Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
sebaran berbagai spesies dalam suatu area melaui pengamatan langsung. Dilakukan dengan
membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada.
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi
keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam
suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam
udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain.
Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif,
tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh
pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah,
tetapi besarnya tergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi
daerah tersebut.
Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan di antara mereka,
mungkin pohon, semak, rumput, lumut kerak dan Thallophyta, tumbuh-tumbuhan ini lebih
kurang menempati strata atau lapisan dari atas ke bawah secara horizontal, ini disebut
stratifikasi. Individu yang menempati lapisan yang berlainan menunjukkan perbedaan-
perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi klas-klas
morfologi individu yang berbeda seperti, strata yang paling tinggi merupakan kanopi pohon-
pohon atau liana. Untuk tujuan ini, tumbuh-tumbuhan mempunyai klas morfologi yang
berbeda yang terbentuk dalam “sinusie” misalnya pohon dalam sinusie pohon, epifit dalam
sinusie epifit dan sebagainya (Irwanto, 2010).

1.2. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :

1. Untuk mempelajari tingkat suksesi.

2. Untuk mengevaluasi hasil suatu pengendalian gulma secara kimia.

1
2

1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum ini yaitu dapat menentukan luas petak minimum yang dapat
mewakili tipe komunitas yang sedang dianalisis.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gulma

Gulma antara lain didefinisikan sebagai tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tempat
yang tidak dikehendaki menusia. Hal ini berarti tumbuhan tersebut merugikan baik secara
langsung atau tidak langsung, atau bahkan kadang-kadang juga belum diketahui kerugian
atau kegunaannya. Oleh karena itu, batasan untuk gulma ini sebetulnya sangat luas sehingga
dapat mencakup semua jenis tanaman dalam dunia tumbuh-tumbuhan. Jenis gulma yang
tumbuh biasanya sesuai dengan kondisi perkebunan. Misalnya pada perkebunan yang baru
diolah, maka gulma yang dijumpai kebanyakan adalah gulma semusim, sedang pada
perkebunan yang elah lama ditanamai, gulma yang banyak terdapat adalah dari jenis tahunan.

Gulma adalah tumbuhan pengganggu yang nilai bernegatif apabila tumbuhan tersebut
merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebaliknya tumbuhan
dikatakan memiliki nilai positif apabila mempunyai daya guna manusia (Djafarudin, 2006).
Pengertian gulma adalah tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya dan tidak
dikehendaki serta mempunyai nilai negative (Nurjanah, 2013).

Ada beberapa jenis gulma berdasarkan respon herbisida, termasuk gulma rumput.
Rumput mempunyai batang bulat atau pipih berongga. Kesamaannya dengan teki karena
bentuk daunnya sama-sama sempit. Tetapi dari sudut pengendaliannya terutama responnya
terhadap herbisida berbeda. Berdasarkan bentuk masa pertumbuhan dibedakan gulma rumput
semusim (annual) dan tahunan (parennial). Rumput semusim tumbuh melimpah, tetapi
kurang menimbulkan masalah dibandingkan gulma rumput tahunan.

Adanya berbagai definisi dan dekripsi gulma menunjukkan bahwa golongan gulma
mempunyai kisaran karakter luas dan mempunyai konsekuensi dalam pemberantasan dan
pengelolaannya. Cara identifikasi dengan membandingkan tumbuhan gulma dengan gambar
paling praktis dan dapat dikerjakan sendiri di tempat, oleh karena telah banyak publikasi
gambar dan foto-foto gulma. Dua publikasi gulma P3GI yang disebutkan pada alinia pertama
bab ini, sangat berguna untuk keperluan tersebut. Identifikasi dengan membandingkan
determinasi dari spesies gulma kemudian mencari dengan kunci identifikasi sedikit banyak
kita harus memahami istilah biologi yang berkenaan dengan morfologi (Buhman, 2009).

3
4

Bila ada spesies gulma yang sukar diidentifikasi, maka herbarium gulma (lengkap daun,
batang, bunga, bunga dan akarnya) tersebut dapat dikirim ke herbarium.

Tanda-tanda yang dipakai dalam identifikasi dan penelaahan spesies gulma; terbagi
atas sifat-sifat vegetatif yang bisa berubah sesuai dengan lingkungan dan sifat-sifat generatif
yang cenderung tetap.Sifat vegetatif gulma antara lain, perakaran, bagian batang dan
cabangnya, kedudukan daun, bentuk daun, tepi daun dan permukaan daun, terdapat alat-alat
tambahan misalnya daun penumpu atau selaput bumbung, beragam dan berbeda-beda untuk
tiap spesies gulma. Bagian generatif yang dapat digunakan sebagai kriteria tanaman antara
lain adalah : jumlah dan duduknya bunga, bagian-bagian bunga, warna kelopak bunga, warna
mahkota bunga, jumlah benang sari, serta bentuk ukuran -warna-jumlah buah/biji.

2.2 Analisis Vegetasi

Vegetasi dalam ekologi adalah istilah untuk keseluruhan komunitas tetumbuhan.


Vegetasi merupakan bagian hidup yang tersusun dari tetumbuhan yang menempati suatu
ekosistem. Beraneka tipe hutan, kebun, padang rumput, dan tundra merupakan contoh-contoh
vegetasi. Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dalam ekologi hutan satuan yang
diselidiki adalah suatu tegakan, yang merupakan asosiasi konkrit (Syafei, 2000).Dalam ilmu
vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat
membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini
suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring (Syafei, 1990). Pengamatan
parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem
alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan
abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang
menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain
(Michael, 2005).

Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen
ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada
wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor
lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Setiadi,
2004).
Kelimpahan setiap spesies individu atau jenis struktur biasanya dinyatakan sebagai
suatu persen jumlah total spesises yang ada dalam komunitas, dan dengan demikian
5

merupakan pengukuran yang relatife. Dari nilai relative ini, akan diperoleh sebuah nilai yang
merupak INP. Nilai ini digunakan sebagai dasar pemberian nama suatu vegetasi yang
diamati.Secara bersama-sama, kelimpahan dan frekuensi adalah sangat penting dalam
menentukan struktur komunitas (Michael, 2005).
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit contoh atau
sampel. Dalam pengukuruan dikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi atau
data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat
merusak (destructive measures) dan pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destructive
measures). Untuk keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara
statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan
contoh (sampling unit), apalagi bagi seorang peneliti yang mengambil objek hutan dengan
cakupan areal yang luas. Dengan sampling, seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh
informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih
sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu
populasi. Untuk kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif vegetasi
yang sangat penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas tumbuhan yaitu
kerapatan (density), frekuensi, dan cover (kelindungan) (Nurjannah, 2013).
Kerapatan adalah jumlah individu suatu jenis tumbuhan dalam suatu luasan tertentu,
misalnya 100 individu/ha.Dalam mengukur kerapatan biasanya muncul suatu masalah
sehubungan dengan efek tepi (side effect) dan life form (bentuk tumbuhan). Untuk mengukur
kerapatan pohon atau bentuk vegetasi lainnya yang mempunyai batang yang mudah
dibedakan antara satu dengan lainnya umumnya tidak menimbulkan kesukaran yang berarti.
Masalah lain yang harus diatasi adalah efek tepi dari kuadrat sehubungan dengan keberadaan
sebagian suatu jenis tumbuhan yang berada di tepi kuadrat, sehingga kita harus memutuskan
apakah jenis tumbuhan tersebut dianggap berada dalam kuadrat atau di luar kuadrat. Untuk
mengatasi hal ini biasanya digunakan perjanjian bahwa bila > 50% dari bagian tumbuhan
tersebut berada dalam kuadrat, maka dianggap tumbuhan tersebut berada dalam kuadrat dan
tentunya barns dihitung pengukuran kerapatannya (Irwanto, 2010).
Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana ditemukannya
jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Biasanya frekwensi dinyatakan dalam
besaran persentase. Misalnya jenis Avicennia marina (api-api) ditemukan dalam 50 petak
contoh dari 100 petak contoh yang dibuat, sehingga frekuensi jenis api-api tersebut adalah
50/100 x 100% = 50%. Jadi dalam penentuan frekwensi ini tidak ada counting, tetapi hanya
suatu perisalahan mengenai keberadaan suatu jenis saja (Hadisubroto, 2010).
6

Kelindungan adalah proporsi permukaan tanah yang ditutupi oleh proyeksi tajuk
tumbuhan. Oleh karena itu, kelindungan selalu dinyatakan dalam satuan persen. Misalnya,
jenis Rhizophora apiculata (bakau) mempunyai proyeksi tajuk seluas 10 mZ dalam suatu
petak contoh seluas 100 m-, maka kelindungan jenis bakau tersebut adalah 10/100 x 100% =
10%. Jumlah total kelindungan semua jenis tumbuhan dalam suatu komunitas tumbuhan
mungkin lebih dari 100%, karena sering proyeksi tajuk dari satu tumbuhan dengan tumbuhan
lainnya bertumpang tindih (overlapping). Sebagai pengganti dari luasan areal tajuk,
kelindungan bisa juga mengimplikasikan proyeksi basal area pada suatu luasan permukaan
tanah.dan luasannya diukur dengan planimeter atau sistem dotgrid dengan kertas grafik
(Nurjannah, 2013).
Penelitian dilakukan dengan analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat
berukuran 1m x 1m. Untuk menentukan blok pengamatan dilakukan dengan metode
purposive sampling yaitu dipilih blok yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada masing-
masing lahan, plot sampel diletakkan di gawangan dan piringan. Pada masing-masing lahan,
plot sampel diletakkan di gawangan dan piringan (Soekisman, 1984).

Plot sampel yang permanen telah terbukti sangat bermanfaat untuk menginvetarisir
spesies tumbuhan dan memonitor dinamika hutan dalam suatu rentang waktu (Condit et al.
1996). Inventarisasi kuantitatif dengan menggunakan plot sampel permanen (PSP) juga telah
banyak diterapkan di hutan-hutan di Indonesia, akan tetapi sebagian merupakan informasi
yang sangat penting dalam perencanaan kegiatan manajemen dan restorasi kawasan hutan
(Sutomo, 2012).

Prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang
ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada
dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat
analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak
contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan
teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan:
(1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah
minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang
mewakili jika menggunakan metode jalur (Andre, 2009).
7

2.3 Metode Kuadran

Metode kuadrat pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja
yangmenjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk
mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Keragaman spesies dapat
diambiluntuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah
spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat
dinyatakansecara numerik sebagai indeks keragaman atau indeks nilai penting (Rahardjanto,
2001).

Metode luas minimum dilakukan dengan cara menentukan luas daerah contoh vegetasi
yang akan diambil dan didalamnya terdapat berbagai jenis vegetasi tumbuhan. Syarat untuk
pengambilan contoh haruslah representative bagi seluruh vegetasi yang dianalisis. Keadaan
ini dapat dikembalikan kepada sifat umum suatu vegetasi yaitu vegetasi berupa komunitas
tumbuhan yang dibentuk oleh beragam jenis populasi. Dengan kata lain peranan individu
suatu jenis tumbuhan sangat penting. Sifat komunitas akan ditentukan oleh keadaan-keadaan
individu dalam populasi (Surasana, 1990).

Metode Kuadrat adalah salah satu metode dengan bentuk sampel dapat berupa segiempat
atau lingkaran dengan luas tertentu. Hal ini tergantung pada bentuk vegetasi. Berdasarkan
metode pantauan luas minimum akan dapat di tentukan luas kuadrat yang diperlukan untuk
setiap bentuk vegetasi tadi. Untuk setiap plot yang di sebarkan di lakukanperhitungan
terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan dan frekuensi. Variabel kerimbunan dan
kerapatan di tentukan berdasarkan luas kerapatan. Dari spesies yang ditemukan dari sejumlah
kuadrat yang di buat (Rahardjanto, 200).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 WAKTU DAN TEMPAT

Adapun praktikum kali ini kami laksanakan pada hari rabu 31 oktober 2018 pukul 15;00
sampai dengan 17;00 WIB

3.2 ALAT DAN BAHAN

Bahan : adapun bahan yang digunakan berupa Lahan yang akan dianalisis vegetasikan

Alat : adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu; 1. Tali rafia (plastik), 2.
Pisau/gunting, 3. Pasak kayu enam (6) buah, 4. Martil/palu, 5. Meteran (ukuran dua/tiga
meter), 6. Timbangan, 7. Oven/pengering, 8. Kantong plastik, 9. Kertas serta kertas grafik.

3.3 PROSEDUR KERJA

1. Menentukan titik di lahan yang akan dianalisis dengan cara memilih tempat yang
mempunyai jenis gulma yang sangat beragam (dari jumlah jenis gulma yang banyak)
berjalan menuju tempat yang jumlah jenis gulmanya sedikit.
2. Dari titik tersebut (O) dibuat ordinat (Y) dan absis (X) kemudian dibuat petak bujur
sangkar dengan ukuran (1 x 1) m.
3. Catatlah semua jenis gulma yang ada pada petak tersebut (langkah kedua).
4. Buat petak kedua dengan ukuran dua kali ukuran petak pertama (langkah kedua),
kemudian catatlah semua jenis gulma.
5. Buat petak ketiga dengan ukuran dua kali luas petak kedua, kemudian catatlah semua
jenis gulma yang ada.
6. Buatlah petak keempat dan seterusnya dengan ukuran petak dua kali ukuran petak
sebelumnya dan dihentikan pembuatan petak selanjutnya apabila sudah tidak
ditemukan atau ditemukan sedikit sekali (satu) penambahan jenis gulma.
7. Buatlah grafik/kurve spesies area dengan meletakkan jumlah jenis gulma secara
komulatif pada sumbu Y dan luas petak bujur sangkar pada sumbu X.
8. Buatlah garis M dari titik O ditarik melalui perpotongan ordinat 10 % dari jenis gulma
dan absis 10 % dari luas petak contoh.
9. Buatlah garis singgung N yang sejajar dengan garis M. Dari titik singgung tersebut
(P) diproyeksikan ke sumbu X (absis) memotong absis pada titik Q. Luas plot terkecil
= seluas titik P sampai titik Q.

8
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Karapatan mutlak dan Kerapatan Nisbi

NO GULMA PETAK K. MUTLAK K. NISBI (100%)


I II III IV K.Mutlak = K. Nisbi =
∑ individu suatu jenis {K. Mutlak jenis gulma/∑
dalam tiap petak K. Mutlak semua jenis
gulma} x 100%

16,12%
1. Cyperus rotundus 8 6 4 2 20
2. Agerantum conyzoides 5 8 4 0 17 13,70%
3. Lantana camara 3 1 1 0 5 4,03%
4. Cistus albidus 4 2 0 1 7 5,64%
5. Colutea arborescens L. 6 1 3 1 11 8,87%
6. Asystasia intrusa 0 6 0 8 14 11,29%
7. Lythrum salicaria L. 4 2 0 0 6 4,83%
8. Mimosa pudica 7 0 0 5 12 9,67%
9. Typha latifolia L. 6 4 0 1 11 8,87%
10. Capsella bursapastoris 5 3 0 1 9 7,25%
11. Imperata cylindrica 3 2 1 6 12 9,67%
JUMLAH 51 35 13 25 124 100%

Grafik 1. Kurve Spesies Area


PETAK I PETAK II PETAK III PETAK IV
8 8 8
7
6 6 6 6 6
5 5 5
4 4 4 4 4
3 3 3 3
2 2 2 2
11 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 00 00 0 0

9
Tabel. 2 Frekuensi mutlak Frekuensi Nisbi

NO GULMA PETAK F. MUTLAK F. NISBI (100%)


I II III IV
F.Mutlak = F. Nisbi =
∑ Petak contoh yang {F. Mutlak gulma
berisi gulma tertentu/∑ nilai F.
tertentu/∑ semua Mutlak semua jenis} x
petak 100%

1 1 1 1
1. Cyperus rotundus 1 15,38%
2. Agerantum conyzoides 1 1 1 0 0,75 11,53%
3. Lantana camara 0 1 1 0 0,5 7,69%
4. Cistus albidus 0 0 1 1 0,5 7,69%
5. Colutea arborescens L. 1 0 1 0 0,5 7,69%
6. Asystasia intrusa 0 1 0 1 0,5 7,69%
7. Lythrum salicaria L. 1 1 0 0 0,5 7,69%
8. Mimosa pudica 1 0 0 1 0,5 7,69%
9. Typha latifolia L. 1 1 0 1 0,5 7,69%
10. Capsella bursapastoris 1 1 0 0 0,75 11,53%
11. Imperata cylindrica 1 1 1 1 0,5 7,69%
JUMLAH 8 8 6 6 6,5 100%

Tabel Lemparan

No Lemparan ke- Berat Kering


1 1 4,31 gr
2 2 6,02 gr
3 3 25,41 gr

10
Tabel 3. Nilai Penting dan Summed Dominance Ratio (SDR)

NO GULMA K. Nisbi F. Nisbi Nilai Penting SDR


Kerapatan Nilaipenting/2
Nisbi +
Frekuensi Nisbi

31,50%
15,75
1. Cyperus rotundus 16,12% 15,38%
2. Agerantum conyzoides 13,70% 11,53% 25,23% 12,61
3. Lantana camara 4,03% 7,69% 11,72% 5,86
4. Cistus albidus 5,64% 7,69% 13,33% 6,66
5. Colutea arborescens L. 8,87% 7,69% 16,56% 8,28
6. Asystasia intrusa 11,29% 7,69% 18,98% 9,49
7. Lythrum salicaria L. 4,83% 7,69% 12,52% 6,26
8. Mimosa pudica 9,67% 7,69% 17,36% 8,68
9. Typha latifolia L. 8,87% 7,69% 16,56% 8,28
10. Capsella bursapastoris 7,25% 11,53% 18,78% 9,39
11. Imperata cylindrica 9,67% 7,69% 17,36% 8,68

11
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Vegetasi gulma menggambarkan perpaduan berbagai jenis gulma di suatu


wilayah atau daerah tertentu.
2. Konsep dan metode analisis vegetasi sangat beragam tergantung kepada
keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya.
3. Jenis gulma yang paling mendominasi diantara kelima jenis gulma diatas
adalah Cyperus rotundus

5.2 SARAN

Pada praktikum Pengendalian Gulma selanjutnya dilakukan pelemparan dengan baik


serta identifikasi gulma dapat menggunakan buku identifikasi tumbuhan/kunci determinasi
sehingga tumbuhan yang ditemukan pada plot dapat dengan mudah diidentifikasi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Andre. M.2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari


Analisa Vegetasi. http://boymarpaung.wordpress.com. Indralaya : Diakses pada
Tanggal 7 November 2018

Buhman, R dkk. 2009. Gulma dan Teknik pengendaliannya. Yogyakarta: Konisius

Djafarudin. 2006.Dasar-dasar Perlindungan Tanaman Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Hadisubroto, Tisno. 2006. Ekologi Dasar. Deptdikbud. Jakarta.


Nurjanah,Uswatun dkk. 2013. Penuntun Praktikum Pengendalian Gulma. FAPERTA UNIB.
Bengkulu.

Irwanto. 2010. Analisis Vegetasi Parameter Kuantitatif. http://www.irwanto shut.net.


Diakses pada 6 November 2018

Michael, P. 2005. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press.
Jakarta.
Rahardjanto. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA. Malang

Setiadi. 2004. Ekologi Tropika. ITB. Bandung


Soekisman, 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta.

Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB.

Sutomo, dkk. 2012. Studi Awal Komposisi dan Dinamik Vegetasi Pohon

Syafei, Eden Surasana. 2000. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB.

13

Anda mungkin juga menyukai