D. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor–faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma
yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal
ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan
tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan
yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga
bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma
adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat
terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme:
1) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya
tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun
organ berongga.
2) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
E. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut.
e. Iritasi cairan usus.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding
perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
7. Ultrasonografi dan CT Scan: sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita
yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.
G. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut
Iritasi cairan usus
H. Penatalaksanaan
1. Penanganan awal
Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidakdianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ
yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit
2. Penanganan dirumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya.
Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah
aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps
visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ;
udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas
dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan.
3. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan,
sirkulasi) sesuai indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar
dan menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera
abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan
luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap
transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
basah untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya
peristaltik dan muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran
urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai
hematokrit, dan status neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan
apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik
dan terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi,
atau hematuria.
II. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :