Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam satu keluarga dapat dilihat adanya kemiripan dan variasi antara satu anggota
keluarga dengan anggota keluarga yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor genetik
pada setiap individu dalam bentuk unit yang diturunkan kepada generasi berikutnya. Faktor ini
telah lama diteliti oleh para ilmuan namun baru pada tahun 1866 Mendel mendokumentasikan
mekanisme penurunan sifat tersebut melalui percobaan pada tanaman kacang ercis Pisum
sativum (Campbell, dkk., 2008).

Dari hasil eksperimennya pada kacang ercis, Mendel menarik kesimpulan bahwa dua
alternatif yang berlawanan untuk sifat tertentu seperti tinggi dan pendek. Konsep ini dikenal
dengan dominan resesif. Mengenai tinggi tanaman pada ercis, tinggi adalah dominan terhadap
pendek sed angkan mengenai warna polong, hijau dominan terhadap kuning. Mendel melihat
adanya konsistensi dalam jumlah tipe parental pada F2. Nampaknya selalu ada rasio pada
perbandingan 3:1. Sumbangan pikiran Mendel tidak berhenti pada pengenalan rasio saja.
Mendel mengadakan hipotesis bahwa sifat-sifat tersebut ditentukan oleh sepasang unit, dan
hanya sebuah unit diteruskan kepada keturunannya oleh setiap induk. Hal ini dikenal dengan
hukum Mendel I (Segregasi bebas) (Agus, Rosana dan Sjafaraenan, 2013).

Mendel menyimpulkan hukum segregasi dari percobaan-percobaan sifat tunggal.


Selanjutnya Mendel Mendel mencoba mengidentifikasi penurunan dua sifat secara bersamaan,
misalnya warna biji dan bentuk biji yang diamati sampai generasi F2. Prediksi awal Mendel
dalam hal ini akan menghasilkan rasio fenotipe generasi F2 adalah 3:1 seperti pada persilangan
monohibrid. Namun, ketika Mendel menggolongkan keturunan F2 hasil yang diperoleh
mendekati rasio 9:3:3:1 sesuai dengan hipotesis alternatif Mendel dimana kedua pangan alel
bersegregasi secara bebas satu sama lain dan dapat membentuk kombinasi-kombinasi fenotip
dengan rasio 9:3:3:1. Pengamatan ini menghasilkan formulasi Hukum Mendel II (asortasi
bebas) yang menyatakan bahwa setiap pasangan alel bersegregasi secara bebas terhadap
pasangan alel-alel lain selama pembentukan gamet (Campbell, dkk., 2008).
Berdasarkan hal diatas maka dilakukanlah percobaan untuk membuktikan teori Mendel
dengan rasio fenotip F2 yang diperoleh 9:3:3:1 melalui imitasi perbandingan genetis.

1.1 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1.2.1 Mahasiswa mampu mencari angka-angka perbandingan sesuai dengan Hukum Mendel.
1.2.2 Mahasiswa membuktikan kebenaran percobaan perbandingan genetika dengan chisquare.
1.2.3 Mahasiswa mampu mengetahui identitas jenis kelamin dan mengetahui suatu penyakit
keturunan.

1.2 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah :
1.3.1 Untuk mendapatkan gambaran tentang kemungkinan gen-gen yang dibawa oleh gamet-
gamet tertentu dan akan bertemu secara acak atau random.
1.3.2 Untuk mengetahui letak barr body dan drumstick berdasarkan ada atau tidaknya barr body
dan drumstick.
1.3.3 Untuk dapat mengetahui penentuan jenis kelamin berdasarkan pada ada tidaknya barr body
dan drumstick.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Genetika dan Imitasi Genetika


Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang mekanisme pewarisan sifat dari induk
kepada keturunanya di sebut ilmu genetika (berasal dari bahasa latin yaitu genos = asal-usul).
Pengetahuan tentang adanya sifat menurun pada makhluk hidup sebenarnya sudah lama
berkembang hanya belum di pelajari secara sistematis. Penelitian mengenai pola-pola
penurunan sifat baru di ketahui pada abad ke- 19 oleh Gregor Johann Mendel (Campbell,
2002).
Genetika merupakan cabang ilmu dari biologi yang mencoba menjelaskan persamaan
dan perbedaan sifat yang diturunkan pada makhluk hidup. Selain itu, genetika juga mencoba
menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang diturunkan atau diwariskan dari
induk kepada turunannya, bagaimana mekanisme materi genetika itu diturunkan, dan
bagaimana peran materi genetika tersebut.
Gen adalah bahan genetik yang terkait dengan sifat tertentu. Sebagai bahan genetik
tentu saja gen di wariskan dari satu individu ke individu lainnya. Gen memiliki bentuk-bentuk
alternatif yang diberi nama alel. Ekspresi dari alel dapat serupa, tetapi orang lebih sering
meggunakan istilah alel untuk ekspresi gen yang secara fenotif berbeda. Gregor Mendel telah
berspekulasi tentang adanya suatu bahan yang terkait dengan suatu sifat atau karakter di dalam
tubuh individu yang dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ia
menyebutnya “faktor”. Hukum segresi bebsa menyatakan bahwa pada pembentukan gamet,
kedua gen yang merupakan pasangan alel itu akan memisah sehingga tiap-tiap gamet
menerima satu gen dari alelnya.
Pada manusia, setiap sel somatic memiliki 46 kromosom. Dengan mikroskop cahaya,
kromosom- kromosom yang terkondenasi dapat dibedakan satu dengan yang lainnya, terlihat
dari penampilannya. Masing-masing kromosom memiliki suatu garis pola pita/ garis tertentu
ketika diberi zat tertentu. Jika kedua kromosom dari satiap pasangan membawa gen yang
mengendalikan karakter warisan yang sama. Sebagai contoh, jika suatu gen untuk warna mata
ditempatkan pada suatu lokus pada kromosom tertentu, maka homolog dari kromosom
tersebut juga akan memiliki gen yang menentukan warna mata pada lokus yang setara.
( Stansfield, 1983 )
Orang yang pertama-tama menaruh perhatian dan membuat perhitungan-perjhitungan
yang cermat dari hasil berbagai macam persilangan dengan menggunakan tanaman kapri atau
ercis(Pisum sativum) ialah Gregor Johann Mendel, Ia lahir pada tanggal 22 Juli 1822 di
Heinzendorf, sebuah desa kecil di Moravia Utara yang dahulu menjadi bagian dari Austria
tetapi kini masuk wilayah Cekoslowakia dekat dengan perbatasan Polandia (Suryo, 2010).
Mendel menemukan prinsip-prinsip dasar tentang pewarisan sifat dengan cara
membiakkan ercis kebun dalam percobaan-percobaan yang di rancang secara berhati-hati.
Salah stu alasan Mendel mungkin memilih meneliti ercis adalah tanaman itu tersedia dalam
banyak varietas. Misalnya, satu varietas memiliki bunga ungu, sedangkan varietas yang lain
memiliki bunga putih. Keuntungan lain dari penggunaan ercis adalah waktu generasinya yang
pendek dan jumlah keturunan dari yang banyak dari setiap perkawinan. Mendel juga dapat
mengontrol perkawinan antartanaman dengan ketat (Campbell, dkk., 2010).
Mendel mengamati tujuh sifat kacang kapri (Pisum sativum) antara lain: biji bulat
di bandingkan dengan biji keriput; buah warna kuning dibandingkan dengan biji warna merah;
buah warna hijau dibandingkan dengan buah warna kuning; buah mulus dibandingkan dengan
buah berlekuk; bunga warna ungu dibandingkan dengan bunga warna putih; dan letak bunga
diaksial (ketiak) dibandingkan bunga diterminal ujung; serta batang panjang di bandingkan
denganbatang pendek
(Siti, 2006).
Sifat yang muncul pada keturunan pertama disebut sifat dominan, dan sifat yang
tidak muncul pada keturunan pertama disebut sifat resesif.Sifat resesif baru muncul setelah
persilangan dari keturunan pertama. Persilangan dengan satu sifat beda disebut hibrid (bastar).
Pembastaran dengan satu sifat beda disebut monohibrid. Pembastaran dengan dua sifat beda
disebut dihibrid. Pembastaran dengan tiga sifat beda disebut trihibrid (Subardi, 2008).
Hasil penyilangan menunjukkan bahwa sifat dari dua induk tidak muncul
sekaligus (hanya satu sifat). Kacang kapri berbunga merah yang disilangkan dengan kacang
kapri berbunga putih menghasilkan kacang kapri berbunga merah.Berarti warna merah
dominan terhadap warna putih, atau warna putih resesif terhadap warna merah.Alel dominan
yaitu gen penentu sifat yang menutupi sifat pasangannya (alel resesif), dan ditulis dengan
huruf besar.Alel resesif yaitu alel penentu sifat yang ditutupi oleh pasangannya (alel
dominan), dan ditulis dengan huruf kecil (Siti, 2006).
Mendel dapat memberi beberapa kesimpulan penting dari hasil penelitiannya (Suryo,
2010) yaitu :
1) Hibrid (ialah hasil persilangan dua individu dengan tanda beda) memiliki sifat yang mirip
dengan induknya dan setiap hibrid mempunyai sifat yang sama dengan hibrid yang lain dari
spesies yang sama.
2) Karakter (sifat) dari keturunan suatu hibrid selalu timbul kembali secara teratur dan inilah yang
memberi petunjuk kepada Mendel bahwa tentu ada faktor-faktor tertentu yang mengambil
peranan dalam pemindahan sifat dari satu generasi kegenerasi berikutnya.
3) Mendel merasa bahwa apabila “faktor-faktor keturunan” itu mengikuti distribusi yang logis,
maka suatu hukum atau pola akan dapat diketahui dengan cara mengadakan banyak
persilangan dan menghitung bentuk-bentuk yang berbeda seperti yang tampak dalam
keturunan.
Suatu penjelasan yang mungkin diberikan mengenai hereditas adalah hipotesis
“pencampuran” suatu gagasan bahwa materi genetic yang disumbangkan kedua orang tua
bercamour dengan cara didapatkannya warna hijau dari pencampuran biru dan kuning. Hipotesis
ini memprediksi bahwa dari generasi ke generasi, populasi dengan perkawinan bebas akan
memunculkan populasi individu yang seragam. Namun, demikian pengamatan kita setiap hari, dan
hasil percobaan pengembangbiakan hewan dan tumbuhan, ternyata bertolak belakang dengan
prediksi tersebut. Hipotesis pencampuran juga gagal untuk menjelaskan fenomena lain dari
penurunan sifat, misalnya sifat-sifat yang melompati sebuah generasi (Nuraini, 2008).
Setelah diuji berkali-kali ternyata hasil penelitian Mendel tetap, sehingga hipotesis Mendel
ditetapkan sebagai Hukum Mendel yang pokok, yaitu Hukum Mendel I (Hukum Segregasi) dan
Hukum Mendel II (Hukum Pengelompokan atau Penggabungan).Oleh karena itu, Mendel di kenal
sebagai Bapak Genetika. Hukum Segregasi menyatakan bahwa pada waktu pembentukan gamet,
terjadi pemisahan alel secara acak (The Law of Segregation of Allelic Genes) (Siti, 2006).
Mendel menjelaskan bahwa setiap alela secara bebas diturunkan pada tiap-tiap
gamet.Setiap gamet hanya menerima satu factor sifat menurun dari sifat pasangan alela.Gejala
yang menunjukkan adanya pemilihan kombinasi (berpasangan) secara bebas disebut Hukum
Mendel II (Subardi, 2008).
Di dalam contoh persilangan monohibrida, dapat diketahui bahwa gamet yang terbentuk
pada F1 ada dua macam dan fenotip yang terbentuk pada F2 ada dua macam.Sementara pada
perbandingan dihibrida, dapat diketahui bahwa gamet yang terbentuk pada F1 ada empat macam
dan fenotip yang terbentuk juga empat macam dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 (Siti, 2006).
Persilangan Resiprok (persilangan kebalikan)ialah persilangan yang merupakan kebalikan
dari persilangan yang semula dilakukan, Persilangan kembali (“Bakcross”) ialah persilangan
antara hybrid F1 dengan induknya jantan atau betina. Uji silang (“Testcross”) ialah persilangan
antara hibrid F1 dengan individu yang homozigotik resesip, sifat intermedier ialah sifat di antara
yang dimiliki oleh kedua induknya (Suryo, 2010).
Beberapa penyimpangan semu yang terjadi pada hukum Mendel (Subardi, 2008) yaitu :
1. Polimeri, yaitu pembastaran heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri tetapi
mempengaruhi bagian yang sama pada suatu organisme.
2. Kriptomeri adalah hilangnya pengaruh faktor dominan dan baru kelihatan pengaruhnya apabila
bersama-sama dengan faktor dominan lainnya.
3. Epistasi dan Hipostasis, epistasi adalah faktor dominan yang menutup faktor dominan lain
yangbukan alelanya. Gen yng menutupi disebut epistasi, sedangkan gen yang ditutup disebut
hipostasi.
4. Atavisme adalah pemunculan kembali suatu ciri setelah sesudah beberapa generasi (Tim
Realita, 2009).
Pola-pola hereditas pada pewarisan sifat keturunan (Siti, 2006) yaitu :
1. Tautan Autosomal
Bagian yang berperan dalam pewarisan sifat adalah gen. berdasarkan tempat terdapatnya,
kromosom dibedakan menjadi kromosom autosom dan kromosom seks atau gonosom.
2. Pindah Silang
Berdasarkan tempat terjadinya, pindah silang dibedakan menjadi pindah silang tunggal dan
pindah silang ganda.
3. Tautan Seks
Tautan seks dibedakan menjadi tautan kromosom X dan tautan kromosom Y, dimana tautan
kromosom X berarti kromosom X membawa gen yang dapat diturunkan pada keturunannya baik
jantan atau betina, dan kromosom Y berarti bahwa pada kromosom Y terdapat gen yang hanya
diturunkan pada keturunan laki-laki atau jantan saja.
4. Determinasi Seks
Susunan kromosom pada pada jenis kelamin jantan atau pria berbeda dengan jenis kelamin
betina atau wanita. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh 2 faktor, yang pertama yaitu faktor
lingkungan dimana individu keturunan jantan maupun betina yang dihasilkan melalui fertilisasi
dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis induknya, faktor kedua yaitu faktor genetik, faktor
genetiklah yang paling menentukan jenis kelamin suatu individu.
5. Gen Letal
Gen letal yaitu gen yang jika berada dalam keadaan homozigotik, ia dapat menyebabkan
kematian individu. Oleh karena itu adanya gen letal menyebabkan perbandingan fenotip keturunan
yang dihasilkan akan menyimpang dari hukum Mendel. Dengan adanya gen letal, fungsi gen akan
mengalami gangguan dalam menumbuhkan sifat atau fenotip, adanya gen letal dapat disebabkan
oleh mutasi. Gen letal akan terpengaruh atau dapat menyebabkan kematian saat individu masih
berada dalam tahap embrio, pada saat kelahiran individu, atau setelah individu berkembang
dewasa.

2.2 Bar Body dan Drumstick


Barr body dan drum stick termasuk dalam jenis sex chromatin. Sex chromatin merupakan
sebuh kromosom-X yang inaktif. Inaktivasi kromosom X terjadi pada awal
embriogenesis. Kromosom-X yang teraktivasi tersebut dapat berasal dari ayah maupun
ibu. Inaktivasi kromosom-X bersifat tetap atau stabil, yaitu kromosom-X inaktif diwariskan dari
parental tetap dalam bentuk inaktif (Klug & Cummings 1994: 171). X yang inaktif pada
perempuan terkondensasi dan berbentuk seperti pemukul genderang (Drum Stick) pada membrane
inti neutrofil dan struktur gelap pada membrane inti sel somatis.
Badan barr dapat diamati pada sel epitel yang banyak ditemukan dari lapisan mukosa mulut,
vagina, atau uretra. Neutrofil granulosit dari wanita memperlihatkan adanya drumstick seperti alat
pemukul genderang.
Lyon seorang ilmuan di bidang genetika membuat sebuah hipotesis tentang sex chromatin
maka untuk menghormatinya hipotesis tersebut disebut hipotesis Lyon. Hipotesis Lyon
menyatakan bahwa jumlah sex chromatin = jumlah total kromosom X – 1. Jadi apabila sex
chromatin-nya berjumlah 1 maka individu tersebut adalah wanita normal, bila jumlah sex
chromatin-nya tidak ada maka individu tersebut pria karena pria hanya memiliki satu kromosom-
X (Suryo 2003:194).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah :
Hari/Tanggal : Selasa, 30 Oktober 2018
Waktu : 10.30-12.10 WITA
Tempat : Laboraturium Terpadu 1, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Al-
Azhar
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat dan bahan praktikum perbandingan imitasi genetik
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Kancing genetika
 Penggaris
 Pensil
 Kalkulator
 Tabel chisquare
 Hp
3.2.2 Alat dan bahan praktikum praktikum pemeriksaan bar body dan drum stick Adapun alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Objek glass
 Label
 Mikroskop
 Lanset
 Pipet
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
 Aquadestilata
 Larutan giemsa
 Imersi
 Methanol

3.3. Cara Kerja

3.3.1. Cara kerja praktikum perbandingan imitasi genetik


1. Ambil model gen hitam dan putih, masing-masing 100 pasang, dengan 2 pasang warna
yang berbeda
2. Gabungkan model gen jantan hitam dan model gen betina putih dan sebaliknya. Ini
menggambarkan hasil persilangan atau F1, keturunan indiidu hitam dan individu putih
3. Selanjutnya semua model gen jantan baik hitam maupun putih masukkan ke dalam
kantong plastik berwarna hitam. (pisahkan kedalam 2 kantong)
4. Dengan dan tanpa melihat dan sambil mengaduk/mencampur gen-gen tersebut
ambillah secara acaksatu gen dari dalam kantong, kemudian pasangkan.
3.3.2. Cara kerja praktikum pemeriksaan bar body
1. Sediakanlah 1 objek glass bersih dan bebas dari lemak
2. Dengan dengan menggunakan sudip ambillah sel mukosa pipi dengan cara ,emgerok
sisi dalam pipi (yang telah dibersihkan/berkumur)
3. Letakkan hasil kerokan pada tetesan aquadest diatas kaca objek tambahkan 1 tetes
kristal violet, kemudian tutup dengan cover glass
4. Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10x / 40x gambar hasil pengamatan di
buku kerja dan beri keterangan gambar
3.3.3. Cara kerja praktikum pemeriksaan drumstick
1. Sediakanlah 1 objek glass yang bersih dan bebas dari lemak
2. Dengan menggunakan lancet, lukai ujung jari dari objek glass
3. Buatlah sediaan apus darah dengan bantuan objek glassyang lain
4. Lalu keringkan di udara, setelah itu rendam dengan methanol dan biarkan selama 10
menit
5. Kemudian bilas dengan aquadestilata dan warnai dengan larutan giemsa selama 15
menit
6. Lalu bilas dengan aquadestilata, keringkan dengan kertas dan periksa dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10x10, lalu di gambar.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil
4.1.1 Praktikum Perbandingan Imitasi Genetik
Jumlah AA Aa Aa Jumlah
Pratikum
1 24 51 25 100
2 26 49 25 100
3 23 53 24 100
4 23 54 23 100
O 96 207 97 400
E 100 200 100 400
D -4 7 -3
d2 16 49 9
d2/e 0,16 0,245 0,09 0,495

Ket : o = nilai pengamatan


e = nilai harapan
d (deviasi) = selisih antara o dan e

mencari x2 (Chi Quadrat) = d2/e

= 16/100 + 49/200 + 9/100

= 0,495
4.1.2 Praktikum Pemeriksaan Bar Body

Bar Body Sel Kromatin Keadaan Seks (L/P)


Kelompok 1 + Perempuan
Kelompok 2 + Perempuan
Kelompok 3 + Perempuan
Kelompok 4 + Perempuan
Kelompok 5 - Laki-laki

4.1.3Praktikum Pemeriksaan Drumstick


Drumstick Sel Kromatin (+/-) Keadaan Seks (L/P)
Kelompok 1 + Perempuan
Kelompok 2 + Perempuan
Kelompok 3 + Perempuan
Kelompok 4 + Perempuan
Kelompok 5 + Perempuan
4.2 Pembahasan

4.2.1 Perbandingan Imitasi Genetik


Dari percobaan tes imitasi genetis yang telah dilakukan, diproleh hasil bahwa ternyata
kemungkinan atau peluang yang dimiliki tiap gen itu berbeda. Dan setiap kemungkinan gen itu
memiliki peluang, namun presentase peluang tiap gen itu berbeda, Perbandingan antara A (warna
hitam), a (warna putih), pada generasi F2. Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada
pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan
memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Secara garis besar, hukum
ini mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya.
Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar,
dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan
(nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya mm) dan satu dari
tetua betina (misalnya NN dalam).
3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel
dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif
(s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk
pada turunannya.
Dalam hitungan,harus di perhatikan besarnya derajat kebebasan (bahasa inggrisnya :
degree of freedom),yang nilainya sama dengan jumlah kelas fenotip di kurangi dengan
satu.Dalam tabel,makin kekanan nilai kemumgkinan itu makin menjauhi nilai 1,yang berarti
bahwa data hasil percobaan yang di peroleh itu tidak baik.Makin kekiri nilai kemungkinan
makin mendekati 1 (100%),yang berarti bahwa data percobaan yang di peroleh adalah
baik.Apabila nilai x2 yang di dapat dari perhitungan terletak di bawah kolom nilai
kemungkinan 0,05 atau kurang (0,1 atau 0,01) itu berarti bahwa faktor kebetulan hanya
berpengaruh sebanyak 5% atu kurang,sehingga data percobaan yang di dapat di nyatakan
buruk.Apabila nilai x2 yang di dapat dari perhitungan letaknya di dalam kolom kemungkinan
0,01 atau ahkan 0,001 itu berarti bahwa data yang di peroleh pada percobaan itu sangat buruk,
(Suryo,2004).
Dari percobaan tes imitasi genetis yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa ternyata
kemungkinan atau peluang yang dimiliki tiap gen itu berbeda. Dan setiap kemungkinan gen
itu memiliki peluang, namun persentase peluang tiap gen itu berbeda.
Pada percobaan Imitasi Perbandingan Genetis ini dilakukan dengan menggunakan kancing
berwarna hitam dan putih berjumlah 200 buah yaitu:100 warna hitam (A) dan 100 warna putih (a)
. Kemudian dimasukkan dalam kantong yang berbeda, 100 kancing hitam dikantong kiri, dan 100
kancing putih dikantong kanan yang diambil secara acak dan dilkaukan sebanyak 4 kali percobaan.
Seringkali kita ragu apakah data hasil percobaan yang kita lakukan sudah pasti. Metode
X2 (Chi square) adalah cara untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari hasil
persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoristis yang harus
dievaluasi. Chi- square bertujuan untuk: Mendapatkan gambaran tentang kemungkinan gen-gen
yang dibawa oleh gamet-gamet akan bertemu secara acak (random).
Untuk mencari nilai X2 atau chi square, digunakan rumus X2 = ∑ , pada perhitungan data
chi square kelas menghasilkan 0,495. Oleh karena 0,495 lebih kecil dari 3,841 dari tabel chi-
square maka deviasi terjadi karena kebetulan belaka, Sehingga dapat disimpulkan bahwa
percobaan yang telah dilakukan sesuai dengan teori Hukum Mendel atau tidak melenceng dari apa
yang telah ditetapkan dan telah nonsignifikan.

4.2.2 Pemeriksaan Barr Body


Penentuan jenis kelamin dari suatu individu dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui
pengamatan histologis ada tidaknya barr body, identifikasi gen amelogenin DNA, maupun
pengamatan drumstick pada neklues neutrophil. Menurut Galdames (2011), penentuan jenis
kelamin merupakan salah satu kunci dalam proses identifikasi. Lebih lanjut, Eboh (2012)
menyatakan bahwasanya Identifikasi jenis kelamin merupakan langkah pertama yang penting
dilakukan dalam proses identifikasi forensik karena dapat menentukan 50% probabilitas
kecocokan dalam identifikasi individu serta dapat mempengaruhi beberapa metode pemeriksaan
lainnya, seperti estimasi usia dan tinggi tubuh individu.

Metode penentuan jenis kelamin yang akan dibahas dalam sub-bab ini adalah metode pengamatan
histologis ada tidaknya barr body. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai barr body, perlu
diketahui bahwasanya barr body merupakan sisa kromosom X yang mengalami inaktivasi pada
saat proses perkembangan. Hal ini mengacu pada pernyataan Meena (2016), yang menyatakan
bahwasanya barr body merupakan kromosom X yang dibentuk dari inaktivasi secara acak dan
kondensasi salah satu dari dua kromosom betina yang pada hakekatnya terdapat pada sel-sel
somatik mamalia betina. Menurut Syafitri (2013), barr body merupakan suatu gambaran badan
kecil yang dapat menimbulkan bintik berwarna dengan pewarnaan inti sel. Sementara itu, mengacu
pada hasil pengamatan yang telah dilakukan, pewarnaan pada apusan epitel rongga mulut
perempuan, baik barr body maupun inti sel menunjukkan warna yang lebih gelap dibanding
dengan bagian sel lainnya. Hal ini dikarenakan adanya kondensasi kromosom pada kedua bagian
tersebut sebagaimana telah disinggung sebelumnya sehingga zat warna yang diserap lebih banyak
daripada bagian sel lainnya. Hal ini dipertegas oleh Verma (2017), yang menyatakan bahwasanya
massa kromatin seks terlihat berwarna kegelapan pada nukleus sel yang tidak mengalami
pembelahan pada genotipe perempuan oleh adanya heterokromatin dari kromosom X yang tidak
aktif.

Berdasarkan pada hasil pengamatan, barr body hanya dapat dijumpai pada sel epitel rongga mulut
perempuan dan tidak demikian dengan sel epitel laki-laki, sehingga dapat disimpulkan bahwa barr
body merupakan kromatin seks yang terkondensasi sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Lebih lanjut, hasil pengamatan tersebut menunjukkan adanya satu buah barr bodi pada masing-
masing sampel epitel rongga mulut tiga orang perempuan yang berbeda. Hal ini dapat diterangkan
berdasarkan pada hipotesis Lyon yang meninjau fenomena tersebut berdasarkan pada asal muasal
barr body tersebut. Menurut Suryo (2011), pada orang normal, banyaknya seks kromatin dalam
sebuah sel adalah sama dengan jumlah kromosom X dikurangi dengan satu. Syafitri (2013),
menyatakan bahwasanya barr body dapat ditemukan pada sekitar 40% sel wanita. Lebih lanjut,
Elrod (2007), menyatakan bahwasanya pada wanita normal akan memiliki barr body pada inti sel
karena memiliki dua kromosom X, sedangkan pada pria tidak memiliki barr body karena kromatin
X-nya hanya satu.

4.2.3 Pengamatan Drumstick

Salah satu cara yang dapat digunakan dalam menentukan dan menganalisis jenis kelamin
adalah dengan menggunakan metode pengamatan drumstick. Penentuan jenis kelamin dengan
menggunakan metode ini memiliki akurasi yang cukup tinggi, namun perlu juga memerhatikan
beberapa faktor yang dapat memengaruhi hasil pemeriksaan. Sebelumnya, perlu diketahui
lebih lanjut mengenai drumstick itu sendiri. Menurut Tupakula (2014), drumstick terdiri dari
massa kecil inti dengan diameter sekitar 1,5µ, melekat pada tubuh nukleus dengan rata-rata
variasi batang tipis dan kejadian drumstick bervariasi antara 1% sampai 17% dengan rata-rata
2,9%. Drumstick, sebagaimana telah dibuktikan dalam praktikum, terdapat pada bagian inti sel
darah putih neutrophil. Metode yang demikian dikenal sebagai leukosit tes yang pertama kali
diperkenalkan oleh Davidson dan Smith pada tahun 1954. Menurut Verma (2017), leukosit tes
ditujukan untuk mendiagnosis seks kromatin berdasarkan pada identifikasi informasi khusus
dalam inti.

drumstick merupakan suatu tambahan pada nukleus netrophil yang dipisahkan dengan inti
utama atau dapat pula diartikan sebagai tonjolan kecil dekat inti neutrophil. Berdasarkan pada
hasil pengamatan, baik pada sampel darah laki-laki maupun perempuan, bagian inti dari
masing-masing neutrophilnya menunjukkan adanya tonjolan di dekat inti neutrophil. Akan
tetapi, dilihat dari bentuknya, terdapat perbedaan antara sampel darah laki-laki dan perempuan.
Menurut Verma (2017), drumstick pada perempuan dideskripsikan sebagai tambahan pada
nukleus neutrophil yang dipisahkan dari lobus inti utama. Sementara itu, pada sampel darah
laki-laki terdapat suatu bentukan yang bentuknya berbeda dengan yang telah dideskripsikan
sebelumnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya drumstick hanya terdapat pada perempuan
dan tidak demikian dengan laki-laki. Pernyataan tersebut didasarkan pada kenyataan
bahwasanya drumstick sebagaimana barr body merupakan seks kromatin. Seks kromatin,
sebagaimana telah diketahui hanya di dapati pada perempuan, karena merupakan sisa dari
kromsom X yang terinaktivasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Brahimi (2011), yang
menyatakan bahwasanya konfirmasi kromosom X yang tidak aktif terdapat pada drumstick.
Lebih lanjut, Tupakula (2014) menyatakan bahwasanya kromatin seks mencapai 1µ gumpalan
kromatin yang biasanya terlihat pada nukleus perempuan pada beberapa jaringan epitelium
kornea, mukosa buccal, oral dan epitelium vagina, fibroblast, dan lain sebagainya dan sebagai
drumstick pada apusan darah.

Berdasarkan pada pernyataan-pernyataan di atas, jelaslah bahwasanya bentukan pada apusan


sel darah putih neutrophil pada sampel darahlaki-laki bukanlah merupakan drumstick. Perlu
diketahui bahwasanya menurut Varma (2017), deskripsi asal dari drumstick harus dipisahkan
dari bentukan serupa bintil sesil, gada kecil, lobus minor, dan tanda-tanda keseluruhan yang
dapat dikenali pada neutrophil laki-laki. Hal ini didasarkan pada alasan bahwasanya bentukan-
bentukan yang demikian merupakan kondensasi dari kromosom Y pada laki-laki sebagaimana
pernyataan Brahimi (2011), yang menyatakan bahwasanya konfirmasi kromosom Y yang
serupa drumstick telah dapat dilakukan dengan hibridisasi flouresen secara in situ.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Tes imitasi genetis yang telah dilakukan, diproleh hasil bahwa ternyata kemungkinan atau
peluang yang dimiliki tiap gen itu berbeda. Dan setiap kemungkinan gen itu memiliki
peluang, namun presentase peluang tiap gen itu berbeda.
2. Terdapat gambaran tentang gen-gen yang diperoleh dari gamet-gamet yang dipilih secara
acak atau random dan hasil yang diperoleh sesuai dengan teori Hukum Mendel atau tidak
melenceng dari apa yang telah ditetapkan dan telah nonsignifikan.
3. Penentuan dan identifikasi jenis kelamin yang sederhana khususnya pada manusia, dapat
dilakukan dengan pemeriksaan barr body dan drumstick. Pada jenis kelamin wanita
ditemukan barr body berupa struktur gelap pada tepi nucleus sel somatik dan drumstick
berupa tonjolan berbentuk gendering pada membrane nucleus neutrofil. Munculnya barr
body dan drumstick disebabkan oleh adanya inaktivasi kromosom X.
DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, S., 1988, Genetika Edisi Ketiga, Jakarta : Erlangga.

Bresnick, S., 2003, Intisari Biologi, Jakarta: Hiprokates.

Campbell, Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchel., 2002, Biologi, Jakarta : Erlangga.

W.A. Newman Dorland. Kamus Kedokteran Dorland.-Ed 31-. Jakarta: EGC; 2010.

Devi A, Endah W, Et Al. Buku Panduan Praktikum Modul Celluler & Molecular Basis Of

Inheritance Semester I. Jakarta: PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2012.

Anda mungkin juga menyukai