Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perjalanan dan pertambahan usia, proses penuaanpun terus

berlangsung dan menimbulkan berbagai macam perubahan. Tubuh akan

mengalami perubahan-perubahan padastruktur dan fisiologis dari berbagai

sel, jaringan, ataupun organ dan sistem yang menyebabkan involusi dan

degenerasi. Organ tubuh pun mulai mengalami kemunduran, baik fisik

maupun mental. Pada orang lanjut usia terjadi perubahan-perubahan yang

menuntut dirinya menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses

penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil, maka timbulah

berbagai masalah (Sunaryo,dkk, 2015).

Menurut Nugroho Wahyudi (2000) dalam Sunaryo, dkk (2015) perubahan-

perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, yang meliputi sel

dan berbagai sistem dalam tubuh, salah satunya adalah perubahan pada sistem

urinaria.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Perubahan yang Terjadi pada Sistem Perkemihan Lanjut

Usia?

2. Bagai mana melakukan pengkajian terhadap perubahan terhadap sistem

perkemihan pada lanjut usia?

1
3. Bagaimana Penatalaksanaan dari Perubahan yang Terjadi pada Sistem

Perkemihan Lanjut Usia?

A. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah :

1. Tujuan umum

Mengetahui Perubahan yang Terjadi pada Sistem Perkemihan Lanjut Usia.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk Mengetahui Perubahan yang Terjadi pada Sistem Perkemihan

Lanjut Usia

2. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Perubahan yang Terjadi pada

Sistem Perkemihan Lanjut Usia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sitem Renal dan Urinaria

Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan

melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh (Muttaqin, Arif, dan

Kumala Sari. 2014).

Sedangkan menurut Nuari dan Widayati (2017), sistem Perkemihan atau

sistem urologi merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan

darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh

dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak diperlukan oleh tubuh larut dalam air dan dikelurkan berupa urine.

Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga mempunyai

fungsi lainnya, yaitu sebagai berikut.

1. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan

sejumlah cairan kedalam urine dan melepaskan eritropoetin, serta

melepaskan renin.

2. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan

mengontrlon kuantitas ion-ion lainnya kedalam urine, serta menjaga batas

ion kalsium dengan menyintesis karsitrol

3. Mengonstribusi stabilisasi pH darah dengan mengontrol jumlah keluarnya

ion hidrogen dan ion bikarbonat kedalam urine

3
4. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran

nutrisi tersebut pada saat eliminasi produk sisa, terutama pada saat

pembuangan nitrogen seperti urea dan asam urat

5. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan,

deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan (Muttaqin, Arif, dan

Kumala Sari. 2014).

Sistem perkemihan terdiri atas ginjal,ureter, kandung kemih, dan uretra.

Untuk menjaga fungsi ekskresi, sistem perkemihan mempunyai dua ginjal.

Organ ini memproduksi urine yang berisikan air, ion-ion, senyawa-senyawa,

solut yang kecil. Urine meninggalkan kedua ginjal dan melewati sepasang

ureter menuju dan ditampung sementara pada kandung kemih. Proses

ekskresi urine dinamakan miksi, terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot

kandung kemih menekan urine untuk keluar melalui uretra dan keluar dari

tubuh. (Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari. 2014).

B. Perubahan Yang Terjadi Pada Sistem Renal dan Urinaria

1. Perubahan Fungsi Ginjal Pada Lanjut Usia

Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,

melalui urine darah yang masuk ke ginjal disaring oleh satuan (unit)

terkecil dari ginjal yang disebut nerfon (tempatnya di glomerulus).

Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ginjal

menurun sampai 50 % fungsi tubulus berkurang akibat kurangnya

kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria

4
(biasanya 1+), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%,

nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat (Priyoto, 2015).

Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang,

sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Ginjal

yang sudah tua tetap memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan

cairan tubuh dan fungsi hemostasis, kecuali bila timbul beberapa penyakit

yang dapat merusak ginjal.

Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai

memasuki usia 30 tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai 50%

yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya

kemampuan untuk regenerasi (Cox, Jr dkk, 1985). Beberapa hal yang

berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain :

a. Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.

b. Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila

dibandingkan dengan usia muda.

c. Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan produksi

ureum yang menurun. Kreatinin darah normal karena produksi yang

menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang paling tepat

untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan memeriksa

Creatinine Clearance.

d. Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR)

menurun sejak usia 30 tahun.

5
2. Otot-otot

Kandung kemih menjadi lemah, kapasitas menurun sampai 200 ml atau

menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria susah

dikosongkan pada lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.

Pembesaran prostat +75 % dialami oleh pria berusia diatas 65 tahun

(Priyoto, 2015).

3. Perubahan Aliran Darah Ginjal Pada Lanjut Usia

Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1

liter per menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar

600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di glomerulus dengan

GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari. Penyaringan terjadi di

tubular ginjal dengan lebih dari 99% yang terserap kembali meninggalkan

pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter per hari.

4. Perubahan Laju Filtrasi Glomerulus Pada Lanjut Usia

Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi

glomerulus (GFR). Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat

disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran

dan jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang menggunakan

bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR tetap stabil setelah

usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian menurun hingga 8-10

ml/menit/1,73 m2/dekade.

6
Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan

peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-hari

(dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan penurunan

bersihan kreatinin.

5. Perubahan Fungsi Tubulus Pada Lanjut Usia

Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH) menurun

sejalan dari usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia muda,

kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80 dan 90

tahunan. Transpor maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH

(paraaminohipurat) menurun progresif sejalan dengan peningkatan usia

dan penurunan GFR.

Penemuan ini mendukung hipotesis untuk menentukan jumlah nefron

yang masih berfungsi, misalnya hipotesis yang menjelaskan bahwa tidak

ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor tubulus, tetapi

berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas total untuk transpor

menurun.

6. Perubahan Pengaturan Keseimbangan Air Pada Lanjut Usia

Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada

peningkatan usia maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu

yang sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh menurun

sejalan dengan peningkatan usia. Penurunan ini lebih berarti pada

7
perempuan daripada laki-laki, prinsipnya adalah penurunan indeks massa

tubuh karena terjadi peningkatan jumlah lemak dalam tubuh.

Pada lanjut usia, untuk mensekresi sejumlah urin atau kehilangan air

dapat meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler dan menyebabkan

penurunan volume yang mengakibatkan timbulnya rasa haus subjektif.

Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus timbul terletak pada daerah yang

menghasilkan ADH di hypothalamus.

Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang bila

dibandingkan dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin juga

berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk

mencairkan dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara

intensif. Orang dewasa sehat mengeluarkan 80% atau lebih dari air yang

diminum (20 ml/kgBB) dalam 5 jam.

7. Masalah-masalah eliminasi urine

a. Retensio urine

Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih dan

ketidakmampuan pada kandung kemih untuk mengosongkan kandung

kemih. Penyebab distensi kandung kemih adalah urine yang terdapat

dalam kandung kemih melebihi 400 ml normalnya 250-400 ml.

b. Inkontinensia urine

Ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap

untuk mengontrol ekskresi urine. Ada dua jenis inkontinensia urina,

yaitu, Inkontinensia stres adalah strea yang terjadi pada saat tekanan

8
intraabdomen meningkat. Inkontinensia urgensi adalah inkontinensia

yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, terjadi akibat ISK

bagian bawah atau spasme kandung kemih.

c. Enuresis

Ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan

ketidakmampuan untuk mengendalikan sfingter eksterna .

8. Perubahan pola berkemih

a. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang

meningkat, biasanya terjadi pada sistitis, stres, wanita hamil

b. Urgensi: perasaan segera ingin berkemih yang biasanya terjadi pada

anak karena kemampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.

c. Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misal, ISK.

d. Poliuri (diuresis): produksi urine melebihi normal tanpa peningkatan

intake cairan, misal pada pasien DM.

e. Urinari suppression: keadaan ginjal tidak memproduksi urine secara

tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24jam) dan oliguria (urine

berkisar 100-500ml/24jam).

9. Perubahan pola berkemih

a. Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang

meningkat, biasanya terjadi pada sistitis, stres, wanita hamil

b. Urgensi: perasaan segera ingin berkemih yang biasanya terjadi pada

anak karena kemampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.

9
c. Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misal, ISK.

d. Poliuri (diuresis): produksi urine melebihi normal tanpa peningkatan

intake cairan, misal pada pasien DM.

e. Urinari suppression: keadaan ginjal tidak memproduksi urine secara

tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24jam) dan oliguria (urine

berkisar 100-500ml/24jam)

C. PENGKAJIAN

1. Eliminasi urine

a. Urine. Warna : Normal kuning jernih. Bau : Normal aromatik amonia.

Pada overhidrasi hampir tidak berwarna. Pada dehidrasi orange-

kecoklatan.

b. Jumlah urine bervariasi tergantung intake. Normal 1 x BAK 250-400

ml.

c. Distensi kandung kemih ® inkontinensia (tidak dapat menahan BAK)

d. Frekuensi BAK, tekanan dan desakan.

e. Kondisi-kondisi tertentu misalnya :

1) Disuria, keadaan nyeri waktu BAK.

2) Nokturia, keadaan BAK sering pada malam hari.

3) Enurisis, keadaan sadar BAK (umumnya pada anakanak).

4) Polyurie, peningkatan jumlah BAK baik frekuensi maupun volume.

5) Oliguri, penurunan jumlah BAK frekuensi/jumlahnya.

6) Anuri, produksi urine <100 /hari.

10
7) Retensio, ketidak mampuan mengosongkan bladder, misalnya :

karena obstruksi saluran urethra.

D. Rencana keperawatan

1. Jelaskan tujuan pelaksanaan latihan kandung kemih

2. Membuat daftar catatan untuk jumlah pemasukan cairan

3. Membuat jadwal teratur pengosongan kandung kemih (sesuai waktu

kebiasaan klien miksi).

4. Bila rata – rata berkemih lebih dari 60 menit, maka interval berkemih

dijadwalkan setiap jam, Jadwal berlaku pada saat klien tidak tidur.

5. Klien harus berkemih pada waktu yang telah ditetapkan, baik ada

keinginan maupun tindak.

6. Klien harus berusaha menahan keinginan berkemih di antara rentang

waktu yang dijadwalkan dengan menggunakan tehnik relaksasi dan

distraksi.

7. Ajarkan klien untuk memahami tanda – tanda/rangsangan untuk

berkemih seperti kedinginan, berkeringat, resah, kedutan otot, dan lain

lain agar menjadi peka untuk mengosongkan kandung kemih.

8. Lakukan pencatatan dan evaluasi secara teratur.

9. Latihan ini dihenditkan apabila tidak ada kemajuan selama 3 minggu.

10. Atur posisi senyaman mungkin untuk berkemih dan jaga privasi klien.

11. Beri motivasi dan reinforcment dalam melakukan latihan ini.

12. Bila jadwal dipenuhi, keberhasilan lebih dari 75%, dan angka kejadian

berkemih di luar kontrol menurun, maka rentang berkemih

11
ditambahkan 30 menit. Bila inkontinensia masih terjadi (keberhasilan

kurang dari 75%), maka rentang berkemih diturunkan.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seiring perjalanan dan pertambahan usia, proses penuaanpun terus

berlangsung dan menimbulkan berbagai macam perubahan. Tubuh akan

mengalami perubahan-perubahan padastruktur dan fisiologis dari berbagai

sel, jaringan, ataupun organ dan sistem yang menyebabkan involusi dan

degenerasi. Organ tubuh pun mulai mengalami kemunduran, baik fisik

maupun mental. Pada orang lanjut usia terjadi perubahan-perubahan yang

menuntut dirinya menyesuaikan diri secara terus menerus. Apabila proses

penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil, maka timbulah

berbagai masalah (Sunaryo,dkk, 2015).

B. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran,

diantaranya adalah :

1. Agar pembaca dapat mengenali tentang perubahan sistem Renal dan

Urinaria pada lansia.

2. Agar pembaca dapat mengembangkan manfaat dari konsep keperawatan

gerontik dengan penurunan sistem Renal dan Urinaria dilingkungan

masyarakat umum.

13
14

Anda mungkin juga menyukai