Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA ABDOMEN

I. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Definisi
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer,
2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan
lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI,
1995).
Trauma tumpul abdomen adalah pukulan/ benturan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga
(lambung, usus halus, usus besar, pembuluh–pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen, (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13
Juli 2000).
B. Klasifikasi
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Trauma penetrasi
a. Trauma Tembak
b. Trauma Tumpul
2. Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
3. Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, terdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen
mungkin disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen
dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.
3) Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin
menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus
dieksplorasi.
C. Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh :
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor–faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma
yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal
ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan
yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga
bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma
adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat
terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga.
2) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut.
e. Iritasi cairan usus.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding
perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
7. Ultrasonografi dan CT Scan: sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita
yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.
G. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
 Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
 Respon stres simpatis
 Perdarahan dan pembekuan darah
 Kontaminasi bakteri
 Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
 Kehilangan darah.
 Memar/jejas pada dinding perut.
 Kerusakan organ-organ.
 Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut
 Iritasi cairan usus
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan awal
 Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
 Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidakdianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ
yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit
2. Penanganan dirumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya.
Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah
aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps
visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ;
udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas
dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan.
3. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan,
sirkulasi) sesuai indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar
dan menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera
abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan
luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap
transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
basah untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya
peristaltik dan muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran
urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai
hematokrit, dan status neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan
apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik
dan terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi,
atau hematuria.
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :

1. Trauma Tembus abdomen


- Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan;
kekuatan tumpul (pukulan).
- Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar,
dan tempat keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior
abdomen, punggung,panggul, dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui
kemungkinan adanya pendarahan, maka perawat harus menggunakan
petunjuk cullen’s sign yaitu perdarahan pada umbilicus bila terjadi truma
panggul dan Turner’s sign yaitu perdarahan retroperitoneal bila terjadi
perdarahan pada dinding abdomen.
- Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya
dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
- Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani
yang berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang
mengindikasikan adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup,
maka perawat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada
daerah usus besar dan lambung.
- Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi
akumulasi cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan
mengalami distensi.
- Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan,
kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan
syok.
- Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
- Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak
akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal
sebagai berikut :
- Metode cedera.
- Waktu awitan gejala.
- Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita
ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain
yang digunakan.
- Waktu makan atau minum terakhir.
- Kecenderungan perdarahan.
- Penyakit danmedikasi terbaru.
- Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
- Alergi.
- Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi
masalah yang mengancam kehidupan.
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat
tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola
napas(hipoventilasi, hiperventilasi, dan lain-lain).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Intervensi (NIC)
No. Tujuan (NOC)
Keperawatan
Kerusakan 1. Kaji kulit dan identifikasi
Setelah dilakukan
1 integritas kulit tindakan pada tahap perkembangan
b.d. trauma keperawatan luka.
2. Kaji lokasi, ukuran,
tumpul selama ± 3x24 jam
warna, bau, serta jumlah
abdomen Mencapai dan tipe cairan luka.
penyembuhan luka3. Pantau peningkatan suhu
pada waktu yang tubuh.
sesuai. 4. Berikan perawatan luka
dengan tehnik aseptik.
Kriteria Hasil : Balut luka dengan kasa
- tidak ada tanda- kering dan steril, gunakan
tanda infeksi plester kertas.
seperti pus. 5. Jika pemulihan tidak
- luka bersih terjadi kolaborasi tindakan
tidak lembab lanjutan, misalnya
dan tidak kotor. debridement.
- Tanda-tanda 6. Kolaborasi pemberian
vital dalam antibiotik sesuai indikasi.
batas normal
atau dapat
ditoleransi.
2 Nyeri b.d. Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara
adanya trauma tindakan komprehensif meliputi
abdomen atau keperawatan lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, qualitas,
luka penetrasi selama 2 x 10
intensitas nyeri dan faktor
abdomen menit diharapkan presipitasi
nyeri yang dialami 2. Evaluasi peningkatan
pasien terkontrol iritabilitas, tegangan otot,
gelisah, perubahan tanda-
Dengan kriteria tanda vital.
hasil: 3. Berikan tindakan
- Pasien kenyamanan, misalnya
melaporkan perubahan posisi, masase
nyeri berkurang 4. Ajarkan menggunakan
- Pasien tampak teknik non-analgetik
rileks (relaksasi progresif, latihan
- TTV dalam napas dalam, imajinasi
batas normal visualisasi, sentuhan
(TD 110-90/70- terapeutik, akupresure)
90 mmHg, nadi 5. Berikan lingkungan yang
60-100 x/menit, nyaman
RR : 16-24 6. Kolaborasi
x/menit, suhu Berikan obat sesuai
36, 5 – 37, 5oC) indikasi : relaksan otot,
- Pasien dapat misalnya : dantren;
menggunakan analgesik
teknik non-
analgetik untuk
menangani
nyeri.
3 Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda vital.
infeksi b.d. tindakan 2. Lakukan perawatan luka
kontaminasi keperawatan dengan teknik aseptik.
selama 3 jam 3. Lakukan perawatan
bakteri
infeksi tidak terjadi terhadap prosedur invasif
/ terkontrol. seperti infus, kateter,
Kriteria hasil : drainase luka, dll.
- tidak ada tanda- 4. Jika ditemukan tanda
tanda infeksi infeksi kolaborasi untuk
seperti pus. pemeriksaan darah, seperti
- luka bersih Hb dan leukosit.
tidak lembab 5. Kolaborasi untuk
dan tidak kotor. pemberian antibiotik.
- Tanda-tanda
vital dalam
batas normal
atau dapat
ditoleransi.

Anda mungkin juga menyukai