Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diagnosis dalam bidang ortodontik merupakan langkah pertama yang


dilakukan sebelum perawatan dan merupakan data klinis untuk menetapkan
ada atau tidaknya maloklusi. Secara garis besar, data atau informasi bisa
didapatkan secara langsung dari melakukan tanya jawab dengan pasien atau
orangtua pasien. Selain itu dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis seperti
model studi dan foto rontgen.

Dalam menentukan diagnosis dibutuhkan beberapa analisis, salah satunya


adalah analisis model studi. Model studi adalah rekam ortodontik yang paling
sering digunakan untuk menganalisis suatu kasus. Model studi sebagai salah
satu komponen penting dalam perawatan ortodontik memiliki beberapa tujuan
dan kegunaan, yaitu sebagai titik awal dimulainya perawatan, untuk
kepentingan presentasi, dan sebagai data tambahan untuk mendukung hasil
pemeriksaan klinis.

Model studi sebagai salah satu komponen penting dalam perawatan


ortodonti dibuat dengan beberapa tujuan dan kegunaan, yaitu sebagai titik
awal dimulainya perawatan, untuk kepentingan presentasi, dan sebagai data
tambahan untuk mendukung hasil pemeriksaan klinis. Para praktisi
menggunakan model studi bukan hanya untuk merekam keadaan geligi dan
mulut pasien sebelum perawatan tetapi juga untuk menentukan adanya
perbedaan ukuran, bentuk, dan kedudukan gigi geligi pada masing-masing
rahang serta hubungan antar gigi geligi rahang atas dengan rahang bawah.
Data yang lengkap mengenai keadaan tersebut lebih memungkinkan jika
dilakukan analisis pada model studi.

Perawatan ortodontik dalam penatalaksanaannya sering dihadapkan


kepada permasalahan kebutuhan ruang agar gigi-gigi dapat diatur dalam
lengkung pada posisi yang stabil. Untuk
1
mengetahui tentang kebutuhan ruang
tersebut tentu membutuhkan analisis ruang agar dapat menentukan jenis
perawatan yang akan digunakan.

1.2 Rumusan Permasalahan

1. Apa saja klasifikasi maloklusi?

2. Apa etiologi dari maloklusi?

3. Apa saja macam-macam analisis model studi?

4. Metode analisis apa yang dipakai pada kasus di skenario?

5. Apa yang dimaksud dengan available space, required space, dan


diskrepansi model?

1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi maloklusi.


2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dari
maloklusi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam
analisis model studi.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami metode analisis apa
yang dipakai pada kasus di skenario.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud
dengan available space, required space, dan diskrepansi model.

2
BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO 4

Gigiku berantakan!!!

Seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke RSGM bersama


ibunya dengan keluhan susunan gigi anaknya yang tidak teratur dan ingin
melakukan perawatan ortodonti terhadap anaknya. Dari anamnesa diketahui
gigi pasien sering dicabut dan tanggal sebelum waktunya. Dan pemeriksaan
klinis yang dilakukan oleh dokter gigi terlihat tonjol mesiobukal molar satu
atas berada pada groove molar satu bawah dengan kondisi gigi anterior atas
dan bawah berjejal. Kemudian dilakukan pencetakan rahang pada gigi anak
tersebut untuk dilakukan analisis model. Dari hasil analisi model diketahui
tempat yang dibutuhkan (required space) pada rahang atas adalah 74,4 mm,
rahang bawah 61,9 mm, sedangkan tempat tersedia (available space) pada
rahang atas adalah 70 mm dan pada rahang bawah adalah 60 mm.

3
2.1 STEP 1 (Klarifikasi Istilah)

Dalam skenario 4 ini, kami menemukan beberapa istilah sulit atau


istilah baru yang belum diketahui, yaitu:

1. Analisis Model adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi


pada rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap
hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun
hubungannya dengan geligi pada rahang lawan dinilai dalam arah
sagital, transversal, dan vertikal.

2. Groove adalah cekungan yang dangkal pada gigi.

2.2 STEP 2 (Menentukan Permasalahan)

Dalam skenario empat ini, kami menemukan beberapa permasalahan,


yaitu:

1. Bagaimana cara mengukur aquired space?

2. Apa saja kesalahan pada analisis model?

3. Apa saja dampak yang akan terjadi apabila gigi berjejal tidak
dilakukan perawatan?

4. Apa yang akan terjadi jika ruang yang tersedia berbeda dengan
ruang yang dibutuhkan?

5. Apa yang akan kita lakukan setelah menganalisis model?

6. Bagaimana cara menganalisis model?

7. Apa saja yang harus diperhatikan dalam analisis model?

8. Metode analisis apa yang digunakan pada kasus di skenario?

9. Apa yang dapat dilakukan jika terdapat kekurangan tempat?

10. Alat apa yang digunakan untuk mengukur rahang tersebut?

4
11. Apa hubungan gigi yang premature loss dengan kekurangan
tempat pada rahang?

12. Apa fungsi analisis model?

13. Bagaimana cara mengukur available space?

14. Berapa ukuran ideal pada tempat yang dibutuhkan?

15. Apa diagnosis pada kasus di skenario?

2.3 STEP 3 (Brainstorming)

Dalam step ini kami mencurahkan pendapat kami mengenai masalah


yang dikemukakan. Hal itu seperti berikut ini:
1. Ruang yang dibutuhkan pada ruang tumbuh gigi tersebut, dengan
menggunakan analisis moyers dengan mengukur lebar mesio distal
keempat insisivus.
2. Model studi yang tidak memenuhi syarat, kesalahan alat ukur, dan
pemilihan metode yang tidak sesuai.
3. Resiko karies yang tinggi akibat adanya impaksi makanan dan
mengganggu estetis.
4. Akan terjadi gigi berjejal dan diastema.
5. Yang akan kita lakukan setelah menganalisis model adalah
membuat rencana perawatan untuk pasien.
6. Dilakukan dalam tiga penilaian, yaitu dari arah transversal
(pergeraseran midline , asimetris wajah, lengkung gigi, dan posterior
crossbite), vertikal (ukuran overbite, deepbite, openbite anterior
maupun posterior dan ketinggian palatum), sagital ( hubungan M1, C,
I) dan pada dasarnya analisis model ada dua cara yaitu ada analisis
gigi tetap (analisis nance,analisis bolton, howes, pont, diagnostik
setup) dan gigi campuran (analisis moyers, tanaka johnson)
7. Bentuk lengkung gigi, jumlah ukuran gigi, kurva of spee, diastema,
pergeseran gigi, gigi yang letaknya salah, klasifikasi angle, melihat
relasi gigi posterior dan anterior.
5
8. Yang dilakukan adalah analisis moyers.
9. Yang dapat dilakukan jika terdapat kekurangan tempat adalah
memakai piranti atau seri ekstraksi.
10. Simetograf, brass wire, calipers, dan penggaris.
11. Gigi tersebut tumbuh tidak pada tempatnya.
12. Untuk mengetahui ekspansi dan diskrepansi pada model.
13. Menggunakan brass wire.
14. Sesuai dengan tempat yang tersedia pada masing-masing individu.
15. Diagnosisnya adalah maloklusi klas I angle tipe 1 dewey.

2.4 STEP 4 (Menganalisis Permasalahan)

PREMATURE
LOSS

GIGI BERJEJAL

ANALISIS
MODEL

6
Aquired Available
Space Space

DISKREPANSI
RUANG

AKIBAT
DISKREPANSI
RUANG

PERAWATAN

2.5 STEP 5 (Menentukan Learning Objective)


1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami klasifikasi
maloklusi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi dari
maloklusi.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam
analisis model studi.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami metode analisis apa
yang dipakai pada kasus di skenario.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud
dengan available space, required space, dan diskrepansi model.

2.6 STEP 6 (Belajar Mandiri)


Pada step ini kami mencari informasi untuk melengkapi jawaban dari
learning objektif kami melalui buku, internet, jurnal, spesimen patologis,

7
bertanya kepada pakar dan lain sebagainya. Hasil dari belajar mandiri ini akan
kami diskusikan pada step selanjutnya.

2.7 STEP 7 (Reporting Phase)


2.7.1 Klasifikasi Maloklusi
Klasifikasi menurut angle ada tiga kelas, yaitu :
1. Klas I Angle : Tonjol mesiobukal gigi molar pertama RA terletak
pada celah bagian bukal gigi molar pertama RB (relasi gigi neutroklusi)
2. Klas II Angle : Tonjol mesiobukal molar pertama RA terletak pada
ruangan diantara tonjol mesiobukal molar pertama dan distal tonjol
premolar RB (relasi distoklusi), ada dua divisi dalam klas II angle :
 Klas II divisi 1 : Jika gigi geligi anterior di RA inklinasinya ke labial
atau protusi
 Klas II divisi 2 : jika gigi geligi anterior di RA inklinasinya tidak ke
labial atau retrusi
3. Klas III Angle : tonjol mesiobukal gigi molar pertama RA beroklusi
dengan bagian distal tonjol distal molar pertama dan tepi mesial tonjol
mesial gigi molar kedua RB (retrusi gigi mesioklusi)
Maloklusi Klas III dapat diklasifikasikan dalam true Class III dan pseudo
Class III
a. True Class III
Maloklusi Klas III skeletal yang berasal dari genetik dapat terjadi
akibat beberapa hal berikut:
1. Ukuran mandibula yang berlebih.
2. Maksila yang lebih kecil dari ukuran normal.
3. Kombinasi penyebab-penyebab di atas.
Insisivus rahang bawah memiliki inklinasi lebih ke lingual. Pasien
dengan maloklusi ini dapat menunjukkan overjet normal, relasi
insisivus edge to edge ataupun crossbite anterior.
b. Pseudo Class III
Maloklusi ini dihasilkan dari pergerakan ke depan mandibula ketika
penutupan rahang sehingga disebut juga maloklusi Klas III ‘postural’
8
atau ‘habitual. Mandibula pada maloklusi ini bergerak pada anterior
fossa glenoid akibat kontak prematur dari gigi. Maloklusi ini merupakan
maloklusi Klas III tetapi dengan relasi skeletal Klas I dan bukan
merupakan maloklusi Klas III sesungguhnya. Kelainan gigitan silang
anterior yang ada merupakan kelainan dental.
Pada tahun 1915, Dewey memodifikasi klasifikasi Angle. Dewey
memodifikasi Klas I klasifikasi Angle ke dalam 5 tipe dan Klas III
klasifikasi Angle kedalam 3 tipe. Modifikasinya adalah sebagai berikut:
a. Modifikasi Klas I oleh Dewey
Tipe 1: Maloklusi Klas I dengan gigi anterior rahang atas berjejal
(crowded).
Tipe 2: Klas I dengan insisivus maksila yang protrusi (labioversi).
Tipe 3: Maloklusi Klas I dengan crossbite anterior.
Tipe 4: Relasi molar Klas I dengan crossbite posterior.
Tipe 5: Molar permanen mengalami drifting mesial akibat ekstraksi
dini molar dua desidui atau premolar dua.
b. Modifikasi Klas III oleh Dewey
Tipe 1: Ketika rahang atas dan bawah dilihat secara terpisah
menunjukkan susunan yang normal, tetapi ketika rahang dioklusikan,
pasien menunjukkan adanya gigitan edge to edge pada insisivus.
Tipe 2: Insisivus rahang bawah berjejal dan menunjukkan relasi
lingual terhadap insisivus rahang atas.
Tipe 3: Insisivus rahang atas berjejal dan menunjukkan crossbite
dengan anterior rahang bawah.

9
2.7.2 Etiologi Maloklusi
Dalam kedokteran gigi, susunan gigi yang tidak beraturan dan hubungan
gigi antara rahang atas dan bawah tidak ideal disebut maloklusi. Maloklusi
merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan yang disebabkan oleh
faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu
maloklusi dapat digolongkan dalam faktor herediter (genetik) dan faktor lokal.
Kadang-kadang suatu maloklusi sulit ditentukan secara tepat etiologinya
karena adanya berbagai faktor (multifaktor) yang mempengaruhi
pertumbuhkembangan gigi anak. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah
gigi sangat dipengaruhi faktor genetik sedangkan dimensi lengkung gigi
dipengaruhi oleh faktor lokal. Faktor etiologi utama pada maloklusi
tampaknya bersifat keturunan, dimana ada ketidaksesuaian besar rahang
dengan besar gigi-gigi di dalam mulut. Genetik gigi adalah kesamaan dalam
bentuk keluarga sangat sering terjadi tetapi jenis transmisi atau tempat aksi
genetiknya tidak diketahui kecuali pada beberapa kasus. Misalnya, ukuran
rahang mengikuti garis keturunan Ibu, dimana rahang berukuran kecil,
sedangkan ukuran gigi mengikuti garis keturunan bapak yang giginya
besar-besar. Maka perkiraan keturunan bisa terjadi keadaan anak dimana
10
memiliki rahang yang kecil namun gigi geliginya besar-besar sehingga terjadi
gigi berjejal yang dapat menyebabkan maloklusi karena gigi-gigi tersebut
tidak cukup letaknya di dalam lengkung gigi. Adapun faktor lokal yang
menjadi penyebab terjadinya maloklusi yaitu; (1) Gigi sulung tanggal
prematur, dapat berdampak pada susunan gigi permanen. Semakin muda
umur pasien pada saat terjadi tanggal prematur gigi sulung semakin besar
akibatnya pada gigi permanen; (2) persistensi gigi, berarti gigi permanen
pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak tanggal; (3) kelainan gigi,
seperti hipodontia, supernumerary gigi, bentuk gigi konus, bentuk gigi
tuberkel, mikrodontia dan makrodontia; (4) trauma, jika terjadi trauma pada
saat gigi permanen sedang terbentuk maka dapat terjadi gangguan
pembentukan pada mahkota dan akar gigi; (5) pengaruh jaringan lunak,
berarti tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang besar
terhadap letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil
daripada tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama sehingga
dapat mengubah letak gigi.

2.7.3 Macam-Macam Analisis Model Studi


Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi
pada rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap hubungan
oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan geligi
pada rahang lawan dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal. Untuk
keperluan diagnosis ortodonti, model studi harus dipersiapkan dengan baik
dan hasil cetakan harus akurat. Hasil cetakan tidak hanya meliputi seluruh
gigi dan jaringan lunak sekitarnya, daerah di vestibulum pun harus tercetak
sedalam mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah ketinggian
tepi sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan lunak di daerah tersebut
semaksimal mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar terlihat. Jika hasil
cetakan tidak cukup tinggi, maka hasil analisis tidak akurat. Model studi
dengan basis segi tujuh, yang dibuat dengan bantuan gigitan lilin dalam
keadaan oklusi sentrik serta diproses hingga mengkilat, akan memudahkan

11
pada saat analisis dan menyenangkan untuk dilihat pada saat menjelaskan
kasus kepada pasien.
Macam-macam analisis model studi:
A. Analisis Gigi Tetap
1. Kesimetrisan Lengkung Gigi dalam Arah Sagital dan Transversal.
Cara untuk mengetahui kesimetrisan lengkung gigi pada rahang
adalah menggunakan symmetograph. Symmetograph diletakkan di
atas permukaan oklusal gigi dengan bidang orientasi mid palatal
raphe lalu kedudukan gigi di kwadran kiri dengan kanan
dibandingkan dalam arah sagital dan transveral. Berdasarkan hasil
analisis ini dapat diketahui gigi geligi di kwadran mana yang
memerlukan ekspansi atau pencabutan untuk mengembalikan
kesimetrisan lengkung.
2. Perbedaan Ukuran Lengkung (Arch Length Discrepancy)
Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengukur lebar mesial
distal terbesar gigi menggunakan jangka berujung runcing atau jangka
sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang
berada di mesial gigi molar pertama permanen. Jumlah lebar total
menunjukkan ruangan yang dibutuhkan untuk lengkung gigi yang
ideal. Selanjutnya panjang lengkung rahang diukur menggunakan
kawat lunak seperti brass wire atau kawat kuningan. Kawat ini
dibentuk melalui setiap gigi, pada geligi posterior melalui permukaan
oklusalnya sedangkan pada geligi anterior melalui tepi insisalnya.
Jarak diukur mulai mesial kontak molar pertama permanen kiri hingga
kanan. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan ukuran
panjang lengkung gigi ideal dengan panjang lengkung rahang. Jika
hasilnya negatif berarti kekurangan ruangan, jika hasilnya positif
berarti terdapat kelebihan ruangan.
Teknik lain untuk mengukur panjang lengkung rahang
diperkenalkan oleh Lundstrom, yaitu dengan cara membagi lengkung
gigi menjadi enam segmen berupa garis lurus untuk setiap dua gigi
termasuk gigi molar pertama permanen. Setelah dilakukan
12
pengukuran dan pencatatan pada keenam segmen selanjutnya
dijumlahkan. Nilai ini dibandingkan dengan ukuran mesial distal 12
gigi mulai molar pertama permanen kiri hingga kanan. Selisih
keduanya menunjukkan keadaan ruangan yang tersisa.
3. Analisis Bolton
Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang
bawah terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya.
Rasio yang diperoleh membantu dalam mempertimbangkan hubungan
overbite dan overjet yang mungkin akan tercapai setelah perawatan
selesai, pengaruh pencabutan pada oklusi posterior dan hubungan
insisif, serta oklusi yang tidak tepat karena ukuran gigi yang tidak
sesuai. Rasio keseluruhan diperoleh dengan cara menghitung jumlah
lebar 12 gigi rahang bawah dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang atas
dan dikalikan 100. Rasio keseluruhan sebesar 91,3 berarti sesuai
dengan analisis Bolton, yang akan menghasilkan hubungan overbite
dan overjet yang ideal. Jika rasio keseluruhan lebih dari 91,3 maka
kesalahan terdapat pada gigi rahang bawah. Jika rasio kurang dari
91,3 berarti kesalahan ada pada gigi rahang atas. Pada tabel Bolton
diperlihatkan gambaran hubungan ukuran gigi rahang atas dan rahang
bawah yang ideal. Pengurangan antara ukuran gigi yang sebenarnya
dan yang diharapkan menunjukkan kelebihan ukuran gigi. Rasio
anterior diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 6 gigi rahang
bawah dibagi dengan jumlah 6 gigi rahang atas dan dikalikan 100.
Rasio anterior 77,2 akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet
yang ideal jika kecondongan gigi insisif baik dan bila ketebalan
labiolingual tepi insisal tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari
77,2 berarti terdapat kelebihan ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika
kurang dari 77,2 maka terdapat kelebihan jumlah ukuran gigi rahang
atas. Dibawah ini merupakan tabel analisis bolton:

13
4. Analisis Howes
Howes memikirkan suatu rumusan untuk mengetahui apakah
basis apikal cukup untuk memuat gigi geligi pasien. Panjang lengkung
gigi (Tooth Material/ TM) adalah jumlah lebar mesiodistal gigi dari
molar pertama kiri sampai dengan molar pertama kanan. Lebar
lengkung basal premolar atau fosa kanina (Premolar Basal Arch
Width/ PMBAW) merupakan diameter basis apikal dari model gigi
pada apeks gigi premolar pertama, yang diukur menggunakan jangka
sorong atau jangka berujung runcing. Rasio diperoleh dari membagi
PMBAW dengan TM dikalikan 100 . Howes percaya bahwa dalam
keadaan normal perbandingan PMBAW dengan TM kira-kira sama
dengan 44%, perbandingan ini menunjukkan bahwa basis apikal
cukup lebar untuk menampung semua gigi. Bila perbandingan antara
PMBAW dan TM kurang dari 37% berarti terjadi kekurangan
lengkung basal sehingga perlu pencabutan gigi premolar. Bila lebar
basal premolar lebih besar dari lebar lengkung puncak premolar, maka
14
dapat dilakukan ekspansi premolar. Analisis Howes berguna pada saat
menentukan rencana perawatan dimana terdapat masalah kekurangan
basis apikal dan untuk memutuskan apakah akan dilakukan: (1)
pencabutan gigi, (2) memperluas lengkung gigi atau (3) ekspansi
palatal.
5. Index Pont
Pont memikirkan sebuah metoda untuk menentukan lebar
lengkung ideal yang didasarkan pada lebar mesiodistal mahkota
keempat insisif rahang atas. Pont menyarankan bahwa rasio gabungan
insisif terhadap lebar lengkung gigi melintang yang diukur dari pusat
permukaan oklusal gigi, idealnya adalah 0,8 pada fosa sentral
premolar pertama dan 0,64 pada fosa sentral molar pertama. Pont juga
menyarankan bahwa lengkung rahang atas dapat diekspansi sebanyak
1-2 mm lebih besar dari idealnya untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya relaps.
6. Diagnostik Setup
Diagnostic setup adalah teknik untuk menggambarkan bagaimana
mengatasi masalah ruang dalam tiga dimensi, yaitu dengan
melepaskan gigi dari tulang basal model dan menempatkannya
kembali ke dalam kedudukan yang lebih baik. Cetakan awal tidak
digunakan untuk teknik ini, tetapi disimpan untuk model studi.
Perpotongan dilakukan hingga batas tulang alveolar, lalu dilakukan
pemotongan dalam arah vertikal hingga margin gusi menggunakan
gergaji kecil sehingga memungkinkan pemecahan gips tanpa
menimbulkan kerusakan di daerah titik kontak antara dua gigi.
Selanjutnya gigi diatur menggunakan lilin sesuai dengan posisi yang
diinginkan. Untuk menjaga agar gigitan tidak berubah, dibuat gigitan
lilin dalam keadaan oklusi sentrik dan pemotongan tidak dilakukan
pada seluruh gigi. Pada saat penyusunan kembali, analisis sefalometri
digunakan untuk memperkirakan letak dan angulasi gigi insisif.
Diagnostic setup akan memperlihatkan jumlah ruang yang tersedia
dan yang tersisa sehingga dapat membantu dalam memilih gigi mana
15
yang akan diekstraksi serta bagaimana pergerakan gigi untuk menutup
ruang tersebut.
B. Analisis Gigi Campuran
1. Perkiraan Ukuran Gigi Menggunakan Gambaran Radiografi.
Metoda ini memerlukan gambaran radiografi yang jelas dan
tidak mengalami distorsi. Distorsi gambaran radiografi pada
umumnya lebih sedikit terjadi pada foto periapikal dibandingkan
dengan foto panoramik. Namun, meskipun menggunakan film
tunggal, seringkali sulit untuk menghindari distorsi terutama pada
gigi yang panjang seperti kaninus, sehingga pada akhirnya akan
mengurangi tingkat akurasi.
Dengan penggunaan berbagai tipe gambaran radiografi yang
semakin umum, sangat penting untuk menghitung pembesaran yang
terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur obyek yang
dapat dilihat baik secara radiografi maupun pada model. Pada
umumnya, gigi yang dijadikan tolak ukur adalah molar sulung.
Perbandingan sederhana untuk mengetahui ukuran gigi sebenarnya
yang belum erupsi adalah sebagai berikut : perbandingan ukuran
lebar molar sulung sebenarnya dengan ukuran gigi tersebut pada
gambaran radiografi sama dengan perbandingan lebar premolar tetap
yang belum erupsi dengan ukuran lebar premolar pada gambaran
radiografi. Ketepatan pengukuran bergantung pada kualitas
radiografi dan kedudukan gigi di dalam lengkung. Teknik ini juga
dapat digunakan untuk gigi lain baik pada maksila maupun
mandibula.
2. Perkiraan Ukuran Gigi Menggunakan Tabel Probabilitas
Moyers memperkenalkan suatu analisis dengan dasar pemikiran
bahwa berdasarkan studi yang dilakukan beberapa ahli, terdapat
hubungan antara ukuran kelompok gigi pada satu bagian dengan
bagian lainnya. Seseorang dengan ukuran gigi yang besar pada salah
satu bagian dari mulut cenderung mempunyai gigi-gigi yang besar
pula pada tempat lain. Berdasarkan penelitian, ukuran gigi insisif
16
permanen rahang bawah memiliki hubungan dengan ukuran kaninus
dan premolar yang belum tumbuh baik pada rahang atas maupun
rahang bawah. Gigi insisif rahang bawah telah dipilih untuk
pengukuran pada analisis Moyers karena gigi ini muncul lebih dulu di
dalam rongga mulut pada masa geligi campuran, mudah diukur secara
akurat, dan secara langsung seringkali terlibat dalam masalah
penanganan ruangan.
Analisis Moyers banyak dianjurkan karena mempunyai kesalahan
sistematik yang minimal. Metoda ini juga dapat dilakukan dengan
cepat, tidak memerlukan alat-alat khusus ataupun radiografi, dan
dapat dilaksanakan oleh pemula karena tidak memerlukan keahlian
khusus. Walaupun pengukuran dan penghitungan dilakukan pada
model, tetapi mempunyai tingkat ketepatan yang baik di dalam mulut.
Metoda ini juga dapat dilakukan untuk mengalisis keadaan pada kedua
lengkung rahang. Dibawah ini merupakan gambar tabel probabilitas
(moyers):

3. Tanaka-Johnston
Tanaka dan Johnston mengembangkan cara lain penggunaan
keempat insisif rahang bawah untuk memperkirakan ukuran kaninus
dan premolar yang belum erupsi. Menurut mereka, metoda yang
mereka temukan mempunyai keakuratan yang cukup baik dengan
tingkat kesalahan yang kecil. Metoda ini juga sangat sederhana dan
tidak memerlukan tabel atau gambaran radiografi apa pun.

17
Perkiraan ukuran lebar kaninus dan premolar pada satu kuadran
mandibula sama dengan setengah ukuran keempat insisif rahang
bawah ditambah 10,5 mm. Sedangkan perkiraan lebar ukuran kaninus
dan premolar pada satu kuadran maksila sama dengan ukuran keempat
insisif rahang bawah ditambah 11,0 mm.

2.7.4 Analisis yang digunakan pada kasus di skenario


Berdasarkan hasil diskusi yang kami lakukan, analisis yang digunakan
pada kasus diskenario adalah analisis perkiraan ukuran gigi menggunakan
tabel probabilitas (analisis moyers), karena berdasarkan kepada skenario
yaitu umur pasien masih 9 tahun, dimana umur 9 tahun itu keadaan giginya
masih dalam keadaan gigi bercampur.

2.7.5 Apa yang dimaksud dengan available space, required space, dan
diskrepansi model
Diskrepansi model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia
(available space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space).
Diskrepansi pada model merupakan bagian dari diskrepansi total yang terdiri
atas: diskrepansi model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva spee, dan
pergerseran molar ke mesial. Diskrepansi pada model digunakan untuk
menentukan macam perawatan pasien tersebut, apakah termasuk perawatan
pencabutan gigi permanen atau tanpa pencabutan gigi permanen.
Untuk mengetahui diskrepansi model perlu diketahui tempat yang
tersedia dengan tempat yang dibutuhkan. Pengertian tempat yang tersedia
(available space) adalah tempat disebelah mesial molar pertama permanen
kiri sampai mesial molar pertama permanen kanan yang ditempati gigi-gigi
permanen dalam keadaan atau letak yang benar. Tempat yang dibutuhkan
(required space) adalah jumlah lebar mesio-distal gigi-gigi permanen
disebelah mesial molar pertama permanen kanan sampai mesial molar
pertama pertama kiri.
BAB III
PENUTUP
18
3.1 Kesimpulan
Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi antara
rahang atas dan rahang bawah. Angle mengklasifikasikan maloklusi menjadi
tiga klas yaitu klas I, klas II, dan klas III. Lalu dewey memodifikasi atau
melengkapi klasifikasi angle dengan tipe-tipe nya yaitu untuk klas II ada lima
tipe dan klas III ada tiga tipe.
Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi
pada rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap hubungan
oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan geligi
pada rahang lawan dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.
Ada berbagai analisis model studi yang kita kenal, baik untuk geligi tetap
maupun geligi campuran. Analisis tersebut dapat dilakukan secara manual
maupun komputerisasi, dan masing-masing teknik mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Ketepatan hasil analisis bergantung pada keakuratan model studi,
validitas alat ukur, keakuratan pengukuran, penguasaan teknik analisis,
pemilihan teknik analisis yang sesuai, dan penggunaan tabe lsesuai dengan
kelompok sampel. Dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan,
beberapa analisis harus dipertimbangkan secara bersamaan, dengan tentu saja
mempertimbangkan pula hasil pemeriksaan lain serta kondisi khusus pada
setiap pasien.

19

Anda mungkin juga menyukai