Anda di halaman 1dari 23

Nama : Novi Yuliyanti

Nim : 43217110161

Manajemen perusahaan dalam mengatasi permasalahan


pengambilan keputusan
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu diperhadapkan dengan istilah organisasi dari bentuk, dan
model yang berbeda-beda. Organisasi itu antara lain organisasi politik, organisasi olahraga,
organisasi sekolah, organisasipemerintahan, organisasi kepemudaaan, dan organisasi keagamaan.
Setiap organisasi dibentuk karena adanya sebuah tujuan.

Organisasi bisnis biasanya bertujuan untuk mencari keuntungan finansial, organisasi


kemasyarakatan biasanya bertujuan untuk tujuan kemasyarakatan, organisasi politik biasanya
untuk tujuan kekuasaan dan organisasi keagamaan biasanya untuk tujuan misi atau
dakwah.Tujuan tersebut menurut AsakuWalisongo (2013) dicerminkan oleh sasaran yang harus
dilakukan baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.Implementasinya setiap organisasi
merumuskan visi, misi, serta tujuan baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Setiap organisasi tentu memiliki pemimpin dan kepemimpinan.Biasanya pemimpin memiliki


pengaruh lebih besar dalam upaya pencapaian tujuan organisasi, oleh karena pemimpin sering
diistilahkan dengan orang yang mempengaruhi bawahan untuk mencapai tujuan yang
diharapakan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Northouse's (2007 : 3), leadership is a
process by which a person influences others to accomplish an objective and directs the
organization in a way that makes it more cohesive and coherent.

Pendapat itu sejalan dengan yang disampaikan olehHusaini Usman (2013 : 312), kepemimpinan
ialah ilmu dan seni mempengaruhi, orang atau kelompok untuk bertindak seperti yang
diharapkan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Jadi jelas bahwa pemimpin
memiliki pengaruh besar terhadap sukses tidaknya sebuah oraganisasi.

Salah satu fungsi yang harus dilakukan pemimpin dalam upaya pencapaian tujuan adalah
bagaimana pemimpin itu bisa mengambil keputusan dengan efektif.Dalam realita pengambilan
keputusan bukanlah hal yang sedernana, sebab setiap pengambilan keputusan biasanya
mengandung dua konsekuensi sekaligus baik konsekuensi positif maupun konsekuensi negatif.
Namun demikian seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan dari beberapa pilihan
yang dihadapai.

Seorang pemimpin diharapkan mengikuti pendapat Terry dalam Marzuki (2015 : 2), bahwa
dalam mengambil keputusan hendaklah memilih yang terbaik dari berbagai altenatif yang
tersedia. Salah satu tugas terpenting seorang pemimpin adalah untuk menentukan yang terbaik
bagi organisasi dan para anggotanya.Namun dalam mengambil keputusan, terkadang pemimpin
pun menghadapi dilema dan seolah berada di persimpangan jalan.

Apalagi jika pilihan yang ada membuat Anda harus mengorbankan kepentingan orang lain atau
memberikan resiko yang akan merugikan tim.Kadangkala keputusan sulit harus diambil demi
terwujudnya cita-cita bersama.Adakalanya pemimpin ternyata mengambil keputusan yang salah
dan merugikan organisasi. Tetapi melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan masih lebih
baik dibandingkan tidak melakukan tindakan apapun sama sekali.

Kecepatan dan ketepatan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan lazimnya menjadi
tolak ukur kompetensi dan kredibilitas yang dimilikinya. Jika pemimpin lamban dan ragu-ragu
dalam bertindak, anak buah akan melihat bahwa pemimpin tersebut adalah pemimpin yang tidak
berani mengambil resiko. Terbiasa cepat dalam pengambilan keputusan memang bukan
pekerjaan mudah, butuh rasio yang jernih dan intuisi yang tajam agar bisa menghasilkan
keputusan yang tepat.Menarik untuk dikaji bagaimana seorang pemimpin bisa mengambil
keputusan dengan baik, dalam pengertian efektif, efisien, meminimalkan resiko, serta
bermanfaat bagi kemajuan organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan.

Dari uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : (1). Apa yang dimaksud
dengan pemgambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin ? (2). Bagaimana
pengambilan keputusan yang efektif bisa dilakukan oleh seorang pemimpin ? (3).Bagaimana
pengaruh pengambilan keputusan yang efektif bagi kemajuan organisasi ?

Pengambilan Keputusan

Pengertian Pengambilan Keputusan

Robins (1997) dalam Syafaruddin berpendapat bahwa “decision making is which in choses
between two or more alternative ”.Hal tersebut berarti pengambilan keputusan ialah memilih dua
alternatif atau lebih untuk melakukan suatu tindakan tertentu baik secara pribadi maupun
kelompok. Demikian pula Drommond (1985) berpendapat bahwa pengambilan keputusan
merupakan usaha penciptaan kejadian-kejadian dan pembentukan masa depan (peristiwa-
peristiwa pada saat pemilihan dan sesudahnya). Sejalan dengan beberapa pendapat di atas
Mondy dan Premeaux (1995) menjelaskan bahwa “decision making is the process of greating
and evaluating alternatives and making choises among them”. Pendapat ini menegaskan bahwa
pengambilan keputusan merupakan proses pada saat sejumlah langkah yang harus dilakukan
dengan pengevaluasian alternatif untuk membuat putusan dari semua alternatif yang ada
(Syaruddin:48).

Berdasarkan hal tersebut, ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa pengambilan
keputusan merupakan proses memilih sejumlah alternatif pengambilan keputusan penting bagi
manajer administrator karena proses pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam
memotivasi kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, dan perubahan organisasi. Weyne dan
Miskel (2014:490) menjelaskan pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab semua
penyelenggara sekolah, namun sebelum keputusan diubah menjadi tindakan, maka keputusan
tersebut tidak lebih baik dari iktikad baik.Pemutusan merupakan syarat mutlak bagi administrasi
pendidikan karena sekolah, seperti halnya semua organisasi formal, pada dasarnya berupa
pengambilan keputusan (Usman, 2013:440).
Bertolak dari beberapa definisi dijelaskan di atas, maka disimpulkan bahwa pengambilan
keputusan adalah proses pemecahan masalah dengan menentukan pilihan dari beberapa alternatif
untuk menetapkan suatu tindakan yang ingin dilakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Jenis-jenis Pengambilan Keputusan

Penggolongan

Pengambilan keputusan dapat dikelompokkan berdasarkan prosesnya, berdasarkan jumlah orang


yang ikut serta dalam pembuatan keputusan dan berdasarkan jenis problem.

Berdasarkan prosesnya, pengambilan keputusan dapat dibagi menjadi dua yaitu:

Pengambilan keputusan emosional adalah pengambilan keputusan berdasarkan emosi.


Pengambilan keputusan hanya berdasarkan perasaannya tidak berupaya untuk mencari alternatif-
alternatif yang merupakan solusi problem. Solusi hanya muncul dalam emosi pemimpin
berdasarkan pengalaman hidupnya. Pengalaman tersebut memberikan kecenderungan untk
mengambil solusi yang selama ini telah dianggap baik dalam menyelesaikan problem yang
dihadapi.

Pengambilan keputusan rasional adalah keputusan yang berdasarkan informasi yang objektif dan
proses logis. Prosesnya konsisten dengan pola terusji, melakukan penilaian dan perhitungan
alternatif-alternatif yang bersedia mencapai pilihan maksimal dalam keterbatasan sumber-sumber
dalam lingkungan. Prosesnya adalah sebagai berikut:

Berorientasi pada tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi atau tujuan individu, jika
pembuatan keputusan menyangkut kehidupan pribadi merupakan dasar utama analisis problem
dan analisis alternatif-alternatif.

Kejelasan problem. Problem yang dianalisis dan didefinisikan secara jelas dengan informasi
objektif yang dapat dikumpulkan.

Pengambilan keputusan dengan kreatif dan inovatif. Pengambilan keputusan dengan tidak
kreatif mempunyai kecenderungan untuk membuat keputusan secara emosional. Dengan
menggunakan kreativitasnya, pengambilan keputusan dapat menemukan alternatif-alternatif
untuk memecahkan masalah, kemudian memilih salah satu alternatif yang bermanfaat bagi
pencapaian organisasi. Inovasi memungkinkan pengambilan keputusan melaksanakan keputusan
dengan baik.

Pilihan alternatif digunakan dengan menggunakan kriteria dan pembobotan

Memilih alternatif dengan nilai tertinggi untuk pencapaian tujuan.

Berdasarkan orang yang ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini
dikelompokkan dalam:
Pengambilan keputusan individual adalah pengambilan keputusan yang dilakukan sendiri oleh
pengambilan keputusan tanpa mengikutsertakan orang lain. Keuntungan pengambilan keputusan
individual prosesnya cepat, lebih ekonomis dan tepat dalam keadaan krisis. Namun teknik
pengalaman keputusan ini dapat menimbulkan konflik ketika keputusan dilaksanakan. Ketika
melibatkan orang lain akan mengalami hambatan karena bukan keputusannya.

Pengambilan keputusan kelompok adalah pengambilan keputusan yang dilakukan dalam


kelompok. Pengambilan keputusan membuat komisi, satuan tugas, panel penelaah, tim studi,
panitia atau tim pakar dan sebagainya untuk melakukan proses pengambilan keputusan. Teknik
pengambilan keputusan kelompok dapat dilakukan antara lain dengan cara sebagai berikut:

Mencari ide (brainstorming). Kelompok atau tim mengambil keputusan di bawah pimpinan
kelompok. Pimpinan kelompok menyatakan problem dengan cara yang jelas sehingga dipahami
oleh seluruh kelompok.

Teknik kelompok nominal. Anggota kelompok mengambil semuanya saat bertemu dalam
pertemuan. Akan tetapi, setiap anggota kelompok dapat bekerja sendiri-sendiri. Setiap anggota
menulis idenya kemudian mengemukakan kepada kelompok.

Teknik Delphi. Teknik pengambilan keputusan ini tidak mengharuskan anggota kelompok hadir
bersama-sama di suatu tempat. Teknik Delphi dilaksanakan melalui: 1) Pemimpin tim
memformulasikan problem kepada setiap anggota tim dengan kuesioner untuk meminta solusi, 2)
Setiap tim mengisi kuesioner tersebut dan mengirimkannya kembali, 3) Pemimpin tim mengolah
kuesioner tersebut lalu hasilnya dikirimkan dengan meminta solusi lagi, 4) Proses tersebut terus
diulang sesuai kebutuhan sampai terjadi consensus, 5) Teknik demokrasi. Teknik pengambilan
keputusan ini dilakukan melalui teknik pemungutan suara untuk suara terbanyak, alternatif yang
terkumpul dipilih melalui suara terbanyak anggota kelompok.

Berdasarkan jenis problemnya dikelompokkan menjadi:

Pengambilan keputusan terprogram, yaitu pembuatan keputusan dapat dilakukan dengan


menggunakan standar prosedur operasi rutin. Cirinya adalah:

Problemnya terstruktur, sederhana dan informasinya tersedia lengkap.

Problem dan proses pembuatan keputusannya sudah berulang-ulang terjadi sehingga sudah dapat
diperhitungkan dan mempunyai pengalaman menyelesaikannya.

Organisasi sudah mempunyai prosedur operasi standar, peraturan dan kebijakan untuk membuat
keputusan.

Pengambilan keputusan tidak terprogram ialah pengambilan keputusan yang problemnya unik,
belum pernah terjadi. Informasi mengenai problem belum tersedia atau sedikit, peraturan,
kebijakan, prosedur operasi standar untuk membuat keputusan yang belum ada. (Wirawan,
2014:556).
Gaya Pengambilan keputusan

Dalam membuat keputusan pemimpin/manajer menggunakan gaya pengambilan keputusan.


Menurut Robert dan Angelo (2007) gaya pengambilan keputusan merupakan kombinasi
mengenai bagaimana individu mempresepsikan dan memahami stimuli dan cara umum dimana
ia memilih untuk informasi. Peneliti mengembangkan suatu model gaya pengambilan keputusan
dalam dua dimensi:

Orientasi nilai yaitu seberapa tinggi pengambilan keputusan memfokuskan diri pada
memerhatikan tugas dan teknik atau memerhatikan orang dan masyarkakat ketika mengambil
keputusan.

Toleransi kepada ambiguitas adalah seberapa tinggi kebutuhan untuk struktur atau kontrol dalam
hidupnya. Jika kedua dimensi tersebut digabungkan, maka dapat menciptakan empat gaya
pengambilan keputusan, antara lain:

Gaya membuat keputusan direktif. Orang dengan gaya mengambil keputusan direktif
mempunyai toleransi untuk ambiguitas dan berorientasi memerhatikan ke arah tugas dan
teknikal ketika mengambil keputusan.

Gaya mengambil keputusan analitikal. Gaya mengambil keputusan ini mempunyai toleransi
untuk ambiguitas dan karakteristiknya cenderung untuk terlalu menganalisis interaksi. Orang
dengan gaya ini senang untuk mempertimbangkan lebih banyak informasi dan alternatif daripada
gaya pengambilan keputusan direktif.

Gaya mengambil keputusan konseptual. Orang dengan gaya mengambil keputusan konseptual
mempunyai toleransi untuk ambiguitas dan cenderung untuk memfokuskan pada orang atau
aspek sosial dari situasi kerja.

Gaya mengambil keputusan behavioral. Gaya mengambil keputusan ini paling berorientasi pada
orang. Orang yang mempunyai gaya pengambilan keputusan ini dapat bekerja baik dengan orang
yang menyenangi interaksi sosial dimana pendapat dikemukakan dan dipertukarkan secara
terbuka.

Implikasi terhadap penelitian

Penelitian menunjukkan sangat sedikit orang yang menggunakan satu gaya mengambil
keputusan. Sebagian besar manager mempunyai karakteristik menggunakan dua atau tiga gaya
mengambil keputusan. Demikian juga penelitian menunjukkan gaya mengambil keputusan
bervariasi berdasarkan umur, level pekerjaan dan Negara (Robert &Kinicki, 2007). Orang dapat
menggunakan pengetahuan membuat keputusan sebagai berikut:

pengetahuan mengenai gaya mengambil keputusan dapat membantu memahami diri sendiri.
Kesadaran mengenai gaya membuat keputusan dapat membantu orang mengetahui kelemahan
dan keuatan untuk mengembangkan potensi dirinya.
Membantu untuk meningkatkan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan menyadari
gaya mengambil keputusan yang dipergunakan. Misalnya, jika berhubungan dengan gaya
mengambil keputusan analitikal maka harus disediakan informasi sebanyak mungkin untuk
mendukung idenya.

Pengetahuan mengenai gaya mengambil keputusan memberikan kesadaran mengenai bagaimana


orang dapat mengambil informasi yang sama, akan tetapi mengambil keputusan yang berbeda
dengan mempergunakan strategi mengambil keputusan yang berbeda. Perbedaan gaya
mengambil keputusan merupakan sumber konflik interpersonal.

Model-model Pengambilan Keputusan

Ada beberapa model pengambilan keputusan yang masing-masing didasarkan pada sekumpulan
asumsi yang berbeda dan menawarkan wawasan yang unik dalam proses pengambilan
keputusan. Bagian ini mengkaji tiga model pengambilan keputusan historis Ketiganya adalah (1)
model rasional, (2) model normatif simon, (3) model keranjang sampah(Robert dan Kinicki,
2005:5). Usman (2013:440), menjelaskan ada 12 model pengambilan keputusan, antara lain: (1)
Model Mintzberg, Drucker, dan Simon, (2) Model rasional, (3) model klasik, (4) model perilaku,
(5) model Vroom dan Yetton, (6) model Carnegie, (7) model gaya kepemimpinan Chung dan
Megginson, (8) model berdasarkan manfaat, (9) model berdasarkan masalah, (10) model
berdasarkan lapangan, (11) model pohon masalah, (12) model strategis Hunger dan Wheelen.
Weyne dan Miskel (2014), juga menjelaskan ada empat model pengambilan keputusan, yaitu (1)
model klasik, (2) model administratif, (3) model inkremental, dan (4) model kontigensi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ada enam model pengambilan
keputusan, antara lain: (1) model Simon, (2) model rasional, (3) model klasik, (4) model
perilaku, (5) model administratif, dan (6) model kontigensi. Berikut penjelasannya:

Model Normatif Simon

Model ini berusaha untuk mengindentifikasi proses yang benar-benar digunakan oleh para
manajer saat membuat keputusan. Berbeda dengan model rasional, model normatif simon
menganjurkan bahwa pengambilan keputusan ditandai dengan (1) pengelolaan informasi
terbatas, (2) penggunaan penilaian hasil temuan sendiri, (3) pemuasan.

Model informasi terbatas, para manajer dibatasi oleh seberapa informasi yang mereka olah
karena rasionalitas terbatas. Hasilnya adalah kecenderungan untuk memperoleh lebih kepada
jumlah informasi yang dapat dikelola daripada jumlah informasi yang optimal.

Penilaian, merupakan petunjuk praktis atau jalan pintas yang digunakan orang untuk mengurangi
tuntutan pengolahan informasi. Penggunaan hasil temuan sendiri dapat membantu para
pengambil keputusan dalam mengevaluasi masalah-masalah yang ada saat ini.

Pemuasan, orang-orang melakukan pemuasan karena tidak memiliki waktu, informasi atau
kemampuan untuk menangani kompleksitas yang berkaitan dengan mengikuti sebuah proses
rasional. Pemuasan merupakan sebuah pilihan atas sebuah solusi yang memenuhi beberapa
persyaratan minimum, sesuatu yang “cukup baik”. pemuasan memecahkan masalah dengan
menghasilkan solusi-solusi yang memuaskan, dibandingkan dengan yang optimal.

Model Rasional

Model rasional menganjurkan para manajer menggunakan empat langkah ketika


membuat keputusan.Menurut model ini para manajer bersifat sepenuhnya ojektif dan memiliki
informasi lengkap untuk membuat sebuah keputusan. Meskipun terdapat beberapa kritikan
karena tidak realistis, model rasional mengandung pelajaran karena ia secara analitis merinci
pengambilan keputusan dan tidak bertindak sebagai jangkar konseptual. Berikut dijelaskan
empat langkah, antara lain:

Mengenali masalah, sebuah masalah terjadi jika situasi aktual dan situasi yang diinginkan
berbeda.

Menghasilkan solusi, setelah mengenali masalah, langkah logisnya adalah menghasilkan solusi-
solusi alternatif untuk menentukan sebuah keputusan.

Memilih sebuah solusi, secara optimal para pengambil keputusan ingin memilih alternatif dengan
nilai yang paling besar para ahli teori keputusan menyebut hal ini untuk memaksimalkan manfaat
yang diharapkan dari suatu hasil.

Mengimplementasikan dan mengevaluasi solusi. Setelah dipilih, suatu solusi maka perlu
diimplementasikan. Setelah solusi diimplementasikan, tahap evaluasi menilai efektifitasnya. Jika
solusi tersebut efektif, ia seharusnya mengurangi perbedaan antara keadaan aktual dengan
keadaan yang diharapkan yang merupakan penyebab timbulnya masalah.

Model Klasik

Model pengambilan keputusan klasik berasumsi bahwa keputusan merupakan proses rasional
ketika pengambilan keputusan diambil dari salah satu alternatif terbaik. Model klasik ini
didasarkan pada konsep rasionalitas lengkap.Sesuai dengan model klasik, proses pengambilan
keputusan dibagi atas enam langkah logis seperti, identifikasi masalah, menentukan alternatif,
menilai alternatif, memilih alternatif, menerapkan alternatif, dan menilai keputusan alternatif.

Model Administratif

Hobert Simon (1957), merupakan tokoh pertama yang memperkenalkan model administratif
pengambilan keputusan untuk memberikan gambaran yang lebih akurat tentang cara-cara aktual
sekaligus ideal yang ditempuh oleh penyelenggara sekolah dalam mengambil keputusan
organisasi (Wayne dan Miskel, 2014:491).

Model Perilaku

Model ini didasarkan pada seberapa jauh keputusan itu dapat memberikan
kepuasan.Model ini juga mempertimbangkan pengambilan keputusan atas dasar rasionalitas
kontekstual dan rasionalitas respektif.Rasionalitas kontekstual artinya keputusan tidak
didasarkan oleh ketentuan tersurat, tetapi juga bersifat kontekstual.Pendekatan dasarnya adalah
pemuasan artinya, menemukan solusi yang memuaskan, bukan yang terbaik.

Model Kontigensi

Model kontigensi adalah pendekatan yang paling cocok dengan situasi.Model


administratif itu fleksibel dan heuristik.Keputusannya didasarkan pada perbandingan di antara
konsekuensi alternatif dan tingkat aspirasi pengambilan keputusannya.Apabila solusi-solusi yang
memuaskan tidak ditemukan, maka tingkat aspirasi pun diturunkan. Kurangnya waktu tentu saja,
bisa memotong prosesnya dengan memaksakan pertimbangan atas opsi-opsi yang lebih sedikit
(Wayne dan Miskel, 2014).

Peran Pemimpin dalam Pengambilan Keputusan

Kepemimpinan sesorang sangat besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan


sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah
satu tugas seorang pemimpin.Pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku, mencerminkan
karakter bagi seseorang pemimpin.Oleh karena itu untuk mengetahui apakah keputusan yang
diambil itu baik atau buruk tidak hanya dapat dilihat setelah konsekuensinya terjadi, melainkan
melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya. Kegiatan pengambilan keputusan merupakan
salah satu bentuk kepemimpinan, sehingga:

Teori keputusan merupakan metodologi untuk menstrukturkan dan menganalis sesuatu yang
tidak pasti atau berisiko, di sini keputusan lebih bersifat perspektif daripada deskriptif.

Pengambilan keputusan adalah proses mental dimana seorang menajer memperoleh dan
menggunakan data dengan menanyakan hal lainnya, menggeser jawaban untuk menemukan
informasi yang relevan.

Pengambilan keputusan adalah proses memilih antara alternatif-alternatif tindakan untuk


mengatasi masalah.

Proses pengambilan keputasan

Proses pengambilan keputusan dalam praktiknya dapat dilakukan melalui tahapan-


tahapan berikut ini:

Identifikasi masalah

Mengidentifikasi masalah

Memformulasikan dan mengembangkan alternatif.

Implementasi keputusan
Evaluasi keputusan

Tahapan-tahapan Pengambilan Keputusan

Sementara itu, tahapan-tahapan pengambilan keputusan dapat dikemukakan sebagai


berikut:

Tetapkan masalah

Identifikasi kriteria keputusan

Alokasikan bobot pada criteria

Kembangkan alternatif

Evaluasi alternatif

Pilih alternatif terbaik (VeithzalRivai, 2009:746).

Pengambilan Keputusan oleh Pemimpin

Berdasarkan pandangan tiga ahli yaitu Robins (1997); Drommond (1985); Mondy dan Premeaux
(1995) dapat dirumuskan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses pemecahan masalah
dengan menentukan pilihan dari beberapa alternatif untuk menetapkan suatu tindakan yang ingin
dilakukan dalam mencapai tujuan yang diinginkan.Pengambilan keputusan merupakan proses
memilih sejumlah alternatif pengambilan keputusan penting bagi manajer administrator karena
proses pengambilan keputusan mempunyai peran penting dalam memotivasi kepemimpinan,
komunikasi, koordinasi, dan perubahan organisasi (Usman, 2013:440).

Dari definisi pengambilan keputusan di atas, dapat dihapami betapa pentingnya seorang
pemimpin dalam pengambilan keputusan, sebab apabila dalam sebuah organisasi tidak ada
pengambilan keputusan maka dipastikan organisasi tersebut tidak akan mengalami kemajuan,
apalagi peningkatan kualitas organisasi, kendati pengambilan keputusan tersebut dimungkinkan
menimbulkan resiko yang tidak diharapkan. Oleh karena itu dibutuhkan keahlihan seorang
pemimpin dalam mengambil keputusan, sebab ketepatan pengambilan keputusan sangat
mempengaruhi tercapainya tujuan organisasi.Pengambilan keputusan pada dasarnya adalah
memilih, sebab dalam pengambilan keputusan biasanya terdapat beberapa alternatif untuk dipilih
yang terbaik dari beberapa pilihan yang tersedia.Pengambilan keputusan juga bisa dipandang
sebagai sebuah tindakan untuk menyelesaikan permasalahan. Biasanya keputusan diambil karena
terdapat masalah yang harus dicarikan solusi, maka pengambilan keputusan sangat diperlukan
agar masalah yang ada tidak berlarut-larut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Didi Wahyu Sudirman (2003: 100), yang menunjukkan bahwa seorang manajer harus
mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi secara cerdik dan berkualitas melalui
pengambilan keputusan yang dilakukan secara cepat dan efektif.
Dalam kontek dunia pendidikan misalnya kita ambil dalam satuan pendidikan sekolah, hampir
setiap saat seorang pemimpin dalam hal ini seorang kepala sekolah selalu diperhadapkan dengan
berbagai masalah yang timbul yang harus diputuskan dalam rangka memecahkan masalah.
Misalnya dalam suatu sekolah tertentu terdapat anak yang terlibat tawuran dengan anak-anak
sekolah lain, di mana anak-anak yang terlibat tawuran adalah anak-anak yang sudah biasa
melakukan tawuran dengan berbagai usaha untuk mencegahnya namun belum memberikan hasil
yang signifikan, maka kepala sekolah sebagai pemimpin perlu menentukan langkah-langkah
strategis mengatasi masalah agar tidak berlarut-larut. Mengacu teori yang diajukan oleh Veithzal
Rivai maka kepala sekolah perlu menetapkan masalah, dalam arti mencari sumber masalah yang
sesungguhnya, selanjutnya perlu mengidentifikasi masalah mengapa anak-anak itu terlibat
tawuran, mengembangkan beberapa alternatif pemecahan untuk proses penyembuhan anak dari
kebiasaan tawuran, kemudian melakukan berbagai evaluasi dari berbagai alternatif sehingga bisa
menemukan alternatif terbaik dengan tujuan dapat menyembuhkan anak yang tersbiasa tawuran
tanpa harus mengorbankan resiko yang tidak seharusnya dikeluarkan. Dalam praktiknya,
tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Veithzal Rivai tersebut, dapat dilakukan sebagaimana
yang dilakukan oleh Marzuki (2015) yang meneliti tentang Pengambilan Keputusan Sekolah
Melalui Manajemen Strategik pada SMP, yang menyimpulkan mekanisme pengambilan
keputusan kepala sekolah pada SMP dilakukan melalui kegiatan identifikasi awal, merumuskan
tujuan, alternatif solusi, menentukan kriteria pemilihan solusi, dan menentukan solusi sehingga
menjadi keputusan.

Ketika kepala sekolah diperhadapkan dengan pilihan pengambilan keputusan secara rasional dan
emosional tentunya dalam mencari solusi agar anak-anak bisa menghilangkan kebiasaan
tawuran biasanya lebih memilih pengambilan keputusan secara rasional dari pada secara
emosional, walaupun mungkin saja alternatif emosional dipilih untuk mencari solusi, namun
demikian biasanya pengambilan yang didasarkan rasional akan memberikan hasil yang lebih
baik dari pada pengambilan keputusan secara emosional.

Pengambilan Keputusan yang Efektif dilakukan oleh Pemimpin

Pengambilan keputusan yang efektif biasanya dibutuhkan dalam situasi yang mendesak. Agar
dapat mengambil keputusan yang efektif, terdapat beberapa model pengambilan keputusan yang
didasarkan pada sekumpulan asumsi yang berbeda dan menawarkan wawasan yang unik dalam
proses pengambilan keputusan. Berdasarkan kajian literatur tentang model pengambilan
keputusan yang efektif menurut tiga ahli yaitu Robert dan Kinicki (2005:5); Usman (2013:440);
Weyne dan Miskel (2014) diperoleh simpulan bahwa terdapat beberapa model yang sama yaitu
model Simon, model rasional, dan model klasik; namun demikian masih banyak model-model
lain yang tidak sama yang dikemukakan oleh tiga ahli tersebut.

Pandangan ketiga ahli di atas yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan yang efektif
membutuhkan suatu model. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wayan R.
Susila dan Ernawati Munadi (2007) mengenai Penggunaan Analytical Hierarchy Process Untuk
Penyusunan Prioritas Proposal Penelitian, memperoleh hasil bahwa pengambil keputusan
memerlukan model pengambilan keputusan yang dapat membantu mereka membuat pilihan
secara komprehensif, logis, dan terstruktur.
Pandangan diatas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rebekka Rismayanti
(2016), apapun gaya partisipasi pengambilan keputusan akan menjadi tepat ketika pemimpin
benar-benar memikirkan tujuan yang paling tepat dari suatu proses pengambilan keputusan,
memperhatikan betul referensi informasi yang diperoleh secara komprehensif, serta
mempertimbangkan kondisi yang terjadi sebelum mengambil suatu keputusan. Ketiga hal ini
diperlukan agar gaya partisipasi dapat dipilih secara tepat sehingga keputusan yang diambil tidak
menimbulkan kesalahpahaman, melainkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak
yang melakukan proses komunikasi secara bisnis.

Dari berbagai pengalaman empiris pengambilan keputusan tidak selalu hanya cocok dengan satu
model tertentu, namun biasanya melihat situasi dan kondisi. Dalam keadaan tertentu bisa
menggunakan model rasional, namun di situasi yang lain dimungkinkan menggunakan model
simon atau model klasik. Pemimpin harus jeli melihat situasi yang ada bagaimana menentukan
pilihan saat pengambilan keputusan, dan menggunakan model apa yang terbaik dalam
pengambilan keputusan tersebut. Di sinilah diperlukan seni mengambil keputusan.

Sementara itu, Veithzal Rivai (2009:746) mengemukakan tahapan-tahapan pengambilan


keputusan yaitu meliputi: 1) Menetapkan masalah; 2) Identifikasi kriteria keputusan; 3)
Alokasikan bobot pada kriteria; 4) Kembangkan alternatif; 5) Evaluasi alternatif; 5) Pilih
alternatif terbaik.

Pengaruh Pengambilan Keputusan yang Efektif bagi Kemajuan Organisasi

Sebagai mana yang telah dipaparkan oleh Usman, Husaini (2013 : 312), bahwa kemajuan
suatu organisasi dipengaruhi oleh cara pemimpin dalam mengambil keputusan. Telah dilakukan
beberapa penelitian yang searah dengan pendapat Usman (2013) tersebut.Juliyanti, Mohammad
Isa Irawan, dan Imam Mukhlash (2011) melakukan penelitian tentang Pemilihan guru
Berprestasi menggunakan metode AHP-TOPSIS. Penelitian tersebut menghasilkan temuan yaitu
adanya suatu sistem pengambilan keputusan dapat membantu proses pemilihan berdasarkan
kriteria-kriteria yang ditentukan sehingga bisa dilakukan proses perhitungan yang lebih efektif
dan efesien.

Penelitian senada dilakukan oleh Budiono (2014), tentang Pengaruh Komunikasi


Organisasi, Kecerdasan Emosi dan Pengambilan Keputusan terhadap Implementasi Peran
Kepemimpinan Kepala SD menemukan beberapa temuan yaitu: 1) Terdapat pengaruh positif dan
signifikan pada kecerdasan emosi yang dimiliki dan direalisasikan kepala sekolah terhadap
implementasi peran kepemimpinan; 2) Pengambilan keputusan memiliki pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap implementasi peran kepemimpinan sekolah dasar. Dengan kata lain,
adanya pengambilan keputusan dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam suatu
organisasi/lembaga.

Wiwik Setyowati (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan,


Komunikasi, Kerjasama Kelompok dan Pengambilan Keputusan terhadap Kinerja Guru dan
Karyawan di SMK memperoleh hasil bahwa pengambilan keputusan mempunyai pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap kinerja guru dan karyawan. Oleh sebab itu faktor pengambilan
keputusan perlu untuk dibina dan dipertahankan. Wiwik juga menambahkan peluang pemimpin
untuk mendorong peningkatan pengambilan keputusan kerja guru dan karyawan dengan
berlandaskan pada pemberdayaan guru dan karyawan serta pemberian kesempatan yang lebih
luas kepada guru dan karyawan untuk bertindak atas inisiatif sendiri dengan melandasinya pada
kebijakan otonomi daerah sudah sepantasnya untuk dimulai pelaksanaanya.

Dari beberapa hasil penelitian di atas jelas bahwa pengambilan keputusan yang baik dapat
meningkatkan kualitas organisasi, walaupun memang sering ada variabel perantara. Variabel
perantara yang dimaksud adalah pengambilan keputusan yang baik, bisa berpengaruh bagi
kemajuan tim kerja dalam sebuah organisasi, yang pada gilirannya kemajuan kinerja dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas organisasi itu sendiri. Misalnya kita mengambil
contoh sebuah organisasi sekolah, kepala sekolah bisa mengambil keputusan yang baik yang bisa
menggerakkan guru dan karyawan bisa meningkatkan kreativitas, inovasi, dan etos kerja maka
dipastikan bahwa sekolah tersebut akan mengalami kemajuan, sangat berbeda bila seorang
kepala sekolah tidak bisa mengambil keputusan dengan baik, bahkan keputusan yang diambil
cenderung kontra produktif, misalnya melemahkan semangat guru dan karyawan, tidak
memberikan suasana kreativitas guru dan karyawan maka dipastikan sekolah tersebut akan
mengalami kesulitan berkembang yang artinya organisasi sekolah tidak akan mengalami
peningkatan kualitas.

1. Pemecahan Masalah
Kepner-Tregoe melihat pemecahan masalah dan pengambilan keputusan melalui suatu langkah
dalam proses yang rasional. Adapun langkah dalam pemecahan masalah dapat diartikan sebagai
suatu proses dari mengamati dan pengenalan serta usaha mengurangi perbedaan antara situasi
sekarang dengan yang akan datang (LAN RI 2008, Pemecahan Masalah dan Pengambilan
Keputusan).
2. Pengambilan Keputusan

Keputusan (decision) berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau lebih
alternatif/kemungkinan. Walaupun keputusan biasa dikatakan sama dengan pilihan, ada
perbedaan penting diantara keduanya. Mc Kenzei melihat bahwa keputusan adalah pilihan nyata
karena pilihan diartikan sebagai pilihan tentang tujuan termasuk pilihan tentang cara untuk
mencapai tujuan itu, apakah pada tingkat perorangan atau kolektif. Mc Grew dan Wilson lebih
melihat pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu keputusan ialah akhir dari suatu proses
yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan keputusan. Dipandang sebagai proses karena
terdiri atas satu seri aktifitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan
bijaksana.
Morgan dan Cerullo mendefinisikan keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah
dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain
dikesampingkan.

Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan
metode yang efisien sesuai situasi. Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan
masalah organisasi. Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang
tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat (Brinckloe,1977). Dengan kata lain, keputusan
mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya gerakan dan perubahan (Hill,1979).
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai proses memilih tindakan dari beberapa
alternatif untuk mencapai tujuan/sasaran (proses mengakhiri suatu masalah).
Oleh karena itu ’Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan’ dapat diartikan sebagai
suatu proses identifikasi, mencari penyebab, pemilihan alternatif dan mengantisipasi hambatan
yang mungkin menghalangi terlaksananya keputusan.
Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara teoritis dan realistis,
bagaimana cara membuat suatu keputusan. Ragam dalam pengambilan

B. Proses Pengambilan Keputusan


Ada dua pandangan dalam pencapaian proses mencapai suatu keputusan organisasi
(Brinckloe,1977) yaitu :
1. Optimasi. Di sini seorang eksekutif yang penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-
alternatif, memperhitungkan untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan organisasi.
Sesudah itu memperkirakan kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian ke depan,
mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alternatif-alternatif yang telah
dirumuskan dan kemudian menyusun urut-urutannya secara sistematis sesuai dengan prioritas
lalu dibuat keputusan. Keputusan yang dibuat dianggap optimal karena setidaknya telah
memperhitungkan semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut.
2. Satisficing. Seorang eksekutif cukup menempuh suatu penyelesaian yang berasal memuaskan
ketimbang mengejar penyelesaian yang terbaik. Model satisficing dikembangkan oleh Simon
(Simon,1982; roach, 1979) karena adanya pengakuan terhadap rasionalitas terbatas (bounded
rationality). Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang memaksa orang membatasi
pandangan mereka atas masalah dan situasi. Pemikiran itu terbatas karena pikiran manusia tidak
megolakan dan memiliki kemampuan untuk memisahkan informasi yang tertumpuk.
Menurut Frank Harison (Hitt, 1970), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
rasionalitas terbatas antara lain informasi yang datang dari luar sering sangat kompetitif atau
informasi itu tidak sempurna, kendala waktu dan biaya, serta keterbatasan seorang mengambil
keputusan yang rasional untuk mengerti dan memahami masalah dan informasi, terutama
informasi dan teknologi.
C. Unsur Prosedur Keputusan
Suatu keputusan ada unsur prosedur, yaitu pertama pembuatan keputusan mengidentifikasikan
masalah, mengklarifikasi tujuan-tujuan khusus yang diinginkan, memeriksa berbagai
kemungkinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mengakhiri proses itu dengan
menetapkan pilihan bertindak. Jadi suatu keputusan sebenarnya didasarkan atas fakta dan nilai
(facts and values). Keduanya sangat penting tetapi tampaknya fakta lebih mendominasi nilai-
nilai dalam menyehatkan keputusan suatu organisasi (Bridges, 1971).

D. Alternatif dan Konsekuensi Keputusan


Dapat dikatakan bahwa setiap keputusan bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif
untuk dipilih. Setiap alternatif membawa konsekuensi-konsekuensi. Ini berarti, menurut Simon,
sejumlah alternatif itu berbeda satu sama lain mengingat perbedaan dari konsekuensi-
konsekuensi yang akan ditimbulkannya. Pilihan yang dijatuhkan pada alternatif itu harus dapat
memberikan kebahagiaan atau kepuasan karena merupakan salah satu aspek paling penting
dalam keputusan.

E. Tingkat-Tingkat Keputusan
Brinckloe (1977) menawarkan bahwa ada empat tingkat keputusan yaitu (1) automatic decisions,
(2) expected information decisions, (3) factor weighting decisions dan (4) dual uncertainty
decisions.
1. Keputusan otomatis (outomatic decisions), keputusan yang dibuat dengan sangat sederhana,
meski sederhana informasi tetap diperlukan.
2. Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (Expected information decision), tingkat
informasi mulai sedikit kompleks artinya informasi yang ada sudah memberi aba-aba untuk
mengambil keputusan. Tetapi keputusan belum segera diambil karena informasi tersebut perlu
dipelajari.
3. Keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor weighting decisions), informasi-
informasi yang telah dikumpulkan dianalisis, lalu dipertimbang kan dan diperhitungkan sebelum
keputusan diambil.
4. Keputusan berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions), dalam setiap
informasi yang ada masih diharapkan terdapat ketidakpastian artinya semakin luas ruang lingkup
dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan
semakin tinggi ketidakpastian itu.

F. Klasifikasi Keputusan
1. Keputusan Terprogram.
Menurut Siagian, S.P. (1993), Keputusan Terprogram adalah tindakan menjatuhkan pilihan yang
berlangsung berulang kali, dan diambil secara rutin dam organisasi. Biasanya menyangkut
pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak memerlukan pengarahan dari
tingkat manajemen yang lebih tinggi. Biasanya langkah-langkah dan prosedur yang perlu
ditempuh telah dituangkan dalam buku pedoman, yang biasanya terdapat dalam organisasi yang
dikelola secara rapi. Pengambilan keputusan terprogram akan berlangsung dengan efektif apabila
empat criteria dasar dipenuhi :
a. Tersedia waktu dan dana yang memadai untuk pengumpulan dan analisis data.
b. Tersedia data yang bersifat kuantitatif.
c. Kondisi lingkungan yang relatif stabil, yang didalamnya tidak dapat tekanan yang kuat untuk
secara cepat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu terhadap kondisi yang selalu berubah.
d. Tersedia tenaga trampil untuk merumuskan permasalahan secara tepat, termasuk tuntutan
operasional yang harus dipenuhi.
Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan terprogram yang dibuat sebagai respon
terhadap masalah-masalah organisasi yang repetitif atau yang sudah baku, mencakup keputusan
operasional dan keputusan pada tingkat menengah dari Morgan dan Cerello, keputusan
operasinal dan taktis dari Sutherland serta dari Mangkusubroto dan Trisnadi dan keputusan
terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe;

G. Keputusan yang tidak Terprogram.

Biasanya diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dialami
sebelumnya, tidak bersifat repetitif (berulang-ulang), tidak terstruktur, dan sukar mengenali
bentuk, hakikat dan dampaknya. Sebagai akibat keadaan demikian, para ahli belum mampu
menyajikan teknik pemecahan yang sudah terbukti efektif di masa lalu, baik karena sifatnya yang
baru itu maupun karena sukar untuk mendefinisikan hakikatnya secara tepat. Keputusan yang
tidak Terprogram tidak menyangkut hal-hal yang sifatnya operasional, akan tetapi menyangkut
kebijaksanaan organisasi dengan dampak yang strategis bagi eksistensi organisasi. (Siagian, S.P.;
1993), Keputusan Terprogram.

Sedangkan dalam Salusu menyebutkan bahwa keputusan tidak terprogram, dibuat sebagai
respon dari masalah-masalah unik, yang jarang dijumpai dan yang tidak dapat didefinisikan
secara tepat, keputusan ini biasanya dikenal dengan nama keputusan strategik, meliputi
keputusan strategik dari Morgan dan Cerello, Mangkusubroto dan Trisnadi, keputusan strategik
dan tujuan (goal) Sutherland, serta keputusan tidak terstruktur dari Mintzberg dan Brinckloe.

Dari segi struktur keputusan tertinggi adalah yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan,
menyusul keputusan strategik lalu keputusan taktis dan yang paling bawah adalah keputusan
operasional. Keputusan tertinggi hanya dibuat satu atau dua kali makin ke bawah tingkat
keputusan makin tinggi frekuensi pembuatannya.

H. Kategori Keputusan
Ditinjau dari sudut perolehan informasi dan cara memproses informasi, keputusan dibagi empat
kategori (Nutt, 1989) :
1. Keputusan Representasi, pengambilan keputusan menghadapi informasi yang cukup banyak
dan mengetahui dengan tepat bagaimana memanipulasikan data tersebut. Keputusan ini banyak
menggunakan model-model matematik seperti operation research, cost-benefit analysis dan
simulasi.
2. Keputusan Empiris, suatu keputusan yang sedikit informasi tetapi memiliki cara yang jelas
untuk memproses informasi pada saat informasi itu diperoleh.
3. Keputusan Informasi, suatu situasi yang banyak informasi tetapi meliputi kontroversi
tentang bagaimana memproses informasi tersebut.
4. Keputusan Eksplorasi, suatu situasi yang sedikit informasi dan tidak ada kata sepakat
tentang cara yang hendak dianut untuk memulai mencari informasi.

I. Proses Pengambilan Keputusan :

1. Pendekatan yang interdisipliner.

Proses pengambilan keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan tunggal dan tidak sebagai
suatu tindakan yang Seragam yang berlaku untuk semua keadaan serta dapat digunakan oleh
pengambil keputusan yang berbeda dengan tingkat efektifitas yang sama. Proses pengambilan
keputusan terdiri dari berbagai ragam keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman dalam kehidupan berorganisasi.

2. Proses yang sistematis.


Suatu proses logis yang melibatkan pengambilan langkah-langkah secara berturut atau sekuensial
dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (pendekatan atomik).
Pendapat lain mengatakan proses pengambilan keputusan menyangkut dengan naluri, daya pikir,
dan serangkaian metode intuitif yang keseluruhannya dirangkum yang menjadi suatu kreatifitas
(pendekatan holistik).

3. Proses berdasarkan informasi.


Pengambilan keputusan tanpa informasi berarti menghilangkan kesempatan belajar secara
adaptif. Seorang manajer harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang Informatika untuk
pengambilan keputusan yang efektif serta harus menuntut agar tersedia baginya informasi yang
memenuhi persyaratan kemutakhiran, kelengkapan, dapat dipercaya dan disajikan dalam bentuk
yang tepat.

4. Memperhitungkan faktor-faktor ketidakpastian.


Betapa pun telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terhadap berbagai alternatif, tetap tidak
ada jaminan bebas dari resiko ketidakpastian. Untuk itu pengambilan keputusan harus dapat
Memperhitungkan probabilitas (kemungkinan) keberhasilan atau kekurang-berhasilan
pelaksanaan suatu keputusan.

5. Diarahkan pada tindakan nyata.


Mengambil suatu tindakan harus dapat ditentukan secara pasti, kapan pemecahan berakhir dan
proses pengambilan keputusan dimulai. Masalah dan sasaran sering mempunyai siklus
pertumbuhan dan penyusutan, demikian juga faktor-faktor yang mempengaruhi. Hal tersebut
harus dikenali secara tepat karena akan sangat mempengaruhi keputusan untuk bertindak atau
tidak bertindak.

J. Teknik Pengambilan Keputusan


Pengambilan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan
fakta. Teknik pengambilan keputusan dalam klasifikasi ada dua yaitu teknik tradisional dan
teknik modern. Teknik pengambil keputusan juga sering dibagi dalam teknik pengambilan
keputusan matematik atau kuantitatif (Heenan dan Addleman, 1976;Robbins, 1978) dan teknik
pengambil keputusan non-matematik atau kualitatif (Moody, 1983). Teknik matematik biasa
diberi nama multivariate analysis (analisis variabel ganda atau analisis berdimensi ganda).
Teknik non-matematik, yang lebih sering digunakan untuk keputusan strategik antara lain
sumbang saran, consensus, Delphi, fish bowling, interaksi didaktik, tawar- menawar kolektif.

K. Pendekatan terhadap Pengambil Keputusan

Berbagai model tentang pendekatan terhadap pengambilan keputusan telah diperkenalkan oleh
para ahli teori pengambilan keputusan, diantaranya adalah :

1. Model Brinckloe (1977)

Keputusan yang menggunakan pendekatan (i) Fakta, secara sistematis akan mengumpulkan
semua fakta mengenai masalah dan hasilnya ialah kemungkinan keputusan akan lahir dengan
sendirinya; (ii) Pengalaman, seseorang yang sudah memiliki pengalaman tentu lebih matang
dalam membuat keputusan daripada seorang yang sama sekali belum mempunyai pengalaman
apa-apa namun perlu diperhatikan bahwa peristiwa-peristiwa yang lampau tidak akan pernah
sama dengan pada saat ini;(iii) Intuisi, tidak jarang keputusan yang diambil berdasarkan intuisi
dikarenakan kurang mengadakan analisis yang terkendali maka perhatian hanya ditujukan pada
beberapa fakta; (iv) Logika, pengambilan keputusan yang berdasar logika ialah suatu studi yang
rasional terhadap semua unsur pada setiap sisi dalam proses pengambilan keputusan; (v) Analisis
Sistem, kecanggihan dari komputer telah merangsang banyak orang untuk mengambil keputusan
secara kuantitatif.

2. Model Mc Grew (1985)

Mc Grew hanya melihat adanya tiga pendekatan yaitu proses pengambilan keputusan rasional,
model proses organisasional dan model tawar-menawar politik (political bargaining model) yaitu
(i) Pendekatan proses pengambilan keputusan rasional memberi perhatian utama pada hubungan
antara keputusan dengan tujuan dan sasaran dari pengambilan keputusan; (ii) Model proses
organisasional menangani masalah yang jelas tampak perbedaannya antara pengambil keputusan
individu dan organisasi; (iii) Model tawar-menawar politik melihat kedua pendekatan itu
mengatakan bahwa pengambilan keputusan kolektif sesungguhnya dilaksanakan melalui tawar-
menawar namun hasil akhir keputusan itu sesungguhnya tergantung pada proses memberi dan
menerima di antara individu dalam kelompok tersebut.

L. Teknik-teknik Pengambilan Keputusan. (Siagian, S.P. (25-26;1993).

1. Brainstorming
Jika sekelompok orang dalam suatu organisasi menghadapi suatu situasi problematic yang tidak
terlalu rumit, dan dapat diidentifikasikan secara spesifik mereka mengadakan diskusi dimana
setiap orang yang terlibat diharapkan turut serta memberikan pandangannya. Pada akhir diskusi
berbagai pandangan yang dikemukakan dirangkum, sehingga kelompok mencapai suatu
kesepakatan tentang cara-cara yang hendak ditempuh dalam mengatasi situasi problematic yang
dihadapi. Penting diperhatikan dalam teknik ini yaitu :
a. Gagasan yang aneh dan tidak masuk akal sekalipun dicatat secara teliti.
b. Mengemukakan sebanyak mungkin pendapat dan gagasan karena kuantitas pandanganlah
yang lebih diutamakan meskipun aspek kualitas tidak diabaikan.
c. Pemimpin diskusi diharapkan tidak melakukan penilaian atas sesuatu pendapat atau gagasan
yang dilontarkan, dan peserta lain diharapkan tidak menilai pendapat atau gagasan anggota
kelompok lainnya.
d. Para peserta diharapkan dapat memberikan sanggahan pendapat atau gagasan yang telah
dikemukakan oleh orang lain.
e. Semua pendapat atau gagasan yang dikemukakan kemudian dibahas hingga kelompok tiba
pada suatu sintesis pendapat yang kemudian dituangkan dalam bentuk keputusan.

2. Synetics

Seorang diantara anggota kelompok peserta bertindak selaku pimpinan diskusi. Diantara para
peserta ada seorang ahli dalam teori ilmiah pengambilan keputusan. Apakah ahli itu anggota
organisasi atau tidak, tidak dipersoalkan. Pimpinan mengajak para peserta untuk mempelajari
suatu situasi problematik secara menyeluruh. Kemudian masing-masing anggota kelompok
mengetengahkan daya pikir kreatifnya tentang cara yang dipandang tepat untuk ditempuh.
Selanjutnya pimpinan diskusi memilih hasil-hasil pemikiran tertentu yang dipandang bermanfaat
dalam pemecahan masalah. Dan tenaga ahli menilai melakukan penilaian atas berbagai gagasan
emosional dan tidak rasional yang telah disaring oleh pimpinan diskusi serta kemudian
menggabungkannya dengan salah satu teori ilmiah pengambilan keputusan dan tindakan
pelaksanaan yang diambil.
3. Consensus thinking
Orang-orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus sepakat tentang hakikat, batasan dan
dampak suatu situasi problematik yang dihadapi, sepakat pula tentang teknik dan model yang
hendak digunakan untuk mengatasinya. Teknik ini efektif bila beberapa orang memiliki
pengetahuan yang sejenis tentang permasalahan yang dihadapi dan tentang teknik pemecahan
yang seyogyanya digunakan. Orang-orang diharapkan mengikuti suatu prosedur yang telah
ditentukan sebelumnya. Kelompok biasanya melakukan uji coba terhadap langkah yang hendak
ditempuh pada skala yang lebih kecil dari situasi problematik yang sebenarnya.

3. Delphi

Umumnya digunakan untuk mengambil keputusan meramal masa depan yang


diperhitungkan akan dihadapi organisasi. Teknik ini sangat sesuai untuk kelompok pengambil
keputusan yang tidak berada di satu tempat.
Pengambil keputusan menysun serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan suatu situasi
peramalan dan menyampaikannya kepada sekelompok ahli. Para ahli tersebut ditugaskan untuk
meramalkan, apakah suatu peristiwa dapat atau mungkin terjadi atau tidak. Jawaban dari anggota
kelompok tadi dikumpulkan dan masing-masing anggota ahli mempelajari ramalan yang dibuat
oleh masing-masing rekannya yang tidak pernah ditemuinya. Pada kesempatan berikutnya,
rangkaian pertanyaan yang sama dikembalikan kepada para anggota kelompok dengan
melampirkan jawaban yang telah diberikan oleh para anggota kelompok pada putaran pertama
serta hal-hal yang dipandang sudah merupakan kesepakatan kelompok. Apabila pendapat
seseorang ahli berbeda maka memberikan penjelasannya secara tertulis. Tiap-tiap jawaban
diberikan kode tertentu sehingga tidak diketahui siapa yang memberikan jawaban.
Jawaban tersebut di atas dilakukan dengan beberapa putaran. Pengedaran daftar pertanyaan dan
analisa oleh beberapa ahli dihentikan apabila telah diperoleh bahan tentang ramalan
kemungkinan terjadi sesuatu peristiwa di masa depan.

4. Fish bowling
Sekelompok pengambil keputusan duduk pada suatu lingkaran, dan di tengah lingkaran ditaruh
sebuah kursi. Seseorang duduk di kursi tersebut hanya dialah yang boleh bicara untuk
mengemukakan pendapat ide dan gagasan tentang suatu permasalahan. Para anggota lain
mengajukan pertanyaan, pandangan dan pendapat. Apabila pandangan orang yang duduk di
tengah tersebut telah dipahami oleh semua anggota kelompok dia meninggalkan kursi dan
digantikan oleh orang yang lain untuk kesempatan yang sama. Setelah itu semua pandangan
didiskusikan sampai ditemukan cara yang dipandang paling tepat.

5. Didactic interaction
Digunakan untuk suatu situasi yang memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Dibentuk dua
kelompok, dengan satu kelompok mengemukakan pendapat yang bermuara pada jawaban “ya”
dan kelompok lainnya pada jawaban “tidak”. Semua ide yang dikemukakan baik pro maupun
kontra dicatat dengan teliti. Kemudian kedua kelompok bertemu dan mendiskusikan hasil catatan
yang telah dibuat. Pada tahap berikutnya terjadi pertukaran tempat. Kelompok yang tadinya
mengemukakan pandangan pro beralih memainkan peranan dengan pandangan kontra.
6. Collective bargaining
Dua pihak yang mempunyai pandangan berbeda bahkan bertolak belakang atas suatu masalah
duduk di satu meja dengan saling menghadap. Masing-masing pihak datang dengan satu daftar
keinginan atau tuntutan dengan didukung oleh berbagai data, informasi dan alasan-alasan yang
diperhitungkan dapat memperkuat posisinya dalam proses tawar-menawar yang terjadi. Jika pada
akhirnya ditemukan bahwa dukungan data dan informasi serta alasan-alasan yang dikemukakan
oleh kedua belah pihak mempunyai persamaan, maka tidak terlalu sukar untuk mencapai
kesepakatan. Tetapi sebaliknya, pertemuan berakhir tanpa hasil yang kemudian sering diikuti
dengan timbulnya masalah yang lebih besar.

7. Metode Pengambil Keputusan

Gortner (1987) lebih cenderung menganalisis pengambilan keputusan dari sudut metode. Ada
empat metode pengambilan keputusan yang dianggap lazim dipergunakan dalam pengambilan
keputusan organisasional.
a. Metode pertama adalah metode rasional yang disebut juga model rasional. Ini adalah metode
klasik yang secara implicit mencakup model birokratik dari pengambilan keputusan.
b. Metode kedua, adalah metode tawar-menawar incremental (incremental-bargaining) yang
dipandang sebagai model paling dasar aktifitas politik, yaitu penyelesaian konflik melalui
negosiasi. Karakteristik dari incremental ialah bahwa keputusan tentang suatu kebijakan terjadi
dalam bentuk langkah-langkah kecil karenanya tidak terlalu jauh dari status quo.
c. Metode ketiga yang disebut metode agregatif (aggregative methods) mencakup antara lain
teknik Delphi dan teknik-teknik pengambilan keputusan yang berkaitan. Konsensus dan peran
serta merupakan karakteristik utama dari metode agregatif.
d. Metode keempat adalah metode keranjang sampah (the garbage-can) atau nondecision-
making model yang dikembangkan oleh March dan Olsen (1979). Model keranjang sampah
menolak model rasional bahkan rasional-inkremental yang sederhana sekalipun. Ia lebih tertarik
pada karakter yang ditampilkan dalam keputusan, pada isu yang bermacam-macam dari peserta
pengambil keputusan dan masalah-masalah yang timbul pada saat itu. Sering kali keputusan
yang diambil tidak direncanakan sebagai akibat dari perdebatan dalam kelompok.

8. Teori-Teori Pengambilan Keputusan


Sehubungan dengan pendekatan yang telah diutarakan, lahirlah berbagai aliran yang
menampilkan teori-teori pengambilan keputusan yang berbeda (Brinckloe, 1977) yaitu :

a. Aliran Birokratik (Bureaucratic School)

Teori ini memberi tekanan yang cukup besar pada arus dan jalannya pekerjaan dalam struktur
organisasi. Tugas dari eselon bawah ialah melaporkan masalah, memberi informasi, menyiapkan
fakta dan keterangan-keterangan lain kepada atasannya. Dengan segala pengetahuan,
keterampilan dan kemampuannya, atasan membuat keputusan setelah mempelajari semua
informasi.

b. Aliran Manajemen Saintifik (Scientific Management School)

Teori ini menekankan pada pandangan bahwa tugas-tugas itu dapat dijabarkan ke dalam elemen-
elemen logis, yang dapat digambarkan secara saintifik. Sementara manajemen sendiri memiliki
kemampuan untuk menganalisis dan menyelesaikan suatu masalah.

c. Aliran Hubungan Kemanusiaan (Human Relations School)


Teori ini menganggap bahwa organisasi dapat berbuat lebih baik apabila lebih banyak perhatian
yang diberikan kepada manusia dalam organisasi, seperti yang menimbulkan kepuasan kerja,
peran serta dalam pengambilan keputusan, memberlakukan organisasi sebagai suatu kelompok
social yang mempunyai tujuan. Selain itu kebutuhan dan keinginan anggota selalu
dipertimbangkan dalam membuat keputusan.

d. Aliran Rasionalitas Ekonomi (Economic Rasionality School)


Teori ini mengakui bahwa organisasi adalah suatu unit ekonomi yang mengkonversikan masukan
(input) menjadi keluaran (output) dan yang harus dilakukan dengan cara yang paling efisien.
Menurut aliran ini suatu langkah kebijakan akan terus berlangsung sepanjang itu mempunyai
nilai yang lebih tinggi daripada biayanya.

e. Aliran Satisfacing

Aliran ini tidak mengharapkan suatu keputusan yang sempurna. Aliran ini yakin bahwa para
manajer yang selalu dipenuhi berbagai masalah mampu membuat keputusan yang rasional.
f. Aliran Analisis Sistem
Aliran ini percaya bahwa tiap masalah berada dalam suatu system yang terdiri dari berbagai sub
sistem yang keseluruhannya merupakan satu kesatuan.
g. Pengambilan Keputusan Birokratik
Keputusan rutin adalah keputusan terprogram, keputusan repetitive, keputusan yang berulang-
ulang dibuat. Disebut keputusan repetitive karena berbagai peraturan dan prosedur sebagai dasar
untuk membuat keputusan telah dilembagakan. Peraturan dan prosedur semacam ini banyak
dijumpai dikalangan birokrasi. Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya keputusan-keputusan
dikalangan birokrasi telah dirutinkan sehingga dapat dikatakan bahwa keputusan rutin sama
dengan keputusan birokratik (Inbar, 1979).

h. Dalam pengambilan keputusan birokratik selalu bertindak tidak memihak tetapi juga tidak
responsive bahkan soulless, tidak punya jiwa pendeknya seperti organisasi robot dalam banyak
hal. Pengaruh yang terutama memegang peranan dalam pengambilan keputusan birokratik ialah
tekanan politik dan pengaruh elit.

10. Penyelesaian Masalah dan Pengambilan Keputusan


Sering kali orang sulit membedakan antara penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
Bila dilihat dari sudut prosesnya sulit dibedakan karena keduanya menggunakan langkah-
langkah proses yang mirip. Perbedaan diantara keduanya terletak pada hasilnya. Penyelesaian
masalah adalah pemikiran yang akhirnya bermuara pada hasil berupa penyelesaian kesenjangan
antara performance yang diinginkan dan performance yang menjadi kenyataan. Sering juga
disebut perbedaan antara das sollen dan das sein. Dalam istilah Downs (Nutt, 1989), perbedaan
antara kenyataan yang ada dan kenyataan yang diinginkan disebut kesenjangan kinerja
(performance gap).

9. Ciri-ciri Keputusan Strategik (Nisjar, Karhi dan Winardi ; 1997) :

a. Keputusan-keputusan strategik pada umumnya berkaitan dengan skope dari aktifitas sesuatu
organisasi. Timbullah pertanyaan di sini: “Apakah kirannya organisasi yang bersangkutan
memusatkan perhatiannya pada satu bidang aktifitas saja, ataukah perlu ia memiliki aneka
macam bidang aktifitas?”
b. Strategi berkaitan dengan upaya menyesuaikan (MATCHING) aktifitas-aktifitas organisasi
dengan lingkungan di mana ia beroperasi.
Misalnya persaingan luar negeri merupakan salah satu perubahan lingkungan yang dapat
mempengaruhi sesuatu organisasi.
c. Strategi juga berhubungan dengan tindakan dan upaya menyesuaikan aktifitas-aktifitas
organisasi yang bersangkutan dengan kemampuan sumberdayanya.
Strategi bukan hanya sekedar menghadapi ancaman lingkungan dan memanfaatkan peluang
karena lingkungan, tetapi juga berkaitan dengan upaya menyesuaikan sumber-sumber daya
keorganisasian dengan ancaman dan peluang tersebut.
d. Keputusan-keputusan strategik sering kali menimbulkan implikasi-implikasi serius terhadap
sumber daya sesuatu organisasi.
Misalnya perusahaan-perusahaan mobil sudah banyak menggunakan tenaga robot agar mereka
tetap dapat bertahan dalam persaingan mobil.
e. Keputusan-keputusan strategik besar kemungkinan mempengaruhi keputusan-keputusan
operasional.
f. strategi suatu organisasi bukan saja akan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lingkungan,
dan ketersediaan sumber-sumber daya, tetapi akan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan harapan-
harapan pihak yang memiliki kekuasaan dalam organisasi yang bersangkutan.
g. Keputusan-keputusan strategik kirannya akan mempengaruhi arah jangka panjang suatu
organisasi.

10. Keputusan-keputusan strategik sering kali bersifat kompleks.

Kompleksitas itu terjadi karena adanya :


a. Keputusan-keputusan strategik biasanya mencakup ketidakpastian tingkat tinggi. Mungkin di
dalamnya termasuk keputusan tentang landasan pandangan-pandangan sehubungan dengan masa
yang akan datang yang tak mungkin diketahui secara pasti oleh manajer.
b. Keputusan-keputusan strategik, kirannya menuntut adanya suatu pendekatan yang
terintegrasi guna memanajemen organisasi yang bersangkutan. Keputusan-keputusan strategik,
biasanya menyebabkan timbulnya dampak berupa perubahan besar pada organisasi-organisasi.
Pengambilan keputusan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara teoritis dan realistis,
bagaimana cara membuat suatu keputusan. Ragam dalam pengambilan keputusan dapat juga
diintrepretasikan sebagai model-model didalam pengambilan keputusan.
Adapun ragam atau model ini memiliki peran sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada Untuk
melakukan proses interaksi antara input-input yang digunakan dalam menyusun model dalam
pengambilan suatu keputusan perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1.Tujuan organisasi;
2.Kendala internal;
3.Kriteria pelaksanaan, dan
4.Berbagai alternatif pemecahan masalah.
Sedangkan output yag diharapkan dari hasil interaksi adalah
1. Implementasi keputusan;
2. Pengendalian;
3. Umpan balik.
Adapun faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah:
1. Keadaan lingkungan dan nilai-nilai yang kerap dipertentangkan;
2. Pengaruh politik;
3. Emosional;
4. Tingkat pendidikan;
5. Model keputusan faktual.

Q. Model PMPK
Beberapa model langkah-langkah Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan menurut
beberapa pakar antara lain :
Model PMPK (Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan)
RY. Chang dan Kelly:
1. Defenisikan masalah;
2. Analisis sebab-sebab potensial;
3. Identifikasi solusi yang memungkinkan;
4. Pilih solusi terbaik;
5. Susun rencana tindakan;
6. Implementasikan solusi dan evaluasi perkembangannya
Model PMPK (Pemecahan Masalah dan pengambilan Keputusan)
1. SP. Siagian:
a. Identifikasi dan defenisikan hakekat masalah yang dihadapi;
b. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
c.Pengumpulan dan pengolahan informasi;
d. Identifikasi alternatif;
e. Analisisi berbagai alternatif;
f. Penentuan pilihan alternatif terbaik;
g. Pelaksanaan;
h. Evaluasi hasil yang dicapai.
Model PMPK (Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan) BA. Fisher (Model
Preskriptif) :
a. Orientasi, menentukan bagaimana situasi yang sedang atau akan dihadapi;
b. Evaluasi, menentukan sikap yang perlu diambil;
c. Pengawasan, menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi situasi tersebut;
d. Pengambilan keputusan, menentukan pilihan atas berbagai alternatif yang telah dievaluasi;
e. Pengendalian, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan hasil keputusan.
Dari semua model di atas dapat disimpulkan secara garis besar untuk tahapan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan pada dasarnya terdiri dari 4 (empat) langkah kegiatan utama
yaitu:
a. Identifikasi masalah;
b. Analisis masalah;
c. Alternatif pemecahan dan
d. Menetapkan keputusan.
Adapun kerangka-kerangka pokok dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
menurut Kepner-Tregoe adalah:
1. Analisa Situasi ( Apa Yang Terjadi …? );
2. Analisa Persoalan ( Mengapa Itu Terjadi …?);
3. Analisa Keputusan ( Tindakan Apa Yang Harus Diambil ?);
4. Analisa Persoalan Potensial ( Apa Yang Kita Hadapi …? ).
Secara sistematis, langkah kegiatan yang dilakukan dalam tiap tahap yaitu:
1. Analisa Situasi:
a. Menginventarisasi masalah;
b. Menentukan masalah prioritas.
2. Analisa persoalan:
a. Mengidentifikasi penyebab masalah;
b. Menentukan penyebab utama.
3. Analisa Keputusan:
a. Membuat alternatif pemecahan;
b.Menentukan alternatif yang paling baik.
4. Analisa persoalan potensial:
a. Mengidentifikasi hal-hal yang mungkin akan terjadi;
b. Menentukan tindakan pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA

https://aguspasawahan.wordpress.com/2012/03/28/pemecahan-masalah-dan-pengambilan-
keputusan/

https://freeninda1310.wordpress.com/2012/01/13/metode-pemecahan-masalah/
http://pmat.uad.ac.id/metode-pemecahan-masalah-matematika
http://nuraditama.blogspot.com/2012/03/pemecahan-masalah-dan-pengambilan.html
http://vodca-stinger.blogspot.com/2012/04/pemecahan-masalah-dan-pengambilan.html

https://aguspasawahan.wordpress.com/2012/03/28/pemecahan-masalah-dan-pengambilan-
keputusan/

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia,2008, Pemecahan Masalah dan Pengambilan


Keputusan, Modul Dilat Kepemimpinan Tingkat IV

Putra, Yananto Mihadi. (2018). Modul Kuliah Sistem Informasi Manajemen: Implementasi
Sistem Informasi. FEB - Universitas Mercu Buana: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai