dalam industri tekstil :
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Logam berat merupakan unsur logam dalam bentuk terlarut dan tersuspensi
yang memiliki densitas lebih besar dari 5 g/cm3dalam air laut, umumnya
bersifat racun terhadap makhluk hidup
2. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan
antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium
(Cr), dan nikel (Ni).
4. Ada 5 logam berbahaya yang banyak ditemukan di suatu produk yaitu arsen
(As), kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan besi (Fe). Semua bahan
pangan makanan mengandung timbal (Pb) dalam konsentrasi kecil.
Sedangkan, pada industri kerajinan banyak terdapat alkilfenol, pewarna azo,
TBT, natrium nitrit, dsb.
B. SARAN
Perkembangan industri, teknologi, dan ilmu pengetahuan membawa
dampak positif dan negatif terhahap segala segi kehidupan manusia. Sehubungan
dengan hal itu, hendaknya manusia dapat memanfaatkan perkembangan teknologi,
industri dan ilmu pengetahuan secara bijak dan semestinya sehingga kerusakan
lingkungan dapat diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA
A. PILIHAN GANDA
3. Pencemaran logam berat apa yang dapat menimbulkan gejala dapat merusak
plasenta bayi pada ibu hamil dan iritasi gastrointestinal akut……
a. Tembaga
b. Merkuri
c. Arsen
d. Timbal
e. Kromium
4. Pencemaran logam berat apa yang dapat menimbulkan gejala tubuh lemah,
hilangnya keseimbangan, bintik merah pada kulit, menurunnya jumlah sel
darah putih dan anemia.....
a. Tembaga
b. Selenium
c. Molibdenum
d. Kromium
e. Timbal
10. Kadar maksimum Pb (timbal) yang masih dianggap aman dalam darah
orang dewasa menurut Departemen Kesehatan tahun 2001 adalah.... μg/dl
a. 10 – 35
b. 15 – 45
c. 10 – 40
d. 15 – 30
e. 10 – 25
11. Zat kimia yang sering digunakan sebagai cat anti bocor pada kapal namun
sukar terurai di lingkungan dan berpotensi mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan reproduksi makhluk hidup adalah...
a. Soda api
b. Tributiltin
c. Alkilphenol
d. Sodium nitrat
e. Sodium silikat
12. Penggunaan soda api (NaOH) dalam industri tekstil dibawah ini benar,
kecuali....
a. Untuk mengontrol nilai pH
b. Fiksasi pewarna-pewarna reaktif
c. Sebagai zat penghilang kanji
d. Sebagai bahan pembuatan karet dan PVC
e. Membantu proses pewarnaan dengan naftol
13. Timbulnya perubahan warna kuning pada gigi, kemudian diikuti gangguan
pada rongga hidung, bersin, hilangnya indra penciuman, dan mulut
menjadi kering. Tanda-tanda yang paling khas dari penyakit ini adalah
nyeri pada punggung dan otot kaki adalah ciri ciri keracunan logam..
a. Kadmium
b. Karbon
c. Kromium
d. Tembaga
e. Arsen
B. URAIAN
LAMPIRAN
KUNCI JAWABAN
A. PILIHAN GANDA
1. E
2. B
3. A
4. C
5. A
6. C
7. A
8. C
9. A
10.E
11.B
12.D
13.A
14.B
15.B
B.URAIAN
a) Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh
kasus: overdosis obat, pestisida.
b) Topikal (melalui kulit)
d) Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi
dan keracunan sistemik. Contoh : atropin, gas klorin, CO (karbon
monoksida).
e) Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk
ke dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan
maupun intradermal
3. Uni Eropa telah melarang penggunaan pewarna azo/azodyes, karena
pewarna azo dapat melepaskan gugus amina penyebab kanker apabila
berkontak langsung dengan kulit manusia
4. NPs bersifat racun untuk kehidupan air. NPs akan bertahan dalam
lingkungan dan dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh. Kemiripan
struktur kimianya dengan hormon estrogen alamiah dapat mengganggu
perkembangan seksual pada berbagai organisme termasuk menyebabkan
feminisasi ikan.
5. Masalah yang dapat muncul akibat akumulasi logam di tanah di
antaranya:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini dengan lancar. Tujuan yang hendak kami capai dalam pembuatan
tugas makalah ini yaitu menjelaskan tentang Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
1. Bapak Dr. Pranoto, M.Si selaku dosen Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan.
Kami harap tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila terjadi
kesalahan dalam penulisan ini, kritik dan saran sangat kami harapkan.
Surakarta, 29
September 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul .......................................................................................................... i
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran LATIHAN SOAL ................................................................................. 27
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Bahan kimia korosif adalah bahan kimia yang karena reaksi kimia
dapat mengakibatkan kerusakan apabila kontak dengan jaringan tubuh
atau bahan lain. Zat korosif dapat bereaksi dengan jaringan seperti
kulit, mata, dan saluran pernafasan. Kerusakan dapat berupa luka,
peradangan, iritasi (gatal-gatal) dan sinsitisasi (jaringan menjadi amat
peka terhadap bahan kimia).
Bahan kimia peledak adalah suatu zat padat atau cair atau
campuran keduanya yang karena suatu reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu
yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan disekelilingnya. Zat
eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh mekanis (gesekan
atau tumbukan), ada yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan atau
bahan peledak seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan
ammonium nitrat (NH4NO3).
Bahan kimia reaktif terhadap air adalah bahan kimia yang amat
mudah bereaksi dengan air dengan mengeluarkan panas dan gas yang
mudah terbakar.
Bahan kimia reaktif terhadap asam adalah bahan kimia yang amat
mudah bereaksi dengan asam menghasilkan panas dan gas yang mudah
terbakar atau gas-gas yang beracun dan korosif.
b. Kelas 2 : Gas-Gas
d. Kelas 4 : Padatan
b. Reaktifitas Air
c. Pengoksidasi
d. Mudah Terbakar
e. Kandungan Amonia
Dalam hal ini gas amonia pelu diuji karena termasuk gas yang
beracun. Apabila suatu limbah mengandung gas amonia, dapat
dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam
limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu basa maka akan
bersifat reaktif.
f. Kandungan Sianida
Sama halnya dengan amonia, gas sianida ini merupakan gas yang
beracun dan mematikan. Apabila suatu limbah mengandung sianida
positif, maka dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan
termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu
asam maka akan bersifat reaktif.
g. Kandungan Sulfida
4. Sifat Limbah B3
C. Sumber Limbah B3
Limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk
kategori atau dengan sifat limbah B3. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
yang sangat ditakuti adalah limbah dari industri kimia. Limbah dari industri kima
pada umumnya mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai
sifat akumulatif dan beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Limbah pertanian yang paling utama ialah pestisida dan pupuk.
a. Efek Fisiologis
2. Chromium
a. Efek Fisiologi :
3. Cadmium (Cd)
Cadmium merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak
bumi. Cadmium murni berupa logam berwarna putih perak dan lunak,
namun bentuk ini tak lazim ditemukan di lingkungan. Umumnya
cadmium terdapat dalam kombinasi dengan elemen lain seperti Oxigen
(Cadmium Oxide), Clorine (Cadmium Chloride) atau belerang
(Cadmium Sulfide). Kebanyakan Cadmium (Cd) merupakan produk
samping dari pengecoran seng, timah atau tembaga cadmium yang
banyak digunakan berbagai industri, terutama plating logam, pigmen,
baterai dan plastik.
Sumber utama pemajanan Cd berasal dari makanan karena
makanan menyerap dan mengikat Cd, misalnya : tanaman dan ikan.
Tidak jarang Cd dijumpai dalam air karena adanya resapan dari tempat
buangan limbah bahan kimia. Dampak pada kesehatan Beberapa efek
yang ditimbulkan akibat pemajanan Cd adalah adanya kerusakan
ginjal, liver, testes, sistem imunitas, sistem susunan saraf dan darah.
a. Darah,
b. Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak),
c. Jaringan dengan mineral (tulang + gigi).
6. Nickel (Ni)
7. Pestisida
8. Arsene
a. Keracunan akut
b. Keracunan kronis
E. Toksikologi Limbah B3
Limbah B3 perlu dikelola sebab jumlah dan jenis bahan kimia yang
beredar meningkat. Dengan beredarnya segala jenis limbah B3, maka
banyak terjadi kasus-kasus kecelakaan, keracunan, atau gangguan
kesehatan serta lingkungan yang disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya : penanganan dan penggunaan pestisida yang kurang baik dan
tepat, peredaran bahan kimia berbahaya yang sudah dilarang (arsen, garam
dan sianida), sistem pengemasan dan penandaan (simbol/label yang tidak
memadai), sistem penyimpanan yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
Dalam upaya penanganan limbah B3, pengindentifikasian karakteristik
berbahaya dan beracun dari limbah suatu bahan yang dicurigai, merupakan
langkah awal yang paling mendasar ( Sari dkk., 2013). Dengan
diketahuinya karakteristik limbah, maka suatu upaya penanganan terpadu
akan dapat diterapkan yang terdiri dari pengendalian, pengurangan,
pengumpul, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan
akhir (PP No. 74 tahun 2001).
Pengelolaan limbah :
a. Penyimpanan
b. Pengangkutan
c. Pengolahan
1. Chemical Conditioning
c) De-wateringanddrying
d) Disposal
2) Solidification/Stabilization
2. Incineration
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun ialah setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan
corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
2. Limbah B3 dapat dibedakan berdasarkan karakteristiknya yaitu: Bahan
Kimia Beracun (Toxic), Bahan Kimia Korosif (Corrosive), Bahan
Kimia Mudah Terbakar (Flammable), Bahan Kimia Peledak
(Explosive), Bahan Kimia Oksidator (Oxidation), Bahan Kimia Reaktif
Terhadap Air (Water Sensitive Substances), Bahan Kimia Reaktif
Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances), Gas Bertekanan
(Compressed Gases), Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive
Substances).
3. Sumber limbah B3 dibedakan menjadi beberapa yaitu : Limbah B3
dari sumber tidak spesifik, Limbah B3 dari sumber spesifik, Limbah
B3 dari sumber lain.
4. Limbah dari industri kima pada umumnya mengandung berbagai
macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif dan
beracun (toxic) sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia, dan
berdampak bagi kelangsungan hidupnya.
5. Sifat kronis limbah B3 (toksik, mutagenik, karsinogenik, teratogenik)
ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat
dalam limbah dengan cara mencocokkan zat pencemar tersebut dengan
PP 85/1999.
6. Dengan beredarnya segala jenis limbah B3, maka banyak terjadi kasus-
kasus kecelakaan, keracunan, atau gangguan kesehatan serta
lingkungan. Dengan diketahuinya karakteristik limbah, maka suatu
upaya penanganan terpadu akan dapat diterapkan yang terdiri dari
pengendalian, pengurangan, pengumpul, penyimpanan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan akhir.
B. Saran
Limbah B3 ( Bahan Berbahaya dan Beracun) sangat berbahaya dan dapat
mempengaruhi kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar tempat
usaha/kegiatan yang menghasilkan limbah B3 tersebut. Oleh karena itu pihak
perusahaan harus memperhatikan bahaya serta cara pengelolaan limbah tersebut
agar tidak mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
I. Pilihan Ganda
a. Screening test
b. Fingerprint test
c. Scanning test
d. Trial test
e. a dan b benar
II. Esai
Jawab :
Pilihan Ganda
1. A
2. E
3. E
4. E
5. B
6. D
7. E
8. C
9. E
10. D
11. A
12. B
13. B
14. D
15. E
Essai
Jawab :
Jawab :
b. Kelas 2 : Gas-Gas
d. Kelas 4 : Padatan
Jawab :
a. Darah,
b. Jaringan lunak (ginjal, sumsum tulang, liver, otak),
c. Jaringan dengan mineral (tulang + gigi).
Jawab :
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini dengan lancar. Tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan tugas makalah
ini yaitu menjelaskan tentang Dinamikan Toksikan dalam Lingkungan.
Dalam penyusunan tugas ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
4. Bapak Dr. Pranoto, M.Sc. selaku dosen MKP Toksikologi Lingkungan.
5. Orang tua yang telah memberi dukungan
6. Teman – teman yang telah memberikan saran dan bantuan dalam
pembuatan tugas ini.
Kami harap tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila terjadi
kesalahan dalam penulisan ini, kritik dan saran sangat diharapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Tabel 1. Kadar tertinggi yang diijinkan (KTD) logam-logam berat (mg/L) ................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu komponen lingkungan alam yang hidup
bersama dengan komponen alam lainnya serta mengelola dan merawat lingkungan
sekitar. Manusia adalah makhluk yang memiliki akal dan pikiran, peranannya
dalam mengelola lingkungan sangat besar. Manusia dapat dengan mudah
mengatur alam dan lingkungannya sesuai dengan yang diinginkan melalui
pemanfaatan ilmu dan teknologi yang dikembangkannya. Akibat perkembangan
ilmu dan teknologi yang semakin pesat, kebudayaan manusia pun berubah dimulai
dari budaya hidup berpindah-pindah, kemudian hidup menetap dan mulai
mengembangkan buah pikirannya yang terus berkembang sampai sekarang ini.
Hasilnya berupa teknologi yang dapat membuat manusia lupa akan tugasnya
dalam mengelola bumi. Teknologi yang mereka ciptakan digunakan untuk hal-hal
yang tidak semestinya dilakukan, sifat dan perilakunya semakin berubah
cenderung menuju hal-hal yang konsumtif dan boros sehingga menyebabkan
kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
pencemaran. Pencemaran ada yang diakibatkan oleh alam, dan ada pula yang
diakibatkan oleh perbuatan manusia. Namun, saat ini banyak terjadi pencemaran
akibat dari ulah manusia seperti pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran
membuat masuknya polutan ke dalam lingkungan dan tersebar dalam ekosistem.
Polutan ini mengalami berbagai macam reaksi yang terlibat dengan lingkungan
yang ada di sekitarnya, baik pada medium udara, air maupun tanah. Akibatnya
karakteristik pada suatu ekosistem dapat berubah dan berpotensi menimbulkan
ketidakseimbangan ekosistem. Dengan adanya dampak tersebut, maka kini
banyak penelitian yang memanfaatkan teknologi untuk menerapkan toksikologi
dalam penyelesaian masalah-masalah di lingkungan. Makalah ini membahas
mengenai perpindahan polutan di lingkungan, karakteristik media lingkungan dan
penelitian toksikologi secara meruang dan mewaktu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perpindahan dan reaksi polutan di lingkungan ?
2. Bagaimana karakteristik media lingkungan?
3. Bagaimana penelitian toksikologi secara meruang dan mewaktu?
C. Tujuan
1. Mengetahui perpindahan dan reaksi polutan pada lingkungan.
2. Mengetahui karakteristik media lingkungan.
3. Mengetahui penelitian toksikologi secara meruang dan mewaktu.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Ozon (O3)
Ozon ditemukan di atmosfer bumi dan di permukaan tanah. Ozon di
atmosfer bumi berfungsi untuk melindungi bumi dari sinar matahari yang
berbahaya, sedangkan Ozon di permukaan tanah adalah komponen utama
dari kabut asap. Ozon di permukaan tanah tercipta karena reaksi kimia
antara Nitrogen Oksida (NOx) dengan Volatile Organic Compounds
(VOC). Sumber utama NOx dan VOC adalah emisi kegiatan industri, gas
buang kendaraan, uap dari bahan bakar minyak, pelarut dari bahan kimia.
Pada siang hari yang panas dan cerah, Ozon dapat mencapai tingkat
membahayakan kesehatan. Menghirup udara yang mengandung Ozon
dapat memicu sejumlah masalah kesehatan seperti batuk, iritasi
tenggorokan, dan nyeri dada. Selain itu, Ozon dapat memperburuk kondisi
penderita bronchitis dan asma, serta dapat mengurangi fungsi paru-paru
dan menyebabkan peradangan paru-paru. Paparan berulang-ulang dapat
menyebabkan parut pada jaringan paru yang permanen.
3. Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida adalah gas tak berwarna, tak berbau, yang
dihasilkan dari proses pembakaran. Bila terhirup, CO dapat
membahayakan kesehatan karena mengurangi pengiriman oksigen ke
organ tubuh, seperti ke jantung, otak, dan jaringan tubuh lainnya. Pada
tingkat yang sangat tinggi, CO dapat menyebabkan kematian. Karbon
monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
berasa. Secara alami karbon monoksida dihasilkan pada proses kebakaran
hutan, reaksi di dasar laut, reaksi terpena, oksidasi metana (CH4), dan
degradasi klorofil. Sumber CO lainnya yang berkaitan dengan kegiatan
manusia adalah pembakaran tidak sempurna bahan bakar kendaraan
bermotor, dan asap rokok. Pembakaran bahan bakar secara tidak sempurna
banyak terjadi pada kendaraan bermotor, dan penyulingan minyak. Karbon
monoksida juga banyak dihasilkan pada proses pengolahan bijih besi dan
pembuatan kertas.
Karbon monoksida dapat menurunkan kapasitas darah dalam
mengangkut oksigen. Sebagai akibatnya, kebutuhan tubuh akan oksigen
tidak terpenuhi dengan baik. Akibat lebih lanjut yang ditimbulkan adalah
terganggunya fungsi koordinasi dan mental. Secara berurutan gejala yang
ditimbulkan CO, dengan semakin meningkatnya konsentrasi, adalah sakit
kepala, pusing, badan lemah, telinga berdengung, mabuk, muntah-muntah,
sulit bernafas, lemah otot, tidak sadar, pingsan, dan mati.
Gas CO dapat bertahan di udara selama kurang lebih satu bulan. Oleh
radikal hidroksil, CO teroksidasi menjadi CO2. Gas CO di udara juga dapat
berkurang jumlahnya karena adanya proses biologi dalam tanah, dan
pindah ke lapisan stratosfer yang kemudian diikuti dengan oksidasi
menjadi CO.
4. Sulfur Oksida (SO2)
Sumber utama dari emisi SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil di
pembangkit listrik dan kegiatan industri lainnya. SO2 dihubungkan dengan
sejumlah kondisi buruk pada sistem pernafasan.
Menurut Sopiah (2005) siklus senyawa belerang di atmosfer
melibatkan H2S, SO2, SO3 dan SO4. Gas buangan hasil pembakaran pada
umumnya mengandung gas SO2 lebih banyak daripada gas SO3, SO2 akan
mengalami serangkaian reaksi seperti berikut.
2 SO2(g) + O2 (Udara) → 2 SO3(g)
SO2(g) + H2O(l) → H2SO3
SO3(g) + H2O(l) → H2SO4
Gas SO2 juga dapat membentuk garam sulfat apabila bereaksi dengan
oksida logam, yaitu melalui proses kimiawi berikut:
4 MgO(s) + 4 SO2(g) → 3 MgSO4(s) + MgS(s)
Belerang dalam batubara berupa mineral besi pirit (FeS2) dan dapat pula
berupa logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS2 dan Cu2S.
Pada suhu tinggi logam sulfida mudah dioksidasi menjadi oksida logam
melalui reaksi berikut:
2 ZnS(s) + 3 O2(g) → 2 ZnO(s) + 2 SO2(g)
2 PbS(s) + 3 O2(g) → 2 PbO(s) + 2 SO2(g)
Selain terbentuk oksida logam, ada kemungkinan pula terbentuk secara
langsung seperti yang terjadi pada tembaga. Reaksinya sebagai berikut:
Cu2S(s) + 2 O2(g) → 2 CuO(s) + SO2(g)
Cu2S(s) + O2(g) → 2 Cu(s) + SO2(g)
Mineral – mineral logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses
peleburan logam, logam sulfida diubah menjadi logam oksida. Proses ini
juga sekaligus melepaskan belerang dari kandungan logam karena
belerang merupakan pengotor logam. Dari gambaran di atas tampak bahwa
pada proses industri besi dan baja (tanur pelebut logam) akan banyak
dihasilkan gas SOx yang akan menyebar ke lingkungan sekitarnya.
5. Nitrogen Oksida (NO2)
NO2 terbentuk secara cepat dari emisi kendaraan bermotor dan
pembangkit listrik. Selain berkontribusi dalam pembentukan Ozon
dipermukaan tanah dan partikulat, NO2 juga merupakan penyebab
sejumlah kondisi buruk yang menyerang system pernafasan. Gas nitrogen
oksida banyak dihasilkan pada pembakaran minyak, kayu, batu bara, dan
juga banyak didapatkan pada asap rokok. Gas tersebut juga banyak
dihasilkan sebagai buangan pada industri bahan peledak (TNT = trinitro
toluena), penyulingan minyak, dan industri semen. Gas NO seperti juga
CO dapat menurunkan kapasitas darah dalam mengangkut oksigen. Gas
NO dapat mengiritasi mata, hidung, tenggorokan, dan paru-paru. Daya
rusak gas NO2 terhadap daun pada tanaman meningkat dengan adanya gas
SO2.
Gas NO dan NO2 dapat bertahan di udara selama 5 hari, sedangkan
N2O dapat bertahan relatif lebih lama, yaitu antara 4 sampai 8 tahun. Gas
NO dapat teroksidasi menjadi NO2, yang kemudian dapat bereaksi dengan
air hujan atau uap air membentuk asam nitrat (HNO3-). Gas N2O bergerak
ke atas dan dapat mencapai lapisan stratosfer, serta mengalami oksidasi
menjadi NO. Gas NO berperan besar dalam menjaga kestabilan jumlah
ozon di stratosfer. Di udara, oksida nitrogen dapat pula mengalami
pengurangan jumlah sebagai akibat larut dalam air hujan, kontak dengan
tanah, bangunan dan batuan, terserap oleh air dan tanaman.
6. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) adalah logam yang sangat beracun dan berada di sekitar
kita. Timbal tersedia di alam dengan kadar antara 50 ppm sampai dengan
400 ppm di dalam tanah. Pertambangan, peleburan, dan kegiatan
pengilangan (refinery) telah meningkatkan secara substansial kadar timbal
di lingkungan. Sumber utama dari emisi Pb adalah dari bahan bakar
kendaraan bermotor dan kegiatan industri.
7. Hidrokarbon (HK)
Hidrokarbon merupakan salah satu polutan udara yang senyawanya
terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H). Biasanya HK sebagai
polutan udara berbentuk gas pada suhu ruang. Senyawa HK dapat
berinteraksi dengan nitrogen oksida menghasilkan smog yang berwarna
gelap.
Senyawa HK banyak dihasilkan pada proses kebakaran hutan,
pembakaran bahan bakar (misalnya minyak, kayu, dan batu bara) secara
tidak sempurna, penyulingan minyak, pabrik petrokimia, penguapan
pelarut organik, peruraian senyawa organik (terbentuk CH4) dan proses
lain pada tanaman yang belum dapat diketahui dengan jelas.
Senyawa HK aromatik, seperti benzena dan benzopirena dapat
menyebabkan kanker pada hewan dan bersifat karsinogenik terhadap
manusia. Senyawa HK berperan besar pada reaksi fotokimia. Pada reaksi
fotokimia, HK bersama dengan NOx dan O2 membentuk smog. Di udara
gas metana (CH4) dapat teroksidasi oleh radikal hidroksil menghasilkan
gas CO. Gas CH4 dapat bertahan selama 1 sampai 2 tahun di udara.
2. Proses reaksi Bahan polutan pada medium Tanah
Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan tanah,
maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat
kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak
langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan
udara di atasnya. Kontaminasi oleh logam berat seperti kadmium (Cd), seng
(Zn), plumbum (Pb), kuprum (Cu), kobalt (Co), selenium (Se) dan nikel (Ni)
menjadi perhatian serius karena dapat menjadi potensi polusi pada
permukaan tanah maupun air tanah dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya
melalui air, angin, penyerapan oleh tumbuhan, dan bioakumulasi pada rantai
makanan (Chaney dkk., 1998).
Beberapa bahan kimia beracun yang dibuang bersama-sama dengan limbah
oleh industri juga dapat menyebabkan polutan dalam tanah. Salah satunya limbah
dari industri dan proses pertambangan yang menghasilkan limbah berbahaya,
seperti logam berat dan radioaktif. Air yang mengalir melewati daerah
pertambangan sering bersifat sangat asam, karena mengandung asam sulfaf
(H2SO4). Jika air limbah ini masuk ke sungai atau danau, tanah sepanjang aliran
air tersebut akan terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia. Kualitas tanah menjadi
buruk dan senyawa beracun dapat terakumulasi dalam tanaman. Logam berat dan
radioaktif adalah polutan lainnya yang dapat berasal dari pertambangan. Senyawa
ini terabsorbsi oleh tanaman dan akhirnya masuk ke tubuh binatang melalui
tanaman. Logam berat, seperti arsen, kadmium, kromium sebagai kromat (CrO42-),
nikel, kobalt, titanium, dan berilium, dapat menyebabkan kanker pada manusia.
Logam-logam tersebut dapat bereaksi dengan enzim. Air raksa dapat
menyebabkan kelumpuhan syaraf, dan kematian, serta cacat pada janin. Jika uap
Hg terhirup dapat menyebabkan iritasi pada paru-paru, gemetar, luka bakar pada
rongga mulut, dan iritasi pada anggota tubuh lainnya, serta kanker kulit.
Beberapa logam mempunyai kemampuan menggantikan logam lainnya dalam
tubuh. Hal ini terjadi karena bahan kimia beracun tersebut mempunyai sifat yang
hampir sama dengan logam yang digantikannya. Logam Sr90 yang merupakan
logam radioaktif dan merupakan logam hasil reaksi nuklir, dapat terakumulasi dan
menggantikan Ca pada tulang sumsum manusia dan binatang vertebrata. Sinar
radioaktifnya dapat menyebabkan kanker dan perubahan genetik. Kadmium
mempunyai sifat hampir sama dengan zink, sehingga dapat menggantikan zink
dalam tubuh. Zink dalam jumlah kecil mempunyai fungsi sebagai pemecah lemak.
Tanpa zink lemak akan terkumpul dalam sistem sirkulasi darah dan menyebabkan
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Hasil peluruhan uranium, radium
(Rs226) dan torium dapat menggantikan kalsium dalam tulang dan menghambat
proses pembentukan sel darah merah, yang berujung pada anemia.
3. Proses reaksi Bahan polutan pada medium Air
Proses reaksi bahan polutan dalam medium air dipengaruhi beberapa fakor
sebagai berikut:
a. Bahan kimia persisten
Pestisida dapat berada dalam air karena adanya penggunaan pestisida
dalam pertanian dan pembuangan limbah industri pestisida. Pestisida
berbahaya bagi lingkungan (Eglinton, 1975) karena:
1. Pestisida mudah larut dalam lemak dan dapat terakumulasi dalam
lemak sampai konsentrasi yang tinggi, hingga menyebabkan
kerusakan jaringan,
2. Pestisida mempunyai kecenderungan biomagnification.
3. Pestisida terdegradasi secara lambat atau tidak terdegradasi sama
sekali.
Air sumur merupakan sarana bagi masyarakat untuk memperoleh air
dan memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk mencuci maupun untuk
dikonsumsi yang berasal dari air tanah. Pupuk kimia yang diberikan ke
lahan pertanian, tidak seluruhnya digunakan oleh tanaman namun ada pula
yang terserap ke dalam tanah dan bercampur dengan air tanah yang
mengakibatkan pencemaran air tanah.
Salah satu contoh pupuk buatan yang banyak digunakan pada lahan
pertanian adalah pupuk NPK. Pengkonsumsian air sumur dengan kadar
nitrat tinggi, akan menimbulkan beberapa gangguan kesehatan seperti
gondok, methemoglobinemia, dan sebagainya. Nitrat yang masuk ke
dalam tubuh, 6 % akan direduksi menjadi nitrit yang bersifat karsinogenik.
Batas normal kadar nitrat pada air bersih menurut Permenkes No.
416/1990 adalah sebesar 50 mg/l, dan pada air minum adalah sebesar 10
mg/l (WHO). Air sumur yang telah tercemar pupuk kimia tidak dapat
digunakan sebagai bahan baku air minum.
b. Logam Beracun
Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan itu sendiri
biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah
buangan industri dan pertambangan. Disamping adanya sumber alami
yang membuat masuknya logam berat ke dalam peraian, seperti: logam-
logam yang dibebaskan aktivitas gunung berapi di laut dalam dan logam-
logam yang dibebaskan dari partikel atau sedimen oleh proses kimiawi,
serta logam yang berasal dari sungai dan hasil abrasi pantai oleh aktivitas
gelombang dan lain-lain. Logam berat sebagai polutan yang masuk ke
dalam air itu dapat mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton
sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan
ini berada dalam jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam konsentrasi
yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan
berbahaya bagi kesehatan manusia Dan seperti penjelasan sebelumnya
bahwa logam berat dianggap berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi
secara berlebihan di dalam tubuh. Beberapa di antaranya bersifat
membangkitkan kanker (karsinogen). Demikian pula dengan bahan pangan
dengan kandungan logam berat tinggi dianggap tidak layak konsumsi.
Logam berat dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung
pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun
yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga
proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan
bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen
bagi manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan
pencernaan. Logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak
dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya
dibuang melalui proses eksresi. Manusia sebagai mahluk omnivora
(pemakan segala), rentan sekali terkena penyakit yang berasal dari bahan
makanan yang tercemar oleh logam berat. Sumber-sumber kontaminannya
yaitu sayur-sayuran maupun ternak yang terkontaminasi logam berat dari
air penyiramnya yang mengandung logam berat atupun rumput yang
dimakan ternak yang terkontaminasi oleh logam berat dari air yang
diserapnya.
Logam berat (heavy metal atau trace metal) sendiri merupakan istilah
yang digunakan untuk menamai kelompok metal dan metalloid dengan
densitas/ berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Sesungguhnya, istilah logam
berat hanya ditujukan kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih
besar dari 5 g/cm3. Namun, pada kenyataannya, unsur-unsur metaloid yang
mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok
tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam kriteria logam berat
saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Berdasarkan sudut pandang
toksikologi, logam berat dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama
adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah
yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini
adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn, dan lain sebagainya. Jenis kedua adalah logam
berat tidak esensial atau beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh
masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat bersifat racun,
seperti Hg, Cd, Pb, Cr, As dan lain-lain. Konsentrasi maksimum logam
berat yang diijinkan dalam air dapat dilihat pada Tabel 1:
A. Kesimpulan
1. Perpindahan polutan di lingkungan terjadi dengan cara pelepasan polutan dari
sumber polutan ke dalam ekosistem, selanjutnya mengalami proses distribusi
dan transpor melalui daur atau siklus biogeokimia serta mengalami
transformasi fisik atau biologis kemudian dapat menyebabkan efek lethal
(kematian) dan sublethal pada organisme. Dalam tubuh organisme, polutan
dapat mengalami biotransformasi dan bioakumulasi sehingga menyebabkan
terjadi perubahan karakteristik dan dinamika populasi, struktur dan fungsi
komunitas dan fungsi ekosistem.
2. Atmosfer terdiri dari beberapa lapisan, yaitu troposfer, stratosfer, mesosfer,
termosfer, eksosfer, ionosfer dan magnetosfer. Hidrosfer menyebabkan
terjadinya sikuls air sehingga terbentuk sungai, danau, air tanah, dan air laut
bersenyawa dengan garam terlarut sehingga menjadi asin. Tanah sebagai
tempat berbagai macam mikroorganisme memiliki sifat fisik seperti tekstur,
ruang pori, porositas, dan derajat keasaman (pH).
3. Penelitian yang telah dilakukan adalah penerapan toksikologi pada rekayasa
teknologi dalam lingkungan dengan fitoremidiasi, yaitu pemanfaatan
tumbuhan, mikroorganisme untuk meminimalisasi dan mendetoksifikasi
bahan pencemar dengan menyerap logam-logam berat dan mineral yang
tinggi. Mekanisme fisiologi fitoremediasi meliputi fitoekstraksi,
fitodegradasi, rizhofiltrasi, fitostabilisasi dan fitovolatilisasi.
B. Saran
Pada tosikologi dapat diketahui toksisitas suatu bahan, sehingga dapat dibuat
baku mutu lingkungan dan teknologi konservasi lingkungan. Berdasarkan hasil
studi literatur ini, penerapan dan pengembangan teknologi dalam konservasi
lingkungan masih sedikit ditemukan. Oleh karena itu, disarankan untuk terus
mempelajari dan menemukan alternatif konservasi lingkungan yang lebih baik dan
mudah diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. UPT Produksi Media Informasi.
Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor: IPB Press.
Baver, L.D. 1972. Soil Physics 4 th. Edition. New York: John Wiley and Sons.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
SOAL DAN JAWABAN
I. PILIHAN GANDA
1. Pengertian polusi disebutkan dalam peraturan….
A. Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
1983
B. Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
1982
C. Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun
1982
D. Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
1983
E. Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 6 Tahun
1982
2. Transportasi bahan kimia yang terjadi di dalam kompartemen lingkungan
disebut….
A. intraphase
B. intraphase
C. outerphase
D. counterphase
E. extraphase
3. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses perpindahan
polutan, kecuali….
A. Faktor Meteorologis
B. Faktor Difusi
C. Faktor Dispersi
D. Faktor Presipitasi
E. Faktor Induksi
4. Proses pembersihan atau penghilangan zat pencemar yang terjadi pada saat air
hujan dalam perjalanannya menuju permukaan bereaksi dengan partikel-
partikel pencemar disebut….
A. Clear off
B. Wash out
C. Rain out
D. Clean up
E. Clean out
5. Polutan udara yang paling umum adalah Partikulat, Ozon, CO, SO2, NO2, dan
Pb. Dari keenam jenis polutan tersebut, yang paling membahayakan kesehatan
secara luas adalah….
A. CO dan SO2
B. Ozon dan CO
C. Partikulat dan Ozon
D. Partikulat dan Pb
E. NO2 dan Pb
6. Campuran dari partikel padat dan tetesan cairan yang terdapat di udara
dinamakan….
A. Debu
B. Jelaga
C. Asap
D. Partikulat
E. Kotoran
7. Ozon di permukaan tanah tercipta karena reaksi kimia antara….
A. NOx dan VOC
B. CO dan SO2
C. CO dan VOC
D. VOC dan SO2
E. NOx dan CO
8. Gas tak berwarna, tak berbau, yang dihasilkan dari proses pembakaran
disebut….
A. CO2
B. CO
C. SO2
D. NO2
E. NO
9. Emisi yang sumber utamanya adalah pembakaran bahan bakar fosil di
pembangkit listrik dan kegiatan industri lainnya adalah emisi gas….
A. NO2
B. NO
C. CO2
D. CO
E. SO2
10. Mineral – mineral logam banyak terikat dalam bentuk….
A. Sulfida
B. Klorida
C. Karbonat
D. Sulfonat
E. Oksida
11. Gas yang terbentuk secara cepat dari emisi kendaraan bermotor dan
pembangkit listrik yaitu….
A. CO
B. NO
C. CO2
D. NO2
E. SO2
12. . Timbal tersedia di alam dengan kadar antara…di dalam tanah.
A. 40 ppm sampai dengan 500 ppm
B. 50 ppm sampai dengan 400 ppm
C. 50 ppm sampai dengan 500 ppm
D. 40 ppm sampai dengan 400 ppm
E. 60 ppm sampai dengan 400 ppm
13. Air yang mengalir melewati daerah pertambangan sering bersifat sangat asam,
karena mengandung….
A. HNO3
B. HCl
C. H2S
D. H3PO4
E. H2SO4
14. Di atmosfer, antara stratosfer dan troposfer terdapat lapisan yang disebut
lapisan….
A. Mesosfer
B. Termosfer
C. Tropopause
D. Ionosfer
E. Eksosfer
15. komposisi kimia relatif di laut didominasi oleh enam unsur utama, yaitu....
A. Na , Mg , Ca , K , Cl , dan P
B. Na , Mg , Ca , K , Cl , dan Fe
C. Na , Mg , Ca , K , Cl , dan F
D. Na , Mg , Ca , K , Cl , dan S
E. Na , Mg , Ca , K , Cl , dan O
II. ESSAY
Disusun oleh :
1. Arum Anindiyan Kusumaningtyas M0314011
2. Elsa Ninda Karlinda Putri M0314023
3. Grace Theodora M0314036
4. Sintia Wardani M0314070
5. Ucik Refani Kurnia S M0314076
6. Winda Maharditya M0315066
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................2
C. Rumusan Masaah ....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3
A. Toksikologi Lingkungan .........................................................................3
B. Karakteristik Metode Uji Hayati .............................................................3
C. Uji Hayati ................................................................................................4
D. Uji Hayati Subkronis-kronis....................................................................8
E. Uji Pemulihan ..........................................................................................10
F. Metode Statis ...........................................................................................11
G. Metode Semi Statis (Ranewal) ................................................................11
H. Metode Sirkulasi Ulang ...........................................................................12
I. Uji Alir Konstan (Flow Through) ...........................................................13
J. Metode Mikrokosm dan Mesokosm ........................................................14
K. Metode Lapangan ....................................................................................17
L. Metode Pendekatan TRIAD ....................................................................17
M. Variasi Metode Uji Toksisitas .................................................................19
N. Kelemahan dan KelemahanMetode Uji Hayati .......................................22
BAB IIIPENUTUP .............................................................................................24
A. Kesimpulan..............................................................................................24
B. Saran ........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................25
LAMPIRAN ........................................................................................................27
Latihan Soal ........................................................................................................27
DAFTAR TABEL
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga
harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan
meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang
akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat.
Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang
mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan
meningkat. Toksikologi lingkungan dibahas dalam kimia lingkungan karena
berhubungan dengan adanya perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kehadiran zat kimia.
Beberapa bahasan yang dibahas dalam toksikologi lingkungan umumnya
ang berhubungan dengan uji toksisitas, yaitu menggunakan pengujian zat kimia
terhadap makhluk hidup. Selain itu dilakukannya uji hayati, yaitu uji yang
dilakukan untuk mengevaluasi potensi relatif dari bahan-bahan kimia dengan jalan
membandingkan pengaruh-pengaruh tersebut pada biota dengan kontrol yang
menggunakan biota yang sama (Hutagalung, 1992). Tujuan dari uji hayati adalah
untuk mengetahui konsentrasi bahan uji (bahan kimia atau limbah) serta
perubahan suhu, pH yang dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan
sekelompok biota dengan kondisi kontrol (Hutagalung, 1992). Salah satu cara
yang paling cepat dan terbaik untuk mengetahui akibat dari suatu pencemaran
terhadap komunitas perairan adalah dengan menggunakan uji hayati atau bioassay
(Dominguez, 1985).
Berdasarkan uraian diatas, makalah ini menitikberatkan terhadap
pendalaman materi toksikologi lingkungan mengenai karakteristik metode uji
hayati. Pendalaman materi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai toksikologi lingkungan.
B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui toksikologi lingkungan.
2. Mengetahui tentang uji hayati akut, subkronis-kronis dan pemulihan.
3. Mengetahui tentang metode statis, semi-statis dan sirkulasi ulang.
4. Mengetahui uji alir konstan (flow through).
5. Mengetahui metode mikrokosm dan mesokosm, metode lapangan, dan
metode pendekatan TRIAD.
6. Mengetahui variasi metode uji toksisitas.
7. Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode uji hayati.
C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Bagaimana toksikologi lingkungan?
2. Bagaimana uji hayati akut, subkronis-kronis dan pemulihan?
3. Bagaimana metode statis, semi-statis dan sirkulasi ulang?
4. Bagaimana uji alri konstan (flow through)?
5. Bagaimana metode mikrokosm dan mesokosm, metode lapangan dan metode
pendekatan TRIAD?
6. Bagaimana variasi metode uji toksisitas?
7. Bagaimana kelebihan dan kelemahan metode uji hayati?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan
dari bahan kimia terhadap organisme hidup. Potensi efek merugikan yang
ditimbulkan oleh bahan kimia di lingkungan sangat beragam dan bervariasi
sehingga ahli toksikologi mempunyai spesialis kerja bidang tertentu. Toksikologi
lingkungan adalah suatu studi yang mempelajari efek dari bahan polutan terhadap
kehidupan dan pengaruhnya terhadap ekosistem yang digunakan untuk
mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan dari:
1. Toxicity: deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis zat kimia
2. Hazard: kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan cidera
3. Risk: besarnya kemungkinan zat kimia menimbulkan karacunan
4. Safety: keamanan
Kehadiran zat kimia beracun alamiah di dalam lingkungan diasumsikan
akan selalu konstan,kecuali ditambah oleh aktivitas manusia seperti penambahan
logam beracun kedalam lingkungan oleh kegiatan-kegiatan industry dan kemajuan
teknologi. Pengaruh kehadiran berbagai jenis zat kimia beracun tersebut di dalam
lingkungan mungkin dapat diketahui dengan cepat,akan tetapi pengaru negative
pada umumnya baru diketahui setelah masuknya zat kimia tersebut dalam jangka
waktu cukup lama.
F. METODE STATIS
Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak
dilakukan penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji. Keuntungan
metode ini adalah metode ini sederhana dan murah, sumber daya yang diperlukan
minim (ruang, tenaga, dan peralatan) selain itu volume sampel yang diperlukan
lebih sedikit. Akan tetapi, ada beberapa kelemahan yang menyebabkan kerugian
metode ini terutama jika kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dan
Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi akan menyebabkan penurunan
Dissolved Oxygen (DO) dengan cepat, memungkinkan terjadinya penguapan
senyawa toksik ataupun adsorpsi pada permukaan labu percobaan, umumnya
kurang sensitif dari pada tes statis yang diperbaharui atau tes aliran air kontinyu
akibat senyawa toksik telah terdegradasi atau teradsorpsi sehingga menurunkan
nilai toksisitas yang sesungguhnya.
K. METODE LAPANGAN
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka uji hayati dengan
metode lapangan merupakan metode yang sering digunakan karena dalam metode
ini tidak hanya spesies tunggal yang diamati tetapi juga ekosistem di lapangan
sehingga akan diperoleh hasil yang lebih akurat. Dalam prosesnya, penentuan
kualitas air dengan metode lapangan biasanya menggunakan bio indikator yang
berasal dari makrobenthos atau mikrobenthos.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari
bahan kimia terhadap organisme hidup.
2. Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang
diberikan pada hewan coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24
jam pertama setelah perlakuan. Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk
mengevaluasi efek senyawa, apabila diberikan kepada hewan uji secara
berulang-ulang. Sedangkan, Remedisi (Pemulihan) merupakan proses
degradasi biologis pada kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak
berbahaya atau konsentrasinya di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga
berwenang.
3. Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan
penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji. Ranewal Test, adalah
suatu metode uji dimana organismenya didedahkan ke dalam larutan uji dalam
komposisi yang sama secara periodik berulang selama uji berlangsung. Sistem
resirkulasi air merupakan salah satu cara mempertahankan kondisi kualitas air
pada kisaran yang optimal.
4. Flow Through Test, adalah suatu metode uji yang larutan ujinya diganti
(mengalir) secara kontinyu selama masa pengujian berlangsung.
5. Tes di laboratorium daerah mikrokosmos yang baik dalam hal biaya dan
ketepatan ekotoksikologi ketika memilih antara single-spesies dan tes
mikrokosmos luar ruangan sedangkan Mesokosm adalah alat eksperimental
yang membawa sebagian kecil dari lingkungan alam dalam kondisi yang
terkendali. Metode lapangan tidak hanya spesies tunggal yang diamati tetapi
juga ekosistem di lapangan.
6. Variasi metode uji toksisitas meliputi uji toksisitas akut, subkronik, kronik,
berkelanjutan, mutagenisitas, metabolism umum dan uji neurotoksikologi
7. Kelebihan dari pengendalian metode uji hayati adalah selektivitas tinggi dan
tidak menimbulkan hama baru, Organisme yang digunakan sudah ada di
lapangan/lahan. Kelemahannya adalah Memerlukan pengawasan pakar,
pengendalian berjalan lambat dan tidak dapat diramalkan.
B. SARAN
Karakteristik metode uji hayati sangat diperlukan untuk menganalisis
toksisitas yang ada dilingkungan tanpa adanya penggunaan bahan berbahaya dan
beracun saat analisis. Oleh karena itu, lingkungan yang terletak didekat industri
atau sumber pencemar dapat dilakukan uji hayati ini untuk penenganan
lingkungan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
PILIHAN GANDA
1. Derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah
pemberian dalam sediaan uji merupakan pengertian dari ...
a. Ketoksikan akut
b. Uji hayati akut
c. Nilai LD50
d. Toksisitas kronis
e. Toksisitas subkronis
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji toksisitas adalah, kecuali ...
a. Dosis
b. Cara perlakuan
c. Umur
d. Faktor lingkungan
e. Temperatur
3. Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk mengetahui efek ... dan efek ...
a. Patologi kasar, morfologi
b. Patologi kasar, histologi
c. Patologi kasar, patologi halus
d. Patologi halus, histologi
e. Patologi halus, morfologi
4. Parameter yang digunakan untuk pengujian subkronik adalah, kecuali ...
a. Hewan uji
b. Dosis uji
c. Batas uji
d. Jenis kelamin hewan uji
e. Lama pemberian zat uji
5. Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Berikut
mikroorganisme yang tidak dapat membantu proses bioremediasi adalah ...
a. Fungi
b. Yeast
c. Alga
d. Bakteri
e. Lalat
6. Metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan penggantian
larutan maupun pemindahan organisme uji merupakan pengertian dari ...
a. Metode statis
b. Metode semi statis
c. Metode lapangan
d. Metode pemulihan
e. Metode sirkulasi ulang
7. Berikut merupakan keuntungan dari metode statis, kecuali ...
a. Sederhana
b. Murah
c. Sensitif
d. Sumber yang diperlukan minim
e. Volume sampel yang diperlukan sedikit
8. Sistem yang digunakan pada metode sirkulasi ulang adalah ...
a. Koagulasi
b. Filtrasi
c. Evaporasi
d. Distilasi
e. Sentrifugasi
9. Pada metode sirkulasi air, pembungan air dilakukan dengan metode sipon.
Metode sipon adalah ...
a. Menggunakan selang yang diberi saringan pada ujung yang berada di
dalam akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
b. Menggunakan selang yang diberi saringan di tengah yang berada di dalam
akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
c. Menggunakan tandon yang diberi saringan pada ujung yang berada di
dalam akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
d. Menggunakan pompa yang diberi saringan di tengah yang berada di dalam
akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
e. Menggunakan pompa yang diberi saringan pada ujung yang berada di
dalam akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
10. Berikut kelebihan penelitian pada air mengalir dibandingkan dari pada air
statis adalah, kecuali ...
a. Memberikan evaluasi toksisitas akut yang lebih mewakili sumber toksikan
terutama jika sampel dipompakan secara kontinu langsung dari sumber.
b. Konsentrasi DO dalam wadah uji lebih terpelihara.
c. Dapat digunakan pada faktor beban (biomasa) yang lebih tinggi.
d. Kemungkinan toksikan menguap dan atau teradsorpsi dapat ditekan.
e. Memerlukan ruangan yang lebih besar.
11. Pendekatan TRIAD melahirkan Komunitas Praktik pada tahun ...
a. 2002
b. 2003
c. 2004
d. 2005
e. 2006
12. Prinsip panduan yang dibersamai oleh praktik pengelolaan paket TRIAD
adalah, kecuali ...
a. Menggunakan proses perencanaan
b. Penggunaan model situs yang mengenalis karakterisasi situs
c. Diskusi manajemen ketidakpastian
d. Penggunaan teknologi sampling
e. Tim proyek yang tidak memiliki diskusi tentang kepentingan dan tujuan
individu
13. 1. Perencanaan proyek yang sistematis
2. Pengambilan sampel yang praktis
3. Strategi kerja yang dinamis
4. Pengambilan sampel yang inovatif
5. Penggunaan model situs yang mengenali karakterisasi situs
Tiga elemen penting dari pendekatan TRIAD adalah ...
a. 1, 2, dan 3
b. 1, 2, dan 4
c. 1, 2, dan 5
d. 1, 3, dan 4
e. 1, 3, dan 5
14. Dalam penelitian, jenis toksisitas yang lebih spesifik yang ditentukan adalah,
kecuali ...
a. Karsinogenik
b. Toksisitas reproduksi
c. Mutagenesis
d. Mutagenisitas
e. Neurotoksisitas
15. Berikut ini yang bukan merupakan prinsip pengendalian hayati, yaitu ...
a. Introduksi
b. Observasi
c. Augmentasi
d. Inundasi
e. Konservasi
ESSAY
Disusun oleh :
1. Arum Anindiyan Kusumaningtyas M0314011
2. Elsa Ninda Karlinda Putri M0314023
3. Grace Theodora M0314036
4. Sintia Wardani M0314070
5. Ucik Refani Kurnia S M0314076
6. Winda Maharditya M0315066
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................1
B. Tujuan .....................................................................................................2
C. Rumusan Masaah ....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................3
A. Toksikologi Lingkungan .........................................................................3
B. Karakteristik Metode Uji Hayati .............................................................3
C. Uji Hayati ................................................................................................4
D. Uji Hayati Subkronis-kronis....................................................................8
E. Uji Pemulihan ..........................................................................................10
F. Metode Statis ...........................................................................................11
G. Metode Semi Statis (Ranewal) ................................................................11
H. Metode Sirkulasi Ulang ...........................................................................12
I. Uji Alir Konstan (Flow Through) ...........................................................13
J. Metode Mikrokosm dan Mesokosm ........................................................14
K. Metode Lapangan ....................................................................................17
L. Metode Pendekatan TRIAD ....................................................................17
M. Variasi Metode Uji Toksisitas .................................................................19
N. Kelemahan dan KelemahanMetode Uji Hayati .......................................22
BAB IIIPENUTUP .............................................................................................24
C. Kesimpulan..............................................................................................24
D. Saran ........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................25
LAMPIRAN ........................................................................................................27
Latihan Soal ........................................................................................................27
DAFTAR TABEL
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses Modernisasi yang akan menaikan konsumsi sehingga produksi juga
harus meningkat, dengan demikian industrialisasi dan penggunaan energi akan
meningkat yang tentunya akan meningkatkan resiko toksikologis.
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika, biologi yang
akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat.
Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang
mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan
meningkat. Toksikologi lingkungan dibahas dalam kimia lingkungan karena
berhubungan dengan adanya perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kehadiran zat kimia.
Beberapa bahasan yang dibahas dalam toksikologi lingkungan umumnya
ang berhubungan dengan uji toksisitas, yaitu menggunakan pengujian zat kimia
terhadap makhluk hidup. Selain itu dilakukannya uji hayati, yaitu uji yang
dilakukan untuk mengevaluasi potensi relatif dari bahan-bahan kimia dengan jalan
membandingkan pengaruh-pengaruh tersebut pada biota dengan kontrol yang
menggunakan biota yang sama (Hutagalung, 1992). Tujuan dari uji hayati adalah
untuk mengetahui konsentrasi bahan uji (bahan kimia atau limbah) serta
perubahan suhu, pH yang dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan
sekelompok biota dengan kondisi kontrol (Hutagalung, 1992). Salah satu cara
yang paling cepat dan terbaik untuk mengetahui akibat dari suatu pencemaran
terhadap komunitas perairan adalah dengan menggunakan uji hayati atau bioassay
(Dominguez, 1985).
Berdasarkan uraian diatas, makalah ini menitikberatkan terhadap
pendalaman materi toksikologi lingkungan mengenai karakteristik metode uji
hayati. Pendalaman materi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai toksikologi lingkungan.
B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah:
a. Mengetahui toksikologi lingkungan.
b. Mengetahui tentang uji hayati akut, subkronis-kronis dan pemulihan.
c. Mengetahui tentang metode statis, semi-statis dan sirkulasi ulang.
d. Mengetahui uji alir konstan (flow through).
e. Mengetahui metode mikrokosm dan mesokosm, metode lapangan, dan
metode pendekatan TRIAD.
f. Mengetahui variasi metode uji toksisitas.
g. Mengetahui kelebihan dan kelemahan metode uji hayati.
C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Bagaimana toksikologi lingkungan?
2. Bagaimana uji hayati akut, subkronis-kronis dan pemulihan?
3. Bagaimana metode statis, semi-statis dan sirkulasi ulang?
4. Bagaimana uji alri konstan (flow through)?
5. Bagaimana metode mikrokosm dan mesokosm, metode lapangan dan metode
pendekatan TRIAD?
6. Bagaimana variasi metode uji toksisitas?
7. Bagaimana kelebihan dan kelemahan metode uji hayati?
BAB II
PEMBAHASAN
A. TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan
dari bahan kimia terhadap organisme hidup. Potensi efek merugikan yang
ditimbulkan oleh bahan kimia di lingkungan sangat beragam dan bervariasi
sehingga ahli toksikologi mempunyai spesialis kerja bidang tertentu. Toksikologi
lingkungan adalah suatu studi yang mempelajari efek dari bahan polutan terhadap
kehidupan dan pengaruhnya terhadap ekosistem yang digunakan untuk
mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan dari:
1. Toxicity: deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis zat kimia
2. Hazard: kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan cidera
3. Risk: besarnya kemungkinan zat kimia menimbulkan karacunan
4. Safety: keamanan
Kehadiran zat kimia beracun alamiah di dalam lingkungan diasumsikan
akan selalu konstan,kecuali ditambah oleh aktivitas manusia seperti penambahan
logam beracun kedalam lingkungan oleh kegiatan-kegiatan industry dan kemajuan
teknologi. Pengaruh kehadiran berbagai jenis zat kimia beracun tersebut di dalam
lingkungan mungkin dapat diketahui dengan cepat,akan tetapi pengaru negative
pada umumnya baru diketahui setelah masuknya zat kimia tersebut dalam jangka
waktu cukup lama.
E. UJI PEMULIHAN
Remedisi (Pemulihan) merupakan proses degradasi biologis pada kondisi
terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya di
bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang. Menurut United States
Environmental Protection Agency, Remediasi adalah suatu proses alami untuk
membersihkan bahan-bahan kimia berbahaya. Ketika mikroba mendegradasi
bahan berbahaya tersebut,akan dihasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti CO2.
Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme
yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri
yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan
mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air.
Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-
komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses
pengolahan limbah cair (misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan
bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah
fitoremediasi.Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian
limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air)
atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan
pencemar dari lingkungan. Jenis-jenis bioremediasi meliputi (Nugrohoet al.,
2006):
1. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu:
d. Biostimulasi,yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba
yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan
pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen.
e. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam
limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara
biologi.
f. Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
2. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi:
c. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
d. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah
tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke
tempat asal.
F. METODE STATIS
Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak
dilakukan penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji. Keuntungan
metode ini adalah metode ini sederhana dan murah, sumber daya yang diperlukan
minim (ruang, tenaga, dan peralatan) selain itu volume sampel yang diperlukan
lebih sedikit. Akan tetapi, ada beberapa kelemahan yang menyebabkan kerugian
metode ini terutama jika kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dan
Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi akan menyebabkan penurunan
Dissolved Oxygen (DO) dengan cepat, memungkinkan terjadinya penguapan
senyawa toksik ataupun adsorpsi pada permukaan labu percobaan, umumnya
kurang sensitif dari pada tes statis yang diperbaharui atau tes aliran air kontinyu
akibat senyawa toksik telah terdegradasi atau teradsorpsi sehingga menurunkan
nilai toksisitas yang sesungguhnya.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari
bahan kimia terhadap organisme hidup.
2. Uji toksisitas akut dilakukan untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang
diberikan pada hewan coba tertentu, dan pengamatannya dilakukan pada 24
jam pertama setelah perlakuan. Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk
mengevaluasi efek senyawa, apabila diberikan kepada hewan uji secara
berulang-ulang. Sedangkan, Remedisi (Pemulihan) merupakan proses
degradasi biologis pada kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak
berbahaya atau konsentrasinya di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga
berwenang.
3. Static Test, adalah metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan
penggantian larutan maupun pemindahan organisme uji. Ranewal Test, adalah
suatu metode uji dimana organismenya didedahkan ke dalam larutan uji dalam
komposisi yang sama secara periodik berulang selama uji berlangsung. Sistem
resirkulasi air merupakan salah satu cara mempertahankan kondisi kualitas air
pada kisaran yang optimal.
4. Flow Through Test, adalah suatu metode uji yang larutan ujinya diganti
(mengalir) secara kontinyu selama masa pengujian berlangsung.
5. Tes di laboratorium daerah mikrokosmos yang baik dalam hal biaya dan
ketepatan ekotoksikologi ketika memilih antara single-spesies dan tes
mikrokosmos luar ruangan sedangkan Mesokosm adalah alat eksperimental
yang membawa sebagian kecil dari lingkungan alam dalam kondisi yang
terkendali. Metode lapangan tidak hanya spesies tunggal yang diamati tetapi
juga ekosistem di lapangan.
6. Variasi metode uji toksisitas meliputi uji toksisitas akut, subkronik, kronik,
berkelanjutan, mutagenisitas, metabolism umum dan uji neurotoksikologi
7. Kelebihan dari pengendalian metode uji hayati adalah selektivitas tinggi dan
tidak menimbulkan hama baru, Organisme yang digunakan sudah ada di
lapangan/lahan. Kelemahannya adalah Memerlukan pengawasan pakar,
pengendalian berjalan lambat dan tidak dapat diramalkan.
B. SARAN
Karakteristik metode uji hayati sangat diperlukan untuk menganalisis
toksisitas yang ada dilingkungan tanpa adanya penggunaan bahan berbahaya dan
beracun saat analisis. Oleh karena itu, lingkungan yang terletak didekat industri
atau sumber pencemar dapat dilakukan uji hayati ini untuk penenganan
lingkungan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Crumbling, D.M., Griffith, J. and Powell, D.M., 2003. Improving decision
quality: Making the case for adopting next‐generation site characterization
practices. Remediation Journal, 13(2): 91-111.
Dominguez, G. 1985. Guidebook Toxics Subtances Control Act vol I. CRC press,
Inc. Boca Raton, florida 334341. P.p. 847.
[EPA] Environmental Protection Agency. 2002. Methods for Measuring the Acute
Toxicity of Effuents and Receiving Waters to Freshwater and Marine
Organism. Washington (US): United States Environmental Protection
Agency. p 41-50.
Hajra S, Mehta A, Panday P. 2012. Immunostimulating activity of methanolic
extract of Swietenia mahagoni seeds.Int J Pharm Pharm Sci.4(1):442-445.
Hendriani, Rini. 2007. Uji Toksisitas Subkronis Kombinasi Ekstrak Etanol Buah
Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) dan Rimpang Jahe Gajah (Zingiber
officianale Rose)pada Tikus Wistar. Universitas Padjajaran.
Husni, H dan Esmiralda M.T. 2010. Uji Toksisitas Akut Limbah Cair Industri
Tahu Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio Lin). Studi Kasus Limbah Cair
Industri Tahu. Universitas Andalas.
Hutagalung, H. 1992. Metode analisis air laut, sedimen dan biota. Buku 2. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Osenaologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Jakarta. 183 halaman.
Klaasen, S.D. 2001. Casarett and Doull’s Toxicology: The Basic Science of
Poisons, 6th ed. Mc Graw-Hill: United State of America.
National Research Council, 1993. Pesticides in the Diets of Infants and Children.
National Academies Press.
Nugroho, A.2006. Biodegradasi Sludge Minyak Bumi dalam Skala Mikrokosmos.
MAKARA TEKNOLOGI, 10(2):82-89.
Paramveer D, Chanchal M, Paresh M, Rani A, Shrivastava B, Nema RK. 2010.
Effective alternative methods of LD50 help to save number of
experimentalanimals. J. Chem. Pharm. Res., 2(6):450-453.
Prakoso, C.P., Romadhon, A dan Arisandi, A. 2009. Kajian Uji Hayati Air
Limbah Hasil Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dr. Ramelan
Surabaya. Jurnal Kelautan, 2(1): 27-31.
Robbat, A., Smarason, S. and Gankin, Y., 1998. Dynamic work plans and field
analytics, the keys to cost‐effective hazardous waste site investigations.
Field Analytical Chemistry & Technology, 2(5): 253-265.
Saputri, M.E.2014. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni
Jacq.) yang Diukur Dengan Penentuan LD50 Terhadap Tikus Putih (Rattus
Norvegius). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Wahyuni, F. S., Putri, I.N dan Arisanti, D. 2017. Uji Toksisitas Subkronis Fraksi
Etil Asetat Kulit Buah Asam Kandis (Garcinia cowa Roxb.) terhadap Fungsi
Hati dan Ginjal Mencit Putih Betina. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 3(2):
202-212.
LATIHAN SOAL
PILIHAN GANDA
1. Derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah
pemberian dalam sediaan uji merupakan pengertian dari ...
a. Ketoksikan akut
b. Uji hayati akut
c. Nilai LD50
d. Toksisitas kronis
e. Toksisitas subkronis
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji toksisitas adalah, kecuali ...
a. Dosis
b. Cara perlakuan
c. Umur
d. Faktor lingkungan
e. Temperatur
3. Uji toksisitas subkronis dilakukan untuk mengetahui efek ... dan efek ...
a. Patologi kasar, morfologi
b. Patologi kasar, histologi
c. Patologi kasar, patologi halus
d. Patologi halus, histologi
e. Patologi halus, morfologi
4. Parameter yang digunakan untuk pengujian subkronik adalah, kecuali ...
a. Hewan uji
b. Dosis uji
c. Batas uji
d. Jenis kelamin hewan uji
e. Lama pemberian zat uji
5. Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Berikut
mikroorganisme yang tidak dapat membantu proses bioremediasi adalah ...
a. Fungi
b. Yeast
c. Alga
d. Bakteri
e. Lalat
6. Metode uji dimana selama uji berlangsung tidak dilakukan penggantian
larutan maupun pemindahan organisme uji merupakan pengertian dari ...
a. Metode statis
b. Metode semi statis
c. Metode lapangan
d. Metode pemulihan
e. Metode sirkulasi ulang
7. Berikut merupakan keuntungan dari metode statis, kecuali ...
a. Sederhana
b. Murah
c. Sensitif
d. Sumber yang diperlukan minim
e. Volume sampel yang diperlukan sedikit
8. Sistem yang digunakan pada metode sirkulasi ulang adalah ...
a. Koagulasi
b. Filtrasi
c. Evaporasi
d. Distilasi
e. Sentrifugasi
9. Pada metode sirkulasi air, pembungan air dilakukan dengan metode sipon.
Metode sipon adalah ...
a. Menggunakan selang yang diberi saringan pada ujung yang berada di
dalam akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
b. Menggunakan selang yang diberi saringan di tengah yang berada di dalam
akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
c. Menggunakan tandon yang diberi saringan pada ujung yang berada di
dalam akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
d. Menggunakan pompa yang diberi saringan di tengah yang berada di dalam
akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
e. Menggunakan pompa yang diberi saringan pada ujung yang berada di
dalam akuarium agar ikan tidak tersedot dan terbuang
10. Berikut kelebihan penelitian pada air mengalir dibandingkan dari pada air
statis adalah, kecuali ...
a. Memberikan evaluasi toksisitas akut yang lebih mewakili sumber toksikan
terutama jika sampel dipompakan secara kontinu langsung dari sumber.
b. Konsentrasi DO dalam wadah uji lebih terpelihara.
c. Dapat digunakan pada faktor beban (biomasa) yang lebih tinggi.
d. Kemungkinan toksikan menguap dan atau teradsorpsi dapat ditekan.
e. Memerlukan ruangan yang lebih besar.
11. Pendekatan TRIAD melahirkan Komunitas Praktik pada tahun ...
a. 2002
b. 2003
c. 2004
d. 2005
e. 2006
12. Prinsip panduan yang dibersamai oleh praktik pengelolaan paket TRIAD
adalah, kecuali ...
a. Menggunakan proses perencanaan
b. Penggunaan model situs yang mengenalis karakterisasi situs
c. Diskusi manajemen ketidakpastian
d. Penggunaan teknologi sampling
e. Tim proyek yang tidak memiliki diskusi tentang kepentingan dan tujuan
individu
13. 1. Perencanaan proyek yang sistematis
2. Pengambilan sampel yang praktis
3. Strategi kerja yang dinamis
4. Pengambilan sampel yang inovatif
5. Penggunaan model situs yang mengenali karakterisasi situs
Tiga elemen penting dari pendekatan TRIAD adalah ...
a. 1, 2, dan 3
b. 1, 2, dan 4
c. 1, 2, dan 5
d. 1, 3, dan 4
e. 1, 3, dan 5
14. Dalam penelitian, jenis toksisitas yang lebih spesifik yang ditentukan adalah,
kecuali ...
a. Karsinogenik
b. Toksisitas reproduksi
c. Mutagenesis
d. Mutagenisitas
e. Neurotoksisitas
15. Berikut ini yang bukan merupakan prinsip pengendalian hayati, yaitu ...
a. Introduksi
b. Observasi
c. Augmentasi
d. Inundasi
e. Konservasi
ESSAY
Jawaban:
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan lancar. Tujuan yang hendak kami capai dalam pembuatan
makalah ini yaitu menjelaskan terkait Potensi Toksisitas Bahan Polutan.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
7. Bapak Dr. Pranoto, M.Sc. selaku dosen MKP Toksikologi Lingkungan.
8. Orang tua yang telah memberi dukungan
9. Teman – teman yang telah memberikan saran dan bantuan dalam
pembuatan makalah ini.
Kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.
Adapun saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian sangat dinanti
demi pembuatan makalah yang lebih baik kedepannya.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia dengan segala
kehebatannya semakin berinovasi untuk memudahkan kehidupannya. Saat
ini, berbagai macam bangunan telah didirikan untuk difungsikan sebagai
perumahan, pusat perbelanjaan, rekreasi, pusat industri, dan lain
sebagainya. Semua perkembangan ini tentu saja membawa dampak positif
bagi kelangsungan hidup manusia. Namun disisi lain, kemajuan zaman
dan modernisasi bidang industri juga membawa dampak buruk terutama
bagi lingkungan dan manusia itu sendiri.
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses industri seringkali
meracuni lingkungan, terlebih apabila tidak diimbangi dengan cara
penanganan yang benar. Beberapa contoh aktivitas manusia yang
berdampak buruk terhadap lingkungan, antara lain asap pabrik dan
kendaraan bermotor, penggunaan insektisida yang berlebihan,
pembuangan air detergen yang tidak ramah lingkungan secara langsung ke
tanah, penggunaan alat- alat listrik yang berlebihan, dan penggunaan
bahan-bahan pembersih yang berbahaya. Dampak polutan terhadap
lingkungan, antara lain terganggunya keseimbangan lingkungan, punahnya
berbagai spesies flora dan fauna, berkurangnya kesuburan tanah,
meledaknya pertumbuhan hama, menyebabkan terjadinya lubang ozon,
dan terjadinya pemekatan hayati. Sedangkan bagi manusia, kehadiran
bahan-bahan polutan dapat bersifat racun bagi tubuh yang dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit berbahaya.
Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh
bahan kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya
cocok untuk menimbulkan keadaan toksik. Respon terhadap bahan toksik
tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan kimia, situasi
paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifikasi
toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan
dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Faktor utama yang berkaitan dengan toksisitas dan situasi paparan adalah
cara atau jalan masuknya serta durasi dan frekuensi paparan.
Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai sifat toksisitas bahan polutan
dalam lingkungan. Dalam makalah ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai
faktor fisika dan kimia bahan kimia, periode pendadahan, faktor
lingkungan, interaksi antar bahan kimia, faktor biologi, dan nutrisi dalam
kaitannya dengan potensi toksisitas bahan polutan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor fisika dan kimia bahan kimia yang mempengaruhi sifat
toksisitas bahan polutan?
2. Apa yang dimaksud dengan periode pendadahan?
3. Apa saja faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap toksisitas
bahan polutan?
4. Bagaimana interaksi antar bahan kimia dalam mempengaruhi
toksisitas?
5. Apa sajakah faktor biologi dalam toksisitas bahan polutan?
6. Bagaimana pengaruh nutrisi dengan toksisitas bahan polutan?
C. Tujuan
1. Mengetahui faktor fisika dan kimia bahan kimia yang mempengaruhi
sifat toksisitas bahan polutan
2. Mengetahui tentang periode pendadahan
3. Mengetahui faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap toksisitas
bahan polutan
4. Mengetahui interaksi antar bahan kimia dalam mempengaruhi
toksisitas
5. Mengetahui faktor biologi dalam toksisitas bahan polutan
6. Mengetahui pengaruh nutrisi terhadap toksisitas bahan polutan
BAB II
PEMBAHASAN
b. Struktur Kimia
Kekhasan struktur kimia yang dimiliki oleh racun akan
menentukan aksi atau antaraksi racun dengan tempat aksi tertentu
di dalam tubuh, atau kerentanannya terhadap perubahan
metabolisme. Menurut Loomis (1978), aksi zat kimia dibedakan
menjadi dua yaitu: aksi kimia tak khas dan aksi kimia khas.
Demikian pula aksi kimia racun. Racun mungkin secara potensial
mampu menimbulkan efek berbahaya pada semua jaringan.
Misalnya asam atau basa dengan kadar tinggi, dapat menimbulkan
kerusakan semua sel dengan cara presipitasi protein yang berakibat
dengan denaturasi protein dan gangguan keutuhan membran sel.
Aksi inilah yang disebut aksi tak khas racun. Aksi zat kimia atau
racun yang tak khas ini dapat ditimbulkan oleh larutan pekat aneka
ragam racun yang bersifat tajam dan perusak.
Kerusakan yang ditimbulkan berkisar dari perusakan
sebagian sampai menyeluruh pada komponen penyusun sel.
Sehingga dalam hal ini, tidak diperlukan struktur kimia yang khas
dari racun atau pun tempat aksinya. Dengan demikian, ketoksikan
racun berhubungan langsung dengan kadar racun yang bersentuhan
dengan sel biologis tertentu. Berbeda dengan aksi asam atau basa
kuat diatas, sebagian besar racun beraksi secara khas pada tempat
aksi tertentu di dalam tubuh, dalam kadar yang jauh dibawah
kadar yang diperlukan untuk menimbulkan aksi yang tak khas.
Dalam hal ini struktur kimia racun berperan penting. Di dalam
tubuh, agar racun dapat berantaraksi dengan tempat aksi (reseptor,
makromolekul, biopolymer) atau tempat aktif enzim, racun tersebut
harus memiliki afinitas terhadap tempat aksi khas, sedangkan agar
dapat menimbulkan efek toksik tertentu, maka racun harus
memiliki aktivitas intrinsik, yaitu kemampuan yang menyebabkan
perubahan di dalam molekul reseptor.
Kedua syarat ini harus dipenuhi. Artinya, racun yang hanya
memiliki afinitas terhadap tempat aksi tertentu tetapi tidak
memiliki aktivitas intrinsik, maka tidak akan menimbulkan efek
toksik yang khas. Racun hanya mampu melekat dan berikatan
dengan tempat aksi, tetapi tidak mampu mengadakan perubahan
pada molekul tempat aksinya, sehingga tidak menimbulkan efek
toksik. Dengan kata lain, afinitas diperlukan untuk berikatan
dengan tempat aksi, sedangkan aktivitas intrinsik diperlukan untuk
mengadakan perubahan dalam molekul tempat aksi menuju ke
perubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Jadi, kesesuaian
struktur kimia racun dengan tempat aksinya merupakan faktor
penentu ketoksikan.
B. PERIODE PENDEDAHAN
Suatu kerja toksik pada umumnya merupakan hasil dari sederetan proses
fisika, biokimia, dan biologik yang sangat rumit dan komplek. Dalam menelaah
interaksi xenobiotika/tokson dengan organisme hidup terdapat dua aspek yang
perlu diperhatikan, yaitu: kerja xenobiotika pada organisme dan pengaruh
organisme terhadap xenobiotika. Yang dimaksud dengan kerja tokson pada
organisme adalah sebagai suatu senyawa kimia yang aktif secara biologik pada
organisme tersebut (aspek toksodinamik). Sedangkan reaksi organisme terhadap
xenobiotika/tokson umumnya dikenal dengan periode toksokinetik. Terdapat tiga
periode dalam proses toksik senyawa racun di dalam lingkungan, yakni (1)
periode eksposur/pendedahan (exposure phase), (2) periode kinetik (kinetic
phase), (3) periode dinamik (dynamic phase).
C. FAKTOR LINGKUNGAN
1. Efek aditif
Efek aditif adalah suatu situasi dimana efek gabungan dari dua
bahan kimia sama dengan jumlah dari efek masing-masing bahan bila
diberikan sendiri-sendiri (misalnya : 2+3=5). Sebagai contoh: bila dua
insektisida organofosfat diberikan secara beramaan, hambatan terhadap
cholinesterase biasanya aditif. Efek sinergistik adalah situasi dimana efek
gabungan dari dua bahan kimia jauh melampaui penjumlahan dari tiap-tiap
bahan kimia bila diberikan secara sendiri-sendiri (misalnya: 2+3=20).
Sebagai contoh, CCl4 (karbon tetraklorida) dan C2H5OH (etanol) yang
keduanya adalah senyawa hepatotoksik bila secara bersamaan diberikan
akan menghasilkan kerusakan hati yang jauh lebih hebat daripada jumlah
masing-masing efek secara individual.
2. Potensiasi
Potensiasi adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak
mempunyai efek toksik terhadap sistem atau organ tertentu, tapi bila
ditambahkan ke bahan kimia lain akan membuat bahan tersebut menjadi
jauh lebih toksik (misalnya: 0+2=10). Sebagai contoh, isopropanol tidak
bersifat hepatotoksik, tetapi bila zat tersebut diberikan disamping
pemberian karbon tetraklorida, efek hepatotoksik dari karbon tetraklorida
akan menjadi jauh lebih besar dibandingkan bila hanya diberikan secara
sendiri.
3. Antagonistis
Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila diberikan
secara bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling
meniadakan efek toksik (misalnya: 4+6=8 atau 4+0=1). Efek antagonis
dari bahan-bahan kimia sering kali merupakan efek yang dikehendaki
dalam toksikologi dan merupakan dasar dari berbagai antidote.
E. Nutrisi
Nurisi disebut juga zat Gizi. Nutrisi adalah zat dalam makanan yang
dibutuhkan organisme untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai
dengan fungsinya. Nutrisi diperoleh dari hasil pemecahan makanan oleh sistem
pencernaan dan seringkali disebut dengan istilah sari-sari makanan. Nutrisi terbagi
dalam 2 golongan, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi.
1. Makronutrisi
Makronutrisi adalah adalah nutrisi yang di butuhkan tubuh dalam jumlah
yang besar dan biasanya berfungsi sebagai sumber energi. Yang termasuk
makronutrisi adalah:
a. Karbohidrat
Contoh makanan sumber karbohidrat: beras, gandum, singkong,
kentang, dll
b. Protein
Contoh makanan sumber protein: susu, telur, daging, ikan, kacang-
kacangan, dll
c. Lemak
Contoh makanan sumber lemak: susu, telur, kacang-kacangan,
kelapa, dll
2. Mikronutrisi
Mikronutrisi adalah nutrisi yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit
dan berfungsi untuk mendukung proses metabolisme tubuh, yang termasuk
kedalam mikronutrisi adalah:
a. Vitamin
Contoh makanan sumber vitamin: Buah-buahan, sayur-sayuran, dll
b. Mineral
c. Contoh makanan sumber minderal: buah-buahan, sayur-sayuran,
dll
d. Air
Air di temukan dalam bentuk sejatinya atau dalam semua jenis
bahan pangan meski dalam kosentrasi yang sedikit.
Walaupun hampir semua jenis makanan mengandung setidaknya 1 atau
semua jenis makronutrisi, tetapi tidak semua makanan mengandung mikronutrisi.
Karena itu kedua jenis makanan ini harus di padukan agar di peroleh nutrisi yang
di butuhkan tubuh. Nutrisis dalam jumlah yang memadai dan sesuai dengan
kebutuhan akan memberikan energi bagi tubuh untuk dapat tumbuh dan
berkembang serta memperbaiki jaringan yang rusak. Kekurangan nutrisi akan
membuat tubuh organisme tidak tumbuh dan berkembang sesuai dengan
takdirnya, bahkan dapat menyebabkan penyakit hingga berakhir dengan kematian.
Terganggunya proses metabolisme tubuh merupakan gejala awal kekurangan
nutrisi.
Zat gizi mempunyai fungsi penting yang antara satu dengan yang lainnya
saling mendukung dan bekerja sama untuk tetap menjaga agar tubuh dapat
memperoleh pasokan yang di butuhkan. Beberapa jenis nutrisi dapat menjadi
penganti bagi yang lainnya. Meski hal ini tidak dianjurkan oleh pakar kesehatan.
Kebutuhan nutrisi harus di penuhi oleh nutrisi yang bersangkutan. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Berikut ini adalah beberapa fungsi
nutrisi bagi tubuh.
Fungsi Nutrisi adalah:
1. Sumber energi
2. Pendukung dan pengatur proses metabolism
3. Menjaga keseimbangan metabolism
4. Pembentuk sel-sel jaringan tubuh
5. Memperbaiki sel-sel yang rusak
6. Mempertahankan fungsi organ tubuh, dll
F. Faktor Biologi
Tempat aksi racun dapat berupa enzim, reseptor, atau protein. Enzim dan
protein nirenzim ada di dalam tubuh menurut ciri khas model genetika masing-
masing anggota populasi makhluk hidup, maka cacat genetika dalam anggota
suatu jenis makhluk hidup dapat menyebabkan kekurangan jumlah atau
ketidaksempurnaan molekul enzim. Adanya cacat genetika ini dapat berdampak
negatif atau positif terhadap ketoksikan racun. Misalnya racun didalam tubuh
oleh enzim dimetabolisme menjadi metabolit yang kurang toksik daripada zat
kimia induknya.
A. Kesimpulan
1. Faktor fisika dan kimia dari bahan kimia yang mempengaruhi sifat
toksisitas bahan polutan yaitu sifat kimia atau fisika-kimia yang secara
individual maupun kolektif menentukan kemampuan racun dalam
melintasi membran biologis. Kekhasan struktur kimia racun, yang
memungkinkan terjadinya reaksi pada tempat aksi tertentu, atau yang
menjadikan rentan terhadap metabolisme.
2. Periode pendedahan merupakan kontak suatu organisme dengan
xenobiotika pada umumnya.
3. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap toksisitas bahan polutan
antara lain:
a. Faktor-faktor terkait pemaparan
b. Faktor-faktor terkait organisme
c. Faktor eksternal
d. Faktor-faktor yang terkait bahan kimia
4. Interaksi antar bahan kimia dalam mempengaruhi toksisitas terjadi melalui
beberapa mekanisme salah satunya adalah adsorpsi toksikan dalam tubuh
manusia.
5. Faktor biologi dalam toksisitas bahan polutan adalah enzim, reseptor dan
protein.
6. Pengaruh nutrisi dengan toksisitas bahan polutan adalah apabila nutrisi
dalam tubuh makhluk hidup telah mencukupi maka tubuh akan lebih baik
dalam menangani toksisitas.
B. Saran
Agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi orang-orang yang
membacanya, menjadi motivasi atau pengetahuan yang baru tentang Potensi
Toksisitas Bahan Polutan sehingga dapat dikembangkan untuk menjalankan
kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, I. 1989.Biologi Tanah dalam Praktek.Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Mun’im Idries, A. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Mun’im Idries, A. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : Sagung Seto.
Sopiah, Nida. 2005. Transformasi kimia senyawa belerang, dampak dan
penanganannya. Jurnal Teknologi Lingkungan P3TL-BPPT.6.(1) :339-343.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
SOAL DAN JAWABAN
I. PILIHAN GANDA
MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
ANALISA KIMIA
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Toksikologi
Lingkungan Dosen Pengampu : Dr. Pranoto, M.Sc.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dapat diselesaikannya tugas ini
dengan lancar. Tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan tugas makalah ini
yaitu menjelaskan tentang Analisa Kimia.
1. Bapak Dr. Pranoto, M.Si selaku dosen Mata Kuliah Toksikologi Lingkungan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................ i
Kata Pengantar .......................................................................................................... ii
Daftar Isi....................................................................................................................iii
Daftar Lampiran ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
A. Analisa Kimia................................................................................................. 3
B. Pencuplikan .................................................................................................... 5
C. Contoh Pencuplikan Berdasarkan Wujud Benda ........................................... 6
D. Pengubahan Keadaan Cuplikan.................................................................... ..8
E. Pengukuran Cuplikan ................................................................................... .10
F. Perhitungan Serta Interpretasi Data Hasil Pengukuran Cuplikan ................ .10
G. Instrumen Analisa Kimia ............................................................................. .11
H. Aplikasi Instrumen Analisa Kimia ............................................................... .29
BAB III PENUTUP ............................................................................................... .31
A. Kesimpulan .................................................................................................. .31
B. Saran ........................................................................................................... .31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ .32
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan IPTEK di era globalisasi dari tahun ke tahun semakin
meningkat, namunpeningkatan IPTEK ini mengakibatkan suatu
permasalahan lingkungan. Manusia dan makhluk hidup merupakan pokok
utama yang merasakan dampak dari adanya pencemaran lingkungan,
karena sering terpapar bahan bahan yang bersifat racun ataupu naman.
Adanya bahan atau zat yang beracun ini dapat menyebabkan tubuh
mengalami gangguan. Bahan atau zat yang beracun ini disebut toksik,
sedangkan ilmu yang mempelajari batas aman dari bahan kimia adalah
toksikologi (Casarett dan Doulls, 1986). Toksikologi lngkungan adalah
ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Toksikologi lingkungan ini dibahas dalam kimia lingkungan karena
berhubungan dengan adanya perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kehadiran zat kimia, berhubungan dengan uji toksisitas yaitu pengujian
suatu zat kimia terhadap makhluk hidup contohnya. Teori atau cara – cara
dalam melakukan analisis kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif
ini berhubungan dengan apa yang terdapat dalam sampel, berapa banyak
zat dalam sampel dengan mencari informasi berdasarkan ukuran sampel
dan proporsi konstituen yang ditetapkan. Analisi kimia ini memiliki
penerapan yang luas yang tidak hanya berperan dalam bidang kimia saja
tetapi dapat juga diterapkan pada bidang-bidang lain maupun masyarakat.
Permasalahan lingkungan yang ada jika dibiarkan terus menerus
dapat membahyakan bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup.
Diperlukan suatu penanganan untuk meminimalkan dampak dari
permasalahan dengan mengetahui penyebab dan kandungan yang ada
dalam masalah tersebut. Sehingga dalam suatu penanganan permasalahan
lingkungan ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis hingga
didapatkan suatu data dan hasil, dapat dilakukan langkah atau suatu
pencegahan.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan analisa kimia?
2. Bagaimana pencuplikan sampel dalam analisa kimia?
3. Bagaimana instrumen dalam analisa kimia?
D. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa kimia.
2. Untuk mengetahui pencuplikan sampel dalam analisa kimia.
3. Untuk mengetahui instrumen dalam analisa kimia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANALISA KIMIA
Analisis kimia diartikan suatu rangkaian pekerjaan untuk memeriksa/
mengetahui/ menentukan kandungan dari suatu sampel dengan tujuan tertentu.
Rangkaian pekerjaan tersebut dapat berupa penentuan kadar suatu komponen,
komposisi, struktur, sifat fisis, sifat kimia,fungsi senyawa dan masih banyak lagi
yang akan kita temukan di dunia 'keanalisan'. Secara umum analisis kimia dibagi
menjadi dua bagian, yaitu analisis kimia kualitatif dan analisis kimia kuantitatif.
Pembagian ini didasari atas tujuan dari kegiatan analisis itu sendiri.
1. Analisis Kimia Kualitatif
Analisis Kimia Kualitatif adalah suatu rangkaian pekerjaan analisis yang
bertujuan mengetahui keberadaan(bisa juga identifikasi) suatu ion,unsur,
atau senyawa kimia lain baik organik maupun anorganik dalam suatu
sampel yang kita analisa. contoh : misalnya kita mempunyai sampel air
minum, dan diminta dicek apakah mengandung logam berat atau tidak.
maka untuk mengetahuinya kita melakukan teknik analisa secara
kualitatif.
2. Analisis Kimia Kuantitatif
Analisis Kimia Kuantitatif adalah suatu rangkaian pekerjaan analisis yang
bertujuan untuk mengetahui jumlah suatu unsur atau senyawa dalam suatu
sampel yang kita analisa. contoh : misal kita memperoleh tempe dan
diminta menentukan kadar protein dalam tempe tersebut. maka untuk
mengetahuinya kita lakukan analisa kuantitatif (Day, 1986).
Bila kita perhatikan perbedaan dari analisis kualitatif dan
kuantitatif yang paling umum adalah pada tujuan dan hasil analisa. jika
pada kualitatif diminta untuk menentukan keberadaan suatu zat, pada
kuantitatif diminta untuk menentukan jumlah suatu zat. dan dari hasil
analisa,umumnya analisa kualitatif memberikan hasil berupa data secara
objektif, sedangkan pada kuantitatif umumnya memberikan hasil berupa
data matematis (numerik).
Dalam suatu pengerjaan Analisis Kimia tentu diperlukan suatu
instrumen(peralatan) untuk menunjang keperluan analisa. Menurut teknik
dan instrumennya Analisis Kimia dibagi menjadi dua, yaitu Analisis
konvensional(tradisional) dan Analisis instrumental (modern). Analisis
Konvensional adalah suatu teknik analisa menggunakan alat-alat
konvensional, misalnya pada salah satu contoh metode analisis titrimetri
yang menggunakan peralatan gelas kaca. sedangkan Analisis Instrumental
adalah suatu teknik analisa menggunakan peralatan canggih dan modern
misalnya spektrofotometri yang menggunakan alat spektrofotometer
ataupun titrimetri secara konduktometris ataupun potensiometris.
Sebetulnya kurang tepat juga jika diklasifikasikan berdasarkan
keberadaan instrumennya, karena ada suatu kasus analisa yang bisa
menggunakan kedua cara tersebut, tapi ada juga yang dalam kasus
tertentu yang dikhususkan hanya dengan satu cara saja dikarenakan tujuan
analisa atau keingin-tercapainya suatu faktor (ketelitian misalnya). tetapi
untuk mewakili tentang teknik dan instrumennya klasifikasi diatas pun
tidak disalahkan juga karena pada intinya segala sesuatu yang
berhubungan dengan analisis kembali pada tujuan kita melakukan suatu
analisa.
Analisis Kimia Konvensional diantaranya :
a. Gavimetri
Analisis Gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot,
adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau senyawa
tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin.
Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang
diselidiki, yang telah ditimbang (Day, 1994). Persyaratan yang harus
dipenuhi agar metode gravimetri berhasil sebagai berikut.
1) Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas
analit yang tak-terendapkan secara analitis tak-dapat dideteksi (
biasanya 0,1 mg atau kurang, dalam menetapkan penyusunan
utama dari suatu makro ).
2) Zat yang ditimbang hendaknya mempunyai susunan yang pasti dan
hendaknya murni, atau sangat hampir murni. Bila tidak akan
diperoleh hasil yang galat. Metode yang dapat dilakukan dalam
analisis gravimetri :
a) Gravimetri cara penguapan, misalnya untuk menentukan kadar
air, (air kristal atau air yang ada dalam suatu spesies).
b) Gravimetri elektrolisa, zat yang dianalisa di tempatkan di
dalam sel elektrolisa. sehingga logam yang mengendap pada
katoda dapat ditimbang.
c) Gravimetri metode pengendapan menggunakan pereaksi yang
akan menghasilkan endapan dengan zat yang dianalisa
sehingga mudah di pisahkan dengan cara penyaringan.
Misalmya Ag+ diendapkan sebagai AgCl. Ion besi (Fe3+)
diendapkan sebagai Fe(OH)3 yang setelah dipisahkan,
dipijarkan dan ditimbang sebagai Fe2O3
b. Volumetri
Analisis volumetri merupakan teknik penetapan jumlah sampel
melalui perhitungan volume. Dalam analisis titrimetri (hingga kini
sering dinamai analisis Volumetri), zat yang akan ditetapkan dibiarkan
bereaksi dengan suatu reagensia yang cocok yang ditambahkan sebagai
larutan baku, dan volume larutan yang diperlukan untuk mengakhiri
reaksi ditetapkan (Stiono, 1994). Sehingga dalam teknik volumetri,
alat pengukur volume menjadi bagian terpenting, dalam hal ini buret
adalah alat pengukur volume yang dipergunakan dalam analisis
volumetrik (Wiryawan, 2011). Tipe reaksi yang biasa digunakan dalam
titrimetri adalah titrasi.
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis
kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan
kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada
suatu reaksi yang digambarkan sebagai :
aA + bB hasil reaksi
dimana : A adalah penitrasi (titran), B senyawa yang dititrasi, a dan b
jumlah mol dari A dan B. Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara
menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari
buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan
pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan
yang belum diketahui konsentrasinya.Untuk mengetahui bahwa
reaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang
ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi (Zulfikar, 2010).
B. PENCUPLIKAN
Pencuplikan adalah memperoleh suatu sampel yang mewakili
semua komponen dn banyak komponen-komponen tersebut dalam suatu
sampel ruahan (bulk). Proses itu melibatkan suatu aplikasi statistik dalam
arti bahwa kita akan menarik kesimpulan mengenai susunan sampel
ruahan dri analisis terhadap bagian yang sangat kecil dari bahan itu.
Desain pencuplikan (sampling design) dibuat peneliti untuk memperoleh
sampel dari seluruh anggota populasi. Desain pencuplikan merupakan
bagian penting dari desain penelitian (research design), karena itu
keduanya harus konsisten. Pencuplikan perlu didesain karena dua alasan.
Pertama, memilih subyek penelitian secara gegabah akan mengakibatkan
kesalahan sistematis yang disebut bias seleksi (selection bias). Kedua,
ukuran sampel mempengaruhi presisi penelitian; ukuran sampel yang
tidak cukup besar akan memperbesar kesalahan random (random error).
Pencuplikan (sampling) memberikan sejumlah keuntungan
(Gerstman, 1998; Kothari, 1990; Cochran, 1977): (1) Mengurangi biaya
penelitian; (2) Meningkatkan kecepatan pengumpulan dan analisis data;
(3) Meningkatkan akurasi pengumpulan data karena berkurangnya
volume kerja; (4) Memperluas perolehan informasi tentang berbagai
faktor. Pendeknya pencuplikan memberikan cara praktis, cepat, dan
ekonomis untuk memperoleh informasi yang diinginkan peneliti.
Ciri-ciri desain pencuplikan yang baik:
1. Menghasilkan sampel yang representatif dalam studi deskriptif, atau
sampel-sampel yang dapat diperbandingkan dengan valid dalam studi
analitik.
2. Mampu meminimalkan kesalahan pencuplikan (sampling error).
3. Mampu mengontrol sistematis dalam studi analitik.
E. PENGUKURAN CUPLIKAN
Sifat kimia dan fisika digunakan dasar untuk melakukan pengukuran
baik kuantitatif dan kualitatif serta melibatkan reaksi-reaksi kimia
didalamnya, seperti volumetric dan gravimetric. Kedua metode tersebut
dikatakan klasik namun masih digunakan hingga sekarang, karena
menunjukkan ketelitian dan kecermatan yang handal. Selain itu penggunaan
instrument moderen yang lebih canggih yang juga didasarkan sifat fisika
kimia, sekarang ini lebih disukai untuk pengukuran karena memiliki tingkat
ketelitian dan kecermatan yang tinggi serta effisien, efektif, mudah dan cepat
dalam pengoperasiannya. Berbagai sifat fisika dan kimia dapat digunakan
untuk melakukan pengukuran. Teknik pengukuran yang digunakan dapat
dilakukan dengan cara klasik yang berdasarkan reaksi kimia atau dengan
cara instrumen yang berdasarkan sifat fisikokimia.
………………….…………………….(1)
2. Spektroskopi Inframerah
Spektrofotometer FTIR 8300/8700 merupakan salah satu alat
yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya
senyawa organik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis
dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu dengan melihat
puncak-puncak spesifik yang menunjukan jenis gugus fungsional
yang dimiliki oleh senyawa tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif
dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa standar yang dibuat
spektrumnya pada berbagai variasi konsentrasi. Jumlah energi yang
diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan tergantung pada
tegangan ikatan dan massa atom yang terikat. Bilangan
gelombang suatu serapan dapat dihitung menggunakan
persamaan yang diturunkan dari Hukum Hooke. Ikatan yang lebih
kuat dan atom yang lebih ringan menghasilkan frekuensi yang lebih
tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, makin besar energi yang
dibutuhkan untuk meregangkan ikatan tersebut. Frekuensi vibrasi
berbanding terbalik dengan massa atom sehingga vibrasi atom yang
lebih berat terjadi pada frekuensi yang lebih rendah (Bruice, 2001).
Gambar 2. Instrumentasi IR
Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian
spektrum elektromagnetik yang terletak di antara daerah tampak dan
daerah gelombang mikro. Sebagian besar kegunaannya terbatas di
daerah antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5-15,0 µm). Akhir-akhir
ini muncul perhatian pada daerah infra merah dekat, 14.290-4000
cm-1 (0,7-2,5 µm) dan daerah infra merah jauh, 700-200 cm-1
(14,3-50 µm) (Silverstain, 1967). Hasil kemajuan instrumentasi IR
adalah pemrosesan data seperti Fourier Transform Infra Red
(FTIR). Teknik ini memberikan informasi dalam hal kimia,
seperti struktur dan konformasional pada polimer dan polipaduan,
perubahan induksi tekanan dan reaksi kimia. Dalam teknik ini
padatan diuji dengan cara merefleksikan sinar infra merah yang
melalui tempat kristal sehingga terjadi kontak dengan permukaan
cuplikan. Degradasi atau induksi oleh oksidasi, panas, maupun
cahaya, dapat diikuti dengan cepat melalui infra merah. Sensitivitas
FTIR adalah 80-200 kali lebih tinggi dari instrumentasi dispersi
standar karena resolusinya lebih tinggi (Kroschwitz, 1990).
Teknik pengoperasian FTIR berbeda dengan spektrofotometer
infra merah. Pada FTIR digunakan suatu interferometer Michelson
sebagai pengganti monokromator yang terletak di depan
monokromator. Interferometer ini akan memberikan sinyal ke
detektor sesuai dengan intensitas frekuensi vibrasi molekul yang
berupa interferogram (Bassler, 1986). Interferogram juga
memberikan informasi yang berdasarkan pada intensitas spektrum
dari setiap frekuensi. Informasi yang keluar dari detektor diubah
secara digital dalam komputer dan ditransformasikan sebagai
domain, tiap-tiap satuan frekuensi dipilih dari interferogram yang
lengkap (fourier transform). Kemudian sinyal itu diubah menjadi
spektrum IR sederhana. Spektroskopi FTIR digunakan untuk
mendeteksi sinyal lemah, menganalisis sampel dengan konsentrasi
rendah, dan analisis getaran (Silverstain, 1967).
5. Spektroskopi Sinar X
Prinsip dasar dari analisis spektroskopi sinar-X adalah seperti
halnya tehnik spektroskopi yang lain, yaitu terjadinya interaksi
antara energi dan materi. Dimana yang berfungsi sebagai enerigi
adalah radiasi elektromagnetik dan yang sebagai materi adalah atom
atau molekul dalam senyawa kimia, berkas-berkas elektron
eksternal. Pada spektroskopi sinar-X interaksi antara energi radiasi
elektromagnetik dengan materi akan menghasilkan transmisi
elektronik elektron di kulit dalam. Jika suatu sinar-X atau suatu
electron yang bergerak dengan kecepatan tinggi dari suatu atom,
maka energinya dapat diserap oleh atom. Jika sinar-X tersebut
mempunyai energi yang cukupmembuat sebuah electron keluar dari
salah satu kulit atom yang terluar misalnya kulit K sehingga atom
menjadi terionisasi, suatu electron dari kulit energi yang lebih tinggi,
misalnya kulit L jauh menempati posisi yang ditinggalkan electron
yang lebih dalam. Panjang gelombang dari emisi sinar-X
karakteristrik unsur yang ditembak (Robinson, 1995).
6. Kromatografi
Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan campuran
menjadi komponennya dengan bantuan perbedaan sifat fisik masing-
masing komponen. Alat yang digunakan terdiri atas kolom yang di
dalamnya diisikan fasa stasioner (padatan atau cairan). Campuran
ditambahkan ke kolom dari ujung satu dan campuran akan bergerak
dengan bantuan pengemban yang cocok (fasa mobil). Pemisahan
dicapai oleh perbedaan laju turun masing-masing komponen dalam
kolom, yang ditentukan oleh kekuatan adsorpsi atau koefisien partisi
antara fasa mobil dan fasa diam (stationer). Komponen utama
kromatografi adalah fasa stationer dan fasa mobil dan kromatografi
dibagi menjadi beberapa jenis bergantung pada jenis fasa mobil dan
mekanisme pemisahannya (Khopkar, 2003). Adapun jenis – jenis
kromatografi adalah kromatografi cair knerja tinggi, kromatografi
penukar ion, kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis.
a. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga
disebut dengan High Performance Liquid Chromatography
(HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat
digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. HPLC
secara mendasar merupakan sebuah perkembangan tingkat tinggi
dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes
melalui kolom di bawah pengaruh gravitasi, HPLC didukung
oleh pompa yang dapat memberikan tekanan tinggi sampai
dengan 400 atm. Hal ini membuat HPLC dapat memisahkan
komponen sampel lebih cepat. Saat ini, HPLC merupakan teknik
pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan
pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam berbagai
bidang, antara lain : farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer,
dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan HPLC
terbaru antara lain : miniaturisasi sistem HPLC, penggunaan
HPLC untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis
karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.
HPLC adalah singkatan dari High Performance Liquid
Cromatography, yaitu alat yang berfungsi mendorong analit
melalui sebuah kolom dari fase diam ( yaitu sebuah tube dengan
partikel bulat kecil dengan permukaan kimia tertentu) dengan
memompa cairan (fase bergerak) pada tekanan tinggi melalui
kolom. Sampel yang akan dianalisis dijadikan dalam volume
yang kecil dari fase bergerak dan diubah melalui reaksi kimia
oleh fase diam ketika sampel melalui sepanjang kolom. Tujuan
penggunaan alat ini adalah mengetahui kadar asam organik
(Synider and Kirkland, 1979).
HPLC atau High Performance Liquid Chromatography
menggunakan metode kolom. Kromatografi cair ini
menggunakan kolom tabung gelas yang bermacam-macam
diameternya. Luas puncak kromatografi yang dihasilkan pada
kurva elusi menggunakan HPLC, dapat dipengaruhi oleh tiga
proses perpindahan massa, yaitu difussi eddy, difusi longitudinal,
dan transfer massa tidak seimbang. Sedangkan parameter-
parameter yang menentukan berlangsungnya proses-proses
tersebut adalah laju aliran ukuran partikel, dan laju difusi dari
ketebalan stasioner. Prinsip dasar dari HPLC adalah memisahkan
setiap komponen dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi
(kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi dari masing-masing
komponen tersebut (kuantitatif). Sebetulnya hanya ada dua hal
utama yang menjadi krusial point dalam metode HPLC. Yang
pertama adalah proses separasi/pemisahan dan yang kedua adalah
proses identifikasi. Dua hal ini mejadi faktor yang sangat penting
dalam keberhasilan proses analisa (Khopkar, 2008).
b. Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan salah satu teknik pemisahan
senyawa berdasarkan perbedaan distribusi pergerakan yang
terjadi di antara fase gerak dan fase diam untuk pemisahan
senyawa yang berada pada larutan. Senyawa gas yang terlarut
dalam fase gerak, akan melewati kolom partisi yang merupakan
fase diam. Senyawa yang memiliki kesesuaian kepolaran dengan
bahan yang berada di dalam fase diam yang diletakkan di dalam
kolom partisi akan cenderung bergerak lebih lambat daripada
senyawa yang memiliki perbedaan kepolaran dengan bahan yang
ada di kolom partisi(Faricha et al, 2014).
d. Kromatografi Kolom
Pemisahan komponen secara kromatografi kolom dilakukan
dalam suatu kolom yang diisi dengan fase stasioner dan cairan
(pereaksi) sebagai fase mobil untuk mengetahui banyaknya
komponen contoh yang keluar melalui kolom. Pengisian kolom
dilakukan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan
(slurry), dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pemisahan
komponen secara kromatografi kolom bertujuan untuk
mengetahui komponen-komponen senyawa kimia yang dapat
terpisah dan kandungan senyawa aktifnya (Hayani, 2007).
Gambar 9. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik
yang masih banyak digunakan. Kromatografi kolom digunakan
untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah yang banyak
berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kemasan adsorben yang sering
digunakan adalah silika gel G-60, kieselgur, Al2O3, dan Dianion.
Cara pembuatannya ada dua macam : Cara kering yaitu silika gel
dimasukkan ke dalam kolom yang telah diberi kapas kemudian
ditambahkan cairan pengelusi. Cara basah yaitu silika gel terlebih
dahulu disuspensikan dengan cairan pengelusi yang akan
digunakan kemudian dimasukkan ke dalam kolom melalui
dinding kolom secara kontinyu sedikit demi sedikit hingga
masuk semua, sambil kran kolom dibuka. Eluen dialirkan hingga
silika gel mapat, setelah silika gel mapat eluen dibiarkan
mengalir sampai batas adsorben kemudian kran ditutup dan
sampel dimasukkan yang terlebih dahulu dilarutkan dalam eluen
sampai diperoleh kelarutan yang spesifik. Kemudian sampel
dipipet dan dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding kolom
sedikit demi sedikit hingga masuk semua, dan kran dibukadan
diatur tetesannya, serta cairan pengelusi ditambahkan. Tetesan
yang keluar ditampung sebagai fraksi-fraksi (Khopkar, 1990).
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan adalah sebagai
berikut.
1. Analisis kimia diartikan suatu rangkaian pekerjaan untuk memeriksa/
mengetahui/ menentukan kandungan dari suatu sampel dengan tujuan
tertentu. Rangkaian pekerjaan tersebut dapat berupa penentuan kadar
suatu komponen, komposisi, struktur, sifat fisis, sifat kimia, dan fungsi
senyawa. Analisis kimia terdiri dari dua bagian yaitu analisis kimia
kuantitatif dan analisis kimia kualitatif yang dibedakan berdasarkan
tujuan analisis.
2. Pencuplikan adalah memperoleh suatu sampel yang mewakili semua
komponen dn banyak komponen-komponen tersebut dalam suatu sampel
ruahan (bulk). Proses itu melibatkan suatu aplikasi statistik dalam arti
bahwa kita akan menarik kesimpulan mengenai susunan sampel ruahan
dri analisis terhadap bagian yang sangat kecil dari bahan itu.
3. Instrumen atau piranti ukur merupakan piranti untuk mengukur sesuatu
besaran selama dipengamatan. Piranti itu dapat berupa instrumen tuding
(indicating instrument) dan dapat berupa instrumen rekam (recording
instrument) yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
sifat-sifat fisik, kimia dan biologi dari suatu keadan atau proses atau
untuk pengaturan sesuai dengan informasi yang diinginkan.
Instrumentasi dibedakan menjadi dua, yaitu spektroskopi dan
kromatografi.
B. Saran
1. Supaya melalui makalah ini, dapat memberikan manfaat bagi pembacanya,
di mana pembaca menjadi lebih paham mengenai beberapa metode dan
instrumen untuk analisa kimia dalam toksikologi lingkungan.
2. Menjadi motivasi atau pengetahuan yang baru tentang analisa kimia yang
menunjang ilmu toksikologi lingungan sehingga dapat dikembangkan
untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, dkk.1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
EGC
Bassler. 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, edisi keempat,
Erlangga, Jakarta
Bruice, P.Y. 2001. Organic Chemistry 3rd edition. Prentice Hall. New Jersey
Casarett & Doulls.1986.Toxicology.Collier Macmillan Canada, Toronto.
Day,R.A.1986.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima.Jakarta:Erlangga.
Douglas A. Skoog. 2003.Fundamentals of Analytical Chemistry 8th EDITION.
Brooks/Cole Pub Co
Faricha, Anifatul., Rivai Muhammad dan Suwito. 2014. Sistem Identifikasi Gas
Menggunakan Sensor Surface Acoustic Wave dan Metode Kromatografi.
Jurnal Teknik ITS. 3(2):157-162.
Gandjar, G.H., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar
:Yogyakarta.
Gritter, R. J. Bobbit, J. M. Schwatting. 1985. Introduction of Chromatography.
Penerjemah: Kosasih Padmawinata. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi
ke-3. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 36-39.
Harjadi,W.1986.Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta:PT Gramedia.
Hayani, E. 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara
Kromatografi Kolom. Buletin Teknik Pertanian 12 (1): 35-37
Hendayana, Sumar. 2010. Kimia Pemisahan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hendayana, S. 2000. Kimia Analitik Instrumen. Semarang. IKIP Semarang Press
Ibnu,S.2004.Kimia Analitik I (JICA).Malang: Universitas Negeri Malang.
Kardiawan, 1994, Sinar X, Jurusan Pendidikan Fisika IKIP, Bandung.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press
Khopkar,S.M.2003.Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta: Universitas Indonesia
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta
Lukum, P Astin,M.Si.2008.Bahan Ajar Dasar-Dasar Kimia
Analitik.Gorontalo:Universitas Negeri Gorontalo.
Robert M. Silverstein, Francis X. Webster, David J. Kiemle, David L. Bryce.
1967. Spectrometric Identification of Organic Compounds, 8th Edition. New
York: Willey & Sons
Robinson, W. J., 1995, Undergraduate Instrumental Analysis.
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi.
Penerbit ITB. Bandung.
Sastrohamidjojo, H. (1994). Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (Nuclear
Magnetic Resonance, NMR). Yogyakarta: Liberty.
Setiono, L dan A. Hadtana P. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Synider, L. R. dan J.J Kirkland.1979. Introduction to Modern Liquid
Chromatography. New York : John Wiley & Sons, INC.
Wiryawan, Adam. 2011. Prinsip Titrasi. http://www.chem-is-
try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/titrasi-volumetri/prinsip-titrasi/
Zulfikar. 2010. Volumetri. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-
kesehatan/pemisahan-kimia-dan-analisis/volumetri/
I. Pilihan Ganda
1. Ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan, disebut..
a. Patologi lingkungan
b. Toksikologi lingkungan
c. Bakteriologi lingkungan
d. Virologi lingkungan
e. Pencemaran lingkungan
2. Suatu rangkaian pekerjaan untuk memeriksa/ mengetahui/ menentukan
kandungan dari suatu sampel dengan tujuan tertentu, disebut..
a. Analisa kimia
b. Identifikasi kimia
c. Penelitian
d. Pemeriksaan sampel
e. Praktikum kimia
3. Secara umum analisis kimia dibagi menjadi dua bagian, yaitu..
a. analisis kimia fisik dan analisis kimia biologis
b. analisis kimia umum dan analisis kimia khusus
c. analisis kimia spesifik dan analisis kimia general
d. analisis kimia kualitatif dan analisis kimia kuantitatif
e. analisis kimia mikro dan analisis kimia makro
4. Menurut teknik dan instrumennya Analisis Kimia dibagi menjadi dua,
yaitu..
a. Analisis fisik dan Analisis biologis
b. Analisis kualitatif dan Analisis kuantitatif
c. Analisis umum dan Analisis khusus
d. Analisis mikro dan Analisis makro
e. Analisis konvensional (tradisional) dan Analisis instrumental
(modern)
5. Proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau senyawa tertentu dari
unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin, disebut..
a. Analisis gravimetri
b. Analisis bobot susut
c. Analisis massa
d. Analisis kadar cairan
e. Analisis jumlah zat padat
6. Umumnya analisa kualitatif memberikan hasil berupa data secara..
a. Subjektif
b. Komulatif
c. Kolektif
d. Objektif
e. integratif
7. Sedangkan pada kuantitatif umumnya memberikan hasil berupa..
a. data matematis (numerik)
b. data persuasif
c. data deskriptif
d. data naratif
e. data subjectif
8. Metode analisis menggunakan instrumen dapat dibedakan menjadi..
a. Spekstrofotometri dan kromatografi
b. Spekstrometer dan kromatogram
c. Spekstrografi dan kromatometer
d. Spekstroskopi dan kromatometer
e. Spekstroskopi dan kromatografi
9. Prinsip dasar dari KCKT atau HPLC adalah..
a. pemisahan analit-analit berdasarkan massa jenisnya dengan
bantuan pompa bertekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak
b. pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya dengan
bantuan pompa bertekanan rendah untuk mendorong fasa diam
c. pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya dengan
bantuan pompa bertekanan tinggi untuk mendorong fasa diam
d. pemisahan analit-analit berdasarkan titik didihnya dengan
bantuan pompa bertekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak
e. pemisahan analit-analit berdasarkan kepolarannya dengan
bantuan pompa bertekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak
10. Penggunaan suhu yang meningkat pada kromatografi gas biasanya pada
kisaran..
a. 30-450°C
b. 70-550°C
c. 50-350°C
d. 100-250°C
e. 150-350°C
11. Penggunaan suhu yang meningkat pada kromatografi gas tersebut,
bertujuan untuk..
a. menjamin bahwa solvent akan menguap dan karenanya akan
cepat terelusi
b. menjamin bahwa solute akan mengendap dan karenanya akan
cepat terelusi
c. menjamin bahwa solvent akan menguap dan karenanya tidak akan
cepat terelusi
d. menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat
terelusi
e. menjamin bahwa solvent akan mengendap dan karenanya akan
cepat teroksidasi
12. Mekanisme pemisahan pada kromatografi penukar ion terjadi
berdasarkan pada..
a. daya tarik elektrostatik
b. daya tolak-menolak elektrostatik
c. daya tarik elektrodinamik
d. daya tarik antar-molekul
e. daya tarik antar-pelarut
13. Prinsip kromatografi lapis tipis didasarkan atas..
a. distribusi dan adsorpsi
b. absorpsi dan adsorpsi
c. interferensi dan adsorpsi
d. partisi dan adsorbansi
e. partisi dan adsorpsi
14. Pada kromatografi gas, senyawa yang memiliki kesesuaian kepolaran
dengan bahan yang berada di dalam fase diam yang diletakkan di dalam
kolom partisi akan..
a. cenderung bergerak lebih cepat daripada senyawa yang memiliki
perbedaan kepolaran dengan bahan yang ada di kolom partisi
b. cenderung bergerak lebih lambat daripada senyawa yang
memiliki persamaan kepolaran dengan bahan yang ada di kolom
partisi
c. cenderung bergerak lebih teratur daripada senyawa yang memiliki
perbedaan kepolaran dengan bahan yang ada di kolom partisi
d. cenderung bergerak lebih lambat daripada senyawa yang
memiliki perbedaan kepolaran dengan bahan yang ada di kolom
partisi
e. cenderung bergerak bersamaan daripada senyawa yang memiliki
perbedaan kepolaran dengan bahan yang ada di kolom partisi
15. Untuk menentukan struktur senyawa organik, memperoleh informasi
struktur dan resolusi dinamik atomik dan studi interaksi molekuler dari
makromolekul biologi pada kondisi larutan, dan studi struktural protein,
dapat digunakan instrumen..
a. XRD
b. GC
c. NMR
d. HPLC
e. Spektrofotometer UV-Vis
II. Esai
1. Metode analisis menggunakan instrumen dapat dibedakan menjadi
berapa? Sebutkan dan jelaskan!
2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kerja pelarut
asam!
3. Jelaskan prinsip dari spektrometri NMR!
4. Sebutkan dan jelaskan dua cara pengemasan dalam kromatografi kolom!
5. Sebutkan beberapa keuntungan dari pencuplikan (sampling) menurut
Gerstman, 1998; Kothari, 1990; Cochran, 1977!
Lampiran II : KUNCI JAWABAN
I. Pilihan Ganda
1. B 6. D 11. D
2. A 7. A 12. A
3. D 8. E 13. E
4. E 9. E 14. D
5. A 10. C 15. C
II. Essai
1. Metode analisis menggunakan instrumen dapat dibedakan menjadi
spekstroskopi dan kromatografi. Metode spektroskopi merupakan metode
analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis
oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detektor fototube. Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan
campuran menjadi komponennya dengan bantuan perbedaan sifat fisik
masing-masing komponen.
2. Kerja pelarut asam tergantung pada beberapa faktor:
a. Reduksi ion hidrogen oleh logam yang lebih aktif dari hidrogen,
misalnya:
Zn(s) + 2H+ Zn2+ + H2 (g)
b. Kombinasi ion hidrogen dengan anion suatu asam lemah, misalnya:
CaCO3(p) + 2H+ Ca2+ + H2O + CO2(g)
c. Sifat-sifat oksidasi dari anion asam, misalnya:
3Cu(p) + 2NO3- + 8H+ 3Cu2+ + 2NO(g) + 4H2O
d. Kecenderungan anion dari asam untuk membentuk kompleks yang
larut dengan kation zat yang ada dalam larutan, misalnya:
Fe3+ +Cl - FeCl2+
3. Prinsip dalam spektrometri NMR yaitu bila sampel yang mengandung 1H
atau 13C (bahkan semua senyawa organik) ditempatkan dalam medan
magnet, akan timbul interaksi antara medan magnet luar tadi dengan
magnet kecil (inti). Karena adanya interaksi ini, magnet kecil akan
terbagi atas dua tingkat energi (tingkat yang sedikit agak lebih stabil (+)
dan keadaan yang kurang stabil (-)) yang energinya berbeda. Karena inti
merupakan materi mikroskopik, maka energi yang berkaitan dengan inti
ini terkuantisasi, artinya tidak kontinyu.
4. Ada 2 cara, yaitu :
a. A Cara kering yaitu silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang
telah diberi kapas kemudian ditambahkan cairan pengelusi.
b. Cara basah yaitu silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan
cairan pengelusi yang akan digunakan kemudian dimasukkan ke
dalam kolom melalui dinding kolom secara kontinyu sedikit demi
sedikit hingga masuk semua, sambil kran kolom dibuka.
5. Pencuplikan (sampling) memberikan sejumlah keuntungan (Gerstman,
1998; Kothari, 1990; Cochran, 1977):
a. Mengurangi biaya penelitian
b. Meningkatkan kecepatan pengumpulan dan analisis data
c. Meningkatkan akurasi pengumpulan data karena berkurangnya
volume kerja
d. Memperluas perolehan informasi tentang berbagai faktor.
MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
LC50
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
ini dengan lancar. Tujuan yang hendak kami capai dalam pembuatan tugas
makalah ini yaitu menjelaskan tentang Dinamikan Toksikan dalam Lingkungan.
Dalam penyusunan tugas ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
10. Bapak Dr. Pranoto, M.Sc. selaku dosen MKP Toksikologi Lingkungan.
11. Orang tua yang telah memberi dukungan
12. Teman – teman yang telah memberikan saran dan bantuan dalam
pembuatan tugas ini.
Kami harap tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila terjadi
kesalahan dalam penulisan ini, kritik dan saran sangat kami harapkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
Tabel 1. Kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC50-48 jam pada lingkungan
perairan .............................................................................................................................. 6
Tabel 2. Kategori nilai LC50 .............................................................................................. 7
Tabel 3. Hubungan tanda keracunan dengan organ tubuh dan sistem saraf ..................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah
laut sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, indonesia memiliki
sumber daya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam
tersebut adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang
merupakan bagian dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi
beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup
lebih dari 300 jenis karang, lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis
moluska, krustasea, sponge, algae, lamundan biota lainnya .
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu
terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara.
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari
jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang
diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja
efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan
mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali
peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan
lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Sifat spesifik dan efek suatu paparan secara bersama-sama akan
membentuk suatu hubungan yang lazim disebut sebagai hubungan dosis-
respon. Hubungan dosis-respon tersebut merupakan konsep dasar dari
toksikologi untuk mempelajari bahan toksik :
a. Penggunaan hubungan dosis-respon dalam toksikologi harus
memperhatikan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar tersebut adalah:
Respon bergantung pada cara masuk bahan dan respon berhubungan
dengan dosis
b. Adanya molekul atau reseptor pada tempat bersama bahan kimia
berinteraksi dan menghasilkan suatu respon
c. Respon yang dihasilkan dan tingkat respon berhubungan dengan kadar
agen pada daerah yang reaktif
d. Kadar pada tempat tersebut berhubungan dengan dosis yang masuk
Dari asumsi tersebut dapat digambarkan suatu grafik atau kurva
hubungan dosis-respon yang memberikan asumsi :
(1) Respon merupakan fungsi kadar pada tempat tersebut.
(2) Kadar pada tempat tersebut merupakan fungsi dari dosis.
(3) Dosis dan respon merupakan hubungan kausal.
Pada kurva dosis-respon nampak informasi beberapa hubungan antara
jumlah zat kimia sebagai dosis, organisme yang mendapat perlakuan dan
setiap efek yang disebabkan oleh dosis tersebut. Toksikometrik merupakan
istilah teknis untuk studi dosis-respon, yang dimaksudkan untuk
mengkuantifikasi dosis-respon sebagai dasar ilmu toksikologi.
Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk
menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan
tubuhyang peka. Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari pengaruh suatu
bahan kimia toksik atau bahan pencemar terhadap organisme tertentu. Dalam
toksikologi dan uji toksisitas sering digunakan istilah-istilah berikut:
1. Akut : tanggapan berat dan cepat terhadap rangsang, biasanya dalam
waktu 4 hari untuk ikan dan biota akuatik lainnya.
2. Letal : rangsang pada konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian
secara langsung.
3. Bioassay ( uji hayati) : suatu test atau uji yang menggunakan organisme
hidup untuk mengetahui efektifitas suatu bahan hidup ataupun bahan
organik dan anorganik terhadap suatu organisme hidup.
4. Lethal Dose-50/LD50 : dosis bahan toksik yang dapat menyebabkan
kematian 50% populasi organisme uji dalam periode waktu tertentu.
5. Lethal Concentration-50(LC50) : konsentrasi atau kadar bahan toksik
yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi atauorganisme uji dalam
periode waktu tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Lethal Concentration-50 atau LC50?
2. Metode apa saja yang digunakan dalam penentuan Lethal
Concentration-50 atau LC50?
3. Bagaimanakah klasifikasi dari Lethal Concentration-50 atau LC50?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Lethal Concentration-50 atau LC50
2. Untuk mengetahui metodeyang digunakan dalam penentuan Lethal
Concentration-50 atau LC50
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari Lethal Concentration-50 atau LC50
BAB II
PEMBAHASAN
b) Hubungan Dosis-Kerja
Ciri kurva dosis-kerja biasanya dijelaskan berdasarkan
interaksi antara bahan kimia dantempat kerja sesungguhnya yaitu
reseptor. Besarnya efek tergantung pada konsentrasi/dosis zat, juga
dari tetapan kesetimbangan atau tetapan afinitas yaitu parameter
yang menentukan kecenderungan bahan kimia untuk bereaksi
dengan reseptor.
Kurva dosis-kerja dapat juga ditinjau sebagai kurva dosis-
reaksi untuk suatu populasi darisatuan efektor, tiap efektor akan
bereaksi menurut hukum “semua atau tak satupun‟ (all or none).
Implikasinya adalah bahwa reaksi suatu efektor merupakan andil
tertentu bagi efek keseluruhan.Kurva dosis-kerja dengan demikian
menggambarkan peranan setiap efek tersebut secara komulatif.
Dosis, yang menyebabkan efektor memberi reaksi akan tersebar di
sekitar dosis yang menyebabkan50% satuan efektor bereaksi. Jika
50% dari satuan efektor memberikan reaksi maka akan timbul efek
yang merupakan 50% efek maksimum yang mungkin dapat dicapai
oleh senyawa tersebut.
Pada kurva dosis-kerja, dapat dibedakan dua parameter: (1)
afinitas, dan (2) aktivitas instrinsik. Pada prinsipnya sebuah zat
harus mempunyai afinitas terhadap reseptor khas agar
dapatmenimbulkan efek tertentu. Afinitas dapat ditentukan dari
dosis yang dibutuhkan untuk mencapai efek tertentu misalnya 50 %
efek maksimum. Kalau dosis tinggi berarti afinitas rendah, kalau
dosis kecilberarti afinitas besar. Disamping afinitas, suatu zat dapat
mempunyai kemampuan untuk menyebabkan perubahan di dalam
molekul reseptor dan melalui beberapa tingkat reaksi berikutnya
baru kemudian dicapai efek sesungguhnya. Sifat ini disebut
aktivitas intrinsik senyawa bersangkutan. Hal ini menentukan
besarnya efek maksimun yang dapat dicapai oleh senyawa tersebut.
Banyak bahan kimia memiliki afinitas terhadap reseptor khas
akan tetapi tidak mempunyaiaktivitas intrinsik. Zat ini disebut
antagonis kompetitif, dapat bereaksi dengan reseptor akan
tetapitidak menimbulkan efek. Tetapi senyawa ini mampu bersama
pada tempat kerja dengan zat yangmempunyai baik afinitas
maupun aktivitas instrinsik.
c) Hubungan Waktu-Kerja
Jika eksposisi suatu zat hanya terjadi satu kali, seperti pada
keracunan akut, mula-mula efek akan naik tergantung pada laju
absorpsi dan kemudian efek akan turun tergantung pada laju
eliminasi. Di bawah konsentrasi plasma tertentu disebut konsentrasi
sub-efektif atau subtoksik,sedangkan mulai dari konsentrasi
tersebut dinamakan konsentrasi efektif/toksik.
Dengan demikian pada prinsipnya ada tiga cara untuk
mencegah atau menekan efek toksik,yaitu:
• Memperkecil absorpsi atau laju absorpsi, sehingga konsentrasi
plasma tetap berada di bawahdaerah toksik. Hal ini dapat
dicapai dengan penggunaan adsorbensia, misalnya karbon aktif,
dengan pembilasan lambung atau dengan mempercepat
pengosongan lambung-usus dengan laksansia garam. Hal ini
akan mengubah fase eksposisi.
• Meningkatkan eliminasi zat toksik dan/atau pembentukan suatu
kompleks yang tak aktif. Eliminasi dapat ditingkatkan dengan
mengubah pH urin, misalnya dengan pembasaan urin dan
diuresis paksa pada keracunan barbiturat, sedangkan
pembentukan khelat dipakai untuk inaktivasi ionlogam yang
toksik. Hal ini akan mengubah fase toksokinetik.
• Memperkecil kepekaan objek biologik terhadap efek. Dalam hal
ini konsentrasi plasma tak dipengaruhi, akan tetapi batas kritis
konsentrasi toksik minimum ditinggikan. Hampir semua bentuk
penanganan keracunan secara simptomatik berdasarkan prinsip
ini.
Hubungan dosis respon dalam toksikometrik dapat ditentukan
menggunakan LD50. Misalnya ditemukan suatu senyawa kimia baru
dan untuk mengetahui efek toksiknya digunakan LD50. Jumlah
hewan percobaan paling sedikit 10 ekor untuk tiap dosis dengan
rentangdosis yang masuk paling sedikit 3 (dari 0 –100 satuan).
Hubungan dosis dan respon dituangkan dalam bentuk kurva dimana
kurvanya sudah tipikal sigmoid. Semakin banyak jumlah hewan uji
dan rentang dosisnya, kurva sigmoid akan lebih teramati. Dosis
yang terendah menyebabkan kematian hewan uji sebesar 1%.
Kurva sigmoid distribusi normal seperti ini menunjukkan respon
0% pada dosis yang rendah dan respon sebesar 100% pada dosis
yang meningkat tetapi respon tersebut tidak akan melebihi rentang
0–100 %.
Bagaimanapun juga setiap bahan kimia mempunyai threshold
dose yang tidak sama. Threshold dose adalah suatu dosis minimal
yang merupakan dosis efektif dimana dengan dosis yang minimal
tersebut individu sudah dapat memberikan atau menunjukkan
responnya, sehingga untuk tiap individu threshold dose ini pun
berbeda.
7. Potensi Relatif
Potensi masing masing toksikan jelas berbeda.Dianjurkan untuk
memeriksa pula confidence limit dan slope pada kurva dosis-respon.
Jika confidence limit dua LC50t umpang tindih, bahan dengan LC50
lebih rendah mungkin kurang beracun dibandingkan bahan lain.
Grafik yang lebih datar tampaknya menyebabkan lebih banyak
kematian.
2. Jika sudah melakukan BSLT, tuliskan jumlah larva yang mati pada setiap
kolom Jumlah larva mati sesuai dengan konsentrasinya.
3. Hitung % mortalitasnya dengan cara = ((Jumlah yang mati / Jumlah total
Larva) × 100 %)
4. Perhatikan jumlah larva yang mati pada konsentrasi 0 atau kontrol. Jika
terdapat yang mati maka hitung mortalitas terkoreksi, sesuai ulangan.
5. Setelah % mortalitas terkoreksi didapatkan untuk setiap ulangan maka
rata-ratakan dengan membagi total mortalitas terkoreksi dengan jumlah
ulangan yang dilakukan. Masukkan hasil rata-rata tersebut ke kolom rata-
rata % mortalitas terkoreksi.
6. Cari nilai probit (probability unit) untuk mortalitas terkoreksi yang
didapatkan dan masukkan ke kolom probit. Mencari nilai probit dilakukan
dengan menyesuaikan tabel probit di bawah ini, misalnya mortalitas
terkoreksi 5,26 jika dicari nilai probitnya menjadi 5 = 3,36. Dalam tabel
probit tidak ada bilangan desimal, sehingga harus dibulatkan.
7. Jika nilai probit sudah ada, selanjutnya membuat grafik hubungan antara
nilai probit mortalitas (sumbu y) dan Log10Konsentrasi (sumbu x).
8. Jika sudah ditemukan persamaan grafik, selanjutnya dimasukkan nilai LC
50 yaitu nilai 5. Karena nilai lima mewakili 50% nilai probit atau 50%
kematian larva. Carilah nilai X dengan memasukkan nilai 5 ke persamaan
yang didapatkan. Kemudian tentukan LC50 dengan antilog(x) atau 10x.
LC50 dapat ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak seperti R,
SAS, SPSS.
BAB III
KESIMPULAN
LATIHAN SOAL
A. PILIHAN GANDA
1. Kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk menimbulkan
kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang
peka, disebut dengan...
a. LC50
b. Toksisitas
c. Reseptor
d. Toksikometrik
e. Toksikologi
2. Konsentrasi atau kadar bahan toksik yang dapat menyebabkan kematian
50% populasi atauorganisme uji dalam periode waktu tertentu, disebut....
a. Lethal Concentration-50(LC50)
b. Lethal Dose-50/LD50
c. Bioassay
d. Letal
e. Akut
3. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun akut” jika senyawa tersebut
...
a. Menimbulkan efek racun dalam jangka waktu lama
b. Tidak menimbulkan efek racun
c. Menimbulkan efek racun dalam jangka waktu singkat
d. Mengeluarkan bau
e. Tidak mengeluarkan bau
4. Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh,
yaitu...
a. paru-paru (pernafasan), mulut, dan kulit
b. paru-paru (pernafasan), mulut, dan telinga
c. paru-paru (pernafasan), hidung, dan tangan
d. paru-paru (pernafasan), telinga, dan kulit
e. paru-paru (pernafasan), mata, dan kaki
5. Metode yang digunakan untuk menghitung nilai LD50 atau LD95 atau jika
presentase kematian yang diperoleh pada uji toksisitas menunjukkan
kurang dari 16% atau lebih dari 84%, adalah...
a. Cara Weil
b. Cara Farmakope Indonesia III
c. Uji toksisitas
d. LC50
e. metode Probit
6. Uji hayati jangka pendek (short term bioassay), jangka menengah
(intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term
bioassay), merupakan klasifikasi menurut..
a. metode penambahan larutan
b. cara aliran larutan
c. maksud dan tujuan penelitian
d. waktu
e. kegiatan
7. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam uji toksisitas guna memperoleh
nilai LC50 adalah, kecuali...
a. Cara perlakuan
b. Dosis dan jumlah hewan
c. Faktor lingkungan
d. Temperatur
e. Perbedaan umur
8. Suatu respon dari adanya paparan dapat berupa respon respon yang
mematikan, disebut juga dengan ...
a. lethal response
b. non-lethal response
c. dose-effect relationship
d. intermediate bioassay
e. renewal biossay
9. Berikut ini yang merupakan kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC50-48
jam pada lingkungan perairan dengan tingkat racun rendah, yaitu ...
a. < 1 ppm
b. >1 dan <100 ppm
c. 1-100 ppm
d. >100 ppm
e. >1 ppm
10. Kategori nilai LC50 pada 50-500 mg/kgBB, adalah...
a. Supertoksik
b. Amat sangat toksik
c. Toksik sedang
d. Toksik ringan
e. Sangat toksik
11. Kategori nilai LC50 yang merupakan praktis tidak toksik, memiliki rentang
nilai pada...
a. 5-50 mg/kgBB
b. 50-500 mg/kgBB
c. >15000 mg/kgBB
d. 500-5000 mg/kgBB
e. 5000-15000 mg/kgBB
12. Menetapkan konsentrasi yang akan membunuh 50% hewan dan
menentukan slope kurva konsentrasi vs respon, merupakan tujuan dari..
a. Uji toksikologi
b. Uji LC50
c. Uji ED50
d. Uji LD50
e. Toksisitas
13. Suatu dosis minimal yang merupakan dosis efektif dimana dengan dosis
yang minimal tersebut individu sudah dapat memberikan atau
menunjukkan responnya, disebut..
a. threshold dose
b. confidence limit
c. slope
d. probability unit
e. over dosis
14. Suatu senyawa kimia disebut bersifat “racun kronis” jika senyawa tersebut
...
a. menimbulkan efek racun dalam jangka waktu singkat
b. menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang
c. menimbulkan bau
d. berubah bentuk
e. tidak menghasilkan efek apapun
15. Kategori nilai LC50 supertoksik, yaitu..
a. < 5 mg/kgBB
b. 5-50 mg/kgBB
c. 50-500 mg/kgBB
d. 500-5000 mg/kgBB
e. 5000-15000 mg/kgBB
B. URAIAN
1. Apa yang dimaksud dengan LC50 ?
Jawab : LC50 merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan
derajat toksisitas bahan kimia terhadap makhluk hidup. Alasan
penggunaan nilai ini karena secara eksperimental pengaruh terhadap
50% dari populasi uji adalah pengukuran toksisitas yang paling mudah
diulang dan ditentukan. LC50 digunakan untuk perlakuan secara
inhalasi atau percobaan toksisitas dalam media air.
2. Sebutkan syarat-syarat dalam penggunaan metode probit
Jawab :
6. Memiliki tabel probit
7. Menentukan nilai probit dari setiap % kematian tiap kelompok
hewan uji.
8. Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok.
9. Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit
dengan log dosis.
10. Memasukkan nilai 5 (probit 50% kematian hewan uji) pada
persamaan garis lurus.
3. Sebutkan klasifikasi uji toksisitas menurut Rosianna, 2006
Jawab :
4. Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short
term bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji
hayati jangka panjang (long term bioassay).
5. Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran
larutan, yaitu uji hayati statik (static bioassay), pergantian larutan
(renewal biossay), mengalir (flow trough bioassay).
6. Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah
pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa
kimia, penentuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan
organisme uji.
4. Apa saja Hal hal yang perlu diperhatikan dalam uji toksisitas guna
memperoleh nilai LC50
jawab :
a. Cara perlakuan
b. Dosis dan jumlah hewan
c. Faktor lingkungan
d. Temperatur
e. Pengamatan dan pemeriksaan
f. Evaluasi Data ( Hubungan “Dosis-Respon” dan Nilai Ambang
Batas (NAB) Bahan Toksik )
g. Potensi relatif
5. Tuliskan kategori nilai LC50
Jawab :
Kategori LC50 (mg/kgBB)
Supertoksik ≤5
Amat sangat toksik 5 – 50
Sangat Toksik 50 – 500
Toksik sedang 500 – 5000
Toksik ringan 5000 – 15000
Praktis tidak toksik >15000
MAKALAH KIMIA TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
“TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN: BIOREMEDIASI”
Dosen pengampu: Dr. Pranoto, M. Sc.
Disusun oleh:
1. Arum Anindiyan Kusumaningtyas M0314011
2. Elsa Ninda Karlinda Putri M0314023
3. Grace Theodora M0314036
4. Sintia Wardani M0314070
5. Ucik Refani Kurnia S M0314076
6. Winda Maharditya M0315066
HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................1
D. Latar Belakang ........................................................................................1
E. Tujuan .....................................................................................................2
F. Rumusan Masaah ...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................4
O. Bioremediasi Berbasis Tumbuhan .........................................................4
P. Bioremediasi Berbasis Mikroba ..............................................................7
Q. Bioremediasi Berbasis Hewan Tanah .....................................................10
R. Bioremediasi In Situ ................................................................................10
S. Bioremediasi Ex Situ ...............................................................................11
T. Bioremediasi dengan Bantuan Surfaktan ................................................14
U. Faktor-faktor yang Mempengaruhi .........................................................17
V. Kelebihan dan Kelemahan Bioremediasi ................................................19
BAB III PENUTUP ............................................................................................20
E. Kesimpulan..............................................................................................20
F. Saran ........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................22
LAMPIRAN ........................................................................................................24
Latihan Soal ..................................................................................................24
DAFTAR TABEL
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Makalah ini berjudul “TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN: BIOREMEDIASI”.
Makalah ini disusun bertujuan sebagai penunjang dalam mengetahui tentang
bioremediasi.
Diucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung proses
penyusunan makalah ini. Disadari bahwa makalah ini masih dikatakan belum
sempurna, namun kami sudah berusaha sebaik-baiknya. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi mahasiswa lainnya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Proses industrialisasi akan memanfaatkan bahan baku kimia, fisika,
biologi yang akan menghasilkan buangan dalam bentuk gas, cair, dan padat yang
meningkat. Buangan ini tentunya akan menimbulkan perubahan kualitas
lingkungan yang mengakibatkan resiko pencemaran, sehingga resiko toksikologi
juga akan meningkat. Toksikologi lingkungan dibahas dalam kimia lingkungan
karena berhubungan dengan adanya perubahan lingkungan yang disebabkan oleh
kehadiran zat kimia. Selain itu, masih banyak perusahaan yang belum memiliki
kesadaran akan pentingnya instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sedangkan
pencemaran limngkungan bukan hanya berasal dari kegiatan manusia, melainkan
juga dapat berasal dari alam seperti minyak bumi.
Suatu sistem pengolahan limbah diperlukan yang selain murah dan mudah
diterapkan, juga dapat memberi hasil yang optimal dalam mengolah dan
mengendalikan limbah sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat dikurangi.
Salah satu pemikiran yang dapat dikembangkan, adalah pemanfaatan sumberdaya
alam yang telah diketahui memiliki kaitan erat dengan proses penjernihan limbah
rumah tangga, dalam hal ini berbagai jenis tanaman air yang tumbuh pada kolam-
kolam atau genangan air di sekitar permukiman/industri.
Tanaman air merupakan bagian dari vegetasi penghuni bumi ini, yang media
tumbuhnya adalah perairan. Penyebaranya meliputi perairan air tawar, payau
sampai ke lautan dengan beraneka ragam jenis, bentuk dan sifatnya. Jika
memperhatikan sifat dan posisi hidupnya di perairan, tanaman air dapat dibedakan
dalam 4 jenis, yaitu; tanaman air yang hidup pada bagian tepian perairan, disebut
5
marginal aquatic plant; tanaman air yang hidup pada bagian permukaan perairan,
disebut floating aquatic plant; tanaman air yang hidup melayang di dalam
perairan, disebut submerge aquatic plant ; dan tanaman air yang tumbuh pada
dasar perairan, disebut the deep aquatic plant.
Kemampuan tanaman air menjernihkan limbah cair akhir-akhir ini banyak
mendapat perhatian. Berbagai Kemampuan tanaman air menjernihkan limbah cair
akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian (Yusuf, 2008). Berbagai penemuan
tentang hal tersebut telah dikemukakan oleh para peneliti, baik yang menyangkut
proses terjadinya penjernihan limbah, maupun tingkat kemampuan beberapa jenis
tanaman air. Hal tersebut antara lain dikemukakan oleh Stowell (2000) yang
menyatakan bahwa tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk
menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan, dan hal tersebut
sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah cair. Selanjutnya Suriawiria
(2003) mengemukakan bahwa penataan tanaman air di dalam suatu bedengan-
bedengan kecil dalam kolam pengolahan dapat berfungsi sebagai saringan hidup
bagi limbah cair yang dilewatkan pada bedengan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan tanaman air untuk menyaring bahan-bahan yang larut di
dalam limbah cair potensial untuk dijadikan bagian dari usaha pengolahan limbah
cair. Demikian pula yang dikemukakan oleh Reed (2005) bahwa proses
pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi
proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses
pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam
menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu.
Berdasarkan berbagai fakta dan penemuan tersebut, maka peluang untuk
memanfaatkan tanaman air pada proses bioremediasi limbah rumah tangga
ataupun industri sangat memungkinkan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
6
dibahas mengenai macam-macam jenis bioremediasi yang dapat diterapkan dalam
menangani pencemaran lingkungan.
B. TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui tentang bioremediasi berbasis tumbuhan.
2. Mengetahui tentang bioremediasi berbasis mikroba.
3. Mengetahui tentang bioremediasi berbasis hewan tanah.
4. Mengetahui tentang bioremediasi in situ.
5. Mengetahui tentang bioremediasi ex situ.
6. Mengetahui tentang bioremediasi dengan bantuan surfaktan.
7. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi.
8. Mengetahui kelebihan dan kelemahan bioremediasi.
C. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Bagaimana yang dimaksud dengan bioremediasi berbasis tumbuhan?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan bioremediasi berbasis mikroba?
3. Bagaimana yang dimaksud dengan bioremediasi berbasis hewan tanah?
4. Bagaimana yang dimaksud dengan bioremediasi in situ?
5. Bagaimana yang dimaksud dengan bioremediasi ex situ?
6. Bagaimana yang dimaksud dengan bioremediasi dengan bantuan surfaktan?
7. Bagaimana saja faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi?
8. Bagaimana saja kelebihan dan kelemahan bioremediasi?
7
BAB II
PEMBAHASAN
8
mengusulkan selain tanaman hiperakumulator, jenis tanaman hipertoleransi yang
mempunyai biomassa tinggi bisa juga digunakan sebagai tanaman alternatif dalam
fitoremediasi (Ebbs, 1998). Batas kadar logam yang terdapat di dalam biomassa,
agar suatu tamanam dapat disebut hiperakumulator berbeda-beda bergantung pada
jenis logamnya. Menurut lasat (2003) sebagai acuan tanaman bersifat
hiperakumulator adalah tanaman yang dapat menyerap logam berat, yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
9
Fitoekstraksi disebut juga fitoakumulasi adalah penyerapan senyawa-senyawa
pencemar logam oleh akar tanaman dan translokasi atau akumulasi senyawa itu ke
bagian tanaman seperti akar, daun atau batang (Hardiani, 2008). Logam
kontaminan dalam tanah: diserap oleh akar (penyerapan), pindah ke tunas
(translokasi), dan disimpan (akumulasi). Tanaman yang mengandung kontaminan
logam dapat dipanen atau dibuang, memungkinkan untuk pemulihan logam.
2. Rhizofiltrasi
Rhizofiltrasi (rhizo = akar) adalah pemanfaatan kemampuan akar tanaman
untuk menyerap, mengendapkan dan mengakumulasikan senyawa-senyaw
pencemar dari aliran limbah. Rhizofiltrasi mempunyai kesamaan dengan
fitoekstrasi tetapi berbeda pada media yang diolah. Pada rhizofiltrasi medianya
adalah air tanah, air permukaan dan air limbah, sedangkan fitoekstrasi medianya
adalah tanah, sedimen dan limbah padat (sludge) (Hardiani, 2008)
Tanaman yang digunakan untuk rhizoliltration tidak ditanam langsung di
situs tetapi harus terbiasa untuk polutan yang pertama. Tanaman hidroponik di
tanam pada media air, hingga sistem perakaran tanaman berkembang. Setelah
sistem akar yang besar pasokan air diganti untuk pasokan air tercemar untuk
menyesuaikan diri tanaman. Setelah tanaman menjadi acclimatised kemudian
ditanam di daerah tercemar di mana serapan akar air tercemar dan kontaminannya
sama. Setelah akar menjadi jenuh kemudian tanaman dipanen dan dibuang.
Perlakuan yang sama dilakukan berulangkali pada daerah yang tercemar sehingga
dapat mengurangi polusi. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan menanan
bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di
Chernobyl, Ukraina.
3. Fitostabilisasi
10
Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya kimia tertentu untuk
mengimobilisasi senyawa-senyawa pencemar di daerah rizosfer atau dapat
dikatakan bahwa Fitostabilisasi merupakan penempelan zat-zat contaminan
tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat
tersebut menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran
air dalam media. Untuk mencegah kontaminasi dari penyebaran dan bergerak di
seluruh tanah dan air tanah, zat kontaminan diserap oleh akar dan akumulasi,
diabsorbsi akar, terjadi pada rhizosfer (ini adalah daerah di sekitar akar yang
bekerja seperti laboratorium kimia kecil dengan mikroba dan bakteri dan
organisme mikro yang disekresikan oleh tanaman) ini akan mengurangi atau
bahkan mencegah perpindahan ke tanah atau udara, dan juga mengurangi
bioavailibility dari kontaminan sehingga mencegah penyebaran melalui rantai
makanan.. Teknik ini juga dapat digunakan untuk membangun kembali komunitas
tanaman pada daerah yang telah benar-benar mematikan bagi tanaman karena
tingginya tingkat kontaminasi logam.
Keunggulan fitoremediasi jika dibandingkan dengan metode konvensional
lain untuk menanggulangi masalah pencemaran, yaitu biaya operasional relatif
murah, tanaman bisa dengan mudah dikontrol pertumbuhannya dan juga
kemungkinan penggunaan kembali polutan yang bernilai seperti emas
(Phytomining), Fitoremediasi merupakan cara remediasi yang paling aman bagi
lingkungan karena memanfaatkan tumbuhan dan pencemaran pada tanah bisa
berkurang secara alamiah serta dapat memelihara keadaan alami
lingkungan, tanah juga akan mengalami perbaikan akibat adanya aktifitas
akar dan tanah menjadi lebih subur kembali.
Kelemahan fitoremediasi adalah dari segi waktu yang dibutuhkan lebih lama
dan terdapat kemungkinan akibat yang timbul bila tanaman yang telah menyerap
11
polutan tersebut dikonsumsi oleh hewan dan serangga. Dampak negatif yang
dikhawatirkan adalah terjadinya keracunan bahkan kematian pada hewan dan
serangga atau terjadinya akumulasi logam pada predator-predator jika
mengosumsi tanaman yang telah digunakan dalam proses fitoremediasi.
Fitoremediasi belum bisa diterapkan pada semua lahan yang terkontaminasi,
karena proses fitoremediasi tergantung kepada kedalaman dan kemampuan akar
dalam menyerap polutan. Fitoremediasi bergantung dengan kepada keadaan iklim
dan menggunakan cara ini masih membutuhkan waktu yang lama untuk
memulihkan tanah tersebut karena menggunakan tumbuhan.
12
secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai
sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang
memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah
minyak bumi. Reaksi biodegradasi yang merupakan proses utama dalam
bioremediasi dapat berlangsung dengan atau tanpa oksigen atau yang biasa
disebut sebagai aerobik dan anaerobik.
1. Reaksi Aerobik
Secara sederhana reaksi kimia dalam proses bioremediasi secara aerobik
(Gambar 1) dan contok reaksi peruraian benzene (Gambar 2) dapat dinyatakan
sebagai berikut (Sharma & Reddy, 2004):
2. Reaksi Anaerobik
Sedangkan secara anaerobik, reaksi kimia dalam proses bioremediasi
(Gambar 3) adalah sebagai berikut:
13
Reaksi anaerobik dilakukan tanpa kehadiran oksigen bebas (O2). Degradasi
hidrokarbon terjadi akibat kegiatan mikroorganisme mesofil dan termofil.
Mikroba memanfaatkan senyawa lain yang mengandung atom oksigen misalnya
sulfat (SO2) dan nitrat (NO3) untuk menggantikan O2 sebagai penerima elektron.
Menurut Sharma & Eddy (2004), proses biodegradasi secara anaerobik meliputi:
a. Fermentasi
Dalam proses ini mikroorganisme membuat kontaminan organik/ substrat
sebagai donor elektron dan akseptor elektron sehingga senyawa organik tersebut
mengalami aksidasi dan reduksi. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 4 (Sharma
& Eddy, 2004):
b. Reduksi Sulfat
Pada proses ini, bakteri SRB (sulfate reducing bacteria) menggunakan besi
asam (ferric iron) atau SO4- sebagai aseptor elektron dan menghasilkan besi
sulfida (ferrous iron) atau H2S sebagai hasil reduksi. Sebagai contohnya adalah
proses bioremediasi pada kontaminan AMD (Acid Mine Drainage).
c. Dinitrifikasi
Pada proses ini, bakteri menggunakan NO3- sebagai akseptor elektron dan
menghasilka NO2-, N2O dan N2 sebagai produk reduksi. Contoh reaksi reduksi
toluene dapat dilihat pada Gambar 5.
14
Gambar 5. Reaksi Reduksi Toluene
15
memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah
minyak bumi.
Bakteri pemakan minyak dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang
umumnya ditemukan pada minyak bumi. Ilustrasi mikroorganisme pemakan
minyak ditunjukkan pada Gambar 6.
D. Bioremediasi In Situ
Bioremediasi insitu adalah bioremediasi yang dilakukan langsung di lokasi
tanah tercemar (proses bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi
limbah tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan
oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi. Macam-macam bioremediasi in situ
adalah sebagai berikut:
1. Biostimulasi
Teknik biostimulasi dilakukan dengan penambahan nutrien (N,P) dan
akseptor elektron (O2) pada lingkungan pertumbuhan mikroorganisme untuk
menstimulasi pertumbuhannya.
2. Bioaugmentasi
16
Teknik bioaugmentasi dilakukan dengan menambahkan organisme dari luar
(exogenus microorganism) pada sub permukaan yang dapat mendegradasi
kontaminan spesifik.
3. Biosparging
Teknik biosparging dilakukan dengan menambahkan/ menginjeksikan udara
di bawah tekanan ke dalam air sehingga dapat meningkatkan konsentrasi oksigen
dan kecepatan degradasi.
E. Bioremediasi Ex Situ
Merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan pada tanah atau
air terkontaminasi yang telah dipindahkan dari tempat asalnya. Teknik ex situ
terdiri atas:
1. Landfarming
Teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan pada lahan
khusus yang secara periodik diamati sampai polutan terdegradasi. Landfarming
sering juga disebut dengan landtreatment atau landapplication. Cara ini
merupakan salah satu teknik bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah.
Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat dilakukan secara in-situ maupun ex-
situ. Landfarming merupakan teknik bioremediasi yang telah lama digunakan, dan
banyak digunakan karena tekniknya sederhana. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana,
pelaksanaan, sasaran dan biaya. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penerapan teknik lanfarming:
a. Lokasi
17
Untuk lokasi penerapan teknik landfarming, tanah hendaknya memiliki
konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan
(loamy clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay
lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung yang
mudah mengeras apabila terkena air. Kegiatan landfarming dapat dilakukan secara
ex-situ maupun in-situ. Namun bila letak tanah tercemar jauh diatas muka air
(water table) maka landfarming dapat dilakukan secara in-situ.
pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan rendah masih
sesuai untuk ditangani secara labdfarming. Bahan pencemar yang mudah
menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara terbuka.
Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%.
b. Kemungkinan pelaksanaan
Kemudahan kerja diantaranya apabila tersedia lahan, alat berat untuk
menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung.
Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik landfarming
secara ex-situ.
c. Sarana
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan
air, pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung
tanah tercemar dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali
limpahan air, terutama berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan
terjadinya pencemaran baru akibat limpahan air tercampur polutan. Pengendali
resapan terletak di dasar lahan pengolah, biasanya berupa lapisan clay yang
dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali yang lebih baik adalah
lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene). Sarana
pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca, air tanah dan sebagainya.
18
d. Pelaksanaan secara ex-situ
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi
yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain.
Selanjutnya tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan
nutrient juga disebut biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan
bahan penyangga berupa serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk
meningkatkan porositas dan konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah
ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu dijaga kelembabannya agar
kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah dibajak agar
tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing.
Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses
biodegradasi cepat berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat
ditambah inokulum mikroba. Nutrien umumnya pupuk NPK/urea dan sumber
karbon yang mudah didegradasi. Dari hasil uji dapat menurunkan TPH sampai
49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik dilakukan monitoring untuk
mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan pengaruhnya terhadap
lingkungan. Dari data hasil monitoring dapat diketahui waktu penyelesaian proses
landfarming.
2. Composting
Teknik yang melakukan kombinasi antara tanah terkontaminasi dengan tanah
yang mengandung pupuk atau senyawa organik yang dapat meningkatkan
populasi mikroorganisme. Teknik ini dilakukan dengan mencampurkan bahan-
bahan yang tercemar dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak,
dan diletakkan membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan
dapat berupa limbah pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk
mempercepat perombakan kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrien
19
anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering ditumpuk membentuk barisan
yang memanjang, yang disebut “windrow”. Selain itu dapat juga ditempatkan
dalam wadah yang besar/luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang
tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara
mekanis atau menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban
bahan campuran tetap dijaga.
Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan
meningkat mencapai 50-60oC. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan
perombakan bahan oleh mikroba. Metode composting telah digunakan misalnya
untuk mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan
menunjukkan bahwa dengan metode ini dapat menurunkan konsentrasi bahan
peledak TNT, RDX, dan HMX dalam sedimen yang tercemar oleh bahan-bahan
tersebut.
3. Biopiles
Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile
merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di permukaan
tanah. Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi
pada pengomposan terjadi secara alami, sedangkan pada biopile menggunakan
pompa untuk menginjeksikan oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang
diolah. Proses biodegradasi dipercepat dengan optimasi pasokan oksigen,
pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan kelembaban. Biopile merupakan
teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan landfarning.
Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik tanah
dengan cara dibajak, sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan
peralatan. Pada biopile ada dua cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa
penghisap untuk memasukkan oksigen dari udara ke lapisan tanah, dan yang ke-
20
dua menggunakan blower untuk menginjeksikan udara ke dalam tanah. Secara
singkat teknik biopile melalui proses sebagai berikut berikut:
a. Diberi aerasi menggunakan pipa-pipa
b. Diberi mikroba pendegradasi bahan pencemar
c. pH diatur dengan pemberian kapur
d. Diberi tambahan nutrien NPK
e. Diberi bulking agent untuk menggemburkan tanah
f. Diberi tanah pencampur untuk menurunkan kandungan bahan pencemar
g. Dari hasil uji dapat menurunkan TPH sampai dibawah 1% dalam waktu 1
bulan
4. Bioreactor
Dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air yang
terkontaminasi.
21
gugus karboksilat (surfaktan anionik), gugus amonium kuartener (surfaktan
kationik) dan polioksietilen, sukrosa atau polipeptida (surfaktan non ionik).
2. Biosurfaktan
Biosurfaktan merupakan makromolekul ekstra seluler yang diproduksi oleh
bakteri, yeast maupun kapang pada berbagai kondisi substrat (Raza dkk, 2007).
Senyawa ini bersifat amfifatik yakni memiliki komponen hidrofilik dan
hidrofobik serta memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan.
Kemampuan setiap jenis biosurfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan
tidaklah sama antara satu dengan yang lain dikarenakan sifat ini bergantung pada
struktur molekulnya (Desai dan Desai, 1993).
Bagian hidrofobik dari biosurfaktan merupakan rantai panjang yang berasal
dari asam lemak, hidroksi asam lemak, atau α-alkil-β-hidroksi asam lemak.
Sedangkan bagian hidrofilik dari biosurfaktan dapat berupa karbohidrat, asam
amino, peptide, fosfat, asam karboksilat, alcohol dan lain sebagainya (Desai dan
Desai, 1993). Menurut Muthusamy dkk (2008), terdapat lima kelompok utama
dalam biosurfaktan yaitu glikolipida, lipopeptida dan lipoprotein, asam lemak dan
fosfolipida, surfaktan polimer dan biosurfaktan particular.
Interaksi yang terjadi pada bioremediasi dengan menggunakan bio/surfaktan:
a. Peran mikroba
Surfaktan mikrobial dapat meningkatkan jumlah bakteri pada limbah
hidrokarbon dengan meningkatkan luas permukaan antara minyak dan air dengan
cara emulsifikasi dan meningkatkan pseudosolubilitas hidrokarbon dengan
partisike dalam misel. Sedangkan pada logam rhamnolipid dapat membentuk
komplek dengan cadmium dengan mereduksi toksisitas selnya. Selain pada
logam cadmium, biosurfaktan lipopetida juga dapat ditambahkan pada uranium
yang bahkan berpotensi menjadi antibiotik. Jadi mikroorganisme mampu
22
membuka gugus hidrofobik dari luar maupun dari dalam serta dapat
meningkatkan dan menurunkan permukaan hidrofobik.
b. Interaksi antara bio/surfaktan dengan lingkungan
Karena sifat amphifiliknya, bio/surfaktan dapat mengubah fasa distribusi
kontaminan dan parameter lingkungan dengan mekanisme - mekanisme yang
berbeda. Fenomena ini dapat mengingkatkan proses bioremediasi baik dengan
penambahan surfaktan secara biologis maupun kimiawi. Mekanisme – mekanisme
tersebut adalah:
1) Emulsifikasi
Biosurfaktan dengan berat molekul besar berpotensi dapat menstabilkan
emulsi antara hidrokarbon cair dan air, sehingga meningkatkan luas permukaan
yang digunakan oleh bakteri untuk melakukan biodegradasi. Namun sangat
jarang digunakan untuk meningkatkan proses biodegradasi hidrokarbon dalam
bioremediasi dan beberapa penelitian memiliki hasil berlawanan dari literatur.
2) Miselarisasi
Pori misel dapat mempartisi fraksi kontaminan hidrofobik namun juga dapat
mengikat kontaminan organic yang merupakan penghambat kerja
mikroorganisme dan molekul organik yang mengakibatkan bakteri menjadi
kurang aktif.
3) Penyerapan ke dalam tanah
Konsentrasi kritis misel pada tanah lebih tinggi dibanding pada air sehingga
mampu meningkatkan kemampuan partisi dari surfaktan. Penggunaan dosis
surfaktan sangat penting karena adanya surfaktan yang hilang selama proses
penyerapan. Derajat penyerapan surfaktan kedalam tanah bergantung fraksi
karbon organik dalam tanah dan sifat kimia surfaktan. Namun pada kasus
penyerapan isotermal didapatkan bahwa molekul surfaktan lebih suka mengikat
23
molekul terserap disbanding tanah. Semakin banyak komponen organik dalam
tanah maka semakin banyak surfaktan yang dibutuhkan untuk melarutkan
kontaminan. Kenyataan lainnya menunjukan bahwa penambahan surfaktan
untuk mengurangi pembentukan miseljuga dapat meningkatkan komponen
karbon organik dalam tanah dengan maksud partisi pada komponen hidrofobik
organik yang diinginkan.
24
Biodegradasi didominasi oleh proses oksidasi. Enzim-enzim bakteri akan
mengkataliskan pemasukan oksigen ke dalam hidrokarbon sehingga molekul
dapat dikonsumsi untuk metabolisme sel. Kebutuhan oksigen untuk mikroba
aerobik diperoleh dari oksigen terlarut dimana DO (dissolved oxygen) untuk
mikroba aerobik adalah > 2 mgO2/L. Sedangkan untuk proses anaerobik,
kebutuhan oksigen diperoleh dari oksigen yang terikat sebagai NO3.
b. pH
Untuk mendukung kebutuhan mikroba, pH tanah harus berada antara 6- 8
dengan pH optimal 7. Nilai pH tanah asam dapat dinaikkan dengan cara
penambahan kapur dan pH tanah basa dapat diturunkan dengan penambahan
sulfur.
c. Temperatur
Pada temperatur rendah, pergerakan molekul cenderung lambat, dan
molekul-molekul yang menyatu cenderung tidak ikut bereaksi. Peningkatan
temperatur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi dan
meningkatkan laju difusi. Aktivitas mikroba biasanya mempunyai temperatur
optimum antara 15-35oC.
d. Kelembapan
Air diperlukan untuk proses biodegradasi karena kebanyakan reaksi
enzim berlangsung pada fasa larutan.
e. Tekstur tanah
Tekstur tanah mempengaruhi permeabilitas, kelembapan dan kepadatan
dari tanah. Untuk meyakinkan bahwa penambahan oksigen, distribusi nutrient
dan kelembapan tanah apat berlangsung dalam rentang yang tepat, maka
tekstur tanah harus diperhatikan. Misalnya, tanah lempung sangat sulit
diaerasi dan mengakibatkan rendahnya oksigen. Selain itu, sulit untuk
25
mendistribusikan nutrient secara seragam dan menahan air untuk masuk ke
dalam tanah (presipitasi).
Kondisi lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan mikroba dan
biodegradasi hidrokarbon diberikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kondisi Optimal Pertumbuhan Mikroba dan Biodegradasi
Hidrokarbon
27
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Bioremediasi berbasis tumbuhan atau fitoremediasi merupakan teknologi
proses yag menggunakan tumbuhan untuk menghilangkan atau memulihkan
tanah atau perairan yang telah terkontaminasi oleh logam berat.
2. Bioremediasi berbasis adalah proses penguraian limbah (pencemar)
menggunakan agen biologi (mikroba) yang dilakukan dalam kondisi
terkendali (controlled condition).
3. Bioremediasi berbasis hewan tanah merupakan bioremediasi yang
memanfaatkan bantuan dari hewan-hewan tanah seperti cacing dan lain
sebagainya.
4. Bioremediasi in situ adalah bioremediasi yang dilakukan langsung di lokasi
tanah tercemar (proses bioremediasi yang digunakan berada pada tempat
lokasi limbah tersebut).
5. Bioremediasi ex situ merupakan metode dimana mikroorganisme
diaplikasikan pada tanah atau air terkontaminasi yang telah dipindahkan dari
tempat asalnya.
6. Surfaktan (surface active agent) merupakan molekul amfifatik yang terdiri
atas gugus hidrofilik dan hidrofobik sehingga dapat berada di antara cairan
dengan sifat polar dan ikatan hidrogen yang berbeda seperti minyak dan air.
Surfaktan mampu mereduksi tegangan permukaan dan membentuk
mikroemulsi sehingga hidrokarbon dapat larut di dalam air atau sebaliknya.
28
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi yaitu mikroba, nutrisi, dan
lingkungan (oksigen, pH, temperatur, kelembapan, tekstur tanah).
8. Kelebihan bioremediasi yaitu merupakan teknologi yang sederhana, dapat
meminimalisasi emisi senyawa volatile, terjadi biodegradasi dan detoksifikasi
kontaminan berbahaya dan biaya yang dibutuhkan lebih murah. Sedangkan
kelemahan bioremediasi yaitu keberhasilan proses bioremediasi sangat
tergantung pada kemampuan operator, tidak semua kontaminan dapat
didekomposisi dengan bioremediasi, sangat sulit terjadi pada konsentrasi
kontaminan yang sangat rendah, membutuhkan waktu yang lama, sulit
memprediksi performance sistem bioremediasi, dan sulit melakukan scaling
up dari skala laboratorium.
B. SARAN
29
DAFTAR PUSTAKA
31
LATIHAN SOAL
PILIHAN GANDA
1. Bioremediasi diartikan sebagai proses….
a. Pendegredasian bahan organic
b. Pereaksian bahan organic
c. Penambahan bahan organic
d. Penumpukan bahan organic
e. Perlakuan pada bahan organik
2. Fitoremediasi merupakan teknologi proses yag menggunakan….
a. Tumbuhan
b. Bakteri
c. Bahan organik
d. Bahan anorganik
e. SiO2
3. Thiaspi caerulescens merupakan jenis tanaman yang dapat menjerap logam…
a. Zn dan Cd
b. Pb dan Cd
c. Cr dan Zn
d. Pb dan Zn
e. Cr dan Cd
4. Suatu fenomena diproduksinya kimia tertentu untuk mengimobilisasi
senyawa-senyawa pencemar di daerah rizosfer adalah….
a. Fitoremediasi
b. Fitostabilisasi
c. Rhizofiltrasi
32
d. Fitoekstraksi
e. Semua benar
5. Keunggulan fitoremediasi jika dibandingkan dengan metode konvensional lain
untuk menanggulangi masalah pencemaran yaitu…
a. Biaya murah
b. Tanaman bisa dikontrol
c. Aman untuk lingkungan
d. Tanah mengalami perbaikan
e. Semua benar
6. Berikut ini merupakan sifat-sifat dari surfaktan, kecuali....
a. Memiliki sisi hidrofobik dan hidrofilik
b. Meningkatkan viskositas air limbah
c. Dapat memperkecil tegangan permukaan
d. Dapat mengemulsi zat yang sukar larut
e. Dapat membentuk lapisan misel
7. Salah satu mekanisme surfaktan dalam proses bioremediasi adalah dengan
menstabilkan emulsi antara hidrokarbon cair dan air, sehingga meningkatkan
luas permukaan yang digunakan oleh bakteri untuk melakukan biodegradasi.
Mekanisme ini disebut dengan….
a. Miselarisasi
b. Polimerisasi
c. Stabilisasi
d. Pelarutan
e. Emulsifikasi
8. Salah satu faktor yang mempengarusi bioremediasi adalah kondisi lingkungan.
Kondisi lingkungan yang dimaksud antara lain, kecuali….
33
a. pH
b. Kelembaban
c. Salinitas
d. Temperatur
e. Tekstur tanah
9. Kebutuhan bakteri aerobik akan oksigen adalah sebesar…
a. > 2 mgO2/L
b. 0,7-0,9 mgO2/L
c. 0,04-0,1 mgO2/L
d. > 2 gO2/L
e. Tidak memerlukan oksigen
10. Salah satu kelemahan dari proses remediasi adalah…
a. Biaya murah
b. Terjadinya minimalisasi emisi senyawa volatil
c. Terjadinya proses biodegradasi
d. Prosesnya lama
e. Sederhana
11. Salah satu contoh bioremediasi berbasis hewan tanah adalah
a. Vermiremediasi
b. Fitoremediasi
c. Bioremediasi dengan bantuan mikroba
d. Bioremediasi ex situ
e. Bioremidiasi in situ
12. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak
bumi sebagai sumber makanannya biasa disebut...
a. Bakteri Lactobacillus bulagrius
34
b. Bakteri bacillus subtilis
c. Bakteri petrofilik
d. Bakteri acetobacter
e. Bakteri escherichia coli
13. Teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan pada lahan
khusus yang secara periodik diamati sampai polutan terdegradasi adalah
a. Composting
b. Biopiles
c. Bioreactor
d. Landfarming
e. Biosparing
14. Berikut merupakan pernyataan yang salah mengenai pengaruh penggunaan
cacing tanah sebagai agen bio dalam proses perbaikan tanah terkontaminasi,
kecuali...
a. Cacing tanah mampu mendegradasi pencemar tanpa bantuan bahan lain
b. Cacing tanah langsung mendegradasi pencemar bersama substansi organik
menjadi bentuk yang lebih sederhana
c. Cacing tanah dan substansi organik bekerja bersama membuat tanah
dapat diakses oleh mikroorganisme yang kemudian mendegradasi
pencemar
d. Cacing tanah dan substansi organik bekerja bersama membuat tanah
terkontaminasi menjadi lebih gembur
e. Cacing tanah mendegrasasi tanah terkontaminasi dengan bantuan subtansi
organik
15. Teknik bioaugmentasi diakukan dengan cara...
35
a. menambahkan nutrien (N, P) dan akseptor elektron (O2) pada lingkungan
pertumbuhan mikroorganisme untuk menstimulasi pertumbuhannya
b. menambahkan organisme dari luar (exogenus microorganism) pada
sub permukaan yang dapat mendegradasi kontaminan spesifik
c. menambahkan/ menginjeksikan udara di bawah tekanan ke dalam air
sehingga dapat meningkatkan konsentrasi oksigen dan kecepatan
degradasi.
d. mencampurkan bahan-bahan yang tercemar dengan bahan organik padat
yang relatif mudah terombak, dan diletakkan membentuk suatu tumpukan
e. tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan pada lahan khusus yang
secara periodik diamati sampai polutan terdegradasi.
ESSAY
1. Jelaskan dampak negatif yang dikhawatirkan pada proses fitoremediasi!
2. Jelaskan tentang fitoekstraksi!
3. Sebut dan jelaskan mekanisme yang terjadi pada surfaktan saat proses
bioremediasi!
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan dari bioremediasi!
5. Sebutkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknik
landfarming!
Jawaban:
36
1. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah terjadinya keracunan bahkan
kematian pada hewan dan serangga atau terjadinya akumulasi logam pada
predator-predator jika mengosumsi tanaman yang telah digunakan dalam
proses fitoremediasi.
2. Fitoekstraksi disebut juga fitoakumulasi adalah penyerapan senyawa-senyawa
pencemar logam oleh akar tanaman dan translokasi atau akumulasi senyawa
itu ke bagian tanaman seperti akar, daun atau batang. Logam kontaminan
dalam tanah: diserap oleh akar (penyerapan), pindah ke tunas (translokasi),
dan disimpan (akumulasi). Tanaman yang mengandung kontaminan logam
dapat dipanen atau dibuang, memungkinkan untuk pemulihan logam.
3. Mekanisme yang terjadi pada surfaktan saat proses bioremediasi:
a. Emulsifikasi
Biosurfaktan dengan berat molekul besar berpotensi dapat menstabilkan
emulsi antara hidrokarbon cair dan air, sehingga meningkatkan luas
permukaan yang digunakan oleh bakteri untuk melakukan biodegradasi.
Namun sangat jarang digunakan untuk meningkatkan proses biodegradasi
hidrokarbon dalam bioremediasi dan beberapa penelitian memiliki hasil
berlawanan dari literatur.
b. Miselarisasi
Pori misel dapat mempartisi fraksi kontaminan hidrofobik namun juga
dapat mengikat kontaminan organic yang merupakan penghambat kerja
mikroorganisme dan molekul organik yang mengakibatkan bakteri menjadi
kurang aktif.
c. Penyerapan ke dalam tanah
Konsentrasi kritis misel pada tanah lebih tinggi dibanding pada air
sehingga mampu meningkatkan kemampuan partisi dari surfaktan.
37
Penggunaan dosis surfaktan sangat penting karena adanya surfaktan yang
hilang selama proses penyerapan. Derajat penyerapan surfaktan kedalam
tanah bergantung fraksi karbon organik dalam tanah dan sifat kimia
surfaktan.
38
e. Sulit memprediksi performance sistem bioremediasi
f. Sulit melakukan scaling up dari skala laboratorium
5. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknik landfarming
a. Lokasi
Untuk lokasi penerapan teknik landfarming, tanah hendaknya memiliki
konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau kelempungan
(loamy clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan kandungan clay
lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat lempung
yang mudah mengeras apabila terkena air.
b. Kemungkinan pelaksanaan
Kemudahan kerja diantaranya apabila tersedia lahan, alat berat untuk
menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung.
Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik
landfarming secara ex-situ.
c. Sarana
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan
air, pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk
menampung tanah tercemar dan tempat pengolahan landfarming
dilaksanakan.
d. Pelaksanaan secara ex-situ
Apabila dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi
yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain.
Selanjutnya tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur.
39