(450-505 H /1058-1111 M)
1
Al-Ghazali juga mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya
dalam sebuah kerangka hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartie yakni
kebutuhan (daruriat), kesenangan atau kenyamanan (hajat), dan kemewahan (tahsinaat).
Hierarki tersebut merupakan sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian yang
disebut sebagai kebutuhan oridinal yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan terhadap
barang-barang eksternal dan kebutuhan terhadap barang-barang psikis.
Al-Ghazali menegaskan bahwa tujuan aktivitas ekonomi setiap manusia adalah
menuju hari akhir atau hari pembalasan. Menurut beliau, makna sebuah kekayaan adalah
pencapaian menuju kesuksesan hidup yang abadi. Kekayaan dalam filosofi hidup harus
diwujudkan dalam konsep tauhid (mengesakan Allah SWT), akhirat (hari pembalasan),
dan risalah (aturan-aturan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW), yang dibuktikan
dengan amal perbuatan.
Dalam konteks filosofi, Al-Ghazali membagi pelaku-pelaku ekonomi/masyarakat
atau individu menjadi tiga kelompok besar yaitu:
a. Kelompok masyarakat yang secara ekonomi berkecukupan, tetapi mereka melupakan
tempat mereka akan kembali, yaitu alam akhirat. Mereka adalah kelompok
masyarakat yang akan sengsara hidupnya.
b. Kelompok masyarakat yang selalu memperhatikan dalam menjaga aktivitas
perekonomiannya dengan alam akhirat. Kelompok masyarakat ini adalah kelompok
masyarakat yang sukses/selamat dalam hidupnya.
c. Kelompok masyarakat yang ragu-ragu menghubungkan aktivitas perekonomiannya
dengan alam akhirat. Kelompok masyarakat ini adalah kelompok masyarakat yang
mendekati jalan tengah/jalan kebaikan.
Al-Ghazali mendiskusikan banyak aspek dari cara hidup Islami yang berhubungan
dengan perilaku ekonomi, beberapa di antaranya dibahas di bawah ini:
1. Kegiatan Ekonomi dan Akhirat
Menurut Al-Ghazali, kegiatan ekonomi merupakan kebajikan yang dianjurkan
oleh islam. Al-Ghazali membagi manusia dalam tiga kategori, yaitu: pertama, orang
yang mementingkan kehidupan duniawi golongan ini akan celaka. Kedua, orang yang
mementingkan tujuan akhirat daripada tujuan duniawi golongan ini kan beruntung.
Ketiga, golongan yang kegiatan duniawinya sejalan dengan tujuan-tujuan akhirat.
Al-Ghazali menegaskan bahwa aktivitas ekonomi harus dilakukan secara efisien
karena merupakan bagian dari pemenuhan tugas keagamaan seseorang. Ia
mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas
ekonomi, yaitu:
a. Untuk mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan.
b. Untuk mensejahterakan keluarga.
c. Untuk membantu orang lain yang membutuhkan.
2
Al-Ghazali mengidentifikasi kelompok orang tertentu yang tidak perlu terlibat dalam
kegiatan ekonomi secara langsung;yaitu orang yang melakukan kepentingan sosial
dan fungsi agama untuk kesejahteraan masyarakat. Kelompok-kelompok ini termasuk:
a. orang yang petapa, terlibat dalam ibadah fisik dan yang secara rohani tercerahkan
dan mampu membedakan rahasia yang nyata dan tersembunyi dari manusia;
b. orang-orang yang terlibat dalam profesi mengajar dan membimbing orang lain
(sanat al talim); dan
c. pegawai negeri yang bertanggung jawab atas pelaksanaan urusan duniawi para
penguasa negara, hakim, dll. (sanat al siyasah). Kelompok-kelompok seperti ini
bisa bergantung pada bendahara publik untuk dukungan ekonomi mereka.
3
kecuali bahwa ia mengatakan itu adalah masalah relatif dan sejauh mana pengeluaran
berbeda dari orang ke orang dan tempat ke tempat.
Al-Ghazali melanjutkan untuk membagi kewajiban belanja menjadi dua kategori
yaitu yang dikenakan oleh aturan syariah dan yang konsisten dengan yang berlaku
konvensi dan etika. Siapa pun yang tidak mau memenuhi salah satu kewajiban ini
adalah seorang kikir, dan tidak ada jumlah tertentu yang bisa diperbaiki dalam hal ini.
Dengan demikian, “definisi dari kekikiran adalah menahan diri dari pengeluaran
untuk benda-benda yang lebih penting daripada perlindungan uang.