Anda di halaman 1dari 10

RESUME BUKU

MERDEKA BELAJAR DI RUANG KELAS


NAJELAA SHIHAB & KOMUNITAS GURU BELAJAR
Oleh: Muhammad Rusdi Mahmud
TARBIYAH 6B

Guru belajar adalah hal yang tidak mudah diperjuangkan, tetapi secara jangka panjang
paling efektif untuk perubahan pendidikan apabila kita percaya kekuatan perubahan yang tidak
dipaksakan dari pusat. Indonesia sudah mengalami begitu banyak reformasi, begitu sering
kurikulum direvisi, sampai titik upaya menciptakan sistem yang tidak “membutuhkan” guru.
Seolah-olah dokumen yang seragam untuk seluruh negeri, uji kompetensi seumur hidup sekali,
serta simpliflkasi dan standardisasi lain bisa menjadi solusi. Sebaliknya, pengembangan guru
mencapai cita-cita melalui guru belajar justru menguatkan peran guru.

Guru berperan sentral dalam proses pengembangan kompetensinya sendiri. Hattie (2010)
mengatakan bahwa proses belajar yang ideal menempatkan pelajar sebagai guru yang
mengendalikan dan bertanggung jawab pada proses belajarnya, dan guru berperan utama sebagai
pelajar yang belajar sensitif dan memenuhi kebutuhan murid. Apabila kita berbicara tentang
student centered process saat menjelaskan bentuk proses belajar mengajar yang ideal, maka sulit
mengelak bahwa proses pengembangan guru yang terjadi di negara kita saat ini tidak berpusat
pada guru. Pada akhirnya melihat isu pengembangan guru secara utuh, dalam kaitan dengan
keseluruhan budaya dan sistem pendidikan adalah sebuah keharusan. Sistem yang ideal adalah
sistem yang lingkar umpan baliknya berjalan dengan baik. Karena proses inilah yang
memungkinkan munculnya berbagai strategi intervensi berdasarkan praktik baik dan bukti
lapangan. Pertanyaan utama dari sistem yang saat ini muncul adalah “Apa yang bisa dilakukan
guru” dalam piramida, guru berada di posisi terbawah yang menerima kebijakan dan instruksi dari
pusat. Sistem harus membalik prosesnya dengan meletakkan guru sebagai sumber inovasi dan
kebijakan sehingga pertanyaan yang harus dijawab menjadi apa yang bisa dilakukan oleh sekolah,
daerah, dan pemerintah pusat untuk mendukung guru.

1
Karenanya kami yakin, salah satu salah kaprah utama dalam pengembangan guru selama
ini adalah tujuan yang hanya berfokus pada kompetensi. Pencapaian cita-cita guru, oleh dirinya
sendiri dengan dukungan dari pemangku kepentingan lain dalam ekosistem pendidikan, hanya
akan tercapai apabila ia memiliki empat kunci: Kemerdekaan, Kompetensi, Kolaborasi, dan
Karier.

Kemerdekaan berarti guru punya komitmen pada tujuan. Guru yang merdeka paham
kenapa perlu mengajar suatu materi dan kaitannya dengan aplikasi sehari-hari. Guru yang merdeka
itu mandiri, selalu bergantung pada dirinya untuk mengatasi tantangan, tidak mudah menyerah
menghadapi tantangan atau menyalahkan orang lain dan keadaan. Guru yang merdeka itu reflektif,
berani meminta umpan balik secara aktif dan menilai diri sendiri dengan objektif. Salah satu faktor
utama yang memengaruhi rasa berdaya guru adalah pengalamannya sebagai murid, baik di masa
lalu maupun saat ini. Sebagaimana akan diuraikan dalam bagian berikutnya, kemerdekaan guru
membutuhkan lingkungan yang mendukung.

Pengembangan kemerdekaan guru bukan sekadar soal mengubah kebijakan, tetapi soal
perilaku harian yang muncul dari kita. Guru yang merdeka memahami kewajiban, tetapi juga
memiliki otonomi dan menggunakan otoritas dengan bijak.

Kompetensi guru bukan sekadar tahu tentang banyak hal dan bisa mengajar di atas kertas,
tapi mampu menunjukkan aksi dan berinovasi. Guru yang kompeten berarti mampu beradaptasi
karena kompetensi bukan kata yang berdiri sendiri, harus didefinisikan berbeda untuk bidang apa,
siapa muridnya dan di mana konteksnya. Guru tidak mungkin kompeten sendiri, di Kampus Guru
Cikal kami sadar betul bahwa yang dimiliki guru sebagai individu hanyalah potensi, dan akan
terwujud menjadi kompetensi bila ditumbuhkan oleh ekosistem yang mendukung.

Guru harus berada di lingkungan yang aman untuk belajar dari arang lain. Sebagaimana
kita menerapkan diferensiasi pada pelajar, kita juga perlu yakin bahwa keragaman guru berarti
proses peningkatan kompetensinya pun pasti berbeda. Di lingkungan yang mendukung, selain
saling berempati terhadap kebutuhan yang berbeda, semangat berubah dan belajar juga ditularkan.
Semua guru menjadi contoh individu yang belajar sepanjang hayat.

Isu utama yang menghantui proses pengembangan kompetensi dengan berbagai tujuan
jangka panjang dan beragam metode ini adalah waktu. Waktu kerja guru di luar jam kelas

2
memberikan pengaruh yang sangat besar pada keseluruhan persepsi mengenai kepuasan kerjanya
dan motivasi dirinya untuk mengembangkan diri. Selain berkait dengan beban jam mengajar,
waktu juga esensial karena proses berinovasi memang membutuhkan tahapan waktu untuk
berhasil. Guru perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan, jadi ada tahapan
dan kurva belajar. Kemudian merancang rencana aksi, termasuk strategi saat menghadapi masalah
dan cara memantau kemajuan usahanya. Guru juga butuh waktu untuk membangun pengalaman
sukses dan pada akhirnya kepercayaan dirinya untuk terus berinovasi.

Untuk bisa memantau proses dengan baik, guru belajar membutuhkan alat bantu yang
mendorong self assessment. Guru merencanakan dan membicarakan proses belajar-mengajar,
menerima dan memberikan umpan balik. Dalam keseluruhan proses ini, harus diperhatikan jangan
sampai muncul beban-beban administratif dan birokratis yang tidak perlu dan memunculkan
skeptis. Pengalaman menunjukkan banyak prosedur yang diterapkan malah menjadi beban
tambahan yang menghabiskan waktu tanpa memberi dampak signifikan pada kualitas proses
maupun hasil (Benner, 2007). Sering kali juga prosedur ini dijadikan alat untuk menghukum atau
memberi ganjaran guru, tanpa proses yang adil dan transparan.

Salah satu bagian paling menarik saat berbicara tentang kompetensi guru, adalah sulitnya
menemukan kesepakatan mengenai standar baik yang berlaku umum yang ditunjukkan guru di
kelas sehari-hari. Saat para ahli dan pakar pendidikan berada dalam kelas yang sama dan diminta
merating kompetensi guru setelah mengobservasi jalannya kelas, reliabilitas penilaiannya sangat
rendah. Apa yang penting dipelajari guru adalah prinsip belajar mengajar, apa yang sudah
dibuktikan efektif dan paling berhasil digunakan guru tertentu dalam konteks pelajar, kelas, dan
komunitas tertentu. Jadi bukan menghafal resepnya, yang dilakukan guru saat belajar adalah proses
mempersonalisasi apa yang dipelajari ke dalam situasinya masing-masing.

Sumber daya material seperti kondisi fisik dan sarana-prasarana sekolah, tentunya
memiliki pengaruh besar untuk peningkatan kompetensi guru dan siswa. Namun data
menunjukkan sering kali kita berfokus pada aspek material yang tidak tepat. Kemampuan membeli
peralatan atau aplikasi mengolah data akan sia-sia bila penggunaannya tidak langsung di daerah
terdekat dengan masalah nyata di masyarakat dan hanya di laboratorium sekolah dengan kasus
yang tercantum di LKS siswa.

3
Guru belajar dengan memahami apa yang dimaknai sebagai standar dan praktik yang baik,
dalam konteksnya. Prosesnya sirkular; mendapat inspirasi, memikirkan solusi, menghasilkan aksi
dan kemudian melakukan refleksi berkelanjutan. Hasil dari proses belajar guru tahu bagaimana
dan kapan menggunakan strategi yang berbeda dan lebih efektif. Guru terus terdorong fleksibel
berinovasi saat strategi rutin tidak berjalan.

Kolaborasi; pengalaman bekerja dan belajar bersama rekan sejawat adalah pengalaman
yang tak ternilai dan lebih penting daripada belajar dari ahli. Kesempatan ini luar biasa berharga
karena guru lain sejatinya adalah sumber belajar yang selalu tersedia di mana pun kita berada-guru
lain adalah sumber inspirasi sekaligus bukti dari praktik baik yang sudah teruji. Kolaborasi lewat
Temu Pendidik di Komunitas Guru Belajar yang diinisiasi Kampus Guru Cikal melibatkan guru
dari berbagai bidang studi, beragam jenjang dan struktur institusi pendidikan formal dan
nonformal.

Berbagai penelitian tentang strategi pengembangan guru menunjukkan bahwa setting dan
proses belajar jauh lebih berpengaruh pada efektivitas daripada materi yang diajarkan.
Sebagaimana prinsip belajar orang dewasa secara umum, relevansi dan keterlibatan adalah kunci.
Pelajaran utama yang didapat dari pengembangan profesi di berbagai bidang lain adalah kolaborasi
antarsesama jauh lebih efektif daripada pelatihan yang “top down” berasal dari ahli atau pakar.
Guru yang berkolaborasi dengan guru lain menggunakan contoh nyata dari pengalaman
praktiknya, Kolaborasi memungkinkan setiap guru yang terlibat bukan hanya meminta dukungan,
tetapi juga memberikan dukungan. Kolaborasi guru perlu memperhatikan aspek kualitas dan juga
keluasan jangkauan hubungan.

Uraian tentang empat kunci pengembangan guru tadi: Kemerdekaan, Kompetensi,


Kolaborasi, dan Karier, tentunya saling berhubungan. Benang merah utama di antara keempat hal
tersebut adalah betapa proses pengembangan guru tidak bisa dibebankan pada kapasitas dirinya
sendiri di saat ini. Saya sangat khawatir pada kecenderungan menyalahkan dan melabel orang per
orang dalam ekosistem pendidikan kita. Hubungan antarpemangku kepentingan pendidikan, dan
apa yang dipercaya masingmasing akan sangat memengaruhi kesuksesan kita dalam perubahan.
Bagaimana kita memandang anak; misalnya apakah ia memiliki kesiapan belajar sejak lahir atau
memerlukan iming-iming dan ancaman eksternal untuk belajar, memengaruhi disiplin sekolah dan
orangtua. Bagaimana kita melihat peran guru; apakah ia fasilitator proses belajar yang dibutuhkan

4
di masa depan ataukah penguasa ilmu pengetahuan di saat informasi sudah begitu banyak ada di
dunia digital-akan memengaruhi tujuan kurikulum. Bagaimana nilai yang kita alami dan
praktikkan, dari pengalaman mengesankan atau tidak mengenakkan puluhan tahun lalu di
pendidikan atau persaingan saat di pekerjaan dan kejadian yang dibaca koran, akan menentukan
orang seperti apa yang mendaftar di pendidikan guru. Pada akhirnya, kualitas pendidikan
ditentukan bukan oleh guru semata, tapi pengajaran yang didapatkan dari semua orang dewasa.
Bukan sekadar pengajar yang baik yang dibutuhkan, tetapi pengajaran yang baik dari semua
pemangku kepentingan pendidikan.

Sebagian besar guru memilih profesinya karena yakin akan membuat perubahan, bekerja
sampai malam, sudah tahu bahwa ini pekerjaan yang tidak akan menghasilkan uang banyak. Guru
harus punya cita-cita, menjadi subjek dari pengembangan dirinya sendiri. Bagaimana mau
membuat perubahan di pendidikan, memberdayakan murid dan mencapai tujuan demokrasi kalau
guru yang menjadi kunci tidak berdaya untuk mengembangkan diri. Di Kampus Guru Cikal, kita
barengan membuktikan bahwa prasyarat dari mewujudkan murid yang terus belajar sepanjang
hayat adalah guru yang juga terus belajar. Sudah terlalu lama kita yang di pendidikan mengalami
kebingungan tujuan serta ketidakjelasan cara. Yakinlah, pengembangan guru, paradigma merdeka
belajar, dan perubahan pendidikan tidak menunggu siapa-siapa, kecuali kita yang terus belajar,
bergerak, dan bermakna.

kemerdekaan guru, kemerdekaan belajar

Kemerdekaan bukan sekadar kepatuhan atau perlawanan. Kemerdekaan adalah sesuatu


yang diperjuangkan, bukan diberikan.

Kemerdekaan adalah bagian penting dari pengembangan guru, karena sama seperti burung
yang tidak berani keluar dari kandang, kompetensi guru tidak akan bisa optimal berdampak tanpa
kemerdekaan. Karena hanya guru yang merdeka yang bisa membebaskan anak, hanya guru yang
antusias yang menularkan rasa ingin tahu pada anak, dan hanya guru belajar yang pantas mengajar.

Kemerdekaan sebagai salah satu kunci pengembangan guru memiliki dimensi komitmen
pada tujuan, mandiri dalam proses belajar, dan reflektif selama pengembangan.

5
1. Guru yang merdeka memiliki komitmen pada tujuan belajar. Ia memahami mengapa perlu
mengajarkan suatu materi atau keterampilan tertentu. Kita hanya bisa komitmen pada saat target
ditetapkan oleh diri sendiri, bukan suatu tujuan yang ditetapkan pengawas dan pejabat pendidikan
nun jauh di sana. Semua dari kita yang setiap hari bergerak, setiap hari bergiat, memahami sulitnya
konsisten terhadap tujuan. Salah satu tantangan kita ini adalah membedakan cara dengan tujuan.
Kita terjebak pada tugas-tugas administratif, kita terjebak pada ketentuan-ketentuan birokrasi
sehingga ujian, akreditasi, seleksi, nilai yang sebetulnya semua hanyalah cara lalu kemudian
menjadi tujuan dan menjadi prioritas utama. Tujuan “palsu" ini sering kali bahkan menjadi lebih
tinggi daripada prioritas tujuan pendidikan nasional sendiri dan daripada cita-cita kita masing-
masing kenapa kita memilih menjadi pendidik.

2. Guru yang merdeka adalah guru yang mandiri, memahami bahwa ia memerlukan strategi yang
efektif buat dirinya agar bisa meningkatkan kompetensi, memperluas kolaborasi, dan
mengembangkan karier. Kemandirian jelas banyak tingkatannya.

3. Guru yang merdeka adalah guru yang reflektif. Memahami kekuatannya dan mengenali area
yang perlu dikembangkan, serta terus-menerus memantau proses belajarnya untuk memahami
keterkaitan dan keberlanjutan antara setiap tahapan. Refleksi ini juga mudah dikatakan, tapi sulit
sekali dilakukan. Guru seharusnya aktif mencari dan memberi umpan balik. Sebagian dari kita
cenderung menutup mata menolak untuk melihat cermin dengan seribu satu alasan. Kita bilang
masyarakat belum faham, kita bilang anak-anak tidak mengerti, kita bilang orangtua akan
menentang. Padahal, itu sebetulnya alasan dari ketakutan diri kita sendiri untuk menuju perubahan.

Guru itu tidak perlu menjadi figur yang serba-ahli, selama ia merdeka mempraktikkan apa
yang dipelajari dan mendapat kesempatan gagal sebelum mencapai keberhasilan. Salah satu hal
sederhana yang terbukti memberikan guru kesempatan mempraktikkan kemerdekaan adalah
kesempatan melakukan penelitian keilmuan. Kesempatan menguji secara ilmiah, walau sederhana,
meningkatkan pemahaman akan peran sekaligus diskursus paradigma tentang pendidikan. Melihat
kondisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) guru kita saat ini, sesungguhnya menjadi indikator yang
jauh lebih utuh daripada Uji Kompetensi Guru (UKG) maupun Penilaian Kompetensi Guru (PKG).

Kemerdekaan juga akan memberi kesempatan guru untuk memahami tujuan


pengembangan diri dan konteks implementasi pada semua murid. Guru merdeka dalam

6
perencanaan, pengajaran, dan penilaian. Setiap murid butuh hal yang berbeda Guru itu tidak perlu
menjadi figur yang serba-ahli, selama ia merdeka mempraktikkan apa yang dipelajari dan
mendapat kesempatan gagal sebelum mencapai keberhasilan. Salah satu hal sederhana yang
terbukti memberikan guru kesempatan mempraktikkan kemerdekaan adalah kesempatan
melakukan penelitian keilmuan. Kesempatan menguji secara ilmiah, walau sederhana,
meningkatkan pemahaman akan peran sekaligus diskursus paradigma tentang pendidikan. Melihat
kondisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) guru kita saat ini, sesungguhnya menjadi indikator yang
jauh lebih utuh daripada Uji Kompetensi Guru (UKG) maupun Penilaian Kompetensi Guru (PKG).

Kemerdekaan juga akan memberi kesempatan guru untuk memahami tujuan


pengembangan diri dan konteks implementasi pada semua murid. Guru merdeka dalam
perencanaan, pengajaran, dan penilaian. Setiap murid butuh hal yang berbeda dimensi praktik
merdeka belajar mendefinisikan tujuan dengan jelas adalah bagian yang penting dari sebuah cita-
cita. Kita akan bisa memahami aspirasi merdeka belajar sekaligus memantau tahapan dalam
mencapainya. Proses kemerdekaan bagi murid, tentu berkait juga dengan tahap perkembangannya
dalam aspek fisik, sosial-emosional, maupun kognitif yang sayangnya tidak akan secara detail
diuraikan dalam tulisan ini, namun insya Allah mudah ditemukan dalam referensi lain.

Merdeka Belajar: Komitmen pada Tujuan Kormtmen seseorang yang merdeka belajar adalah
ketekunannya

Tujuan pendidikan yang ideal mestinya tujuan perjalanan yang memastikan bahwa
seseorang terus berkompetisi dengan dirinya sendiri karena hanya pada saat itu, komitmen bisa
terlatih dan terjadi. Tujuan yang berkaitan dengan orang lain adalah tujuan jangka pendek yang
tidak pernah bisa berkelanjutan karena garis finisnya ditentukan oleh pihak eksternal. “Tak apa
tidak bisa memahami bacaan, toh nilaiku sudah 7, lebih baik daripada teman yang hanya dapat 6
atau rata-rata kelas yang lebih rendah." Bandingkan dengan seorang murid lain yang terus mencari
bahan bacaan yang makin menantang karena ketagihan saat berhasil memahami konsep ilmu
pengetahuan. Ingin bisa dan selalu lebih baik, tak peduli orang lain sampai di mana. Murid-murid
seperti ini betul-betul belajar, bukan sekadar kebebanan atau sebaliknya hanya mencari
kenyamanan.

7
Untuk bisa menumbuhkan komitmen yang berkelanjutan, murid membutuhkan
kemampuan memahami tujuan belajar dan peran guru dalam mengajar. Banyak dari kita yang
masuk kelas, tanpa memberikan gambaran tujuan dan rute perjalanan kita pada murid, seberapa
jauh mereka akan ikut serta dan kapan mereka akan mandiri. Bahkan aktivitas rutin seperti
membaca buku cerita di kelas bisa punya tujuan yang berbeda setiap hari. Mengaitkan karakter
dengan emosi diri, menarik kesimpulan dan memahami pesan, mengapresiasi dalam bentuk baru
kreasi, semua tujuan bisa berawal dari bacaan. Akan tetapi, jarang sekali kita menjelaskan
kerangka besar kegiatan harian, apalagi dalam satu tahun ajaran kepada murid. Sedihnya, kadang
kita sendiri pun tak paham dan melihat tugas mengajar hanya dari hari ke hari. Tak heran banyak
yang tak sadar saat tersesat atau baru panik menjelang pengukuran/ ujian padahal tujuan perlu terus
ada di pikiran setiap kali masuk kelas, baik Untuk guru maupun murid.

Tiga hal esensial yang menumbuhkan komitmen merdeka belajar: -(a) Kemampuan
memahami tujuan belajar dan peran guru dalam mengajar; (b) Kemampuan memusatkan perhatian,
berkaitan dengan pencapaian tujuan harian maupun jangka panjang; (c) Kemampuan menetapkan
prioritas, bahkan di saat tujuan seolah-olah bertentangan atau tidak saling berkaitan, jelas
menunjukkan bahwa komitmen bukan soal orang per orang. Komitmen terhadap tujuan bisa dan
harus ditularkan. Dari kepala sekolah ke guru, dari guru ke guru lain, dari guru ke anak, dari satu
anak ke anak lain, satu orangtua ke orangtua lain. Karenanya, syarat pertama adalah pendidik yang
memahami pentingnya tujuan pendidikan, memahami peran dirinya dalam pencapaian tujuan dan
bisa melibatkan paling tidak 1-2 orang di lingkungan secara bertahap sampai semua kita bisa
diyakinkan. Karena merdeka belajar adalah hak setiap guru dan hak setiap anak.

Tujuh praktik membangun komitmen pada tujuan komponen pertama merdeka belajar

1. Menekankan pentingnya motivasi internal dalam belajar. tidak menggunakan ganjaran yang
bersifat eksternal (reward). seperti nilai atau ranking sebagai tujuan belajar.

2. Melibatkan murid dalam merencanakan tujuan pembelajaran dengan menjelaskan relevansi


yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Tingkat kesiapan anak dan tingkat tantangan yang
disepakati menjadi dua hal yang harus dipertimbangkan.

8
3. Menjelaskan manfaat materi atau tujuan yang berasal dari guru/di luar anak, dengan
mengaitkannya dengan kepentingan komunitas atau masyarakat yang lebih luas. Kaitan ini tidak
harus sama untuk setiap anak karena minat dan latar belakang pengetahuannya pun berbeda.

4. Memberikan dukungan yang tepat dan kritik yang konstruktif pada murid, yang menunjukkan
bahwa ia bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri. Ia berhasil karena bekerja keras,
bukan karena soalnya mudah. Ia gagal karena manajemen waktunya belum baik, bukan karena
tugas sekolahnya bertumpuk. Umpan balik yang spesihk dan tepat waktu menjadi sangat penting.

5. Merancang lingkungan dan tugas belajar yang memberikan tantangan yang makin meningkat,
dalam situasi yang beragam di dalam dan di luar kelas, serta melatih murid untuk menghadapi
kesulitan dan kesalahan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar.

6. Memberikan pilihan dalam berbagai proses belajar-mengajar; misalnya memilih dan memimpin
kegiatan, memilih kelompok, memilih waktu dan komponen komponen lain. Pilihan didasarkan
pada yang paling sesuai tujuan belajar.

7. Memberikan murid kesempatan untuk terlibat dalam proses asesmen otentik; termasuk dalam
mencatat. menilai dan mengomunikasikan pencapaian belajarnya sesuai tujuan belajar yang
ditetapkannya.

Guru yang menumbuhkan kemandirian, juga membiasakan rutinitas kelas dan interaksi
Optimal antarsetiap anak. Jangan sampai apa yang kita lakukan dalam kelembagaan persekolahan,
mengorbankan kemandirian individual karena alasan keseragaman. Perhatikan kebutuhan setiap
anak untuk tantangan yang tepat. Berikan pengalaman berhasil pada semua dan setiap anak, bukan
yang itu-itu saja. Lakukan visualisasi keberhasilan bersama, bukan keberhasilan yang
mengorbankan sebagian pihak. Biasakan internal speech dan external speech yang positif. Latih
semua pihak untuk selalu memberi berbagai umpan balik yang konstruktif. Pada akhirnya,
kemandirian murid dan kemandirian pendidik juga akan saling memengaruhi. Mari mandiri
mempraktikkan beberapa hal yang bisa kita lakukan mulai hari ini, sambil terus berdiri paling
depan untuk menggerakkan proses belajar semua guru dan setiap anak di lingkungan kita.

Apa yang Dimaksud dengan Umpan Balik?

9
Feedback atau umpan balik adalah kata yang sering kita pakai dalam proses belajar dan
mengajar, namun sering kali kita gunakan tanpa pikir panjang atau dalam konteks yang kurang
sesuai. Ketika kita berhadapan dengan salah satu murid dan mengucapkan, “Kerja yang bagus,
Nak!” sambil tersenyum, kita beranggapan itu adalah umpan balik. Ketika kita menuliskan skor di
kertas hasil kerja murid, kita beranggapan telah memberikan umpan balik. Ketika kita
memberitahukan skor hasil kerja murid kepada orangtuanya, anggapannya itu juga bagian dari
umpan balik.

hal esensial dalam umpan balik

1. berpaku pada tujuan

2. aksi yg jelas

3. mudah dipahami

4. tepat waktu

5. berkelanjutan

6. konsistensi

Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah dengan tidak adanya umpan balik dalam
pengajaran, seberapa dalam dan detail kita dalam Penyampaian materi, semua hanya dipandang
sebagai teori yang tidak dapat diaplikasikan oleh murid dalam kesehariannya. Proses mengajar
dapat membantu murid untuk menjawab pertanyaan, “Apa yang harus kamu lakukan?” tetapi
dengan adanya umpan balik dapat membantu murid untuk berpikir, “Apa yang sudah saya kerjakan
sebelumnya, dan apa yang seharusnya saya kerjakan sekarang?".

10

Anda mungkin juga menyukai