Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KANKER SERVIKS

A. PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal
dimana sel-sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan.
Kanker ini biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status
sexually active. Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama
paling banyak pada wanita yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita
yang mudapun dapat menderita penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi
se-sel yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini (< 17
tahun), hubungan seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan
genetik (namun, persentasenya sangat kecil).
Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu : usia,
melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan virus terutama
virus HIV, dan kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain :
keputihan atau keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan,
hematuria, anemia, kelemahan pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis)
atau di perut bagian bawah. Pada stadium lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan rektum, bahkan bisa menyebabkan terbentuknya
vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim,
sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya
231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu,
50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks
terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut.
(Sjaifoellah Noer, 1996)
Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan
penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa
dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap
Smear. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan
(kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak
menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya upaya deteksi dini ini, diharapkan angka
kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun - tahun berikutnya.

B. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
 Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang
disebut squamo-columnar junction (SCJ).
(Wiknjosastro, 2005)
 Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa
columnar junction (SCJ) serviks (Price, 2002)
 Kanker serviks atau kanker mulut rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks
uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama.
(http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi. html)
 Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks
merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis serviksalis dan
porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.
(http://infokesehatan2009.html)
 Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita
(Mansjoer, Arif. 1999)

2. EPIDEMIOLOGI / INSIDEN KASUS


Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat
kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80
persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita
di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian
terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium
lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI tahun 2007, penyakit kanker leher rahim
saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia.
saat ini ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya
Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam
jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah
sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut. (sumber : http://www.pikiran-
rakyat.com/)
Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243 wanita
terdiagnosa kanker serviks, 273.505 meninggal. Di dunia, lebih dari 700 wanita
meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia, kanker serviks menempati
urutan pertama kanker pada wanita.
Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal
karena kanker serviks. Karena kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui
penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya. Ditambah juga sudah ada
metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya
angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus
kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang
sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah. (sumber :
http://healthycaus.blogspot.com)
3. KLASIFIKASI
 Berdasarkan stadium (menurut FIGO 1978)
( Mansjoer, Arif. 1999)

STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel
I Proses terbatas pada serviks dan uterus
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara
mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara
mikroskopik kedalamannya > 3 – 5 mm dari epitel basal dan
memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif > 5 mm, dibagi atas lesi ≤ 4 cm dan > 4 cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3
bagian atas vagina dan atau ke parametrium, tetapi tidak
sampai ke dinding panggul.
Iia Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
Iib Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai ke dinding panggul.
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium sampai
dinding panggul.
IIIa Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak sampai ke
dinding panggul.
IIIb Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul,
atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan
faal ginjal atau hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar
panggul atau ke tempat yang jauh.
Iva Telah bermetastasis ke organ sekitar
Ivb Telah bermetastasis jauh
4. ETIOLOGI / FAKTOR PREDISPOSISI
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner
serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual
berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks
dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks,
antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks.
Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada
usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang
menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

2. Berganti-ganti pasangan seksual


Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
serviks, penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada
wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus
herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan
terjadinya kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik
dari orang tua ke anaknya.

4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya
tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok
mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas
dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel epitel pada
serviks.

5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)


Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya
rendah beta karoten dan retinol (vitamin A).

6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya
infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun

7. Gangguan sistem kekebalan


Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang
sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS

8. Status sosial ekonomi lemah


Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak
mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin,
sehingga upaya deteksi dini tidak dapat dilakukan.(Price, Sylvia. 2002)

5. MANIFESTASI KLINIK
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda
yang khas. Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina
ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal
3. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
4. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6. Kelemahan pada ekstremitas bawah
7. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
8. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.

6. PATOFISIOLOGI (WOC)
Terlampir

7. PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
 Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk
 Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar
 Urine bercampur darah (hematuria)
 Ekspresi wajah ibu menahan nyeri (meringis)
 Raut wajah pucat
 Kelemahan pada pasien
 Keringat dingin
 Posisi tubuh menahan rasa nyeri di daerah abdomen

Palpasi
 Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
 Nyeri tekan abdominal
 Perubahan denyut nadi
 Perubahan tekanan darah
 Peningkatan suhu tubuh
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap
smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi
adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan
dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap
smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan
tujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks
yang dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel
dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke
dalam cairan dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks.
Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar
berupa kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan
gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun
mencapai 90%. Gambar teknik Pap Smear :
Keterangan :
1. Vagina dibuka dengan spekulum agar mulut rahim kelihatan;
2. Dilakukan usapan pada mulut rahim dengan spatel;
3. Spatel dioleskan ke obyek glas, kemudian diperiksa dengan mikroskop;
4. Metode berbasis cairan : usapan pada mulut rahim dilakukan dengan citobrush
(sikat) > sikat dimasukkan ke dalam cairan fiksasi, dibawa ke laboratorium >
diperiksa dengan mikroskop.

b. Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian
dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.

c. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)


IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.

d. Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh
yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan
abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek
secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi
dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan
kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98%
sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna.
Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk
skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi,
maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.

e. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih
dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan
87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada
tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan pemeriksaan sitologi
pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%;
spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif
palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang
digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi
prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.

f. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)


Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic
Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah >
5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan
urine.

g. Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-
sel tubuh.

9. KRITERIA DIAGNOSIS
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
 Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
 Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan
sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
 Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan
biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya.
 Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan
harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.

10. PENATALAKSANAAN MEDIS


Klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium kanker serviks :

STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0
Histerektomi transvaginal
Ia Biopsi kerucut
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi

(Mansjoer, Arif. 1999)

 Manajemen Tumor Insitu


Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan
kolposkopi oleh onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi
kemungkinan invasi sebelum terapi dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan
tumor insitu beragam bergantung pada usia, kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis
lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah penyebaran penyakitnya harus
diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion
(HGSIL). Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision
procedure (LEEP), konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi
laser. Pada seleksi kasus yang ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi.
LEEP memiliki keunggulan karena dapat bertindak sebagai biopsi luas untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP mencapai 90% sedangkan
konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk terapi karsinoma
insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak luas
(<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser
pada HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92%
untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk
dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan
adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

 Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone
dengan batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif
menunjukkan CIN III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan
karena kemungkinan stadium penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN)
sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun
vaginal. Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat.
Pertimbangan fertilitas pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada
hanya biopsi cone diikuti dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12
bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada
kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya adalah modified radical
hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila kepentingan fertilitas
masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe maka dapat
dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal
trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan
dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

 Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal


Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk
konfirmasi diagnosis. Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan
metastasis maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi.
Pemeriksaan foto toraks dan evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal
karsinoma serviks invasif adalah stadium IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki
prognosis yang baik apabila diterapi dengan operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan
dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien dengan massa yang kecil. Ukuran tumor
merupakan faktor prognostik yang penting untuk kesembuhan atau angka harapan hidup
5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau
operasi menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan
yang sama-sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama
meningkat apabila operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan
pasien dengan penegakkan stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi
operatif. Jenis operasi yang dianjurkan untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm)
adalah modified radical hysterectomy atau radical abdominal hysterectomy disertai
limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan
hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar
pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila
besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasil patologi anatomi
kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang
bersamaan dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe,
parametrium, atau batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian
dengan berbagai dosis dan jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan
radioterapi menunjukkan penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-
50%. Risiko juga meningkat apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm
walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh
darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi pelvis adjuvan akan
meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas dibandingkan
tanpa radioterapi.
 Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi
dengan cermat untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap
rekurensi lokal lebih baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan
kedua parametrium. Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan
penyinaran intrakaviter. Terapi variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian
kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine.
Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai staidum IVB dalam bentuk radiasi
paliatif.
 Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
2. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
3. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil (Sjaifoellah Noer, 1996)
 Operasi
Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan
bedah mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor /
kanker. Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur
pembedahannya mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.

 Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang
diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan
dalam kemoterapi, misalnya sitostatika

 Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
 Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.

11. KOMPLIKASI
 Pendarahan
 Infertil
 Obstruksi ureter
 Hidronefrosis
 Gagal ginjal
 Pembentukan fistula
 Anemia
 Infeksi sistemik
 Trombositopenia
12. PENCEGAHAN
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas
dasar itulah, di beberapa negara pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan
rutin yang dilakukan kepada para ibu hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi
bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat
dipertahankan dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan
sebenarnya kanker serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York
University Medical Centre , dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun
1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini
mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau
menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-
wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan pemeriksaan ini.
50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang sebelumnya tidak pernah
melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di
antaranya :

1. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang
dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV
onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5
tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah
usia 19 tahun.

2. Pemeriksaan DNA HPV


Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir
100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas
30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi
HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara
infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun
infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi
nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten.
Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining dengan Thinrep / liquid-base method


Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.

4. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali
pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

13. PROGNOSIS
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap
pengobatan, 95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker
serviks, antara lain :
 Usia penderita
 Keadaan umum
 Tingkat klinis keganasan
 Ciri - ciri histologik sel kanker
 Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
 Sarana pengobatan yang tersedia
(Mansjoer, Arif. 1999)

Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun


0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
(Price. 2002)

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien

b. Riwayat keluarga

c. Status kesehatan

 Status kesehatan saat ini


 Status kesehatan masa lalu

 Riwayat penyakit keluarga

d. Pola fungsi kesehatan Gordon

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.

Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang
mengandung zat – zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker
serviks.

2. Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat
progresivitas dari kanker serviks. Gangguan pola tidur juga dapat terjadi akibat
dari depresi yang dialami oleh pasien.

3. Pola eliminasi

Dapat terjadi disuria serta hematuria. Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia
alvi akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada pasien dengan kanker serviks harus lebih banyak. Kaji jenis
makanan yang biasa dimakan oleh pasien serta pantau berat badan pasien karena
pasien dengan kanker serviks juga biasanya mengalami penurunan nafsu makan.

5. Pola kognitif – perseptual

Pada pasien dengan kanker serviks biasanya tidak terjadi gangguan pada pada
panca indra meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan,
pengecap.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit
kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah
satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti
pasangan seksual.

7. Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit yang diderita pasien mempengaruhi pola aktivitas dan
latihan. Dengan skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2=
dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total).

Pasien dengan kanker serviks cenderung akan merasa sangat lemah terutama
pada bagian ekstremitas bawah dan tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan
baik akibat dari progresivitas kanker serviks sehingga harus beristirahat total.

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu
akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan
seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar
cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

9. Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen


koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit. Pasien
dengan kanker serviks biasanya mengalami gangguan dalam manajemen koping
stres yang diakibatkan dari cemas yang berlebihan terhadap risiko terjadinya
kematian.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan


sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan
hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus mendapatkan dukungan dari
orang – orang terdekatnya karena itu akan mempengaruhi kondisi psikologis
pasien yang akan mempengaruhi kesehatannya. Biasanya koping keluarga akan
melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit
kanker serviks.
11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang
diyakini.

a. Analisis data

1. Data subyektif :

 Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan


setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang
abnormal

 Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah

 Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut


bagian bawah

 Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine
bercampur darah

 Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

 Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

 Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

 Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisi janin


yang dikandungnya

 Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

2. Data obyektif

 TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

 Nadi : 60-100 x / menit


 Nafas : 16 - 24 x / menit

 Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

 Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C

 Membran mukosa kering

 Turgor kulit buruk akibat perdarahan

 Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah
ditekan )

 Ekspresi wajah pasien pucat

 Pasien tampak lemas

 Warna kulit kebiruan

 Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh

 Ekspresi wajah pasien meringis

 Pasien tampak gelisah

 Pasien mengalami kejang

 Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)

 Terjadi hematuria

 Terjadi inkontinensia urine

 Terjadi inkontinensia alvi

 Berat badan pasien tidak stabil

 Mual ataupun muntah

 Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul :
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat
pendarahan

2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan

3. Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks

4. Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik

5. Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)

6. Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas


metabolik terhadap kanker

8. Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker
serviks

9. Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun

10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis
jaringan, kerusakan neuromuscular

11. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker
pada serabut saraf lumbosakral

12. PK Gagal Ginjal

13. Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks

14. Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker
serviks, terapi, dan prognosisnya

15. Ansietas b/d krisis situasional

16. Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga
terdekat
17. Defisit perawatan diri b/d kelemahan

18. Risiko cedera b/d penurunan jumlah trombosit

19. PK Anemia

20. Mual b/d kemoterapi

21. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi

22. Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi

3. RENCANA TINDAKAN
 Dx 1 : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh
secara aktif akibat pendarahan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat
Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90
mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Membran mukosa lembab
3. Turgor kulit baik (elastis)
4. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah
ditekan )
5. Ekspresi wajah pasien tidak pucat

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur Memberikan pedoman untuk
volume darah yang keluar melalui penggantian cairan yang perlu
pendarahan diberikan sehingga dapat
mempertahankan volume
sirkulasi yang adekuat untuk
transport oksigen dan nutrisi ke
sel dan jaringan
2 Hindari trauma dan pemberian Mengurangi potensial terjadinya
tekanan berlebihan pada daerah peningkatan pendarahan dan
yang mengalami pendarahan trauma mekanis pada pasien
3 Pantau status sirkulasi dan volume Kejadian perdarahan potensial
darah ibu merusak hasil kehamilan,
kemungkinan menyebabkan
hipovolemia atau hipoksia
uteroplasenta
4 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, Menunjukkan keadekuatan
dan pengisian kapiler volume sirkulasi
5 Catat respon fisiologis individual Simtomatologi dapat berguna
pasien terhadap pendarahan, untuk mengukur berat / lamanya
misalnya kelemahan, gelisah, episode pendarahan.
ansietas, pucat, berkeringat / Memburuknya gejala dapat
penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya
pendarahan / tidak adekuatnya
penggantian cairan
6 Kaji turgor kulit, kelembaban Merupakan indikator dari status
membran mukosa, dan perhatikan hidrasi / derajat kekurangan
keluhan haus pada pasien cairan
7 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung
Berikan cairan IV sesuai indikasi pada derajat hipovolemia dan
lamanya pendarahan (akut /
kronis). Cairan IV juga
digunakan untuk mengencerkan
obat antineoplastik pada
penderita kanker.
8 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) untuk memperbaiki jumlah
dan trombosit sesuai indikasi darah dalm tubuh pasien dan
mencegah manifestasi anemia
yang sering terjadi pada
penderita kanker.
Transfusi trombosit penting
untuk memaksimalkan
mekanisme pembekuan darah
sehingga pendarahan lanjutan
dapat diminimalisir.
9 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk
Awasi pemeriksaan laboratorium, menentukan kebutuhan
misalnya : Hb, Hct, sel darah merah resusitasi cairan dan mengawasi
keefektifan terapi

 Dx 2 : Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2 ke jaringan


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan perfusi jaringan kembali adekuat
Kriteria Hasil : 1. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90
mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Pasien tidak tampak lemas
3. Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah
ditekan)
4. Denyut nadi teraba
5. Tidak tampak kebiruan pada permukaan kulit
6. Tidak terdapat perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku,
kelembaban)
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Awasi tanda vital, kaji pengisian Identifikasi ketidakadekuatan derajat
kapiler dan warna dasar kuku perfusi jaringan dan membantu dalam
menentukan intervensi
2 Kolaborasi : Reduksi pada kadar Hb, Hct atau
Awasi pemeriksaan laboratorium volume sirkulasi darah mengurangi
(Hct, Hb, SDM) persediaan oksigen untuk jaringan
dan sel
3 Kolaborasi : Meningkatkan jumlah mediator
Berikan transfusi sel darah merah transport oksigen ke sel-sel tubuh
lengkap sesuai indikasi. Awasi
adanya komplikasi transfusi
4 Kolaborasi : Meningkatkan ketersediaan oksigen
Berikan terapi oksigen tambahan untuk aktivitas seluler
sesuai indikasi

 Dx 3 : Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit


kanker serviks
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan nyeri pasien berkurang atau terkontrol
Kriteria hasil : 1. Pasien mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
2. Pasien melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal
dengan pengaruh / efek samping minimal
3. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal (± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal ( ± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90
mmHg)
 Suhu normal (36,5oC - 37,5oC)
4. Ekspresi wajah pasien tidak meringis
5. Pasien tampak tenang (tidak gelisah)
6. Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi
dengan tepat sesuai indikasi untuk mengontrol nyeri

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Lakukan pengkajian nyeri secara Membantu membedakan
komprehensif [catat keluhan, lokasi penyebab nyeri dan
nyeri, frekuensi, durasi, dan intensitas memberikan informasi tentang
(skala 0-10) dan tindakan penghilangan kemajuan atau perbaikan
nyeri yang dilakukan] penyakit, terjadinya
komplikasi dan keefektifan
intervensi.
2 Pantau tanda - tanda vital Peningkatan nyeri akan
mempengaruhi perubahan
pada tanda - tanda vital
3 Dorong penggunaan keterampilan Memungkinkan pasien untuk
manajemen nyeri seperti teknik berpartisipasi secara aktif
relaksasi dan teknik distraksi, misalnya untuk mengontrol rasa nyeri
dengan mendengarkan musik, yang dialami, serta dapat
membaca buku, dan sentuhan meningkatkan koping pasien
terapeutik.
4 Berikan posisi yang nyaman sesuai Memberikan rasa nyaman
kebutuhan pasien pada pasien, meningkatkan
relaksasi, dan membantu
pasien untuk memfokuskan
kembali perhatiannya.
5 Dorong pengungkapan perasaan pasien Dapat mengurangi ansietas
dan rasa takut, sehingga
mengurangi persepsi pasien
akan intensitas rasa sakit.
6 Evaluasi upaya penghilangan nyeri / Tujuan yang ingin dicapai
kontrol pada pasien melalui upaya kontrol adalah
kontrol nyeri yang maksimum
dengan pengaruh / efek
samping yang minimum pada
pasien.
7 Tingkatkan tirah baring, bantulah Menurunkan gerakan yang
kebutuhan perawatan diri yang penting dapat meningkatkan nyeri
8 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Nyeri adalah komplikasi
indikasi tersering dari kanker,
meskipun respon individual
terhadap nyeri berbeda-beda.
Pemberian analgetik dapat
mengurangi nyeri yang
dialami pasien
9 Kolaborasi untuk pengembangan Rencana manajemen nyeri
rencana manajemen nyeri dengan yang terorganisasi dapat
pasien, keluarga, dan tim kesehatan mengembangkan kesempatan
yang terlibat pada pasien untuk
mengontrol nyeri yang
dialami. Terutama dengan
nyeri kronis, pasien dan
orang terdekat harus aktif
menjadi partisipan dalam
manajemen nyeri di rumah.
10 Kolaborasi untuk pelaksanaan prosedur Mungkin diperlukan untuk
tambahan, misalnya pemblokan pada mengontrol nyeri berat
saraf (kronis) yang tidak berespon
pada tindakan lain

 Dx 4 : Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan


aktivitas metabolik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan keseimbangan suhu tubuh pasien kembali normal
Kriteria Hasil : 1. Suhu tubuh dalam batas normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Denyut nadi dalam batas normal (± 60 - 100x / menit)
3. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (±16- 24x/ menit)
4. Kulit tidak tampak memerah
5. Pasien tidak mengalami kejang

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Pantau derajat dan pola perubahan Peningkatan suhu hingga
suhu pasien 38,9oC-41,1 oC menunjukkan
adanya proses penyakit
infeksius. Pola peningkatan
suhu dapat membantu dalam
identifikasi diagnosis dini
2 Pantau suhu lingkungan, atur jumlah Suhu ruangan dan jumlah
linen tempat tidur sesuai indikasi selimut harus diatur untuk
mempertahankan suhu tubuh
pasien agar mendekati suhu
normal
3 Berikan kompres hangat Membantu mengurangi
peningkatan suhu tubuh
pasien
4 Kolaborasi : Dapat digunakan untuk
Berikan antipiretik mengurangi demam dengan
bereaksi pada termoregulasi
sentral tubuh di hipotalamus.

 Dx 5 : Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
pasien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil : 1. Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor,
tumor, fungsio laesia)
2. TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90
mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
3. Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium
berada dalam batas normal (4 - 9 103/µL)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara Pengenalan dini dan intervensi
kontinyu pada semua sistem tubuh segera dapat mencegah
(misalnya : pernafasan, pencernaan, perkembangan infeksi lebih
genitourinaria) lanjut
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada pasien
dengan kanker serviks dapat
terjadi karena proses
penyakitnya, infeksi, dan efek
samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini
proses infeksi memungkinkan
terapi yang tepat untuk dimulai
segera
3 Pertahankan teknik perawatan Menurunkan risiko
aseptik. Hindari / batasi prosedur kontaminasi agen infeksius
invasif
4 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi
pajanan potensial sumber
infeksi dan menimalisir
paparan pertumbuhan sekunder
patogen
5 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan
Awasi hasil laboratorium untuk WBC merupakan salah satu
melihat adanya diferensial atau respon tubuh untuk mengatasi
peningkatan WBC infeksi yang timbul oleh
antigen
6 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme
Dapatkan kultur sesuai indikasi penyebab dan terapi yang tepat

7 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat


Berikan antibiotik sesuai indikasi perkembangan agen infeksius

 Dx 6 : Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus


urinarius
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, pola
eliminasi urine pasien kembali normal (adekuat)
Kriteria Hasil : 1. Tidak terjadi hematuria
2. Tidak terjadi inkontinensia urine
3. Tidak terjadi disuria
4. Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc /
kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki Penurunan aliran urine tiba-tiba
penurunan / penghentian aliran dapat mengindikasikan adanya
urine tiba-tiba obstruksi / disfungsi pada
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan Identifikasi kerusakan fungsi
jumlahnya). Bandingkan haluaran vesika urinaria akibat
urine dan masukan cairan serta metastase sel-sel kanker pada
catat berat jenis urine bagian tersebut
3 Observasi dan catat warna urine. Penyebaran kanker pada
Perhatikan ada / tidaknya traktus urinarius (salah satunya
hematuria di vesika urinaria) dapat
menyebabkan jaringan di
vesika urinaria mengalami
nekrosis sehingga urine yang
keluar berwarna merah karena
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak Identifikasi tanda - tanda
enak pada urine (bau abnormal) infeksi pada jaringan traktus
urinarius
5 Dorong peningkatan cairan dan Mempertahankan hidrasi dan
pertahankan pemasukan akurat aliran urine baik
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, Indikator keseimbangan cairan
turgor kulit, pengisian kapiler, dan dan menunjukkan tingkat
membran mukosa hidrasi
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan
Siapkan untuk tes diagnostik, penunjang misalnya
prosedur penunjang sesuai indikasi pemeriksaan retrograd dapat
digunakan untuk mengevaluasi
tingkat infiltrasi kanker pada
traktus urinarius sehingga
dapat menjadi dasar untuk
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang
Pantau nilai BUN dan kreatinin abnormal dapat menjadi
indikator kegagalan fungsi
ginjal sebagai akibat
komplikasi metastase sel-sel
kanker pada traktus urinarius
hingga ke organ ginjal.
 Dx 7 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
peningkatan aktivitas metabolik terhadap kanker
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara optimal dan
seimbang
Kriteria Hasil : 1. Berat badan pasien stabil (sesuai dengan BB pasien dalam
kondisi normal)
2. Pasien menunjukkan adanya peningkatan nafsu makan
3. Tidak terjadi mual ataupun muntah
4. Pasien tidak tampak pucat / lemas

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Pantau masukan makanan setiap hari Mengidentifikasi defisiensi
nutrisi
2 Ukur tinggi, berat badan. Pastikan Membantu dalam identifikasi
jumlah penurunan berat badan saat malnutrisi protein dan kalori
ini. Timbang berat badan setiap hari khususnya bila berat badan dan
pengukuran antropometrik
kurang dari normal
3 Dorong pasien untuk makan diet Kebutuhan jaringan metabolik
tinggi kalori dan nutrien dengan ditingkatkan begitu juga cairan
masukan cairan yang adekuat. (untuk menghilangkan produk
Dorong penggunaan suplemen sisa). Suplemen dapat
membantu untuk
mempertahankan masukan
kalori dan protein yang adekuat
untuk metabolisme sel
4 Kontrol faktor lingkungan Untuk menurunkan potensial
(misalnya : bau makanan yang terlalu terjadinya respon mual dan
kuat, kebisingan lingkungan, muntah
makanan yang terlalu pedas, terlalu
manis, dan berlemak)
5 Lakukan oral hygiene pada pasien Kebersihan mulut yang terjaga
dapat meningkatkan sensasi
pengecapan dan nafsu makan
6 Kolaborasi : Membantu dalam
Tinjau ulang pemeriksaan mengidentifikasi derajat
laboratorium sesuai indikasi, ketidakseimbangan biokimia
misalnya transferin serum dan dan malnutrisi yang terjadi
albumin akibat pertumbuhan sel-sel
kanker, dapat mempengaruhi
dalam penentuan intervensi diet
selanjutnya.
7 Kolaborasi : Defisiensi vitamin A, C, D, E
Pemberian vitamin A, B6, C, D, E. dapat menghambat proses
absorbsi zat-zat nutrisi pada vili
intestinum, menghambat
proliferasi sel-sel epitel normal,
dan menghambat pembentukan
antioksidan tubuh. Defisiensi
vitamin B6 dapat memperberat
perasaan depresi yang dirasakan
pasien
8 Kolaborasi : Memberikan rencana diet
Rujuk pada ahli gizi / tim pendukung khusus untuk memenuhi
nutrisi kebutuhan nutrisi pasien, serta
menurunkan potensial
komplikasi yang terjadi
berkenaan dengan malnutrisi
protein / kalori dan defisiensi
mikronutrien
 Dx 8 : Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses
penyakit kanker serviks
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapkan aktivitas seksual pasien tetap adekuat pada tingkat
yang sesuai dengan kondisi fisiologis tubuhnya
Kriteria Hasil : 1. Pasien mampu mengungkapkan pemahamannya tentang
efek kanker serviks yang dialaminya terhadap fungsi
seksualitasnya
2. Pasien mau mendiskusikan masalah tentang gambaran diri,
perubahan fungsi seksual dan hasrat seksual dengan orang
terdekat yang dialaminya

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Dengarkan pernyataan pasien / Masalah seksualitas seringkali
orang terdekat menjadi masalah yang
tersembunyi, yang seringkali
diungkapkan sebagai humor /
melalui pernyataan yang tidak
gamblang
2 Informasikan pada pasien tentang Pedoman antisipasi dapat
efek dari proses penyakit kanker membantu pasien dan orang
serviks yang dialaminya terhadap terdekat untuk memulai proses
fungsi seksualitasnya (termasuk di adaptasi pada keadaan yang baru
dalamnya efek samping dari
pengobatan kanker yang akan
dijalani)
3 Bantu pasien untuk menyadari / Mengakui proses kehilangan /
menerima tahap kehilangan perubahan pada fungsi seksual
tersebut secara nyata dapat meningkatkan
koping pasien
4 Dorong pasien untuk berbagi Komunikasi terbuka dapat
pikiran dengan orang terdekat membantu dalam identifikasi
masalah dan meningkatkan diskusi
untuk menemukan pemecahan
masalah

 Dx 9 : Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
aktivitas pasien dapat meningkat secara optimum / fungsi
tercapai
Kriteria Hasil : 1. Pasien mampu melakukan aktivitas biasa dengan normal
tanpa bantuan perawat / orang terdekat
2. Pasien mengatakan lebih bertenaga dan tidak lemas

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Pantau respon fisiologis terhadap Toleransi sangat bervariasi
aktivitas, misalnya perubahan tergantung pada tahap proses
tekanan darah dan frekuensi jantung penyakit, status nutrisi,
serta pernafasan keseimbangan cairan, serta
oksigenasi.
2 Berikan tindakan kenyamanan seperti Menurunkan tegangan otot dan
gosokan punggung, perubahan posisi, kelelahan serta meningkatkan
atau penurunan stimulus dalam rasa nyaman
ruangan (misalnya lampu redup)
3 Evaluasi laporan kelelahan. Menentukan derajat dari
Perhatikan kemampuan tidur / ketidakmampuan pasien
istirahat dengan tepat
4 Kaji kemampuan untuk Mengidentifikasi kebutuhan
berpartisipasi pada aktivitas yang individual dan membantu
diinginkan / dibutuhkan dalam pemilihan intervensi
5 Identifikasi faktor stres / psikologis Mungkin mempunyai efek
yang dapat memperberat kumulatif terhadap kondisi
fisik yang dapat terus
berlangsung bila masalah
tersebut belum diatasi
6 Buat tujuan aktivitas realistis dengan Memberikan rasa kontrol dan
pasien perasaan mampu
menyelesaikan
7 Dorong pasien untuk melakukan Meningkatkan rasa membaik
aktivitas ringan, bila mungkin. dan mencegah terjadinya
Tingkatkan tingkat partisipasi pasien frustasi pada pasien
sesuai toleransi pasien
8 Rencanakan periode istirahat adekuat Mencegah kelelahan
berlebihan dan menghemat
energi untuk proses
penyembuhan
9 Berikan bantuan dalam aktivitas Memungkinkan berlanjutnya
sehari-hari sesuai dengan derajat aktivitas yang dibutuhkan
ketidakmampuan pasien pasien
10 Dorong masukan nutrisi Masukan nutrisi adekuat perlu
untuk memenuhi kebutuhan
energi ibu untuk beraktivitas
dan pertumbuhan serta
perkembangan janin
11 Kolaborasi : Adanya hipoksemia dapat
Berikan suplemen 02 sesuai indikasi menurunkan ketersediaan 02
untuk ambilan seluler dan
dapat memperberat terjadinya
intoleransi pada aktivitas

4 diagnosa yang berhubungan dengan psikologis pasien :

 Dx 14 : Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses


penyakit kanker serviks, terapi, dan prognosisnya
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 30 menit,
diharapkan pengetahuan pasien tentang penyakitnya meningkat
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengangguk sebagai respon bahwa ia mengerti
dengan penjelasan yang diberikan oleh perawat
2. Ekspresi wajah pasien tidak tampak bingung
3. Pasien mampu menjelaskan pengertian dan penyebab
penyakitnya
4. Pasien mampu menyebutkan tanda dan gejala penyakitnya
5. Pasien mampu menjelaskan tentang terapi penyakitnya serta
manfaat terapi tersebut
6. Pasien menyatakan persetujuan dan kemauannya untuk
mengikuti prosedur pengobatan terhadap penyakitnya

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tingkat pengetahuan pasien Informasi mengenai tingkat
pengetahuan pasien dapat
membantu dalam menentukan
metoda yang efektif untuk
memberikan pendidikan kepada
pasien.
2 Berikan informasi mengenai kanker Pemberian informasi yang jelas
serviks : pengertian, penyebab, membuat pasien dan keluarga
proses, serta penanganannya dengan cepat memahami sehingga
jelas. Informasikan juga kemungkinan pengetahuannya terhadap
pengaruhnya terhadap kondisi pasien penyakit kanker serviks
meningkat
3 Berikan informasi dalam bentuk Kelemahan dan depresi dapat
tertulis dan verbal mempengaruhi kemampuan
untuk menerima informasi /
mengikuti program medik
4 Berikan penguatan bila pasien mampu Pasien akan lebih mudah
menyebutkan kembali apa yang sudah mengingat jika diberi
dijelaskan. reinforcement oleh perawat
mengenai pemahamannya.
5 Anjurkan pasien untuk menanyakan Eksplorasi pengalaman dengan
kepada pasien di samping, untuk pasien lain dapat membantu
berbagi pengalaman meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga.

 Dx 15 : Ansietas b/d krisis situasional


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
ansietas pasien dapat berkurang / teratasi
Kriteria Hasil : 1. TTV dalam batas normal
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90
mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2. Pasien melaporkan bahwa ansietas / ketakutan yang
dirasakannya menurun sampai tingkat yang dapat
ditangani / dikontrol
3. Pasien tampak lebih tenang

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Observasi perubahan TTV, misalnya Perubahan pada TTV dapat
denyut nadi, frekuensi pernafasan menunjukkan tingkat ansietas /
gangguan psikologis yang
dialami pasien
2 Obervasi respon verbal dan nonverbal Kecemasan dapat ditutupi oleh
pasien yang menunjukkan adanya pasien dengan komentar/
kecemasan kemarahan yang ditunjukkan
pasien kepada pemberi
perawatan
3 Tinjau ulang pengalaman pasien / Membantu dalam identifikasi
orang terdekat sebelumnya dengan rasa takut dan kesalahan
kanker interpretasi konsep pada
pengalaman kanker
sebelumnya
4 Dorong pasien untuk mengungkapkan Memberikan kesempatan untuk
pikiran dan perasaannya mengidentifikasi rasa takut
yang dialami serta kesalahan
konsep tentang diagnosis
5 Dengarkan keluhan pasien dengan Menunjukkan rasa menghargai
penuh perhatian dan menerima pasien, dan
dapat membantu meningkatkan
rasa percaya pasien kepada
pemberi perawatan.
6 Pertahankan kontak sering dengan Memberikan keyakinan bahwa
pasien. Berikan sentuhan terapeutik pasien tidak sendiri atau
bila perlu ditolak.
7 Instruksikan pasien menggunakan Meningkatkan pelepasan
teknik relaksasi endorfin pada sistem saraf
sehingga menimbulkan rasa
tenang pada pasien dan dapat
mengurangi ansietas yang
dirasakan pasien
8 Berikan informasi yang akurat dan Pengetahuan / informasi yang
sesuai mengenai diagnosa, pengobatan, diberikan diharapkan dapat
dan konsistensi prognosis penyakit menurunkan ansietas,
pasien memperbaiki kesalahan konsep,
dan meningkatkan kerjasama
pasien dengan pemberi
perawatan
9 Tingkatkan rasa tenang dan Memudahkan pasien
lingkungan yang tenang beristirahat, menghemat energi,
dan meningkatkan kemampuan
koping pasien
10 Dorong dan kembangkan interaksi Mengurangi perasaan isolasi.
pasien dengan sistem pendukung Bila sumber pendukung
keluarga tidak adekuat, sumber
luar dapat diberdayakan
misalnya kelompok penderita
kanker
11 Libatkan orang terdekat bila Menjamin sistem pendukung
keputusan mayor akan dibuat untuk pasien dan
memungkinkan orang terdekat
terlibat dengan tepat

 Dx 16 : Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada


anggota keluarga
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
koping keluarga kembali adekuat
Kriteria Hasil : 1. Keluarga / orang terdekat tampak terlibat aktif dalam proses
perawatan dan pengobatan pasien
2. Keluarga / orang terdekat tidak menarik diri dari pasien
3. Keluarga / orang terdekat tetap berkomunikasi secara
terbuka dengan pasien
4. Keluarga / orang terdekat tidak mengungkapkan reaksi
pribadi (ketakutan, kelelahan, perasaan bersalah, kecewa,
kecemasan) atas perubahan status kesehatan pasien

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Perhatikan komponen keluarga, Membantu untuk mengetahui
adanya suami, keluarga besar, siapa yang ada untuk membantu
ataupun teman perawatan dan memberikan
dukungan pada pasien
2 Identifikasi pola komunikasi dalam Memberikan informasi tentang
keluarga dan pola interaksi antar keefektifan komunikasi dan
anggota keluarga mengidentifikasi masalah yang
mempengaruhi kemampuan
keluarga untuk membantu pasien
dan menilai positif pada diagnosa/
pengobatan kanker
3 Kaji harapan peran dari anggota Setiap orang dapat melihat situasi
keluarga dan dorong mereka untuk dengan cara mereka sendiri,
mendiskusikan hal ini identifikasi yang jelas tentang
harapan dari anggota keluarga
dapat meningkatkan pemahaman
untuk dasar intervensi selanjutnya
4 Hadapi anggota keluarga dengan Memberi perasaan empati dan
cara yang hangat, perhatian, dan meningkatkan rasa harga diri
menghargai. Berikan informasi individu untuk mengatasi situasi
(verbal / tertulis) dan tekankan bila saat ini
perlu
5 Akui kesulitan tentang situasi Mengkomunikasikan penerimaan
tersebut (misalnya : diagnosa kanker realitas bagi pasien dan keluarga
dan ancaman kematian yang
mungkin muncul)
6 Identifikasi dan dorong penggunaan Kebanyakan orang telah
perilaku koping ke arah yang adaptif mengembangkan keterampilan
koping efektif yang dapat
bermanfaat untuk mengatasi
situasi yang baru
7 Tekankan pentingnya dialog terbuka Meningkatkan pemahaman,
yang kontinyu antar anggota membantu anggota keluarga untuk
keluarga dengan pasien mempertahankan komunikasi
yang jelas, yang nantinya
diharapkan dapat mengatasi
masalah dengan efektif
8 Kolaborasi : Mungkin perlu bantuan tambahan
Rujuk pada kelompok terapi untuk mengatasi masalah yang
keluarga sesuai indikasi seringkali muncul dari diagnosa
potensial penyakit terminal seperti
kanker serviks

DAFTAR PUSTAKA

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

 Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

 Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC

 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
 Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

 Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC

 Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

 Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

 Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media
Ausculapius

 Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

 Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

 http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)

 http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-
reproduksi.html (akses : 10 Oktober 2009)

 http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)

 http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636 (akses : 11
Oktober 2009)

Anda mungkin juga menyukai