Anda di halaman 1dari 2

Akhir Perjalanan Mencari Tuhan Jennifer

A. Bell
https://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/akhir-perjalanan-mencari-tuhan-jennifer-
a-bell.htm#.WbXYENi_PIU

Kebingungan Jennifer A. Bell tentang ajaran Kristen membuatnya selalu bertanya-tanya


tentang siapa Tuhan sebenarnya. Akalnya tidak pernah bisa menerima konsep trinitas. Bell
juga mempertanyakan sosok Yesus dalam keyakinan Kristen, apakah Yesus itu Tuhan atau
bagian dari Tuhan.

Pertanyaan-pertanyaan itu sudah mengusiknya sejak ia berusia 8 tahun, dan di usia yang
masih sangat muda itu Bell mulai “mencari Tuhan”. Ia berpindah-pindah dari satu gereja ke
gereja lainnya untuk mendapatkan jawaban atas “pencarian”nya itu. Tapi ia tidak pernah
menemukannya. Ia hanya bisa merasakan dan meyakini bahwa Tuhan itu ada.

Hingga beranjak remaja. Bell masih belum menemukan jawabannya, sementara gaya hidup
Amerika telah menjerumuskannya ke dalam kehidupan yang buruk. Beberapa kali Bell
hampir mati karena gaya hidupnya yang tidak sehat secara fisik, emosi dan spiritual. Alkohol,
narkoba, sex bebas adalah kehidupan sehari-hari Bell remaja. Hidupnya ketika itu benar-
benar bermasalah. Bell melupakan pencariannya terhadap Tuhan.

Beruntung, Bell bisa sampai ke bangku kuliah. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang
baik, yang kemudian hari menjadi suaminya. Lelaki itulah yang menolong Bell keluar dari
kehidupannya yang kelam dan Bell berhasil kembali menjadi orang yang “bersih”. Pada saat
inilah Bell kembali merasakan dorongan untuk melanjutkan pencariannya terhadap Tuhan.

Bell kembali mendatangi beragam gereka dengan beragam aliran Kristen. Tapi pencariannya
masih buntu. Ia lalu pergi ke perpustakaan dan mulai membaca dan mempelajari buku-buku
tentang agama Hindu, Budha, Yudaisme, Shinto dan agama-agama lainnya. Tapi ia merasa
tidak cocok dengan semua agama yang dipelajarinya itu. Sayangnya, ketika itu Bell sama
sekali belum mendengar tentang agama Islam.

Bell kemudian menikah dengan lelaki yang dikenalnya di bangku kuliah dan memiliki karir
yang lumayan bagus. Tapi ia sempat kesulitan untuk punya anak. Dokternya mengatakan
bahwa Bell tidak bisa hamil karena kehidupan masa lalunya yang akrab dengan narkoba dan
alkohol. Tapi betapa terkejutnya Bell, ketika ia akhirnya dinyatakan hamil dan melahirkan
seorang anak lelaki yang sehat. Namun, kehidupan Bell kembali terguncang karena ia
mengalami “baby blues”, trauma paska melahirkan yang membuat emosinya labil. Hal itu
berpengaruh pada perkawinan Bell.

Untuk melepaskan diri dari kegalauan hatinya, Bell mengalihkannya ke ruang-ruang chatting
di internet. Ia chatting beberapa kali dengan seorang lelaki dari luar Amerika yang kemudian
ia ketahui beragama Islam. Dari teman chattingnya itu, Bell mulai mengenal agama Islam dan
banyak berdiskusi tentang trinitas dan Yesus. Lelaki itu mengirimkan email berisi ayat-ayat
Al-Quran yang mendukung argumennya tentang Islam, trinitas dan Yesus. Sesaat Bell merasa
argumen-argumen itu benar dan ia tidak membantahnya, tapi Bell belum yakin bahwa Islam
adalah agama yang paling benar.
Kehidupan Bell makin memburuk. Perkawinannya terancam hancur, persoalan berat di kantor
membuat emosi Bell makin labil. “Saya mengalami depresi. Karena pernah mengalami
depresi sebelumnya, saya segera mencari pertolongan ke dokter dan mulai menenggak pil-pil
untuk meredam depresi,” tutur Bell.

Namun pil-pil itu tidak mampu mengurangi depresi yang dialami Bell. Bell malah makin
terpuruk. Tubuhnya jadi lemah dan ia tidak bisa menggerakkan lehernya. Bell bahkan tidak
bisa mengucapkan satu patah kata pun, hingga Bell dinyatakan tidak bisa lagi bekerja.
Kehidupan Bell jadi benar-benar kacau.

Bell akhirnya bertemu lagi dengan teman chattingnya di internet dan menceritakan apa yang
dialaminya. Temannya itu lalu menyarankan Bell agar mandi dan membersihkan diri dari
ujung rambut sampai ujung kaki. Setelah Bell diminta untuk duduk tenang, menjernihkan
pikiran dan hanya mengkonsentrasikan pikiran pada Tuhan.

“Saran yang menurut saya aneh dan ganjil. Tapi saya pikir, apa salahnya mencoba, tokh tidak
ada orang yang melihat,” kata Bell tentang saran temannya.

Bell pun mengikuti saran itu, ia mengkonsentrasikan pikirannya pada Tuhan dan tiba-tiba ia
menggigil. Di saat yang sama, ada rasa damai yang dirasakan Bell. “Saya merasa Tuhan telah
merasuk ke dalam hati saya dan saya menerima apa yang ditawarkanNya,” ungkap Bell.

Pengalaman itu membuat Bell percaya pada perkataan sahabatnya di internet tentang Islam.
Seminggu kemudian, Bell mengontak seorang imam masjid dan dalam pertemuan pertama
itu, ia menyatakan diri masuk Islam dan mengucapkan dua kalimat syahadat.

“Saya merasakan ketenangan masuk Islam. Setiap kali perasaan gundah itu datang lagi, saya
menunaikan salat dan saya merasakan kedamaian dan ketenangan itu kembali,” imbuh Bell.
(ln/readislam)

Anda mungkin juga menyukai