Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh pada manusia yang sangat penting karena
terletak pada bagian luar tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsangan seperti
sentuhan, rasa sakit dan pengaruh lainnya dari luar.7
Penyakit kulit dapat menyerang siapa saja dan dapat menyerang pada bagian
tubuh mana pun. Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai
pada negara beriklim tropis seperti Indonesia. Data Profil Kesehatan Indonesia 2010
menunjukkan bahwa penyakit kulit menjadi peringkat ketiga dari sepuluh penyakit
terbanyak pada pasien rawat jalan dirumah sakit se-Indonesia.8 Kejadian penyakit kulit
di Indonesia masih tergolong tinggi dan menjadi permasalahan yang cukup berarti. Hal
tersebut karena kurangnya kesadaran dan ketidakpedulian masyarakat terhadap
lingkungan sekitar yang menyebabkan penularan penyakit kulit sangat cepat. Berbagai
penyakit kulit dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan dan kebiasaan
sehari-hari yang buruk, perubahan iklim, mikroorganisme, alergi, daya tahan tubuh
dan lain-lain.9 Parasit dapat menyebabkan kelainan pada kulit. Parasit-parasit yang
sering menginfeksi kulit manusia adalah pedikulosis, scabies, dan creeping disease.
Pedikulosis adalah infeksi kulit atau rambut pada manusia yang disebabkan
oleh pediculus (tergolong family Pediculae). Selain menyerang manusia penyakit ini
juga menyerang binatang, oleh karena itu dibedakan Pediculus humanus dengan
Pediculus animalis. Pediculus merupakan parasit obligat, harus menghisap darah
manusia untuk dapat bertahan hidup. Penyakit ini banyak terjadi di lingkungan yang
padat dan penularannya dapat melalui benda yang dipakai oleh penderita ataupun
secara kontak langsung.2
Pengetahuan dasar tentang penyakit scabies diletakkan oleh Von Hebra, bapak
dermatologi modern. Penyebabnya pertama kali ditemukan oleh Benomo pada tahun
1687, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama
perang dunia II.2
Invasi penyakit creeping disease sering terjadi pada anak-anak terutama yang
sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering berhubungan dengan tanah atau pasir.
Demikian pula para petani dan tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini
banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab.2
Infeksi parasit pada kulit manusia dapat menular melalui kontak secara langsung
atau kontak secara tidak langsung. Untuk itu melakukan pengobatan terhadap
seseorang yang memiliki keluhan yang sama dengan penderita dalam waktu yang
bersamaan sangat dianjurkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah infeksi ulang dari
parasit tersebut (rekuren).

2
BAB II
PENYAKIT PARASIT HEWANI

Penyakit parasit yang sering terjadi pada manusia diantaranya: pedikulosis,


scabies, dan creeping disease.

2.1 Pedikulosis
Pedikulosis merupakan infeksi kulit dan rambut manusia yang disebabkan
oleh Pediculus dari famili Pediculidae. Pediculus ini dapat menyerang manusia
maupun hewan sehingga dibedakan Pediculus humanus untuk yang menyerang
manusia dan Pediculus animalis untuk yang menyerang hewan. Pediculus
merupakan parasit obligat yang harus menghisap darah manusia untuk dapat
mempertahankan hidup.
Pada manusia sendiri, terdapat klasifikasi pedikulosis berdasarkan spesies
pediculus yang menyerang beserta tempat predileksinya yaitu:2
1. Pediculus humanus var. capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis
2. Pediculus humanus var. corporis yang menyebabkan pedikulosis korporis
3. Pthirus pubis (nama dahulu: Pediculosis pubis) yang menyebabkan
pedikulosis pubis

2.1.1 Pedikulosis Kapitis


Definisi
Pedikulosis kapitis merupakan infeksi kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh Pediculus humanus var capitis.2

Epidemiologi
Penyakit ini terutama menyerang anak-anak usia muda dan cepat
meluas dalam lingkungan hidup yang padat misalnya di asrama dan panti
asuhan. Selain itu faktor kebersihan yang kurang baik seperti jarang
membersihkan rambut atau rambut yang susah dibersihkan (rambut panjang
pada wanita) juga turut berperan dalam penyebaran penyakit ini. Cara

3
penularan penyakit ini biasanya melalui perantara (benda) seperti sisir, bantal,
kasur, dan topi.2

Gambar 1. Kutu rambut dan pubis


Sumber: http://www.aafp.org/afp/2004/0115/afp20040115p341-f1.jpg

Etiologi
Pediculus humanus capitis memiliki 2 mata dan 3 pasang kaki. Yang
betina berukuran panjang 1,2-3,2 mm dan lebar sekitar setengah dari
panjangnya sedangkan yang jantan lebih kecil dan jumlahnya sedikit. Kaki
Pediculus humanus capitis didesain untuk mencengkeram rambut dan dapat
berjalan 23 cm per menit. Siklus hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa,
dan dewasa. Pediculus humanus capitis betina dapat bertelur 5-10 telur perhari.
Telur diletakkan di sepanjang rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut
sehingga makin ke ujung terdapat telur yang lebih matang. Pediculus humanus
capitis harus menghisap darah terlebih dahulu sebelum melakukan kopulasi.
Jangka waktu hidup Pediculus humanus capitis sekitar 30 hari. Pediculus
humanus capitis biasanya hanya dapat hidup 1-2 hari di luar scalp sedangkan
telurnya dapat bertahan hingga 10 hari.2,3

4
Gambar 2: Telur kutu pada helaian rambut
Sumber: Wolff K et al. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 7th ed.
New York: McGraw-Hill;2007.

Gambar 3: Siklus hidup Pediculus


Sumber : https://www.cdc.gov/dpdx/pediculosis/index.html

Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul biasanya disebabkan garukan untuk
menghilangkan rasa gatal. Gatal tersebut timbul karena pengaruh liur dan
ekskreta dari kutu yang masuk ke dalam kulit sewaktu menghisap darah.2

Gejala Klinis
Gejala mula yang dominan hanya rasa gatal, terutama pada daerah
oksiput dan temporal serta dapat meluas ke seluruh kepala. Kemudian karena

5
garukan dapat menyebabkan erosi, eskoriasi, dan infeksi sekunder berupa pus
dan krusta. Bila terjadi infeksi sekunder yang berat, rambut akan bergumpal
karena banyaknya pus dan krusta (plikapelonika) dan disertai perbesaran
kelenjar getah bening regional. Pada keadaan ini kepala akan memberikan bau
busuk.2,5

Penunjang Diagnosis
Cara yang paling diagnostik adalah menemukan kutu atau telur
terutama dicari di daerah oksiput dan temporal. Telur berwarna abu-abu dan
berkilat.2,5

Diagnosis Banding
Tinea kapitis, Pioderma (impetigo krustosa), Dermatitis seboroika 2,5

Pengobatan
Pengobatan bertujuan memusnahkan seluruh Pediculus humanus
capitis dan mengobati infeksi sekunder. Pengobatan yang terbaik adalah
malathion 0,5% atau 1% bentuk losio atau spray. Cara pakainya adalah pada
malam hari sebelum tidur rambut dicuci dengan sampo kemudian dipakai lotio
malathion dan kepala ditutup dengan kain. Keesekon harinya rambut dicuci
lagi dengan shampoo dan disisir dengan sisir halus dan rapat. Obat ini sukar
didapat.2
Di Indonesia obat yang cukup efektif dan mudah didapat adalah
Gammexane 1%. Cara pakainya dioleskan lalu didiamkan 12 jam kemudian
dicuci dan disisir agar semua kutu dan telur terlepas. Jika masih ada telur, dapat
diulangi seminggu kemudian. Obat lainnya adalah benzil benzoat 25%.2
Pada keadaan infeksi sekunder yang berat sebaiknya rambut dicukur, infeksi
sekunder diobati dulu dengan antibiotika sistemik dan topikal lalu disusul obat
di atas dalam bentuk sampo. Higiene merupakan salah satu sarat untuk tidak
terjadi residif. 2

6
Prognosis
Prognosis baik bila higiene diperhatikan.2

2.1.2 Pedikulosis Korporis


Definisi
Infeksi kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus var corporis.2

Epidemiologi
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang
dengan higiene yang buruk, misalnya penggembara disebabkan mereka jarang
mandi atau jarang mengganti dan mencuci pakaian. Oleh karena itu, penyakit
ini sering disebut penyakit vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak melekat
pada kulit, tetapi serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien ke
kulit untuk menghisap darah. Penyebaran penyakit ini bersifat kosmopolit,
lebih sering pada daerah beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal
serta jarang dicuci.2

Cara Penularan
1. Melalui pakaian
2. Pada orang dengan dada berambut terminal, kutu ini dapat melekat pada
rambut tersebut dan dapat menular melalui kontak langsung.

Etiologi
Pediculus humanus corporis juga memiliki 2 jenis kelamin yaitu jantan
dan betina. Pediculus humanus corporis betina berukuran 1,2-4,2 mm dan
lebar sekitar setengah panjang sedangkan yang jantan lebih kecil. Secara umum
Pediculus humanus corporis berukuran 30% lebih besar dari Pediculus
humanus capitis. Jangka waktu hidup Pediculus humanus corporis sekitar 18
hari dan dapat bertahan pada pakaian tanpa menghisap darah selama 3 hari. 2,5

7
Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul biasanya disebabkan garukan untuk
menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh liur dan
ekskreta dari Pediculus humanus corporis pada saat menghisap darah.2

Gejala Klinis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas garukan pada badan
karena gatal baru dapat berkurang setelah garukan yang lebih intensif. Kadang
timbul infeksi sekunder dengan perbesaran kelenjar getah bening regional.2

Diagnosis Banding
Neurotic excoriation.2

Pengobatan
Pengobatan ialah dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di
seluruh tubuh dan didiamkan 24 jam, setelah itu penderita mandi. Jika masih
belum sembuh, dapat diulangi 4 hari kemudian. Obat lain adalah bubuk
malathion 2% dan benzil benzoat 25%. Pakaian agar dicuci dengan air panas
atau disetrika, untuk membunuh telur dan kutu. Jika terdapat infeksi sekunder
diobati dengan antibiotik secara sistematik dan topikal.2

2.1.3. Pedikulosis Pubis


Definisi
Pedikulosis Pubis merupakan infeksi rambut pada daerah pubis dan
sekitarnya akibat Phthirus pubis.2

Epidemiologi
Penyakit ini menyerang orang dewasa dan digolongkan sebagai
penyakit akibat hubungan seksual serta dapat pula menyerang kumis dan
janggut. Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak yaitu pada alis dan bulu
mata serta pada tepi batas rambut kepala. Cara penularannya umumnya dengan
kontak langsung. 2

8
Etiologi
Pthirus pubis memiliki 2 jenis kelamin dengan yang betina lebih besar
dari yang jantan dan panjang sama dengan lebar yaitu 1-2 mm. Pithirus pubis
sering disebut crab louse karena kemiripan morfologinya dengan kepiting.
Jangka waktu hidup Pthirus pubis adalah 2 minggu dan Pithirus pubis dewasa
dapat hidup sampai 36 jam di luar host nya.2,3

Gejala Klinis
Gejala utama yang timbul adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya.
Gatal dapat meluas hingga ke abdomen dan dada. Dijumpai bercak-bercak
yang berwarna keabu-abuan atau kebiruan yang disebut makula serule. Kutu
ini dapat dilihat dengan mata biasa dan biasanya susah dilepaskan karena
kepalanya dimasukkan ke dalam folikel rambut. Gejala patognomonik lainnya
adalah black dot yaitu bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana
dalam yang berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun
tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta dari darah yang sering salah
diinterpretasikan sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder
dengan perbesaran kelenjar getah bening.2,5

Penunjang Diagnosis
Bertujuan mencari telur atau bentuk kutu dewasa.

Gambar 4: Pediculosis Pubis


Sumber: encrypted-tbn3.gstatic.com

Diagnosis Banding

9
Dermatitis seboroika, dermatomikosis.2

Pengobatan
Pengobatannya mirip dengan pedikulosis lainnya yaitu Gammexane
1% atau benzil benzoat 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam.
Pengobatan diulangi 4 hari kemudian jika belum sembuh. Sebaiknya rambut
kelamin dicukur. Pakaian dalam dicuci dengan air panas atau disetrika. Mitra
seksual juga diperiksa dan jika perlu diobati.2

2.2 Skabies
Definisi
Skabies merupakan infestasi pada kulit manusia yang disebabkan oleh
penetrasi parasit obligat Sarcoptes Scabiei varian hominis ke epidermis. 2

Epidemiologi
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies.
Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual bersifat
promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan pekembangan dermografik serta
ekologik. Penyakit ini dapat dimasukan dalam I.M.S (Infeksi Menular
Seksual).2

Cara Penularan (Transmisi)


1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya saat berjabat tangan,
tidur bersama, dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dll.

Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var. animalis
yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang
banyak memelihara binatang peliharaan, misalnya anjing.

10
Etiologi
Sarcoptes scabiei termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Ackarima, famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis namun juga ada Sarcoptes scabiei lain misalnya Sarcoptes scabiei var.
animalis. Secara morfologi berbentuk oval, punggung cembung, dan bagian
perut rata. Ukurannya 330-450 mikron x 250-350 mikron untuk yang betina
dan 200-240 mikron x 150-200 mikron untuk yang jantan. Sarcoptes scabiei
dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang di depan sebagai alat untuk melekat
dan 2 pasang di belakang di mana yang betina berakhir dengan rambut
sedangkan untuk yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan
pasangan kaki keempat berakhir dengan alat perekat. 2,3

Gambar 5: Sarcoptes scabiei


Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/

Siklus hidup dari Sarcoptes scabiei: setelah terjadi kopulasi di atas


kulit, S.scabiei jantan akan mati atau kadang-kadang masih dapat hidup
beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Sarcoptes
scabiei betina yang telah dibuahi akan menggali teowongan dalam stratum
korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter perhari dan meletakkan telurnya 2-4
butir perhari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah
dibuahi ini dapat hidup sekitar sebulan. Telur akan menetas biasanya dalam
waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang memiliki 3 pasang kaki. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang memiliki bentuk yaitu jantan dan betina dengan

11
4 pasang kaki. Siklus hidup dari telur sampai menjadi bentuk dewasa
memerlukan waktu 8-12 hari. 2,3

Gambar 6: Perjalanan penyakit dan predileksi scabies


Sumber: https://www.cdc.gov/dpdx/scabies/index.html

Patogenesis
Kelainan pada kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh skabies tetapi
juga oleh penderita itu sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi akibat
sensitisasi terhadap sekret dan eskret dari S.scabiei memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu akan terdapat kealinan kulit yang
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-
lain. Intervensi berupa garukan akan dapat menyebabkan lesi sekunder seperti
erosi, eskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Rata-rata jumlah Sarcoptes
scabiei yang berada pada host biasanya tidak lebih dari 20, kecuali pada
crusted scabies atau disebut juga Norwegian scabies dimana pada host dapat
berjumlah sampai jutaan Sarcoptes scabiei. Bentuk crusted scabies ini ditandai
dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distofik, dan
skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular namun rasa gatalnya

12
sedikit. Sarcoptes scabiei dapat ditemukan dalam jumlah besar. Individu
dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus), manula, dan pasien dengan
pengobatan imunosurpresi memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
crusted scabies.2

Gambar 7: Lesi pada skabies


Sumber: https://www.cdc.gov/parasites/scabies/fact_sheet.html

Varian Skabies

1. Skabies Norwegia (skabies berkrusta)

Ditandai dengan dermatosis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang
distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi
rasa gatalnya sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat
banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi mental, kelemahan
fisis, gangguan imunologik dan psikosis.

2. Skabies nodular

Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat


terapi, sering terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan
imunokompremais.2

Gejala Klinis dan Diagnosis

13
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal sebagai
berikut:
a. Pruritus nokturna, gatal pada malam hari disebabkan karena aktivitas
Sarcoptes scabiei ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Pada sebuah
perkampungan padat penduduk, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan terkena infeksi dari Sarcoptes scabiei juga. Selain itu dapat terjadi
hiposensitisasi dimana seluruh keluarganya terkena infestasi dari Sarcoptes
scabiei namun tidak menunjukkan gejala. Di sini penderita tersebut hanya
bertindak sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi yang berwarna
putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, dengan rata-
rata panjang 1 cm. Pada ujung kunikulus ditemukan papul atau vesikel. Jika
timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi polimorf (pustul, erosi,
eskoriasi, dsb). Tempat predileksinya biasanya madalah tempat dengan
stratum korneum yang tipis yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan, siku
bagian luar, areola mammae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan
perut bagian bawah. Pada bayi biasanya pada telapak tangan dan kaki.
d. Ditemukan S.scabiei pada satu atau lebih stadium hidup. Menemukan
Sarcoptes scabiei merupakan hal paling diagnostik. Selain tungau dapat
ditemukan telur dan kotoran (skibala). 2

Gambar 8: Lesi pada skabies


Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/10/Scabies-
burrow.jpg/220px-Scabies-burrow.jpg

14
Diagnosis Banding
Penyakit skabies disebut-sebut sebagai the great imitator karena gejala-
gejalanya dapat menyerupai berbagai jenis penyakit kulit dengan keluhan
gatal. Adapun diagnosis banding skabies adalah prurigo, pedikulosis korporis,
dan dermatitis. 2,5

Pengobatan
Syarat obat yang ideal untuk skabies adalah:
a. Efektif untuk seluruh stadium
b. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
c. Tidak berbau dan kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
d. Mudah diperoleh dan harganya murah
Cara pengobatan skabies adalah seluruh anggota keluarga harus diobati
(termasuk penderita yang hiposensitisasi).

Jenis obat topikal:


a. Sulfur presipitatum dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Jenis obat ini kurang efektif terhadap stadium telur karena itu
penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangan yang lain
adalah berbau dan mengotori pakaian serta terkadang dapat menimbulkan
iritasi. Namun obat ini aman untuk bayi kurang dari 2 tahun.
b. Benzil-benzoat (20-25%) efektif untuk seluruh stadium, diberikan setiap
malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan
kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
c. Gammexane (Gama Benzena Heksa Klorida), kadarnya 1% dalam krim
atau lotio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap seluruh stadium,
mudah digunakan, dan jarang menyebabkan iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan untuk anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali dan dapat diulangi
seminggu kemudian jika gejala masih ada.

15
d. Krotamiton 10% dalam krim atau lotio, juga merupakan obat pilihan yang
memiliki 2 efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra.
e. Permetrin 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gammexane dengan
efektivitas yang sama. Aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam.
Dapat diulangi setelah seminggu jika belum sembuh. Tidak dianjurkan
untuk bayi di bawah 2 bulan. 2,4,5

Keluhan gatal dapat diberi antihistamin dengan setengah dosis dan


infeksi sekunder diberi antibiotika.4

Pencegahan
Dalam upaya preventif, perlu dilakukan edukasi pada pasien tentang
penyakit skabies, perjalanan penyakit, penularan, cara eradikasi tungau
skabies, menjaga higiene pribadi, dan tata cara pengolesan obat. Rasa gatal
terkadang akan tetap berlangsung walaupun kulit sudah bersih. Pengobatan
dilakukan pada orang serumah dan orang di sekitar pasien yang berhubungan
erat.

Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis yang lebih baik. 2

2.3 Creeping Eruption (Cutaneus Larva Migrans)


Definisi

16
Cutaneous Larva Migrans adalah kelainan kulit yang merupakan
peradangan berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif,
disebabkan invasi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing.2

Epidemiologi
Insidens yang sebenarnya sulit diketahui, di Amerika Serikat (pantai
Florida, Texas, dan New Jersey) tercatat 6,7% dari 13.300 wisatawan
mengalami CLM setelah berkunjung ke daerah tropis. Hampir di semua negara
beriklim tropis dan subtropis, misalnya Amerika Tengah dan Amerika Selatan,
Karibia, Afrika, Australia, dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, banyak
ditemukan CLM. Pada invasi ini tidak terdapat perbedaan ras, usia, maupun
jenis kelamin.2
Belum pernah dilaporkan kematian akibat CLM. Invasi CLM yang
bertahan lama dan tidak diobati dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat
garukan. Walaupun jarang, namun dapat menyebabkan selulitis.2

Etiopatogenesis
Penyebab utama dari penyakit ini adalah larva yang berasal dari cacing
tambang yang hidup di usus anjing dan kucing yaitu Ancylostoma braziliense
dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula oleh Bunostomum
phlebotomum (cacing pada sapi) dan Uncinaria stenocephala (cacing pada
anjing-anjing Eropa). Larva lalat misalnya Castrophilus (The horse boot fly)
dan cattle fly. Biasanya larva yang menginfeksi ini merupakan stadium ketiga
dari siklus hidupnya. Nematoda hidup di hospes, telurnya tedapat pada kotoran
binatang dan menjadi larva yang mampu melakukan penetrasi ke kulit. Larva
ini tinggal di kulit dan berjalan-jalan sepanjang dermo-epidermal, setelah
beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit.2

17
Gambar 9: Lesi pada creeping disease
Sumber: Wolff K et al. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine
7th ed. New York: McGraw-Hill;2007.

Gejala Klinis
Masuknya larva biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula
timbul papul yang kemudian diikuti lesi yang khas yaitu lesi berbentuk linear
atau berkelok-kelok dengan diameter 2-3 mm berwarna kemerahan. Adanya
lesi papul eritematosa menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit
selama beberapa jam atau hari.2,4
Perkembangan papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-
kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan
(burrow). Mencapai panjang beberapa cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat
malam hari. Tempat predileksi adalah tungkai, plantar, tangan, anus, bokong,
dan paha.

Diagnosis
Berdasarkan bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang
yang lurus dan berkelok-kelok ,menimbul dan terdapat papul atau vesikel
diatasnya.2

Diagnosis banding

18
Dengan melihat adanya terowongan harus dibedakan dengan scabies,
pada scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang penyakit ini.
Bila melihat bentuk polisiklik sering dikacaukan dengan dermatofitosis. Pada
permukaan lesi berupa papula, karena itu sering diduga insect bite. Bila invasi
larva yang timbul serentak ,papul-papul lesi dini sering menyerupai herpes
zoster stadium permulaan. 2,4,5

Pengobatan
Tiabendazol cukup efektif dengan dosis 50 mg/kg BB/ hari, sehari 2
kali, diberikan berturut-turut selama 2 hari. Dosis maksimum adalah 3 gr
sehari. Jika belum sembuh dapat diulang setelah beberapa hari. Efek
sampingnya adalah mual, pusing, dan muntah. Obat ini sukar didapat. Obat lain
adalah Albendazole dengan dosis 400mg sebagai dosis tunggal diberikan 3 hari
berturut-turut.
Cara lain adalah dengan cyrotherapy menggunakan CO2 snow (dry ice)
dengan penekanan selama 45 menit sampai 1 jam selama 2 hari berturut-turut.
2,4

Prognosis
CLM tidak mengancam kehidupan, umumnya sembuh dengan terapi
antihelmintes albendazole atau tiabendazole.2

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K et al. 2007. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 7th ed. New
York: McGraw-Hill.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2017. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi
Ketujuh. Jakarta: FKUI.
3. Gandahusada S dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.
4. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK.Unair/RSU Dr.Sutomo
Surabaya. 2008. Penyakit kulit dan Kelamin.Surabaya: Airlangga University
Press.
5. Siregar RS. 2004. Saripati Penyakit Kulit Edisi Dua. Jakarta: EGC.
6. Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates.
7. Nuraeni, F., 2016. Aplikasi Pakar Untuk Diagnosa Penyakit Kulit Menggunakan
Metode Forward Chaining Di Al Arif Skin Care Kabupaten Ciamis. Teknik
Informatika STMIK Tasikmalaya.
8. Kementerian Kesehatan Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2009. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
9. Pardiansyah, R., 2015. Association Between Personal Protective Equipment With
the Irritant Contact Dermatitis in Scavengers. Faculty of Medicine, Lampung
University.

20

Anda mungkin juga menyukai