Anda di halaman 1dari 49

PHARMACEUTICAL CARE

MEDICATION THERAPY MANAGEMENT (MTM)

Kelas : C

Kelompok : 4

Disusun Oleh :
Rini Agustia (2017001209)
Riza Safitri (2017001210)
Rommy Bayu Tirta (2017001211)
Thalia Listianti Frida (2017001219)
Nurul Eka Yuita (2017001269)
Putri Septiah Chusnul (2017001270)
Sri Rahayu (2017001279)
Trifebri Puji Lestari (2017001280)
Meyke Afrianty (2017001290)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Kesehatan terhadap pasien biasanya dilakukan oleh tenaga kesehatan
yaitu dokter, perawat, apoteker dan professional kesehatan lainnya.Tujuannya adalah
untuk menyembuhkan, mengurangi dan mencegah penyakit serta meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.Salah satu yang berperan dalam pelayanan kesehatan adalah seorang
apoteker yang melakukan praktik kefarmasiaan. Praktik kefarmasian akan efektif jika
dilakukan dengan mengembangkan manajemen terapi pengobatan atau management
therapy medication (MTM). Manajemen terapi pengobatan merupakan salah satu
pelayananyang focus utamanya kepada kesehatan individu. Manajemen ini dirancang
untuk meningkatkan kolaborasi antara apoteker,dokter, dan profesional kesehatan
lainnya; meningkatkan komunikasi antara pasien dan tim perawatan kesehatan mereka;
dan mengoptimalkan penggunaan obat pasien sesuai dengan pedoman evidence-based
untuk hasil yang lebih baik. MTM terdiri dari 5 elemen yaitu Medication therapy review
(MTR), Personal medication record (PMR) ,Medication-related action plan (MAP),
Intervention and/or referral dan Documentation and follow-up
Manajemen terapi pengobatan juga bisa di perluas dengan compherensive
medication management (CMM) dan collaborative drug therapy management
(CDTM).CDTM adalah kemitraan formal antara apoteker dan dokter yang mengizinkan
apoteker untuk mengelola terapi pengobatan pasien. Dalam peran ini, apoteker
menyarankan kepada dokter, menerapkan pengetahuan terapi obat khusus
mereka,keterampilan dan kemampuan untuk melengkapi jenis perawatan lain yang
disediakan oleh para profesional yang berkolaborasi. Penetapan CDTM digunakan karena
deskriptif dari ruang lingkup biasa perjanjian praktek antara dokter dan apoteker, yaitu
manajemen terapi rejimen obat pasien.
CMM merupakan komponen inti dari standar praktik klinis untuk mengoptimalkan hasil
yang berhubungan dengan obat di lingkungan praktik kerja kolaboratif.Model baru
pemberian layanan menekankan pada perawatan yang berpusat pada pasien, berbasis tim,
dan tautan yang semakin meningkat juga untuk pencapaian hasil ekonomi, klinis, dan
humanistik positif. Oleh karena itu klinisapoteker yang berlatih di bawah
perjanjianCDTM atau diberikan hak istimewa lainnya yang diposisikan dengan baik
untuk menyediakan CMM.

B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Terapi Pengobatan.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Kolaborasi Terapi Obat.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Manajemen Komperhensif
Pengobatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Elemen Inti Medication Therapy Management (MTM)

Manajemen terapi obat dalam praktik farmasi dirancang untuk :

1. Untuk meningkatkan kolaborasi antara apoteker, dokter dan profesional perawatan


kesehatan lainnya

2. Meningkatkan komunikasi antara pasien dan tim kesehatan

3. Mengoptimalkan penggunaan obat untuk meningkatkan hasil kualitas hidup pasien

Layanan MTM yang dijelaskan dalam model ini fokus pada pasien. Layanan MTM
mencakup penilaiandan evaluasidaripada berfokus pada produk obat individu. Kerangka
model ini menjelaskan elemen inti dari pemberian layanan MTM dalam praktik farmasi
dan tidak mewakili tingkat minumum atau maksimum spesifik dari semua layanan yang
dapat diberikan oleh masalah yang terkait dengan apoteker adalah masalah kesehatan
masyarakat yang signifikan dalam sistem perawatan kesehatan. Insiden perkiraan
menunjukan bahwa lebih dari 1,5 juta obat yang dapat dicegah terkait efek samping
terjadi disetap tahun di amerika serikat. Institusi perawatan menganjurkan perawatan
kesehatan harus aman, efektif, berpusat pada pasien, tepat waktu, efeisien dan efektif
untuk memenuhi pasien dan bahwa pasien harus menjadi peserta aktif dalam proses
perawatan kesehatan untuk mencegah masalah terkait medikasi.

Layanan MTM mempunyai tujuan yaitu :

1. Meningkatkan pemahaman pasien tentang penggunaan obat yang tepat,

2. Menigkatkan kepatuhan terhadap terapi obat,

3. Menigkatkan deteksi peristiwa obat yang merugikan

Program MTM menunjukkan hasil klinis,ekonomis dan humanistik positif diseluruh


populasi pasien yang beragam di berbagai pengaturan perawatan pasien. Apoteker yang
berpartisipasi dalam program ini sering memberikan pasien dan penilaian tindak lanjut
dan berkelanjutan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan obat. Layanan MTM harus dipertimbangkan untuk setiap pasien dengan masalah
yang berhubungan dengan obat atau potensi, tidak ada jumlah obat yang mereka gunakan.
Keadaan penyakit, rencana kesehatan mereka. Struktur program program MTM dan
kebutuhan masing-masing pasien. Layanan MTM harus dipertimbangkan untuk setiap
pasien dengan masalah yang berhubungan dengan obat atau potensi, tidak ada jumlah
obat yang mereka gunakan. Keadaan penyakit, rencana kesehatan mereka. Meskipun
struktur program program MTM dan kebutuhan masing-masing pasien

 Kerangka untuk layanan MTM yang diberikan apoteker

Kerangka kerja ini utnutk penyampaian layana mtm dalam praktik farmasi dirancang
untuk memfasilitasi klaborasi antara apotker, pasien, dkter dan profesional kesehtan
lainnya untuk mempromosikan penggunaan obat yang aman dan efektif dan mencapai
hasil pasien yang optimal. Layana mtm disemua pengaturan perawatan pasien harus
mencakup struktur yang mendukung pemeliharaan hubungan pasien.

 Menyediakan layanan MTM dalam berbagai pengaturan perawatan pasien

Pasien yang berpotensi membutuhkan pelayanan MTM dapat diidentifikasi oleh apoteker,
dokter atau perofesional pelayanan kesehatan lainnya, atau pasien itu sendiri ketika
dicurigai terdapat masalah pengobatan. Pasien mungkin sangat rentan terhadap masalah
terkait dengan pengobatnnya selama transisi perawatan *seperti saat pengaturan
pelayanan kesehatan pasien berubah, ketika pasien berganti dokter, atau ketika status
pembayaran pasien berubah. Peralihan perawatan ini sering mengakibatkan perubahan
terapi obat yang mungkin disebabkan karena perubahan kebutuhan atau sumber daya
pasien, status atau kondisi kesehatan pasien, atau persyaratan formularium. Hal ini
penting bahwa sistem dibentuk agar pelayanan MTM yang diberikan oleh apoteker
berfokus memastikan pemberian pengobatan sesuai selama masa transisi perawatan.

Untuk pasien rawat jalan, pelayanan MTM biasanya melalui perjanjian pertemuan,
namun dapat diberikan pula secara walk-in. Pelayanan MTM harus disampakan di area
terpisah, sebagaimana dipersyaratkan pada undang-undang portabilitas dan akutabilitas
asuransi kesehatan, dan dilakukan oleh seorang apoteker yang waktunya dikhususkan
untuk pasien selama melakukan pelayanan ini. Di tempat perawatan pasien lainnya
(misalnya, perawatan akut, perawatan jangka panjang, perawatan di rumah, perawatan
yang dikelola) pelayanan MTM dapat disampaikan secara berbeda tergantung pada
lingkungan karena adanya variabilitas dalam desain struktur dan fasilitas. Meski begitu,
sejauh elemen inti MTM ini diterapkan, pendekatan yang konsisten dalam
penyampaiannya juga perlu dijaga.

 Penyampaian pelayanan MTM oleh Apoteker

Dalam model pelayanan elemen inti MTM, pasien menerima ulasan terapi pengobatan
komprehensif tahunan dan ulasan terapi pengobatan tambahan sesuai dengan kebutuhan
pasien. Pasien mungkin memerlukan pemantauan terus menerus oleh apoteker untuk
mengatasi masalah terkait pengobatan baru atau berulang.

Jumlah total ulasan yang diperlukan untuk keberhasilan terapi pasien bervariasi antara
satu pasien dengan pasien lainnya dan pada akhirnya akan ditentukan dari kompleksitas
masalah pengobatan masing-masing pasien. Untuk melakukan penilaian paling
komprehensif terhadap pasien, interaksi pribadi secara langsung antara pofesional
kesehatan dan pasien adalah yang paling optimal. Sebuah interaksi tatap langsung dapat
mengoptimalkan pelayanan oleh apoteker untuk mengamati tanda dan gejala terhadap
masalah kesehatan pasien (misalnya reksi buruk terhadap obat-batan, kelesuan, alopecia,
gejala ekstrapiramidal, ikterus, disorientasi) dan dapat meningkatkan hubungan pasien
dengan apoteker. Pengamatan apoteker tersebut dapat mendeteksi dini masalah terkait
pengobatan dengan demikian berpotensi mengurangi penggunaan obat yang tidak tepat,
kunjungan unit gawat darurat dan rawat inap.

B. Manajemen Terapi Obat Kolaboratif (CDTM)

Manajemen terapi obat kolaboratif (CDTM) adalah kemitraan formal antara apoteker dan
dokter atau kelompok apoteker dan dokter untuk memungkinkan apoteker mengelola
terapi obat pasien. Dalam peran ini, apoteker menambah dokter, menerapkan
pengetahuan terapi obat khusus, keterampilan, dan kemampuan mereka untuk
melengkapi jenis perawatan lain yang disediakan oleh para profesional yang
berkolaborasi. Penetapan CDTM digunakan karena adanya perjanjian praktek antara
dokter dan apoteker, yaitu manajemen rejimen terapi obat pasien.

Karena pengaturan ini biasanya memungkinkan apoteker untuk terlibat dalam kegiatan
profesional yang berada di luar undang-undang praktik farmasi tradisional, otorisasi di
masing-masing negara individu telah diminta untuk menetapkan undang-undang yang
mengatur bagaimana CDTM dapat diberikan dalam keadaan tertentu. Otoritas untuk
manajemen terapi obat kolaboratif umumnya ditemukan dalam praktik farmasi atau
melalui peraturan yang dikeluarkan oleh Bagian Dewan FarmasI.

Tanggung jawab apoteker bekerja dengan dokter di bawah perjanjian CDTM mencakup:

1. Menerapkan atau memodifikasi terapi obat dari masing-masing pasien atau


kelompok pasien (pasien dengan diabetes, asma, hipertensi, dll);

2. Memesan dan mengevaluasi hasil tes laboratorium yang berkaitan langsung dengan
terapi obat;

3. Administrasi obat, termasuk imunisasi.

Kegiatan yang dilakukan dalam praktik farmasi untuk memenuhi tanggung jawab di atas
yaitu :

1. Mengumpulkan dan meninjau riwayat obat pasien

2. Mendapatkan dan memeriksa tanda-tanda vital Pasien

3. Melakukan penilaian fisik yang konsisten dengan keadaan penyakit dan terapi obat.

4. Mengevaluasi dan memberi saran tentang penyesuaian dalam rejimen obat pasien.

 Manajemen Terapi Obat Kolaboratif dan Organisasi Pengelola Perawatan

Organisasi perawatan yang dikelola memiliki tiga tujuan utama dalam mengelola
kesehatan yaitu:

1. meningkatkan kualitas hasil pasien

2. meningkatkan kepuasan pasien


3. mengelola biaya.

Perjanjian CDTM antara dokter dan apoteker memanfaatkan secara maksimal pelatihan
dan keahlian dokter dalam diagnosis penyakit dan pelatihan apoteker serta keahlian
dalam terapi obat dan manajemen penyakit. Kolaborasi ini memungkinkan dokter dan
apoteker untuk berbagi tanggung jawab untuk hasil pasien.

CDTM :

 Membuat perubahan terapi obat lebih mudah, lebih efisien dan nyaman bagi
pasien, apoteker dan dokter

 Memperluas kemampuan profesional perawatan kesehatan untuk memberikan


perawatan optimal bagi pasien mereka;

 Menyediakan sarana bagi dokter untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi
atau masalah yang tidak terpecahkan dari pasien mereka;

 Memperkuat hubungan antara apoteker dan dokter;

 Memperluas akses ke pendidikan kesehatan, pemeriksaan kesehatan dan layanan


lain untuk populasi yang kurang terlayani di komunitas minoritas, di daerah yang
lebih miskin, di pusat perkotaan, di daerah pedesaan dan di institusi di mana akses
dokter terbatas.

Sebagian besar pengaturan CDTM ada dalam rencana kesehatan, termasuk:

 Kontrasepsi darurat

 Manajemen terapi asma

 Administrasi imunisasi

 Manajemen terapi hipertensi

 Manajemen terapi dislipidemia

 Manajemen terapi warfarin / antikoagulan

 Manajemen terapi diabetes


 Manajemen terapi depresi

 Terapi penghentian merokok

 Terapi flu / antiviral

Program-program ini telah terbukti berhasil dalam mengelola terapi dalam berbagai
kondisi medis.Program CDTM meningkatkan kualitas terapi pengobatan, dan
meningkatkan kepuasan pasien, dokter dan apoteker.

 Manfaat CDTM

 Manfaat bagi pasien

1. Peningkatan akses ke perawatan kesehatan

2. Peningkatan perawatan pasien melalui manajemen terapi obat yang dioptimalkan

3. Masalah terkait obat yang menurun (reaksi obat yang merugikan, interaksi obat,
kepatuhan yang buruk, dll.) Melalui manajemen terapi obat yang dirancang
secara ilmiah.

4. Mengurangi biaya melalui penggunaan obat yang optimal dan meminimalkan


masalah terkait obat

5. Identifikasi apoteker kondisi yang mendasari yang membutuhkan perawatan


dokter.

 Manfaat bagi dokter

1. Mengurangi kunjungan untuk pasien penyakit kronis, membebaskan lebih


banyak waktu untuk interaksi antara pasien dengan dokter dan untuk
pengelolaan kasus yang kompleks.

2. Delegasi manajemen obat kepada spesialis terapi obat, apoteker, yang memiliki
keterampilan dan pengetahuan unik yang dapat digunakan untuk mendukung
strategi terapi dokter

3. Rujukan pasien oleh apoteker ke dokter


4. Peningkatan kemampuan untuk mencapai sasaran-sasaran bayaran untuk kinerja

 Manfaat Bagi apoteker

1. Memungkinkan apoteker untuk berpindah dari layanan berorientasi produk ke


praktik yang berfokus pada pasien menggunakan pengetahuan unik mereka
untuk meningkatkan hasil klinis

2. Memungkinkan apoteker untuk menunjukkan nilainya sebagai bagian integral


dari tim perawatan kesehatan.

 Manfaatnya bagi rencana kesehatan / organisasi pengelola perawatan

1. Memanfaatkan keterampilan farmakoterapi dari apoteker untuk mengurangi


kunjungan dokter penyakit kronis untuk masalah terkait terapi obat

2. Peningkatan hasil terapi obat melalui optimalisasi rejimen terapi obat

3. Peningkatan kepuasan pasien

4. Mengurangi biaya perawatan

5. Rujukan dokter yang lebih terarah

 kewajiban potensial CDTM untuk Farmasi

Pengaturan CDTM termasuk potensi tambahan tanggung jawab praktik kepada apoteker
yang merawat pasien di bawah perjanjian CDTM. Profesional perawatan kesehatan
memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan pasien dengan cara yang konsisten
dengan hukum yang berlaku, bukti medis dan standar perawatan. Jika praktisi, dalam
lingkup pengaturan CDTM, ditemukan lalai, apoteker dan dokter ditempatkan pada risiko
reaksi hukum yang konsisten dengan bahaya yang dilakukan pada pasien. Karena setiap
perjanjian CDTM dan setiap negara mengizinkan CDTM melakukannya menurut
hukumnya sendiri.

 Perbedaan antara Manajemen Terapi Obat dan CDTM

Perbedaan antara CDTM dan manajemen terapi obat (MTM). Manajemen terapi medikasi
(MTM) adalah layanan atau kelompok layanan berbeda yang mengoptimalkan hasil
terapi obat untuk masing-masing pasien. Layanan MTM tidak bergantung , tetapi dapat
terjadi bersamaan dengan penyediaan obat. Layanan MTM tidak memerlukan
pengembangan perjanjian praktik formal antara apoteker individu dan dokter atau
kelompok apoteker dan dokter, dan layanan MTM dapat diberikan oleh personel
perawatan kesehatan tambahan lainnya. Perbedaan antara program CDTM dan MTM
adalah penting mengingat bahwa perjanjian formal antara dokter dan apoteker tidak
diperlukan untuk MTM dan ruang lingkup layanan yang disediakan di bawah CDTM
biasanya lebih luas daripada untuk MTM.

 Pertimbangan Program CDTM yang Berhasil

Perjanjian CDTM diresmikan, dokumen tertulis yang menguraikan ruang lingkup layanan
yang akan disediakan oleh masing-masing pihak. Bagian dari perjanjian CDTM biasanya
meliputi:

1. Tinjauan program

2. Tujuan dari perjanjian

3. Kriteria untuk inklusi pasien

4. Tanggung jawab para profesional yang terlibat

5. Pedoman pemantauan dan pengobatan

6. Instruksi Terinci tentang bagaimana mengoperasikan perjanjian CDTM, termasuk


rujukan kembali ke dokter

7. Persyaratan pelatihan

8. Proses peningkatan kualitas

Perjanjian CDTM yang efektif mengharuskan adanya elemen-elemen kunci berikut:

1. Lingkungan di mana satu atau lebih apoteker dan satu atau lebih dokter memiliki
hubungan professional yang cukup untuk memungkinkan apoteker di bawah
perjanjian tertulis dan ditandatangani untuk melakukan fungsi perawatan pasien
tertentu dalam kondisi tertentu
2. Akses ke pasien dan informasi terkait dari catatan medis Pasien.

3. Akses tes dan hasil laboratorium pasien yang bersangkutan;

4. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan fungsi yang sah;

5. Dokumentasi dan komunikasi informasi terkait untuk rekam medis pasien;

6. Akuntabilitas untuk ukuran kualitas;

7. Kemampuan untuk diganti untuk kegiatan manajemen terapi obat;

8. Komitmen waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang ditetapkan.

Dalam sistem perawatan kesehatan, seperti organisasi pemeliharaan kesehatan, hubungan


antara apoteker dan dokter, yang dikembangkan melalui kegiatan perawatan pasien yang
normal, mungkin cukup kuat untuk memungkinkan transisi cepat ke perjanjian CDTM
formal. Di luar organisasi semacam itu, pengaturan komunitas, apoteker yang ingin
mengembangkan pengaturan CDTM dengan dokter lokal harus terlebih dahulu
mengembangkan kredibilitas dan hubungan melalui rencana komunikasi.Selain strategi
komunikasi dokter yang sukses, komunikasi pasien juga harus dimasukkan. Dalam
banyak kasus, pasien akan terbiasa dengan peran apoteker di luar tradisional. fungsi
pemberian obat. Pendidikan tentang bagaimana program CDTM akan bermanfaat bagi
pasien melalui peningkatan kepatuhan, penurunan biaya pengobatan dan hasil yang lebih
baik harus dilakukan. Pasien harus memahami bahwa layanan manajemen terapi obat
yang dikelola berdasarkan perjanjian CDTM memerlukan kompensasi dan informasi
khusus pasien.

 Kompensasi

Kompensasi dapat bergantung pada jenis model organisasi perawatan yang dikelola.
Dalam lingkungan perawatan, apoteker CDTM dapat bekerja seperti halnya penyedia
perawatan kesehatan non-dokter lainnya dengan pelatihan lanjutan, sebagai bagian dari
tim perawatan pasien. Dalam lingkungan biaya untuk layanan, apoteker memiliki tiga
pilihan: mereka dapat bekerja sebagai bagian dari praktik kelompok dokter dan
mengajukan pembayaran di bawah nomor penyedia dokter; mereka dapat diakui sebagai
penyedia dan menagih organisasi perawatan yang dikelola secara langsung; atau pasien
dapat membayar uang tunai untuk layanan mereka.

 Contoh Penggunaan CDTM dalam Pengaturan Managed Care

Pengaturan CDTM muncul sangat berbeda di berbagai pengaturan perawatan


terkelola.Dua contoh dapat ditunjukkan dalam program yang melibatkan pasien Blue
Cross Blue Shield of Minnesota dan Scott & White Healt Plan.

Pada tahun 1999, Fairview Health Services of Minneapolis-St. Paulus membuat program
CDTM dalam enam primer klinik perawatan disebut Praktek Kolaborasi Perawatan
Farmasi.Melalui 2004, Fairview CDTM praktek telah mengarah pada peningkatan tujuan
pasien dari terapi yang dicapai.

Scott & White Health Plan mengimplementasikan program CDTM untuk anggota yang
memenuhi kriteria tertentu.Program ini awalnya berfokus pada diabetes dan gagal
jantung (CHF), dan sekarang termasuk asma.Dalam program ini, anggota Scott & White
Health Plan bertemu dengan seorang apoteker setiap bulan dan kemudian memenuhi
syarat untuk membebaskan pelunasan obat-obatan dan persediaan untuk keadaan
penyakit yang teridentifikasi. Perawatan ini disediakan di apotek eceran Scott & White,
dan apoteker bekerja berdasarkan perjanjian praktik kerja sama dengan dokter Scott &
White.

C. Comprehensive Medication Management (CMM)


 Defenisi Comprehensive Medication Management

Comprehensive Medication Management (CMM) didefinisikan sebagai standar


perawatan yang menjamin obat setiap pasien (yaitu, resep, nonprescription, alternatif,
tradisional, vitamin, atau suplemen gizi) dinilai secara individual untuk menentukan
bahwa setiap obat yang tepat untuk pasien, efektif untuk kondisi medis, aman mengingat
komorbiditas dan obat lain yang diambil, dan dapat diambil oleh pasien sebagaimana
dimaksud.

CMM termasuk rencana perawatan individual yang mencapai tujuan yang diinginkan dari
terapi dengan tindak lanjut yang tepat untuk menentukan hasil pasien yang sebenarnya.
Ini semua terjadi karena pasien mengerti, setuju dengan, dan secara aktif berpartisipasi
dalam rejimen pengobatan, sehingga mengoptimalkan pengobatan pengalaman masing-
masing pasien dan hasil klinis.

 Cara Penyampaian Comprehensive Medication Management

Apoteker klinis bekerjasama dengan penyedia lain untuk memberikan CMM


(Comprehensive Medication Management) yang mengoptimalkan outcome terapi.
Perawatan dikoordinasikan antara penyedia dan seluruh sistem perawatan sebagai pasien
transisi dalam dan keluar dari berbagai pengaturan. Proses apoteker klinis tentang
perawatan terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut :

a. Penilaian Pasien

 Tinjau rekam medis menggunakan kerangka kerja berorientasi masalah


(misalnya informasi

 subjektif dan objektif) untuk menentukan statusklinis pasien

 Mendapatkan dan dokumenlengkap sejarah pengobatan

 Mendapatkan, mengatur, dan menginterpretasikan data pasien

 Prioritaskan masalah pasien dan berhubungan dengan obat-obatan kebutuhan

b. Evaluasi Terapi Pengobatan

 Menilai kesesuaian obat saat ini (kondisi kesehatan, indikasi, dan tujuan terapi
setiappengobatan)

 Mengevaluasi efektivitas, keamanan, dan keterjangkauan terapi

 Menilai obat digunakan dan kepatuhan terapi

 Mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan obat dan mengevaluasi


secara kolaboratifkebutuhan untuk intervensi (s).
c. Pengembangan & Inisiasi Rencana

 Tinjau daftar masalah medis aktif pasien untuk penilaian individual dan
rencanakan untuk mengoptimalkan terapi

 Merumuskan penilaian manajemen pengobatan yang komprehensif dan


merencanakan untuk mencapai hasil spesifik pasien

 Mendidik pasien / pengasuh untuk memastikan pemahaman tentang rencana,


mengoptimalkan kepatuhan, dan meningkatkan hasil terapeutik

 Menetapkan parameter dan kerangka waktu yang dapat diukur khusus pasien
untuk pemantauan dan tindak lanjut

d. Follow-up & Pemantauan Pengobatan

 Berkoordinasi dengan penyedia lain untuk memastikan bahwa tindak lanjut


pasien danpertemuandi masa mendatang selaras dengan kebutuhan medis dan
pengobatan pasien

 Tinjau ulang rekam medis untuk mendapatkan update pada status klinis yang
berhubungandengan kebutuhan obat

 Penilaian berkelanjutan Perilaku dan memperbaiki rencana perawatan untuk


mengoptimalkanterapi obat dan memastikan bahwa tujuan individu yang dicapai

 Monitor, memodifikasi , mendokumentasikan, dan mengelola rencana perawatan

Setelah pengiriman CMM (Comprehensive Medication Management), semua pertemuan


dengan pasien didokumentasikan dengan profesional kesehatan lainnya dan sesuai
dengan persyaratan praktek. Komponen tertentu harus didokumentasikan termasuk
riwayatpengobatan pasien, masalah terkait dan / atau riwayat kondisi, dan rencana untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pengobatanyag teridentifikasi.

 Manfaat Comprehensive Medication Management

Meskipun data menunjukkan bahwa banyak pasien dapat memperoleh manfaat dari
manajemen obat yang komprehensif, pasien dengan jumlah kondisi medis yang lebih
besar dan menggunakan obat-obatan memiliki potensi agar mendapatkan manfaat
terbesar, maanfaat Comprehensive Medication Management terbesar untuk:

 Pasien yang belum mencapai atau tidak mempertahankan tujuan terapi yang
dimaksudkan

 Pasien yang mengalami efek samping dari obat yang dikosumsi

 Pasien yang mengalami kesulitan memahami dan mengikuti rejimen pengobatan

 Pasien yang membutuhkan terapi pencegahan

 Pasien yang sering diterima kembali ke rumah sakit

 Nilai dari Comprehensive Medication Management

Nilai CMM diwujudkan dalam berbagai cara oleh beberapa kelompok. Yang paling
penting, pasien mendapatkan keuntungan dari hasil klinis yang berhubungan dengan obat
ditingkatkan. Pasien juga mendapat manfaat langsung dari meningkatnya perhatian
individual untuk obat-obatan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari mereka.
Dokter dan anggota tim perawatan lainnya mendapatkan keuntungan ketika apoteker
klinis menerapkan keahlian farmakoterapi mereka dalam proses kolaboratif untuk
membantu mengelola terapi obat yang kompleks. Dokter dapat mendedikasikan lebih
banyak waktu untuk proses seleksi diagnostik dan pengobatan, memungkinkan mereka
untuk menjadi lebih efisien, melihat lebih banyak pasien, dan menghabiskan lebih banyak
waktu memberikan perawatan medis.

Stakeholders lain, termasuk rencana kesehatan, pengusaha, dan pembayar, manfaat ketika
mereka hanya membayar untuk obat-obatan yang aman, tepat, dan efektif untuk pasien
dan masalah medisnya dan yang digunakan. Menjaga pasien keluar dari rumah sakit
merupakan salah satu biaya-efektif-tujuan yang paling penting-dan sebagian besar rumah
medis berpusat pada pasien (PCMH). Menyediakan CMM untuk pasien yang kompleks
adalah salah satu cara untuk membantu mencapai tujuan.

Pengukuran lain dari nilai adalah melalui perhitungan pengembalian investasi (ROI), atau
berapa banyak nilai layanan menambah dibandingkan dengan biaya memberikan layanan.
ROI jasa manajemen obat telah dipelajari di berbagai populasi pasien. Data dari
pengiriman layanan ini positif, dengan ROI menunjukkan setinggi 12:1 dengan rata-rata
3:1 - 5:1. ROI mencerminkan kemampuan untuk menurunkan penerimaan rumah sakit,
kunjungan dokter, dan departemen penerimaan darurat dan mengurangi penggunaan obat
yang tidak perlu dan tidak pantas. Perkiraan ini konservatif; ROI mungkin akan jauh
lebih besar karena praktisi secara rutin meremehkan dampak layanan apoteker klinis pada
kualitas hidup pasien. Selain itu, sulit untuk menempatkan nomor pada kepuasan pasien
tinggi dan penerimaan dokter.

 Syarat Apoteker Klinis Memberikan Comprehensive Medication


Management

Apoteker klinis berkualitas adalah apoteker berlisensi profesional dengan pendidikan


lanjutan khusus dan pelatihan yang memiliki kompetensi klinis yang diperlukan untuk
berlatih di tim yang berbasis, lingkungan perawatan pasien langsung. Pelatihan residensi
terakreditasi atau setara pengalaman pasca-lisensi diperlukan untuk masuk ke dalam
praktek perawatan pasien langsung. Dewan sertifikasi juga diperlukan sekali apoteker
klinis memenuhi kriteria kelayakan yang ditentukan oleh Dewan Farmasi Istimewa
(BPS). Selain itu, apoteker klinis memberikan CMM (Comprehensive Medication
Management)yang dipercayai dengan cara yang sejalan dengan proses sistem kesehatan
dan persyaratan untuk credentialing profesional perawatan kesehatan lainnya.

 Operasional Comprehensive Medication Management

Praktek perjanjian kerjasama (CPA) antara satu atau lebih dokter dan apoteker klinis
berkualitas yang bekerja dalam konteks protokol didefinisikan dan / atau hak istimewa
klinis disetujui memungkinkan apoteker klinis untuk memikul tanggung jawab
profesional untuk melakukan penilaian pasien, memesan tes laboratorium medication-
terkait, pemberian obat, dan memilih, memulai, pemantauan, terus, dan menyesuaikan
rejimen pengobatan. Keistimewaan proses, bersama dengan tindakan praktik farmasi,
memberi kewenangan tertentu, tanggung jawab, dan akuntabilitas kepada apoteker klinis
dan berkontribusi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas perawatan berbasis tim.
Selain itu, BPA menunjuk tingkat pengawasan dan keterlibatan dokter diperlukan dalam
pelayanan farmasi klinik. Karena BPA tidak dapat mencakup semua kegiatan yang
mungkin terjadi dalam pengaturan perawatan, penyedia harus mendiskusikan kebijakan
dan prosedur mengenai strategi berbasis tim untuk mengelola perawatan pasien berpusat
di instances. Untuk mencapai sifat komprehensif dari CMM (Comprehensive Medication
Management), perjanjian ini seharusnya tidak membatasi layanan yang disediakan oleh
membatasi obat atau medis kondisi / masalah.

 Metode Pembayaran Comprehensive Medication Management

Meskipun berbagai metrik dan pendekatan konseptual terus untuk dibahas dan
diperdebatkan sebagai sarana untuk “menunjukkan nilai apoteker”, kenyataannya adalah
bahwa mekanisme praktis dan efektif untuk mengejar pembayaran untuk apoteker klinis
kolaboratif, perawatan pasien berbasis tim telah di ada selama beberapa waktu, dan
kesempatan tambahan terus bermunculan.

Mengingat deskripsi CMM, kode penagihan utama dan relevan yang umumnya terkait
dengan prakterk ini meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:

• Layanan apoteker yang ada dan diakui kode berbasis waktu di 99.605-07 seri
(catatan: kode ini tidak terbatas untuk digunakan semata-mata dalam program Bagian
D MTM, dan dapat menyediakan kerangka kerja untuk apoteker khusus coding /
dokumentasi dengan berbagai desain manfaat dan struktur pembayaran).

 Bagian signifikan dari berbagai kode Evaluasi & Manajemen relevan dalam seri
99.211-99.215, yang paling menggambarkan banyak elemen kegiatan manajemen
obat yang terjadi dalam kunjungan kantor khas / lebih luas medis.

 Muncul kode mencerminkan Transisi Manajemen Perawatan (TCM), kronis


Manajemen Perawatan (CCM) dan koordinasi perawatan lainnya, lewat telepon, dan
tim berbasis kegiatan perawatan yang dalam pengembangan atau sedang
dipertimbangkan.
BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
1. Manajemen Terapi Pengobatan adalah pelayanan yang focus utamanya kepada
kesehatan individudirancang untuk meningkatkan kolaborasi antara apoteker,dokter,
dan profesional kesehatan lainnya; meningkatkan komunikasi antara pasien dan tim
perawatan kesehatan mereka; dan mengoptimalkan penggunaan obat pasien
2. Manajemen Kolaborasi Terapi Obat adalah kemitraan formal antara apoteker dan
dokter yang mengizinkan apoteker untuk mengelola terapi pengobatan pasien.
Apoteker menyarankan kepada dokter dan menerapkan pengetahuan terapi obat
khusus mereka serta keterampilan dan kemampuan untuk melengkapi jenis perawatan
lain yang disediakan
3. Manajemen Komperhensif Pengobatan adalah komponen inti dari standar praktik
klinis untuk mengoptimalkan hasil yang berhubungan dengan obat di lingkungan
praktik kerja kolaboratif.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. Y Dkk . 2008. Iso Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan. Jakarta


2. Depkes RI,2007, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma, DIREKTORAT BINA
FARMASI KOMUNITAS dan KLINIK, DITJEN KEFARMASIAN dan ALKES, Jakarta,
Hal 4 dan 27-31.
3. PDPI. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
4. BPOM RI. Pusat Informasi Obat Nasional. http://pionas.pom.go.id/.
RENCANA PRAKTEK LAPANGAN PADA KASUS ASMA

A. Definisi
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara yang melibatkan
peran banyak sel dan komponennya.Pada individu yang rentan, inflamasi menyebabkan
episode berulang dari bengek, sesak napas, sempit dada dan batuk.Episode ini biasanya
trkait dengan obstruksi jalan udara yang sering reversiblebaik fisik secara spontan
maupun setelah pemberian penaganan.Inflamasi juga menyebabkan peningkatan
hiperresponsifitas bronkus terhadap berbagai stimulus. (Sukandar, E. Y Dkk . 2008. Iso
Farmakoterapi. PT ISFI Penerbitan.Jakarta )
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas.Berbagai sel inflamasi berperan,
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam
dan/atau dini hari.Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Gambar 1. Mekanisme Asma


Agonis reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari,
stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet. Selektifitas relatif obat-obat
simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk
memprediksi efek samping yang umum.agonis selektif β2 memiliki manfaat yang besar
dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi
asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan bronco selektifitas,
memberikan efek yang lebih cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar
terhadap rangsangan (misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme
dibandingkan bila diberikan secara sistemik.
C. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasanaliran udara.Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan danperencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkatpengobatan.Berat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelumpengobatan dimulai (gambar 2).
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan; dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah gambaran
klinisbahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam
pengobatan jugaharus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Gambar 3
menunjukkan bagaimana melakukanpenilaian berat asma pada penderita yang sudah
dalam pengobatan. Bila pengobatan yang sedangdijalani sesuai dengan gambaran klinis
yang ada, maka derajat berat asma naik satutingkat.
Contoh seorang penderita dalam pengobatan asma persisten sedang dan gambaran klinis
sesuaiasma persisten sedang, maka sebenarnya berat asma penderita tersebut adalah asma
persistenberat.Demikian pula dengan asma persisten ringan.Akan tetapi berbeda dengan
asma persistenberat dan asma intemiten (lihat gambar 2). Penderita yang gambaran klinis
menunjukkan asmapersisten berat maka jenis pengobatan apapun yang sedang dijalani
tidak mempengaruhipenilaian berat asma, dengan kata lain penderita tersebut tetap asma
persisten berat. Demikianpula penderita dengan gambaran klinis asma intermiten yang
mendapat pengobatan sesuai dengan asma intermiten, maka derajat asma adalah
intermiten.
Gambar 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (Sebelum Pengobatan)
Gambar 3. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

D. FAKTOR RISIKO
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan
faktor lingkungan.Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang
mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi),
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.Faktor lingkungan mempengaruhi individu
dengan kecenderungan/ predisposisi asmauntuk berkembang menjadiasma, menyebabkan
terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk
dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asaprokok, polusi
udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosial ekonomi dan besarnya keluarga.
Faktor Risiko pada asma :
1. Faktor Pejamu
Prediposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan napas
Jenis kelamin
Ras/ etnik
2. Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma
Alergen di dalam ruangan :
• Mite domestik
• Alergen binatang
• Alergen kecoa
• Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan :
• Tepung sari bunga
• Jamur (fungi, molds, yeasts)
Bahan di lingkungan kerja :
Asap rokok
• Perokok aktif
• Perokok pasif
Polusi udara
• Polusi udara di luar ruangan
• Polusi udara di dalam ruangan
E. DIAGNOSA
Diagnosis di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
 Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
 Pemeriksaan fisik
B. Diagnosis Banding
1. Gambaran Klinis
 Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
 Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed lips breathing
 Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
 Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Evaluasi laboratorium
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada penderita asma. Eosinofilia
darah > 250-400sel/mm³. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan
keputih-putihan.
2) Skin prick test
Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik. Timbulnya
urtikaria di sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas alergen. Pajanan
terhadap alergen yang teridentifikasi harus segera diminimalkan.
3) Tes faal paru
Bemanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada
mereka yang diketahui menderita asma, tes faal paru berguna dalam menilai
tingkat penyumbatan jalan nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian
fungsi paru pada asma paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah
diberikan aerosol bronkodilator. Kenaikan PFR atau FEV1, sekurang-
kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma.
Kriteria obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang :
FEV1 40-60%, dan berat : FEV1< 40%.
4) Rontgen thoraksRontgen
Digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan diagnosis lainnya
ataupunkomplikasi, seperti atelektasis atau pneumonia.Pada asma akan
didapatkan gambaran paru yang lebih lucent akibat gangguan ekspirasi
sehingga banyak udara tertinggal di paru. Selain itu, bertambahnya volume
udara di paru juga menyebabkan diafragma terdorong ke bawah, sehingga
jantung terlihat seperti menggantung (tear drops).
5) Penentuan gas dan pH darah arterial
Penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Selama masa perbaikan (remisi),
tekanan parsial O2 (PO2), tekanan parsial karbondioksida (PCO2), dan pH
mungkin normal.

F. PENATALAKSANAAN
Terapi Non Farmakologi
1) Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan
asma. Bentuk pemberian edukasi melalui komunikasi/nasehat saat berobat, ceramah,
latihan/training, supervisi, diskusi, tukar menukar informasi (sharing of information
group), film/video presentasi, leaflet, brosur, buku bacaan.
2) Pengukuran peak flow meter perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang
sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada :
 Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh
pasien di rumah.
 Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
 Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di
atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien
yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi
untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4) Pemberian oksigen
5) Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6) Kontrol secara teratur
7) Pola hidup sehat dilakukan dengan berhenti merokok,mengontrol beratbadan,
kegiatan fisik misalnya senam asma.
Terapi Farmakologi
1) Agonis β2
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan
dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul
pada malam hari. Obat golongan ini juga dipergunakan untuk mencegah
bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah
terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi
oleh latihan fisik.
Efek Samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek kumulatif
yang dilaporkan.Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada beberapa kasus,
perlu dilakukan penurunan dosis untuk sementara waktu.
Kontra Indikasi
Obat ini dikontraindikasikan untuk penderita yang alergi terhadap obat dan
komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang berhubungan dengan
takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan terapi inotopik, takikardia atau
blok jantung yang berhubungan dengan intoksikasi digitalis (karena isoproterenol),
dengan kerusakan otak organik, anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan, jari kaki)
karena adanya risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi
jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena efinefrin); pada
beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut sempit, syok
nonafilaktik .

Peringatan

 Peringatan untuk pasien khusus : pergunakan dengan perhatian untuk pasien dengan
diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipertropi prostat (karena efedrin) atau riwayat
seizure, geriatri, psikoneurotik, riwayat asma bronkial dan emfisema pada penyakit
jantung degeneratif (karena efinefrin). Pada pasien dengan status asmatikus dan
tekanan gas darah abnormal mungkin tidak mengikuti hilangnya bronkospasmus
secara nyata setelah pemberian isoproterenol.
 Diabetes : pemberian albuterol intra vena dalam dosis besar dan terbuatalin intravena
mungkin dapat memperparah diabetes mellitus dan ketoasidosis yang sudah ada.
Hubungan antara penggunaan albuterol oral atau inhalasi dan terbutalin oral tidak
diketahui. Pasien diabetes yang menggunakan salah satu dari obat ini memerlukan
peningkatan dosis insulin atau obat hipoglikemik oral.
 Efek pada jantung : gunakan obat-obat ini dengan hati-hati pada pasien dengan
gangguan fungsi jantung seperti insufisiensi jantung, gangguan jantung iskemik,
riwayat stroke, penyakit jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung koroner dan
hipertensi. Pemberian epinefrin perlu dimonitor. Gagalnya induksi peningkatan
tekanan darah dapat menyebabkan angina pektoris, ruptur aortik, atau hemoragi
serebral, Pada beberapa orang terjadi aritmia kardiak bahkan setelah dosis terapi.
Agonis beta adrenergik dapat menyebabkan efek kardiovaskular yang bermakna,
yang dapat diketahui dengan mengukur kecepatan ritme, tekanan darah, gejala atau
perubahan EKG (seperti mendatarnya gelombang T, perpanjangan dari interval QTc
dan depresi dari segmen ST). Dosis isoprotenolol dapat meningkatkan kecepatan
jantung lebih dari 130 detak permenit, yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya aritmia ventrikular. Efedrin mungkin dapat menyebabkan hipertensi yang
menimbulkan pendarahan intrakranial.
 Respon dosis yang umum : sarankan pasien untuk terus mengontak dokter jika tidak
ada respon terhadap dosis simpatomimetik umum. Terapi lebih jauh dengan aerosol
isoproterenol tidak dianjurkan jika setelah perawatan 3-5 kali dalam waktu 6-12 jam
tidak menghasilkan keadaan yang lebih baik. Jika terjadi iritasi bronkial, gangguan
saraf atau gangguan tidur, dosis efineprin diturunkan. Jangan meneruskan
penggunaan efineprin tapi hubungi dokter jika gejala tidak hilang dalam 20 menit
atau menjadi lebih parah.
 Efek terhadap sistem saraf pusat : obat simpatomimetik dapat menyebabkan stimulasi
terhadap sistem saraf pusat. Penggunaan untuk waktu lama : perpanjangan
penggunaan efedrin dapat menyebabkan kecemasan berulang, beberapa pasien
mengalami gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini mungkin diperlukan sedatif.
 Gejala akut : jangan menggunakan salmeterol untuk menghilangkan gejala asma
akut. Pada pasien yang mengkonsumsi simpatomimetik kerja cepat, penggunaan
agonis β2 menjadi kurang efektif (misalnya pasien memerlukan lebih banyak inhalasi
dibandingkan biasa), evaluasi medik diperlukan.
 Penggunaan inhalasi berlebihan : kasus kematian ditemukan, penyebab pastinya
belum diketahui, tapi dicurigai terjadinya penghentian fungsi jantung setelah
terjadinya krisis asma akut yang diikuti dengan hipoksia.
 Morbiditas/mortalitas : Jadwalkan secara teratur, penggunaan agonis beta setiap hari
tidak dianjurkan. Penggunaan bersama dengan agonis β2 kerja cepat : saat pasien
memulai perawatan dengan salmeterol, berikan peringatan kepada pasien yang telah
menggunakan agonis β2 kerja cepat, inhalasi agonis β2 secara teratur untuk
menghentikan rejimen harian mereka dan sampaikan kepada pasien untuk
menggunakan agonis β2 inhalasi kerja cepat untuk menghilangkan gejala
simpatomimetik jika pasien mengalami gejala yang bertambah parah saat
mengkonsumsi salmeterol.
 Kegagalan atau overdosis injeksi intravena : kegagalan atau overdosis injeksi
intravena konvensional dari dosis epinefrin dapat menyebabkan hipertensi fatal/parah
atau hemoragi serebrovaskular yang disebabkan oleh peningkatan tajam tekanan
darah. Kefatalan dapat terjadi karena edema paru-paru akibat konstriksi perifer dan
stimulasi jantung. Reaksi hipersensitivitas : reaksi hipersensitivitas dapat terjadi
setelah pemberian bitolterol, albuterol, metaproterenol, terbutalin, efedrin, salmeterol
dan kemungkinan bronkodilator lain.
 Pasien lanjut usia : dosis yang lebih rendah dapat diberikan untuk meningkatkan
sensitivitas simpatomimetik.
 Kehamilan : Terbutalin (kategori B), Albuterol, Bitolterol, Efedrin, Efineprin,
Isoetarin, Isoproterenol, Metaproterenol, Salmeterol dan Pirbuterol (Kategori C).
 Persalinan : penggunaan agonis β2 aktif menghambat kontraksi uterus. Reaksi lain
termasuk peningkatan detak jantung, hiperglisemia transien/singkat, hipokalemia,
aritmia jantung, edema paru-paru, iskemia serebral dan miokardiak dan peningkatan
detak jantung fetus dan hipoglikemia pada bayi. Meskipun efek ini tidak langsung
pada penggunaan aerosol, pertimbangkan efek samping yang tidak diinginkan.
Jangan menggunakan efedrin pada obstetri saat tekanan darah ibu lebih dari 130/80.
 Ibu menyusui : terbutalin, efedrin dan epinefrin dieksresikan pada air susu. Tidak
diketahui apakah ada obat lain yang dieksresikan ke dalam air susu.
 Anak-anak :
- Inhalasi : keamanan dan efikasi penggunaan bitolterol, pirbuterol, isoetarin,
salmeterol dan terbutalin pada anak kurang dari 12 tahun dan lebih muda belum
diketahui.Albuterol aerosol pada anak-anak di bawah 4 tahun dan larutan
albuterol untuk anak di bawah 2 tahun juga belum diketahu keamanan dan
efikasinya. Metoproterenol dapat digunakan untuk anak berusia 6 tahun dan
lebih.
- Injeksi : terbutalin parenteral tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada
anak kurang dari 12 tahun. Penggunaan epinefrin pada bayi dan anak-anak harus
berhati-hati. Kehilangan kesadaran terjadi setelah pemberian obat pada anak-
anak.
- Sediaan Oral : terbutalin direkomendasikan untuk penggunaan pada anak-anak
kurang dari 12 tahun. Efikasi dan keamanan albuterol belum diketahui untuk
anak kurang dari 2 tahun (albutetol sirup), 6 tahun (albuterol tablet) dan 12 tahun
(albuterol tablet kerja diperlambat). Pada anak-anak, efedrin efektif untuk terapi
oral asma. Karena efek stimulannya, efedrin jarang digunakan tunggal. Efek ini
biasanya ditunjukkan dengan efek sedasi yang sesuai; namun rasionalitasnya
dipertanyakan.
 Perhatian
- Toleransi : toleransi dapat terjadi pada penggunaan simpatomimetik yang
diperlama tapi penghentian sementara obat ini akan tetap mempertahankan
efektifitas awalnya.
- Hipokalemia : terjadi penurunan kalium serum, kemungkinan melalui
mekanisme intracelluler shunting yang akan menimbulkan efek yang tidak
dinginkan pada sistem kardiovaskular.
- Hiperglisemia : isoproterenol menyebabkan hiperglisemia lebih lemah
dibandingkan epinefrin.
- Penyakit Parkinson : epinefrin dapat menyebabkan peningkatan rigiditas dan
tremor secara temporer.
- Penggunaan Parenteral : Penggunaan epinefrin dilakukan dengan sangat berhati-
hati terutama penyuntikan pada bagian tubuh tertentu yang disuplai oleh ujung
arteri atau bagian lain dengan suplai darah yang terbatas (seperti jari tangan, kaki,
hidung, telinga atau organ genital), atau jika ada penyakit vaskular perifer, untuk
menghindari vasokonstriksi yang disebabkan oleh penyumbatan jaringan.
- Terapi kombinasi : penggunaan bersama obat simpatomimetik lain tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan efek kerusakan kardiovaskular.
Jika pemberian rutin kombinasi obat diperlukan, pertimbangkan terapi alternatif.
Jangan menggunakan dua atau lebih bronkodilator aerosol β adrenergik secara
simultan karena menyebabkan efek adiksi.
- Pasien harus diberikan peringatan untuk tidak menghentikan atau menurunkan
terapi kortikosteroid tanpa pertimbangan medis, walau mereka sudah merasa lebih
baik ketika diterapi dengan agonis β2. Obat ini tidak digunakan sebagai pengganti
kortikosteroid oral atau inhalasi. Penyalahgunaan Obat dan Ketergantungan :
penyalahgunaan efedrin dalam waktu lama dapat menyebabkan timbulnya gejala
skizoprenia paranoid. Pasien akan menunjukkan gejala sebagai berikut :
takikardia,higiene dan nutrisi yang rendah, demam, keringat dingin dan dilatasi
pupil. Beberapa tanda-tanda toleransi meningkat tapi adiksi tidak timbul.
 Interaksi Secara Umum
Interaksi banyak terjadi berkaitan dengan penggunaan simpatomimetik sebagai
vasopresor, sehingga perlu pertimbangan saat menggunakan bronkodilator
simpatomimetik. Obat-obat yang mungkin berinteraksi adalah antihistamin, bloker
alfa adrenergik, beta bloker, glikosida jantung, diuretik, alkaloid ergotamin,
furazolidon, anestesi umum, guanetidin, levotiroksin, metildopa, inhibitor monoamin
oksidase, nitrat, obat oksitoksik, fenotiazin, alkaloid rauwolfia, antidepresan trisiklik,
digoksin, teofilin, insulin atau obat hipoglikemik oral. Interaksi antara obat dan hasil
laboratorium : isoproterenol menyebabkan pengukuran level bilirubin yang berbeda
dengan pengukuran in vitro secara analisa multipel berturutan. Inhalasi isoproterenol
mungkin menyebabkan absorpsi yang cukup untuk meningkatkan kadar epinefrin di
urin. Meskipun peningkatan ini kecil pada dosis standar, tapi cenderung meningkat
pada pemberian dosis yang lebih besar.
2) Kortikosteroid
Meningkatkan jumlah reseptor β2 adrenergik da meningkatkan respon reseptor
terhadap stimulasi β2 adrenergik yang mengakibatkan penurunan produksi mukus dan
hipersekresi, mengurangi hiperresponsibilitas bronkus serta mencegah dan
mengembalikan perbaikan jalur napas.
 Beklomethason Dipropionat
 Indikasi : profilaksis asma, terutama jika tidak sepenuhnya teratasi oleh
bronkodilator atau tromoglikat.
 Efek samping : suara serak, kandidiasis dimulut atau tenggorokan dan
ruam
 Dosis : aeorsol inhalasi (200mcg 2xsehari atau 100 mcg 3-9 xsehari, anak-
anak 50-100 mcg 2-4xsehari atau 100-200 mcg 2xsehari.
3) Golongan Xantin
 Aminophiyllin
 Mekanisme kerja : sebagai antispasmodik bronkodilator, aminophyllin
didalam lambung akan terhidrolisa menjadi teofillin efek bronkodilator
diperlihatkan dengan merealisasi otot bronkhial
 Dosis : dewasa 100-200 mg sehari 3x, anak-anak (12-16 tahun 18 mg/kg
BB perhari (sehari tidak melebihi 400 mg)
 Efek samping : iritasi saluran gastrointestinal,mual, muntah, sakit kepala,
gugup, insomnia, takhikardia, aritmia
 Teofillin
 Mekanisme kerja : merangsang susunan saraf pusat dan melemaskan otot
polos terutama bronkus
 Dosis : dewasa 3xsehari 1 kapsul/ 15ml, anak-anak 3xsehari 7,5ml
 Efek samping : sakit kepala, insomnia, takhikardia, artimia ventikuler,
mual, muntah, diare
4) Antikolinergik
 Ipratoprium bromida
 Indikasi : bronkopasme yang berkaitan dengan pasien yang diterapi
dengan ipratoprium dan salbutamol
 Interaksi : dengan derivat xantin, stimulan, adrenoseptor beta,
antikolinergik, penghambat beta, penghambat MOA, antudepressan
trisiklik, inhalasi, hidrokarbon halogenasi.
 Kontraindikasi : hipersensitiv terhadap ipratoprium turunan atropin,
obstruksi hipertropi kardiomiopati, takiaritmia.
 Dosis : dewasa lansia 1 dosis 3-4xsehari
5) Antihistamin
 Ketotifen fumarat
Merupakan suatu antihistamin yang mengantagonis secara non kompetitip dan
relatif, seletif reseptor H1, menstabilkan sel must dan menghambat pelepasan
mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi hipersensitifitas
 Indikasi: digunakan sebagai terapi penunjang
 Dosis : 1 mg 2xsehari bersama makan, jika menyebabkan ngantuk
digunakan 0,5-1mg pada malam hari. Anak-anak 1 mg 2x sehari
 Efek samping : mulut kering, ngantuk, rasa malas, meningkatkan nafsu
makan, berat badan naik, stimulasi susunan saraf pusat dan ruam
 Perhatian: terapi dengan kortikosteroid oral yang diturunkan dosis nya atau
dihentikan pada pasien asma mungkin harus dikembalikan pada dosis
semula Jika gejala sepeti ini semakin parah ; infeksi, traumadan perubahan
antigen. Ketotifen tidak bisa digunakan untuk pengobatan serangan asma
akut.
 Interaksi : penggunaan bersamaan antidiabetes oral akan menurunkan
jumlah platelet
6) Anti imunoglobin
Mengikat IgE yang terikat di sell must sehingga mencegah pelepasan mediator
inflamasi.
 Omalizumab
 Dosis : dewasa 150 – 300 mg subkutan setiap 4 minggu atau 225 – 375
mg setiap 2 minggu
 Efek samping : nyeri dada, sakit kepala, nyeri otot, rambut rontok, sakit
telinga, ruam, memar, sakit tenggorokan, kemerahan
ELEMEN INTI PADA PELAYANAN MTM

Model pelayanan MTM dalam praktik farmasi mencakup lima elemen inti, yaitu:

1. Medication Therapy Review (MTR)

2. Personal Medication Record (PMR)

3. Medication-related Action Plan (MAP)

4. Intervention and/or referral

5. Documentation and follow-up

 Medication Therapy Review(MTR)


MTR adalah proses sistemis pengumpulan informasi spesifik pasien penilaian terapi
pengobatan untuk mengidentifikasi masalah terkait pengobatan, mengembangkan daftar
prioritas dari masalah terkait pengobatan, dan membuat rencana untuk mengatasinya.
MTR diselenggarakan antara pasien dan apoteker. Apoteker menyediakan MTR dan
konsultasi pada berbagai keadaan yang dihasilkan dari kunjungan ke dokter, kunjungan
ke unit gawat darurat, rumah sakit, dan keseluruhan harga perawatan kesehatan. Apoteker
telah menunjukkan untuk mendapatkan informasi pengobatan yang akurat dan efisien
dari pasien. MTR didesain untuk memperbaiki pengetahuan pasien mengenai terapi
pengobatannya, permasalahan atau perhatian yang pasien miliki, dan mengajak pasien
untuk melakukan pengobatan sendiri dan kondisi kesehatan mereka.
Penyelenggaraan MTR, pasien idealnya menunjukkan seluruh pengobatan terbarunya
kepada apoteker, termasuk seluruh pengobatan resep dan non-resep, produk herbal, dan
asupan suplemen lain. Apoteker kemudian menilai pengobatan pasien untuk adanya
berbagai masalah terkait pengobatan. Termasuk memantau dan bekerja sama dengan
pasien, dokter, dan profesional kesehatan lain untuk menentukan pilihan yang tepat
dalam memecahkan masalah yang teridentifikasi. Apoteker memberikan pasien edukasi
dan informasi untuk perbaikan manajemen pasien terhadap pengobatannya sendiri.
a. Informasi yang diperlukan dalam MTR
2) Mewawancarai pasien untuk mengumpulkan data, termasuk informasi demografi,
status kesehatan dan aktivitas umum, riwayat medis, riwayat pengobatan, riwayat
imunisasi, dan pikiran atau perasaan pasien tentang kondisi mereka dan pengobatan
yang digunakan.
3) Penilaian, didasarkan pada semua informasi klinis yang relevan yang tersedia untuk
apoteker.
4) Penilaian nilai pasien, preferensi, kualitas hidup, dan tujuan terapi.
5) Penilaian masalah budaya, level edukasi, hambatan bahasa, dan karakteristik lainnya
yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi pasien.
6) Mengevaluasi pasien untuk mendeteksi gejala-gejala terkait efek samping yang
disebabkan oleh pengobatan yang telah ada.
7) Interpretasi, monitoring, dan penilaian hasil laboratorium pasien.
8) Menilai, mengidentifikasi, dan mengutamakan masalah terkait pengobatan.
9) Mengembangkan rencana untuk mengatasi masalah terkait pengobatan yang telah
teridentifikasi.
10) Menyediakan edukasi dan pelatihan dalam penggunaan pengobatan yang tepat,
memantau peralatan dan pentingnya kepatuhan pengobatan dan pemahaman tujuan
perawatan.
11) Melatih pasien untuk mengatur pengobatan mereka.
12) Memantau dan mengevaluasi respon pasien untuk terapi, termasuk keamanan dan
efektifitas.
13) Mengkomunikasikan informasi yang tepat kepada dokter atau profesional pelayanan
kesehatan lainnya, termasuk konsultsi dalam pemilihan pengobatan,
14) Menyarankan untuk menangani masalah pengobatan yang teridentifikasi,
memperbaharui kemajuan pasien, dan merekomendasi perawatan tindak lanjut.

 Personal Medication Record (PMR)

Dalam model layanan elemen inti, PMR merupakan rekaman komprehensif tentang
pengobatan pasien (pengobatan resep dan non resep, produk herbal dan suplemen harian
lainnya) yang telah dilengkapi pasien dengan bantuan dari asisten apoteker atau apoteker,
atau pasien dengan PMR terbarunya. Idealnya, PMR pasien akan dibuat secara
elektronik, tapi juga bisa dibuat secara manual. Informasi yang disediakan Apoteker pada
PMR secara manual atau elektronik harus ditulis pada tingkat literal yang sesuai dan
mudah dipahami oleh pasien. PMR berisi informasi untuk membantu pasien untuk
manajemen terapi di rumahnya secara keseluruhan.

PMR ditujukan bagi pasien yang menggunakan pengobatan self-management.


Pemeliharaan PMR bersifat kolaboratif, yaitu bekerjasama antara pasien, apoteker,
dokter, dan profesional kesehatan lainnya. Pasien harus didorong untuk merawat dan
memperbarui dokumen ini. Pasien harus diedukasi untuk membawa PMR setiap saat dan
menunjukkannya di seluruh kunjungan perawatan kesehatan untuk membantu
memastikan seluruh profesional layanan kesehatan mengetahui rejimen pengobatan
mereka saat ini. Setiap kali pasien menerima pengobatan baru; memiliki pengobatan saat
ini yang dihentikan; memiliki instruksi perubahan; mulai menggunakan obat resep atau
non resep baru, produk herbal, atau suplemen diet lainnya; atau memiliki perubahan lain
pada rejimen pengobatan, pasien harus memperbarui PMR untuk memastikan catatan
terkini dan akurat.

Idealnya, apoteker, dokter, dan profesional kesehatan lainnya dapat secara aktif
membantu pasien pada proses revisi PMR. Apoteker dapat menggunakan PMR untuk
berkomunikasi dan berkolaborasi dengan dokter dan profesional layanan kesehatan
lainnya untuk mencapai hasil pasien yang optimal. Penggunaan PMR yang meluas akan
mendukung keseragaman informasi yang diberikan kepada semua profesional kesehatan
dan meningkatkan kelangsungan perawatan yang diberikan kepada pasien sambil
memfasilitasi fleksibilitas untuk memperhitungkan variasi spesifik apotek atau institusi.

Informasi yang diperlukan dalam PMR:

• Nama pasien
• Tanggal lahir pasien
• Nomor telepon pasien
• Informasi kontak darurat (nama, hubungan, no. Telp)
• Dokter primer (nama dan no. Telp)
• Apoteker (nama dan no. Telp)
• Alergi
• Masalah terkait obat lainnya
• Pertanyaan potensial untuk pasien, untuk menanyakan tentang pengobatan mereka
• Tanggal perbaharuan terakhir
• Data review terakhir oleh apoteker, dokter, atau profesional pelayanan kesehatan
lainnya
• Tandatangan pasien
• Untuk setiap pengobatan, termasuk:
- Pengobatan (contoh: nama dan dosis obat)
- Indikasi
- Instruksi pemakaian
- Tanggal mulai
- Tanggal berhenti
- Meminta informasi kontak atau pemberi resep (dokter)
- Instruksi khusus
 Medication-Related Action Plan (MAP)

MAP adalah dokumen yang berpusat pada pasien, berisi daftar tindakan untuk pasien
yang digunakan dalam melacak kemajuan untuk pengaturan diri. Rencana perawatan
adalah tindakan profesional kesehatan untuk membantu pasien mencapai tujuan
kesehatan yang spesifik. Selain rencana perawatan, yang dikembangkan oleh apoteker
dan digunakan dalam perawatan kolaboratif pasien, pasien menerima MAP individual
untuk digunakan dalam pengobatan self-management. Kelengkapan MAP merupakan
upaya kolaboratif antara pasien dan apoteker. MAP pasien hanya mencakup item yang
dapat dilakukan pasien yang berada dalam lingkup praktik apoteker atau yang telah
disetujui oleh anggota tim perawatan kesehatan yang relevan. MAP tidak termasuk item
tindakan yang masih harus diperiksa oleh dokter atau ulasan profesional atau persetujuan
profesional lainnya. MAP memperkuat rasa pemberdayaan pasien dan mendorong
partisipasi aktif pasien dalam tingkah laku kepatuhan pengobatan dan MTM secara
keseluruhan.
Informasi yang diperlukan dalam MAP

• Nama pasien
• Dokter perawat primer (nama dokter & no. Telp)
• Apoteker (nama
• apoteker dan no. Telp)
• Tanggal pembuatan MAP
• Tahap tindakan untuk pasien
• Catatan untuk pasien
• Informasi janji bertemu untuk tindak lanjut dengan apoteker, jika diperlukan

 Intervention and/or Referral


Apoteker menyediakan pelayanan konsultasi dan intervensi untuk menunjukkan masalah
terkait obat; ketika dibutuhkan, apoteker mengarahkan pasien ke dokter atau profesional
pelayanan kesehatan lainnya. Selama melakukan MTM, masalah terkait pengobatan
dapat diidentifikasi yang mengharuskan apoteker untuk melakukan intervensi kepada
kepentingan pasien. Intervensi mungkin termasuk berkolaborasi dengan dokter atau
profesional kesehatan lainnya untuk mengatasi masalah terkait obat yang ada atau
potensial atau bekerja dengan pasien secara langsung. Komunikasi informasi yang sesuai
dengan dokter atau profesional kesehatan lainnya, termasuk konsultasi mengenai
pemilihan obat, saran untuk mengatasi masalah pengobatan, dan perawatan lanjutan yang
dianjurkan, merupakan bagian integral dari komponen intervensi model layanan MTM.
Informasi yang diperlukan dalam Intervensi dan/atau Pengarahan
• Pasien mungkin menunjukkan masalah potensial yang ditemukan selama MTR dan
mungkin perlu diarahkan untuk evaluasi dan diagnosis.
• Pasien mungkin membutuhkan edukasi managemen penyakit untuk membantunya
mengatur penyakit kronik seperti diabetes.
• Pasien mungkin membutuhkan pemantauan untuk pengobatan resiko tinggi (contoh:
warfarin, fenitoin, metotreksat)

Aplikasi Intervensi

A. Berikan Konseling, Informasi dan Edukasi


Adapun konsultasi, informasi dan edukasi yang diberikan kepada pasien untuk
menunjang proses pengobatan pasien adalah sebagai berikut :
 Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan
pakai dan cara penggunaan obat.
 Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan.
 Memberikan edukasi kepada pasien dan yang merawat pasien mengenai
tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi serangan asma akut.
 Memberikan informasi kepada pasien untuk menhindari paparan allergen
(debu, bulu binatang, asap rokok) dan menghindari perubahan suhu yang
mendadak agar serangan asma tidak kambuh.
 Menganjurkan kepada pasien untuk selalu membawa obat-obatan khususnya
obat untuk mengatasi serangan asma kemana pun pasien bepergian untuk
mencegah keterlambatan penanganan.
 Menganjurkan kepada pasien untuk melakukan fisioterapi napas (senam napas)
untuk melatih pernapasan.
B. Aplikasi Apoteker
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
• Tujuan :
- Bersihan jalan nafas efektif
• Kriteria Hasil :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas mis :
batuk efektif dan mengeluarkan sekret
• Intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi,
krekels, ronki
- Kaji/pantau frekuensi pernafasan
- Catat adanya/derajat diespnea mis : gelisah, ansietas, distres
pernafasan, penggunaan otot bantu
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
- Pertahankan polusi lingkungan minimum
- Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
- Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
- Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung
dan memberikan air hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti
makanan
- Berikan obat sesuai indikas
- Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada

3. Kerusakan pertukaran gas


a. Tujuan :

Pertukaran gas efektie dan adekuat

b. Kriteria Hasil :
a. Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat
dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan /situasi
c. Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot
aksesori, nafas bibir, ketidak mampuan bicara/berbincang
b. Tinggikan kepala tempat tidur, pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas, dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir
sesuai kebutuhan / toleransi individu.
c. Dorong mengeluarkan sputum : penguapan bila diindikasikan.
d. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan /
bunyi tambahan.
e. Awasi tingkat kesadaran / status mental, selidiki adanya
perubahan.
f. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
g. Awasi tanda vital dan irama jantung.
h. Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
i. Berikan oksigen yang ssi idikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
j.
4. Perubahan nutrisi kurang dari tubuh
a. Tujuan :
a. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
b. Kriteria Hasil :
a. Menunjukan peningkatan Berat Badan
b. Menunjukan perilaku / perubahan pada hidup untuk meningkatkan
dan / mempertahanka berat yang tepat.
c. Intervensi :
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan
makan, evaluasi Berat Badan.
b. Auskultasi bunyi usus.
c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d. Dorong periode istirahat, 1jam sebelum dan sesudah makan
berikan makan porsi kecil tapi sering.
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
f. Hindari maknan yang sangat panas / dingin.
g. Timbang BB sesuai induikasi
h. Kaji pemeriksaan laboratorium, ex : albumin serum.
5. Kurang pengetahuan
a. Tujuan :
a. Pengetahuan meningkat
b. Kriteria Hasil :
a. Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
b. Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses
penyakit dan menghubung dengan faktor penyebab.
c. Melakukan perubahan pola hidup dan berparisipasi dalam program
pengobatan.
c. Intervensi:
a. Jelaskan proses penyakit individu dan keluarga
b. Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk efektif.
c. Diskusikan tentang obat yang digunakan, efek samping, dan reaksi
yang tidak diinginkan
d. Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct : cara memegang, interval
semprotan, cara membersihkan.
e. Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
f. Beritahu efek bahaya merokok dan nasehat untuk berhenti
merokok pada klien atau orang terdekat

C. Monitoring Terapi
No. Monitoring Rencana Tindak Lanjut
1. Monitoring Terhadap terapi Evaluasi selanjutnya dilakukan 1-6 bulan
untuk mengobati asma pasien untuk melihat asma dapat terkontrol, jika
di pantau 1-2 minggu. terkontrol dengan baik tahap pengobatan
dapat diturunkan dengan bertahap,
sebaliknya jika asma tidak terkontrol maka
terapi perlu dinaikkan dosisnya secara
bertahap.
2. Memantau efektivitas terapi Jika terapi dengan metilprednisolon
dan efek samping menunjukkan aktifitas terapi tetapi muncul
penggunaan metilprednisolon efek samping yang tidak dapat ditoleransi
maka sebaiknya obat diganti dengan
golongan lain yang digunakan untuk
propilaksis asma. Dan jika asma telah
terkontrol maka untuk menangani serangan
asma akut dapat di atasi dengan inhalasi.

 Documentation and Follow-Up

Pelayanan MTM didokumentasikan dalam sikap konsisten, dan kunjungan tindak lanjut
MTM adalah penjadwalan berdasarkan pada kebutuhan terkait pengobatan pasien, atau
pasien dialihkan dari pengaturan perawatan yang satu ke yang lainnya. Dokumentasi
merupakan elemen penting dari model layanan MTM. Layanan dan intervensi dokumen
apoteker dilakukan dengan cara yang tepat untuk mengevaluasi kemajuan pasien dan
cukup untuk tujuan penagihan. Dokumentasi MTM mencakup pembuatan dan
pemeliharaan catatan khusus pasien yang mengandung, pesanan kronologis, catatan dari
seluruh penyedia asuhan yang disediakan dalam format profesional kesehatan standar
yang ditetapkan (misalnya, SOAP [pengamatan subjektif, observasi objektif, penilaian,
dan rencana]). Idealnya, dokumentasi akan dilengkapi secara elektronik atau secara
alternatif di atas kertas. Dimasukkannya sumber daya seperti PMR, MAP, dan bentuk
khusus praktik lainnya akan membantu apoteker dalam memnyimpan dokumentasi
profesional secara konsisten. Penggunaan dokumentasi yang konsisten akan membantu
memfasilitasi kolaborasi antar anggota tim layanan kesehatan sambil mengakomodasi
praktisi-praktisi, fasilitas, organisasi, atau regional.

Informasi yang dibutuhkan dalam Dokumentasi dan Tindak Lanjut

• Memfasilitasi komunikasi antara apoteker dan profesional pelayanan kesehatan


pasien lainnya sehubungan dengan rekomendasi yang dimaksudkan untuk
menyelesaikan atau memantau masalah terkait obat aktual atau potensial.
• Meningkatkan perawatan dan outcome pasien.
• Meningkatkan kontinuitas perawatan pasien diantara penyedia pelayanan dan
pengaturan perawatan.
• Memastikan kepatuhan terhadap hukum dan regulasi untuk memelihara rekam medis
pasien.
• Melindungi terhadap kewajiban profesional.
• Menangkap pelayanan yang disediakan untuk pembenaran penagihan atau
penggantian (misal: audit pembayar).
• Menunjukkan nilai apoteker yang disediakan layanan MTM.
• Menunjukkan outcome humanistik, ekonomis, dan klinis.

Anda mungkin juga menyukai