Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HAND SANITIZER

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT

Disusun Oleh:
Nama : Ariny Wafa Ilmiyah Putri
NIM : 161710101041
Kelompok/Kelas : 6 / THP B

Asisten: 1. Rina Kartika Wati 082340144468


2. Lutfi Putri Yusviani 082346057858
3. Dwi Cahya Putra 081217280695
4. Seno Dwi Pratama P 082233842560

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mencuci tangan adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan jari
jemari menggunakan air ataupun cairan lainnya oleh manusia dengan tujuan untuk
menjadikan tangan bersih. Mencuci tangan dapat menurunkan jumlah kuman di
tangan sampai dengan 58%. Sementara di Indonesia, ada 151.000 anak balita yang
meninggal dengan 56.000 di antaranya karena Diare dan Pneumonia (WHO,
2011). Hal ini dikarenakan rendahnya kesadaran masyarakat mengenai kesehatan,
salah satunya mencuci tangan dengan sabun.
Dewasa ini, pemakaian Hand Sanitizer semakin marak di kalangan
masyarakat. Pemakaiannya yang efektif dan efisien menjadi daya tarik utama dari
Hand Sanitizer. Karena Hand Sanitizer merupakan Antiseptik pencuci tangan
tanpa perlu dibilas. Produk Hand Sanitizer ini mengandung antiseptik yang
digunakan untuk membunuh kuman yang ada di tangan. Jenis Produk Hand
Sanitizer inipun juga semakin beragam, baik komposisinya, zat pembawanya,
serta telah dipasarkan produk-produk baru yang digunakan secara meluas di
masyarakat.
Antiseptik merupakan bahan kimia untuk mencegah multiplikasi
mikroorganisme pada permukaan tubuh, dengan cara membunuh mikroorganisme
tersebut atau menghambat pertumbuhan dan aktivitas metaboliknya. Hand
Sanitizer antiseptik yang sering digunakan adalah alkohol. Alkohol telah
digunakan secara luas sebagai obat antiseptik kulit karena mempunyai efek
menghambat pertumbuhan bakteri. Kandungan Alkoholnya yaitu sebesar 60-95%.
Produk dengan alkohol dibawah 60% tidak efisien dalam membunuh kuman.
Namun, kandungan alkohol yang terlalu tinggi juga jangan digunakan karena
berdasarkan penelitian di American Journal of Infection Control (AJIC)
memberikan hasil bahwa produk pembersih tangan yang memiliki kandungan
alkohol 95% ternyata tidak mengandung cukup pelembab. Pada produk ini,
alkohol yang digunakan adalah ethanol dengan konsentrasi 70%.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini yaitu agar mahasiswa mengetahui cara
pembuatan hand sanitizer dan mengetahui fungsi bahan yang digunakan serta
dapat membedakan hasil hand sanitizer dengan perbedaan subtitusi penambahan
ekstrak teh.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hand Sanitizer


Hand sanitizer merupakan cairan pembersih tangan berbahan dasar alkohol
yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dengan cara pemakaian tanpa
dibilas dengan air. Cairan dengan berbagai kandungan yang sangat cepat
membunuh mikroorganisme yang ada di kulit tangan (Benjamin, 2010). Hand
sanitizer banyak digunakan karena alasan kepraktisan. Hand sanitizer mudah
dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunkan air. Hand sanitizer
sering digunakan ketika dalam keadaan darurat dimana kita tidak bisa menemukan
air. Kelebihan ini diutarakan menurut US FDA (Food Drug Administration) dapat
membunuh kuman dalam waktu kurang lebih 30 detik (Benjamin, 2010). Selain
itu hand sanitizer atau biasa disebut gel pembersih tangan merupakan gel yang
memiliki antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri (Retnosari
dan Isadiartuti 2006). Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau
etanol yang dicampurkan bersama dengan bahan pengental, misal karbomer,
gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, gel, atau busa untuk memudahkan
penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol.
Berdasarkan penelitian The Centers for Disease Control and Prevention
(CDC), hand sanitizer dengan kandungan alkohol diatas 60% dapat berfungsi
sebagai antibakteri maupun antivirus. Walaupun tidak dapat membunuh seluruh
jenis bakteri dan virus. Mekanisme kerja dari hand sanitizer, bahan kimia yang
mematikan bakteri disebut dengan bakterisidal, sedangkan bahan kimia yang
menghambat pertumbuhan disebut bakteriostatik. Bahan antimikrobial dapat
bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun bersifat bakterisidal pada
konsentrasi tinggi. Dalam menghambat aktivitas mikroba, alkohol 50-70%
berperan sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi protein, denaturasi dan
koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dan akhirnya aktivitasnya terhenti. (CDC, 2009).
1. Kandungan Hand Sanitizer
Secara umum hand sanitizer mengandung alcohol 60-95%, benzalkonium
chloride, benzethonium chloride, chlorhexidine, gluconatee, chloroxylenolf,
clofucarbang, hexachloropheneh, hexylresocarcinol, iodine (Benjamin,
2010). Menurut CDC (Center for Disease Control) hand sanitizer terbagi
menjadi dua yaitu mengandung alkohol dan tidak mengandung alkohol.
Hand sanitizer dengan kandungan alcohol antara 60- 95 % memiliki efek
anti mikroba yang baik dibandingkan dengan tanpa kandungan alkohol. (
CDC, 2009).
2. Manfaat Hand Sanitizer
Alkohol banyak digunakan dalam hand sanitizer, hal ini dikarenakan
alkohol sangat efektif dalam membunuh berbagai macam dan jenis kuman
dan bakteri. Bakteri yang diketahui dapat terbunuh oleh alkohol adalah
bakteri tuberculosis, bakteri penyebab influenza dan berbagai bakteri
yang sering menyebabkan demam. Hand sanitizer tanpa alkohol
mengandung triclosan dan benzalkonium chloride. Kedua kandungan
tersebut juga efektif dalam membunuh bakteri dan kuman yang terdapat di
kulit.
Kandungan aktif yang sering ditemukan pada hand santizer dipasaran
adalah 62% etil alcohol yang bermanfaat dalam membunuh bakteri (Liu,
2010). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Liu et al, menyatakan bahwa
efektivitas dari suatu hand sanitizer ditentukan oleh berbagai faktor seperti,
jenis antiseptic yang kita gunakan dan banyaknya, metode penelitian dan
target organisme.
Hand sanitizer memiliki efektivitas pada virus yang kurang baik
dibandingkan dengan cuci tangan menggunakan sabun. Kandungan sodium
hipoklorite dalam sabun dapat menghancurkan integritas dari capsid
protein dan RNA dari virus, sedangkan hand sanitizer dengan alkohol hanya
berefek pada kapsid protein virus (Fukusaki, 2006; McDonnell 1999).
3. Mekanisme Kerja Hand Sanitizer
Bahan kimia yang mematikan bakteri disebut bakterisidal, sedangkan
bahan kimia yang menghambat pertumbuhan disebut bakteriostatik. Bahan
antimicrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun
bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Dalam menghambat aktivitas
mikroba, alkohol 50-70% berperan sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi
protein, denaturasi dan koagulasi protein akan merusak enzim sehingga
mikroba tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan akhirnya
aktivitasnya terhenti (CDC, 2009).
Adapun tipe sanitizer dapat dibedakan menurut teknik yang digunakan
menjadi tiga. Pertama, pemanasan misalnya penggunaan uap panas dan air panas.
Kedua, radiasi seperti ultraviolet. Ketiga, dengan bahan kimia misalnya klorin,
iodine, asam, hidrogen peroksida dan ozone. Teknik pemanasan dan radiasi
kurang digunakan dalam fasilitas produksi pangan dibandingkan dengan
penggunaan bahan kimia.
Fardiaz dan Jenie (1989), menyatakan bahwa berbagai jenis bahan kimia yang
bersifat sebagai bahan sanitizer banyak ditemui di pasaran, tetapi belum ada satu-
pun jenis sanitizer yang ideal dalam setiap penggunaan dan untuk semua tujuan.
Hal ini disebabkan oleh beragamnya kondisi dimana bahan digunakan, perbedaan
dalam cara kerja desinfektan dan banyaknya sel mikroba yang akan dihancurkan.
Sanitizer kimia umumnya dikelompokkan berdasarkan senyawa kimia yang
mematikan mikroorganisme yaitu (1) senyawa-senyawa klorin, (2) senyawa
quarternary ammonium, (3) Iodofor dan (4) senyawa amfoterik. (Jenie,1989).

2.2 SNI Hand Sanitizer


Hand sanitizer atau gel pembersih tangan ini juga dikenal dengan detergen
sintetik cair pembersih tangan yang merupakan sediaan pembersih yang dibuat
dari bahan aktif detergen sintetik dengan atau tanpa penambahan zat lain yang
tidak menimbulkan iritasi pada kulit (SNI, 1992). Di Negara berkembang,
detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai bahan kebersihan. Di
Indonesia, syarat mutu detergen sintetik cair pembersih tangan diatur berdasarkan
SNI-06-2588-1992 yang dapat dilihat dalam Tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Standar Mutu Detergen Sintetik Tangan
No. Jenis Uji Persyaratan
1. Kadar zat aktif Min 5,0%
2. pH 4,5-8,0
3. Emulsi cairan Stabil
4. Zat tambahan Sesuai peraturan yang berlaku
(Sumber : SNI-06-2588-1992)
Efektivitas hand sanitizer ini dipengaruhi oleh faktor fisik kimia seperti waktu
kontak, suhu, konsentrasi, pH, kebersihan peralatan, kesadahan air, dan serangan
bakteri (Marriot, 1999). Sanitizer yang ideal menurut Marriot (1999), harus
memiliki beberapa hal seperti dibawah ini :
1. Memiliki sifat menghancurkan mikroba, aktivitas spektrum melawan fase
vegetatif bakteri, kapang, dan khamir
2. Tahan terhadap lingkungan (efektif pada lingkungan yang mengandung bahan
organik, deterjen, sisa sabun, kesadahan air, dan perbedaan pH).
3. Mampu membersihkan dengan baik.
4. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
5. Larut dalam air dalam berbagai konsentrasi.
6. Bau dapat diterima.
7. Konsentrasi stabil.
8. Mudah digunakan.
9. Tidak mahal.
10. Mudah pengukurannya jika digunakan dalam larutan.
Sedangkan menurut (Rowe et al, 2005) sifat yang harus dimiliki gel
pembersih tangan yaitu :
1. Memiliki viskositas dan daya lekat yang tinggi da tidak mudah mengalir pada
permukaan kulit
2. Memiliki sifat tixotropi, sehingga mudah merata pada saat dioleskan
3. Memiliki derajat kejernihan yang tinggi (nilai estetika)
4. Tidak meniggalkan bekas atau hanya berupa lapisan tipis seperti film pada
saat dipakai
5. Mudah tercuci air
6. Daya lubrikasi yang tinggi
7. Memberikan rasa lembut dan sensasi dingin saat dipakai

2.3 Fungsi Bahan


Berikut adalah fungsi bahan yang digunakan dalam pembuatan hand
sanitizer:
1. Ekstrak teh memiliki kandungan kimia berupa polifenol (katekin), tannin,
flavonoid, dan metilxantin (kafein, theofilin, dan theobromine). Teh
mengandung banyak senyawa bioaktif yang sepertiganya berupa polifenol.
Polifenol dapat berupa flavonoid atau non-flavonoid, namun kebanyakan
polifenol yang dikandung teh berupa flavonoid. Polifenol pada teh berupa
katekin dan flavanol. Senyawa ini berfungsi sebagai antioksidan untuk
menangkap radikal bebas dalam tubuh dan dapat mencegah
berkembangnya sel kanker dalam tubuh. (Spillane, 1992).
2. Carbopol 940 lebih dikenal dengan nama carboner 940. Secara kimia,
carbopol ini merupakan polimer sintetik dari asam akrilat dengan bobot
molekul tinggi (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Carbopol berbentuk
serbuk, berwarna putih dan higroskopik. Jika konsentrasi carbopol 940
tinggi akan menjadi plastis. Carbopol 940 tidak toksisk dan tidak
mempengaruhi aktivitas biologi obat tertentu. Carbopol bersifat stabil,
higroskopik, penambahan temperature berlebih dapat mengakibatkan
kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas. Carbopol 940
memiliki viskositas antara 40.000-60.000 (cP) digunakan sebagai bahan
pengental yang baik, viskositasnya tinggi, menghasilkan gel yang bening
(Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Mekanisme pembentukan gel terjadi saat
stuktur polimer dari carboner terikat dengan pelarut dan terjadi ikatan
silang pada polmer-polimer sehingga molekul pelarut akan terjebak
didalamnya, kemudian terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk
struktur yang kaku dan tegar yang tahan terhadap gaya maupun tekanan
tertentu (Martin, 1993).
3. Aquades disebut juga Aqua Purificata (air murni) dengan H2O. Air murni
adalah air yang dimumikan dari destilasi. Satu molekul air memiliki dua
hidrogen atom kovalen terikat untuk satu oksigen. Aquades merupakan
cairan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau. Aquades juga
memiliki berat molekul sebesar 18,0 g/mol dan pH antara 5-7. Rumus
kimia dari aquades yaitu H2O. Aquades ini memiliki allotrop berupa es
dan uap. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki
rasa. Aquades merupakan elektrolit lemah. Air dihasilkan dari
pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut
bagi kebanyakan senyawa (Sarjoni, 2003).
4. Trietanolamin dapat digunakan sebagai zat pembasa dan zat pengemulsi.
Trietanolamin secara luas digunakan dalam sediaan topikal karena dapat
membentuk emulsi. TEA juga digunakan pada pembentukan garam untuk
sediaan injeksi dan preparat topical analgesic. TEA adalah campuran
trietanolamina, dietanolamina, dan monoetanolamina. Mengandung tidak
kurang dari 99% dan tidak lebih dari 107,4% dihitung terhadap zat
anhidrat sebagai TEA N . Pemberian cairan kental, tidak
berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik.
Kelarutan mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam kloroform.
Fungsinya sebagai zat tambahan dan membantu stabilitas gel dengan basis
carbopol (Rowe et.al, 2003).
5. Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
101,0% . Digunakan sebagai zat tambahan, zat pengawet.
Kelarutan: larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan dalam 3 bagian aseton; mudah larut
dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida; larut dalam 60 bagian
gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika
didinginkan larutan tetap jernih. Penggunaan metilparaben antara 0,02-0,3
% (Rowe et.al, 2003).
6. Propil paraben digunakan secara luas sebagai antimikroba dalam
kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmaseutikal lainnya.
Penggunaan propil paraben dengan metil paraben digunakan sebagai
pengawet pada berbagai sediaan parental. Propil paraben berbentuk kristal,
berwarna putih, tidak berbau, dan serbuk yang tidak berasa (Rowe et al,
2003). Propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa
dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya zat-zat yang
tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilglikol adalah cairan
bening, tidak berwarna, kental, dan hamper tidak berbau. Propilglikol juga
digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur (Loden, 2009).
Propilglikol secara umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin
dan dapat melarutkan berbagai bahan seperti kortikosteroid, fenol, obaat-
obatan sulfa, baritur, vitamin A dan D, alkaloid, dan banyak anestesi local
(Rowe et al, 2006).
7. Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam
pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang
yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah
cairan bening, tidak berwarna, kental, dan hampir tidak berbau. Memiliki
rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa,
propilen glikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan
suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol.
Propilen glikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur.
Data klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit pada pemakaian propilen
glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2% (Lodėn, 2009). Propilen
glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet dalam
berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Propilen glikol secara
umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat
melarutkan berbagai bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan
sulfa, barbiturat, vitamin A dan D, alkaloid, dan banyak anestesi lokal
(Rowe et al., 2005).
2.4 Reaksi yang Terjadi
Gel merupakan sediaan setengah padat atau semisolida yang pada umumnya
transparan, dapat ditembus oleh cahaya dan jernih. Gel biasanya mengandung
banyak air, sehingga memungkinkan untuk terjadi adanya kontaminasi oleh
mikroba. Selain itu, basisnya/gelling agent yang biasa digunakan adalah polimer
dan gum merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme sebagai media
pertumbuhan.
Gel terdiri dari dua sistem, yaitu single-phase system dan two-phase system.
Single phase terjadi bila fase terdispersi melarut dan mengembang sehingga hanya
terlihat sebagai satu fasa saja. Gelling agent yang biasa digunakan adalah suatu
polimer atau senyawa makromolekul seperti carbomer(carbopol). Sedangkan two-
phase system terdiri dari senyawa anorganik yang tidak larut dan terdispersi
homogen dalam bentuk flokulat-flokulat, sehingga terbentuk seperti terdiri dari
dua fase yang saling tidak campur dan tidak jernih. Contohnya seperti bentonit
magma.
Pembagian basis didasarkan atas sifatnya terhadap air, yaitu basis hidrofob
dan basis hidrofil. Basis hidrofob (tidak suka air) atau disebut juga organogel.
Contoh bahan pembentuk adalah :
- Senyawa hidrokarbon, seperti minyak mineral/gel polietilen, petrolatum.
- Lemak hewan dan tumbuhan, seperti lard, lemak coklat
- Basis sabun berminyak, seperti gel aluminium stearat, minyak mineral
- Organogel hidrofilik yang sering digunakan adalah carbowax/ PEG dengan BM
tinggi. Sebenarnya carbowax digolongkan pada golongan hidrofil. Namun
carbowax memiliki BM yg tinggi sehingga lebih bersifat hidrofob yang bagus
untuk melarutkan minyak, oleh sebab itu carbowax lebih cocok digunakan sebagai
basis hidrofob.
Pada basis hidrofob memungkinkan adanya fase minyak, dengan solven
selain air (biasanya minyak mineral), sehingga memudahkan obat-obat tertentu
untuk melarut ataupun berbagai jenis minyak. Namun dengan adanya kandungan
minyak yang lebih banyak daripada air maka sediaan akan terasa lengket dan
berminyak, dan juga sukar untuk dibersihkan (kurang acceptable).
Sedangkan basis hidrofilik dapat digunakan propilen glikol, gliserol ataupun
air sebagai solvennya. Sebagai gelling agentnya dapat digunakan polimer2, seperti
polimer alam (tragakan, alginate, agar), polimer semisintetis ( derivate selulosa
seperti, metal selulosa, CMC-Na, HPMC, HPC), polimer sintetis
(carbomer/carbopol).
Inti untuk membuat suatu sediaan topical adalah dimana obat mempunyai
ikatan yang tidak terlalu kuat dengan basis, sehingga obat akan mudah melepas
dari basisnya dan mudah untuk penetrasi. Bahan yang sering digunakan adalah
carbomer. Carbomer mempunyai struktur senyawa kimia dimana setiap ujung-
ujung pada rantai mempunyai gugus RCOOH yang bersifat asam. Bila
direaksikan dengan air dalam suasana asam, maka akan terbentuk afinitas yang
kuat antara obat dengan basis, sehingga obat yang larut air akan sukar pada saat
akan berpenetrasi kedalam membrane kulit. Oleh sebab itu perlu ditambahkan
suatu basa penetral (NaOH, KOH, NH4OH) yang akan mengadakan ionisasi dan
menyebabkan obat yang terlarut air dapat masuk dan terjebak dalam struktur
namun dapat melepas kembali dengan mudah.
Bahan pembentuk gel umumnya mempunyai kelarutan dalam air yang tinggi
yang dipengaruhi beberapa factor, antara lain : temperature, bentuk dan ukuran
molekul, berat molekul, garam, dan pH. semakin kecil ukuran partikel semakin
luas permukaannya sehingga semakin mudah melarut.
Gel mempunyai mekanisme pembentukan sebagai berikut, apabila senyawa
polimer/makromolekul (struktur kompleks) yang bersifat hidrofil/hidrokoloid
didispersikan kedalam air maka akan mengembang. Kemudian terjadi proses
hidrasi molekul air melalui pembentukan ikatan hydrogen , dimana molekul-
molekul air akan terjebak didalam struktur molekul kompleks tersebut dan akan
terbentuk masa gel yang kaku/kenyal.
Pada proses pembuatan gel ada kemungkinan terjadinya syneresis, yaitu suatu
peristiwa dimana terjadinya pemisahan fase cair akibat adanya kontraksi pada
system gel selama masa pendiaman. Hal ini disebabkan karena adanya tekanan
terhadap fase luar akibat interaksi yang besar oleh fase terdispersi yang
mengakibatkan terpisahnya fase luar. Hal ini merupakan suatu ketidakstabilan
secara termodinamika. Adanya pengaruh pH juga dapat menyebabkan terjadinya
syneresis. pH rendah dimungkinkan dapat memberikan tekanan pada proses
ionisasi pada senyawa golongan asam karboksilat. Selain itu juga dapat
menghilangnya hidrasi air dan pembentukan intramolekuler.
Parameter kritis pada proses pembentukan gel adalah,antara lain :
1. Temperature yang akan berpengaruh pada kemampuan untuk mengembang
sempurna
2. Volume solven
3. Kecepatan dan lama pengadukan . pengadukan yg terlalu kuat dan cepat dapat
mengakibatkan rusaknya system polimer dan akan mengakibatkan banyaknya
gelembung udara yang akan terjebak didalam system polimer (Rowe et al., 2005).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Waterbath
b. Beaker glass
c. Neraca analitik
d. Spatula
e. Gelas ukur
f. Wadah
g. Pipet
f. Pi-pump
3.1.2 Bahan
a. Ekstrak daun teh : 5 ml; 7,5 ml; 10 ml
b. Karbopol 940 (0,5 g)
c. Aquades (Peneraan hingga 100 mL)
d. TEA (0,5 mL)
e. Metil paraben (0,18 g)
f. Propil paraben (0,02 g)
g. Propilenglikol (15 g)

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Ekstraksi Teh
Pada pembuatan hand sanitizer, langkah pertama yang dilakukan yaitu
preparasi bahan yaitu ekstrak teh. Ekstrak teh berfungsi sebagai antioksidan untuk
menangkal radikal bebas. Pembuatan ekstrak teh menggunakan proses ektraksi
daun teh yang telah dihaluskan dengan penambahan aquades (1:20). Kemudian
dilakukan pemanasan untuk melarutkan ekstrak teh oleh aquades yang dipanaskan
menggunakan waterbath pada suhu 100°C selama 1 jam dan dihasilkan ekstrak
teh.
Daun teh yang
telah dihaluskan

Aquadest Ekstraksi
1:20

Pemanasan dengan waterbath


T= 1000C selama 1 jam

Ekstrak teh

Gambar 1. Skema Pembuatan Ekstrak Teh

3.2.2 Pembuatan Hand sanitizer


a. Tahap 1
Langkah selajutnya setelah pembuatan ekstrak teh yaitu pembuatan
larutan A yang menggunakan karbopol yang ditambahakan kedalam
aquades setelah dipanaskan dan dilakukan pengadukan hingga larutan
menjadi kental karena adanya penambahan carbopol. Carbopol bersifat
stabil, higroskopik, penambahan temperature berlebih dapat
mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas.

Karbopol
10 g

Penambahan
aquades panas Pengadukan selama 5 menit
10 mL

Gambar 2. Skema Pembuatan Larutan A


b. Tahap 2
Kemudian dilajutkan pembuatan larutan B menggunakan ekstrak teh,
metil paraben, propil paraben dan propilenglikol yang dicampur kedalam
beakerglass. Penggunaan ekstrak teh berfungsi sebagai antioksidan untuk
menangkal radikal bebas, metil dan propil paraben berfungsi sebagai
preserfatif untuk memperpanjang uur simpan produk dan propilenglikol
berfungsi sebagai pelarut dan pengawet dalam berbagai formulasi
parenteral dan nonparenteral.

Ekstrak Metil Propil Propilenglik


teh paraben paraben ol

Pencampuran

Gambar 3. Skema Pembuatan Larutan B


c. Tahap 3
Langkah selanjutnya yaitu larutan A ditambahkan kedalam larutan B
dan dilakukan pengadukan. Kemudian dilakukan peneraan dengan aquades
hingga volume 100 ml dan kembali diaduk hingga larutan homogen. Lalu
ditambahkan TEA sedikit demi sedikit dengan pengadukan. TEA
berfungsi sebagai zat tambahan dan membantu stabilitas gel dengan basis
carbopol.

B Pengadukan

Penambahan Pengadukan
aquades hingga

Penambahan Pengadukan
TEA sedikit demi

Hand-Sanitizer

Gambar 4. Skema Peencampuran Larutan A dan B


BAB 4. PEMBAHASAN

Antiseptik adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan


dan membunuh mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada
permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan
obat-obatan maupun disinfektan. Obat-obatan seperti antibiotik misalnya,
membunuh mikroorganisme secara internal, sedangkan disinfektan berfungsi
sebagai zat untuk membunuh mikro
organisme yang terdapat pada benda yang tidak bernyawa.
Pembersih tangan atau hand sanitizer merupakan salah satu produk
antiseptik. Dalam praktikum pembuatan hand sanitizer ini menggunakan ekstrak
daun teh, karbopol 940, aquades, TEA, metil paraben, propil paraben dan propilen
gliokol. Praktikum pembuatan hand sanitizer dilakukan dengan variasi subtitusi
penggunaan ekstak daun teh, sehingga menghasilkan tiga sampel produk.
Konsentrasi ekstrak daun teh yang digunakan yaitu sampel A (5ml), sampel B (7,5
ml) dan sampel C (10 ml) serta dengan konsentrasi bahan lain yang sama. Berikut
merupakan hasil data pengamatan dari ketiga sampel hand sanitizer :
Tabel 2. Hasil Data Pengamatan Hand Sanitizer
Ekstrak Daun Teh
No. Hand Sanitizer
5 ml 7,5 ml 10 ml
1. Viskositas Sangat kental Agak kental Sedikit kental
Orange
2. Warna Orange Coklat
kecoklatan
3. Aroma (melati) Sedikit harum Harum Sangat harum
4. Kelengketan Tidak lengket Tidak lengket Agak lengket
5. Daya sebar ++ +++ +++
Keterangan : semakin +, maka semakin besar daya sebarnya
Pada perolehan hasil data pengamatan diatas, dilakukan pengujian dengan
lima parameter yang meliputi viskositas (kekentalan), waran, aroma (penambahan
parfum), kelengketan dan daya sebar hand sanitizer ketika dilakukan pemakaian
ditangan. Dari ketiga sampel menghasilan produk akhir dengan karakteristik yang
berbeda-beda.
Pertama, yaitu pada parameter viskositas hand sanitizer. Setiap sampel hand
sanitizer memiliki viskositas yang berbeda-beda. Viskositas pada setiap sampel
yang dihasilkan yaitu, sampel A sangat kental, sampel B agak kental dan sampel
C sedikit kental. Diketahui bahwa viskositas yang dinginkan yaitu stabil atau
memiliki daya lekat yang tinggi dengan maksud bahwa tekstur hand sanitizer
tidak mudah mengalir pada permukaan kulit ketika digunakan (Rowe et al., 2005).
Viskositas hand sanitizer yang diinginkan sesuai pada literatur tersebut yaitu pada
hasil sampel A, sedangkan sampel B memiliki viskositas yang sedikit kurang
sesuai dan pada sampel C memiliki viskositas yang sangat kurang sesuai dengan
literatur karena terlalu encer. Perbedaan viskositas bisa terjadi oleh beberapa
sebab yaitu penggunaan konsentrasi ekstrak daun teh yang berbeda pada setiap
sampel. Penggunaan konsentrasi ekstrak daun teh terbanyak terdapat pada sampel
C yaitu sebanyak 10 ml dengan perbandingan penggunaan bahan-bahan lain yang
sama dengan pembuatan sampel A dan B. Penyebab lainnya yaitu, peleburan
karbopol sebagai pembentuk gel yang kurang maksimal karena adanya gumpalan
karbopol pada sampel C yang tidak bisa larut didalam aquades panas. Adanya
peningkatan viskositas terjadi karena ketika karbopol terdispersi dalam air,
karbopol dapat mengembang dan membentuk suatu koloid (Singh et al., 2010).
Kedua, yaitu pada parameter warna hand sanitizer. Seperti halnya parameter
viskositas, setiap sampel hand sanitizer memiliki warna yang berbeda-beda.
Terbentuknya warna pada sampel hand sanitizer dipengaruhi oleh penggunaan
konsentrasi ekstrak daun teh. Esktrak daun teh yang digunakan yaitu jenis teh
hitam karena memiliki warna coklat kehitaman. Apabila semakin banyak
konsentrasi ekstrak daun teh yang digunakan akan menghasilkan warna hand
sanitizer semakin gelap seperti warna ekstrak daun teh yang digunakan. Berikut
adalah hasil warna hand sanitizer pada praktikum ini yaitu pada gambar 5.

Gambar 5. Dokumentasi Perbedaan Warna Hand Sanitizer


Dilihat dari tabel 2 berdasarkan gambar diatas, menyatakan bahwa hasil
warna sampel A memiliki warna orange, sampel B memiliki warna orange
kecoklatan dan sampel C memiliki warna coklat. Sampel A berwarna orange
karena menggunakan konsentrasi ekstrak daun teh paling sedikit yaitu sebanyak 5
ml, sampel B sebanyak 7,5 ml dan pada sampel C menggunakan konsentrasi
ekstak daun teh terbanyak yaitu 10 ml. Oleh karena itu, warna yang dihasilkan
sampel C paling gelap yaitu berwarna coklat.
Ketiga, yaitu pada parameter aroma hand sanitizer. Aroma yang dihasilkan
setiap sampel lagi-lagi memiliki hasil yang berbeda. Praktikum pembuatan hand
sanitizer menggunakan penambahan parfum berbau melati dan bisa dilakukan
penambahan pafum sesuai dengan aroma yang diinginkan. Konsentrasi parfum
berbau melati yang ditambahkan kedalam setiap sampel memiliki banyak yang
sama. Namun, pada hasil akhir setiap sampel hand sanitizer yang dihasilkan
memiliki ketajaman aroma yang berbeda. Aroma pada setiap sampel yang
dihasilkan yaitu, sampel A sangat sedikit harum, sampel B harum dan sampel C
sangat harum. Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor perbedaan penggunaan
konsentrasi ekstrak daun teh, karena ekstrak daun teh memiliki aroma khas teh.
Selain ekstrak teh memberikan warna pada hasil sampel hand sanitizer juga dapat
memberikan aroma khas teh, sehingga sampel memiliki aroma yang lebih tajam.
Sampel yang memiliki ketajam aroma yang paling tinggi yaitu pada sampel C,
karena selain menggunakan penambahan parfum berbau melati juga
menggunakan konsenrasi ekstrak daun teh terbanyak.
Keempat, yaitu pada parameter kelengketan hand sanitizer. Kelengketan pada
setiap sampel yang dihasilkan yaitu, sampel A tidak lengket, sampel B tidak
lengket dan sampel C agak lengket. Ketiga hasil data pengamatan sampel hand
sanitizer pada parameter ini mengalami penyimpangan. Literatur menurut Rowe
et al., (2005) menyatakan bahwa adanya basis hidrofob (tidak suka air) yang
memungkinkan adanya fase minyak, dengan solven selain air (biasanya minyak
mineral) dan apabila kandungan minyak yang lebih banyak daripada air akan
terasa lengket dan berminyak serta sukar untuk dibersihkan (kurang acceptable).
Selain itu pada literatur lain menyatakan bahwa daya melekat suatu sediaan
berbanding lurus dengan viskositas. Semakin tinggi viskositas suatu sampel maka
daya melekatnya juga semakin tinggi, oleh karena itu sampel yang seharusnya
memiliki kesan kelengketan lebih tinggi secara berturut-turut yaitu sampel A, B
dan C. Namun, penggunaan konsentrasi karbopol pada ketiga sampel sama. Akan
tetapi, karbopol pada sampel C tidak larut sempurna sehinggga menghasilkan
viskositas sampel hand sanitizer paling rendah yang mempengaruhi daya lekatnya
pula. Daya lekat yang terlalu kuat akan menghalangi pori-pori kulit dan apabila
terlalu lemah maka efek tidak akan tercapai (Hapsari, et al., 2014). Peningkatan
daya lekat juga dipengaruhi oleh viskositas gel yang meningkat pada variasi
konsentrasi karbopol. Semakin lama gel melekat pada kulit menyebabkan gel
semakin efektif karena absorbsi zat aktifnya meningkat.
Terakhir, yaitu pada parameter daya sebar hand sanitizer. Uji daya sebar
dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan ketika diaplikasikan pada kulit.
Berbeda dengan daya melekat, daya sebar suatu sediaan berbanding terbalik
dengan viskositas dan daya lekatnya.Semakin tinggi viskositas dan daya lekat
suatu sediaan maka daya sebarnya semakin rendah. Daya sebar sediaan yang baik
adalah antara 5-7 cm² (Garg, et al.,2002). Daya sebar pada setiap sampel yang
dihasilkan yaitu, sampel A (++) serta sampel B dan C (+++). Penggunaan
karbopol sebagai gelling agent dapat memepengaruhi daya sebar yang dihasilkan,
semakin tinggi konsentrasi karbopol maka akan menurunkan daya sebar sampel
hand sanitizer. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar yaitu kekuatan
matriks gel, semakin kuat matriks maka daya sebar gel akan menurun.
Terbentuknya matriks gel dipengaruhi oleh gelling agent, peningkatan konsentrasi
gelling agent menyebabkan matriks gel menjadi semakin kuat (Roudhatini, 2013).
Hal ini sudah sesuai dengan literatur, karena sampel A memiliki viskositas palin
tinggi sehingga memiliki daya sebar yang rendah, sedangkan pada sampel B dan
C memiliki daya sebar yang lebih tinggi karena memiliki viskositas yang lebih
rendah daripada sampel A.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat menegtahui cara pembuatan hand sanitizer
2. Mahasisa dapat mengetahui fungsi setiap bahan yang digunakan dalam
pembuatan hand sanitizer
3. Mahasiswa dapat menganalisis perbedaan pada setiap sampel yang
menggunakan perbedaan konsentrasi ekstrak daun teh dengan acuan standar
mutu hand sanitizer
4. Pengujian dilakukan menggunakan lima parameter, yaitu viskositas, warna,
aroma, kelengketan dan daya sebar hand sanitizer.

5.2 Saran
Adapun saran yaitu agar sebaiknya dilakukan pengulangan pembacaan skema
kerja sebelum dilakukan praktikum agar mahasiswa tidak mengalami salah
pembacaan skema kerja
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., 2005, Stearic Acid, dalam Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen S.C.,
Handbook of Pharmaceutical Excipients, 737-739, Pharmaceutical Press,
London.

Amit Kumar, J. Kaur, & P. Singh. (2010). Fuzzy Optimal Solution of Fully Fuzzy
Linear Problems with Inequality Constraints. International Journal of
Applied Mathematics and Computer Sciences 6. 1. Hlm. 37 – 41.

Benjamin, DT, 2010. introduction to handsanitizers.

Fukuzaki, S. 2006. Mechanisms of actions of sodium hypochlorite in cleaning


anddisinfection processes. Biocontrol Sci. 11:147-157.

Garg A., Aggarwal D., Garg S. dan Sigla A.K., 2002. Spreading of Semisolid
Formulatiom : An Update, Pharmaceutical Technology.

Hapsari I., Rosyadi A. dan Wahyuningrum R., 2014. Optimasi Kombinasi Minyak
Atsiri Bunga Kenanga Dengan Herba Kemangi Dalam Gel Sebagai
Repelan Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Metode Simplex Lattice Design.
Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Jenie, B. S. L dan S. Fardiaz. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor:
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Liu, P., Yuen, Y., Hsiao, H. M., Jaykus, dan Moe, C.. 2010. Effectiveness of
Liquid Soap and Hand Sanitizer Against Norwalk Birus on Contaminated
Hands. North Carolma State University, Raleigh Vol. 76 pp. 394-399.

Loden, M. 2009. Hydrating Substance In Handbook of Cosmetic Science and


Technology 3rd Edition. 107. New York: Informa Healthcare USA.

Marriott, N. G. 1999. Principles of Food Sanitation 4th ed. Gaithersburg,


Maryland: AN Aspen Publication.

Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III.
Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.

McDonnell, G., and A. D. Russell. (1999). Antiseptics and disinfectants: activity,


action, and resistance. Clin. Microbiol. Rev. Vol : 12. Halaman147-179.
Retnosari, Dewi Isadiartuti, 2006. Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan
ekstrak daun sirih (Piper betle Linn). Majalah Farmasi Indonesia, 17(4),
163-169.

Roudhatini, 2013. Uji Efektivitas Sediaan Gel Anti Jerawat Minyak Atsiri Daun
JerukSambal (X Citrofortunella microcarpa (Bunge) Wijnands) Terhadap
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis. Skripsi,
Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Rowe R.C., Sbeskey P.J., and Owen S.C., 2006. Handbook Of Pharmaceutical
Exipients. Pharmaceutical Press, American Pharmaceutical Association,
5th edition.

Rowe, R, C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. 2003. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. Edisi IV. London: Publisher-Science and Practice Royal
Pharmaceutical Society of Great Britain. Hal. 181-185, 453-455.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J. dan Quinn M.E. 2009. (eds.) Handbook of
Pharmaceutical Excipients 6th Edition. Minneapolis. Pharmaceutical
Press.

SNI 2588:1992. Sabun Cair Pembersih Tangan. Badan Standardisasi Nasional.


ICS 71.100.70

Spillane, J.J. 1992. Komoditi Teh Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia.


Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Dokumentasi

No Gambar Keterangan

Pengukuran aquades 15 ml
1

2 Pemanasan Aquades

3 Penimbangan propilene glikol

Campuran bahan (ekstrak teh, metil


4 paraben,propil paraben, propilene
glikol) sebagai B

5 Penuangan bahan B dalam larutan


aquades dan karbopol (A)

6
Hand sanitizer

Anda mungkin juga menyukai