Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2014 tentang tenaga kesehatan, disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah
daerah bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengadaan dan
pendayagunaan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Sesuai dengan
amanat pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,
disebutkan bahwa tenaga kesehatan adalah komponen terpenting dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan Indonesia yang setinggitingginya. Untuk itu,
perencanaan sumber daya manusia kesehatan perlu ditatalaksanakan dengan
sebaik-baiknya, sesuai dengan dinamika dan perkembangan serta kebutuhan
masyarakat.
Astiena AK (2015) menyebutkan bahwa beban kerja tenaga kesehatan
adalah banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan
profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan. Beban
kerja pada satu unit pada dasarnya merupakan keseimbangan antara kuantitas
dan kualitas pekerjaan yang dituntut dari karyawan dengan jumlah tenaga yang
ada dalam suatu unit tersebut. Beban kerja juga mempertimbangkan standar
jumlah tenaga menurut profesi tersebur, standar kualifikasi dan standar evaluasi
pekerjaan. Jadi, tinggi rendahnya beban kerja tidak hanya tergantung pada
jumlah tenaga yang tersedia, namun tergantung juga dengan kualifikasi tenaga
kesehatan tersebut. Beban kerja bisa menjadi tinggi apabila kompetensi tenaga
kesehatan lebih rendah dari kualifikasi yang disyaratkan, begitu juga sebaliknya.
Menurut Astiena AK (2015), terdapat beberapa metode penghitungan beban
kerja, yaitu Work Sampling, Time and Motion Study, Daily Log, dan Workload
Indicators of Staffing Need (WISN). Metode Workload Indicators of Staffing Need
(WISN) merupakan suatu metode perhitungan yang menghasilkan gambaran
beban kerja sekaligus jumlah kebutuhan tenaga sumber daya manusia
berdasarkan kegiatan pokok pada suatu kategori SDM. Metode ini dinilai lebih
mudah untuk dilakukan karena untuk melaksanakannya, tidak diperlukan
1
kompetensi tertentu, sehingga memungkinkan bagi siapa saja untuk
melaksanakannya.
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 menyatakan bahwa rumah sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam melaksanakan, meningkatkan dan
menjaga pelayanan kesehatan di rumah sakit, kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia sangatlah penting, yang mana dalam mempertahankan kualitas
dan kuantitas sumber daya manusia itu sendiri perlu diperhatikan beban kerjanya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing tenaga kerja

1.2 Tujuan Penulisan


Untuk mengimplementasikan teori hukum kesehatan pada permasalahan
pasca operasi logam yang tertinggal di dalam perut, mendeskripsikan
pendekatan hukum mengenai permasalahan tersebut, menganalisa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi penyebab terjadinya permasalahan pasca operasi
logam yang tertinggal di dalam perut dan agar solusi pemecahan dari
permasalahan tersebut dapat diatasi.

1.3 Manfaat Penulisan


a. Manfaat umum
Makalah ini ditulis untuk memberikan informasi kepada pembaca mengenai
standar kompetensi petugas promosi kesehatan yang ada di indonesia, agar
meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi pembaca akan pentingnya
standar kompetensi bagi petugas promosi kesehatan di indonesia bagi
kesehatan masyarakat yang khususnya bagi mahasiswa
b. Manfaat bagi penulis
Dengan adanya makalah yang ditulis ini dapat menjadi pembelajaran bagi
penulis untuk meningkatkan kemampuan dalam melatih penulisan, dan
meningkatkan wawasan dan pengetahuan.

1.4 Petanyaan Kajian


Bagaimana standar kompetensi petugas promosi kesehatan di indonesia?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Standar Kompetensi
Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh
suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa dapat memperoleh keuntungan yang
maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan (Azwar, 1996). Standar profesi
berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1992 adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
Standar profesi bidan merupakan rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah
ditetapkan yaitu standar dalam pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung
jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan
kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan
masyarakat (Depkes RI, 2001: 53).
Menurut Finch dan Crunkilton, kompetensi adalah penguasaan terhadap
suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan.
Kompetensi dibagi atas 2 kategori, yaitu
1. Kompetensi Inti atau Dasar; yaitu kompetensi minimal yang mutlak dimiliki
oleh pelaku profesi, dan
2. Kompetensi Tambahan atau Lanjutan; yaitu pengembangan dari
pengetahuan dan keterampilan dasar untuk mendukung tugas suatu
profesi dalam memenuhi tuntutan / kebutuhan masyarakat yang sangat
dinamis serta perkembangan IPTEK.

Area Kompetensi
1. Kemampuan untuk mengkaji kebutuhan masyarakat terhadap kesehatan
dan karakteristik lingkungan budaya dari individu/kelompok/ masyarakat yang
mendasarinya (ASSESMEN)
2. Kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dan ancaman
lingkungan bagi kesehatan melalui prinsip epidemiologi (INVESTIGASI)
3. Kemampuan untuk menganalisa penyebab masalah kesehatan dan faktor –
faktor yang mempengaruhinya (ANALISIS)

3
4. Kemampuan memprioritaskan masalah kesehatan dan merencanakan
perubahan perilaku individual/ kelompok/ masyarakat di dasari dengan teori
perubahan perilaku yang efektif (PRIORITAS MASALAH)
5. Kemampuan untuk merencanakan program perubahan perilaku
individual/kelompok/masyarakat didasari dengan teori perubahan perilaku
yang efektif (PERENCANAAN)
6. Kemampuan untuk mengorganisasikan dan mendayagunakan sumber daya
masyarakat (PEMBERDAYAAN)
7. Kemampuan memilih dan menggunakan dan menciptakan alat bantu
promosi kesehatan yang tepat dan inovatif (PENGEMBANGAN MEDIA)
8. Kemampuan untuk mengidentifikasi potensi – potensi yang ada di
masyarakat (JEJARING)
9. Kemampuan untuk membentuk kerja tim atau berkoordinasi dengan tim lain
(KERJA TIM)
10. Kemampuan melaksanakan upaya perubahan perilaku secara individual/
kelompok/masyarakat dengan menggunakan berbagai teori dan teknik
perubahan perilaku (INTERVENSI PERILAKU)
11. Kemampuan mengevaluasi perubahan perilaku dari intervensi yang telah
dilaksanakan (EVALUASI)
12. Kemampuan untuk menginformasikan dan meyakinkan masyarakat terhadap
penyelesaian masalah-masalah kesehatan masyarakat (INFORMASI
MASALAH-MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT)
13. Kemampuan untuk mengadvokasi pemangku kepentingan agar memberikan
dukungan kepada upaya kesehatan dan Re-orientasi pelayanan kesehatan
(ADVOKASI)

4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian standar kompetensi
Pengertian standar
Ada beberapa pengertian standar, antara lain: menurut Clinical Practice
Guideline. Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Azwar, 1996).
Menurut Rowland dan Rowland, standar adalah spesifikasi dari fungsi atau
tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa
dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang
diselenggarakan (Azwar, 1996).

Pengertian Kompetensi
Kompetensi mengandung pengertian pemilikan pengetahuan, keterampilan,
dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982).
Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan bertindak. Kompetensi
dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas yang
diperoleh melalui pendidikan dan / atau latihan (Herry, 1998), sedangkan,
nenurut Finch dan Crunkilton, kompetensi adalah penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.

Pengertian Promosi Kesehatan


Definisi
Definisi promosi kesehatan (promkes) oleh WHO, adalah “suatu proses
memberdayaan individu dan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya” (the process of enabling individuals and
communities to increase control over the determinants of health and thereby
improve their health). Kemudian dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promkes,yang
menyatakan bahwa promkes adalah “Upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan
5
yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan”.
Promotor dan Pendidik Kesehatan adalah Pekerja/Sumber Daya Manusia
Promkes termasuk didalamnya adalah Pejabat Fungsional Penyuluh
Kesehatan Masyarakat baik yang Terampil maupun Ahli, yang menjalankan
tugas-tugasnya berdasarkan pendidikan/ketrampilan spesifik yang
komprehensif dan memiliki sertifikasi resmi dari Organisasi Profesi
Perkumpulan PPKMI tiada henti menajamkan dan membaharui
ketrampilannya, dan yang bekerja sesuai dengan etika profesinya.

3.2 Ruang Lingkup Profesi


Ruang lingkup kegiatan profesi adalah :
a. Menciptakan lingkungan dan suasana yang kondusif untuk mendukung
promosi Kesehatan.
b. Menggalang kemitraan berdasarkan prinsip keterbukaan, kesetaraan dan
saling memberi manfaat.
c. Meningkatkan ketrampilan dengan memberikan pelatihan di bidang promosi
kesehatan.
d. Mendorong dan memperkuat gerakan di masyarakat.
e. Memperjuangkan kebijakan yang mendukung kesehatan.
f. Re-orientasi pelayanan kesehatan dengan melakukan pengkajian/penelitian
perilaku masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan.

3.3 Penjejangan Pendidikan dan Kualifikasinya


Penjejangan yang disusun berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional dari
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Nasional dan Kementerian Kesehatan dalam mengikuti globalisasi pendidikan.
Dalam kerangka ini maka kompetensi lulusan dapat dibandingkan dengan
negara lain sehingga lulusan dapat mengidentifikasikan perjalanan kariernya
dengan jelas. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, atau disingkat KKNI,
adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat
menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang
pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di
6
berbagai sektor. Dengan demikian KKNI tidak hanya mengatur pendidikan
akademik saja namun juga bidang pelatihan kerja dan pengalaman kerja dan
pembelajaran mandiri. Dengan demikian KKNI merupakan perwujudan mutu dan
jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan
nasional yang dimiliki Indonesia.
Dalam KKNI disusun sembilan jenjang kompetensi, dimana jenjang
kualifikasi merupakan tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara
nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan atau pelatihan yang
diperoleh melalui pendidikan formal, non formal, informal, atau pengalaman
kerja. Kerangka kualifikasi ini mengatur kompetensi dari: program akademik,
program vokasi, program profesi dan pengembangan karir berbasis pelatihan
kerja dan pengembangan karir berbasis pengalaman. Kerangka ini memberikan
kesempatan untuk lintas program, mengatur penjenjangan program akademik,
program vokasi dan program profesi beserta persyaratan lintas programnya.
Dengan kesetaraan kompetensi ini sesuai dengan KKNI maka diharapkan
lulusan kesehatan masyarakat siap untuk menyongsong terlaksananya
globalisasi pendidikan.
Agar sumber daya manusia Indonesia dapat disandingkan secara
Internasional, maka Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nasional Republik Indonesia menyusun panduan
kerangka kualifikasi nasional sesuai dengan kompetensinya.

S
S
S
9
D 8
D
D
Yr
Yr 6
5
4
3

1
Gambar 1.1 Jenjang Kompetensi dari Berbagai Cara

7
Dalam KKNI, pengembangan kemampuan dapat dilakukan melalui berbagai
cara, seperti misalnya pengembangan kemampuan berbasis pelatihan kerja dan
pengembangan kemampuan berbasis pengalaman. Secara terstruktur
pengembangan kemampuan dapat dilakukan melalui tiga jenis program
pendidikan, yaitu program akademik, program vokasi dan program profesi.
Standar Profesi Promotor dan Pendidik Kesehatan ini hanya akan
membahas jenjang pendidikan dan profesi yang dihasilkan dari pendidikan saja
mulai dari jenjang DIII hingga SIII. Jika disetarakan dengan tenaga kerja, maka
DIII setara dengan level 5, S1 setara dengan level 6, sedangkan untuk profesi
maka akan setara dengan tenaga level 7 dan magister terapan tenaga ahli SII
jenjang 8 untuk doktoral setara dengan level 9.
Dalam rangka menyiapkan tenaga profesional yang kompetitif untuk
menghadapi persaingan di pasar kerja global dalam bidang kesehatan serta
untuk memenuhi kebutuhan jabatan fungsional, Perkumpulan PPKMI sebagai
organisasi profesi, berkewajiban melakukan serangkaian upaya untuk
memenuhi tuntutan tersebut. Upaya yang dilakukan adalah melakukan beragam
kajian dalam mengembangkan pendidikan profesi Promotor dan Pendidik
Kesehatan.
Untuk Program Akademik inputnya adalah lulusan dari SMU atau SMK yang
kemudian mendaftar ke tingkat universitas di Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Lulusan ini disebut sebagai Sarjana Kesehatan Masyarakat. Promosi Kesehatan
merupakan salah satu dari peminatan atau konsentrasi yang dipilih mahasiswa
FKM. Input lain adalah dari program Vokasi kesehatan dimana transkip lulusan
dikaji dan kemudian disetarakan. Mata ajaran yang tidak diberikan di DIII nya
harus diambil. Selanjutnya, mahasiswa dapat melanjutkan ke jenjang profesi
dengan melewati masa studi satu tahun, atau dua tahun untuk mencapai gelar
Master atau setingkat dengan S2 dan melanjutkan ke S3.
Untuk Program Vokasi, inputnya adalah lulusan dari SMK atau SMU yang
kemudian mendaftarkan diri ke DIII Promosi Kesehatan. Pendidikan ini
memberikan bekal dasar promosi kesehatan sehingga peserta dapat
melaksakan tugas dan fungsinya secara maksimal. Agar lulusan DIII dapat
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, maka kurikulum Pendidikan yang
berada dibawah Kementerian Kesehatan harus diselaraskan dengan kurikulum

8
di Universitas. Standar profesi ini merupakan pegangan agar kedua
penyelenggara pendidikan ini selaras.
Untuk Program Profesi, inputnya adalah SKM dimana SKM dengan
peminatan Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku atau Promosi Kesehatan
mendapatkan satu tahun praktikum kerja lapangan sehingga mereka siap
menjadi manajer program promosi kesehatan. Input lain dapat pula berasal dari
DIII promosi kesehatan, dimana peserta telah mendapatkan dasar-dasar
kesehatan dan dasar promosi kesehatan. Untuk itu dilakukan matrikulasi atau
ujian penyetaraan untuk mengukur kompetensi yang telah mereka miliki dari
pendidikan sebelumnya.

3.4 Organisasi Profesi Perkumpulan PPKMI


Perkumpulan Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia
merupakan organisasi profesi yang menaungi Promotor dan Pendidik Kesehatan
di Indonesia Lahir 14 Februari 1988, berazaskan Pancasila dan UUD 1945
dengan pengesahan Akte Notaris Eko Hari Poernomo, SH No. 3, 1 Agustus
2003. Adapun Visi PPPKMI adalah Menjadi organisasi Promotor dan Pendidik
Kesehatan Profesional yang tanggap terhadap tantangan pembangunan
kesehatan nasional dan global. Dengan Misi sebagai berikut:
a. Menggerakkan pembangunan Indonesia Sehat berbasis perilaku.
b. Melakukan penelitian dan pengembangan program, serta tukar menukar dan
pendayagunaan informasi iptek di bidang promosi dan pendidikan kesehatan
dalam skala lokal, nasional dan global.
c. Menggerakkan peningkatan Promotor dan Pendidik Kesehatan berkaitan
dengan penataan/pengaturan dan pembinaannya baik secara kuantitas
maupun kualitas.
d. Meningkatkan kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik lokal,
nasional maupun global dalam rangka mempromosikan perilaku sehat.

3.5 Landasan Hukum


1. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
2. Undang-Undang RI Nomor 13 dan 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
3. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
9
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
5. PP No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan: Pasal 85, 86, Pasal 98 ayat 2 point a, ayat 4 dan 5
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentamg
Kebijakan Nasional Promkes, Jakarta, 2004
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005
tentamg Pedoman Pelaksanaan Promkes di Daerah, Jakarta, 2005
8. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1126/Menkes/SK/XII/2006 tentang
Petunjuk Teknis Promkes Rumah Sakit, Jakarta, 2006
9. Sistem Kesehatan Nasional, 2009
10. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025
11. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014
12. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 161/MENKES/PER/I/2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan, Jakarta 2010
13. Keputusan Menteri Kesehatan R.I Nomor 267/MENKES/SK/II/2010 Tentang
Penetapan Roadmap Reformasi Kesehatan Masyarakat, Jakarta, 2010

10
BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa standar adalah spesifikasi dari fungsi atau
tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa
dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang
diselenggarakan dan Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir,
dan bertindak. Oleh karena itu standar kompetensi bagi petugas promosi
kesehatan dicakup ke dalam ruang lingkup profesi, kejenjangan pendidikan dan
kualifikasinya, organisasi profesi dan landasan hukum yang mengaturnya.

4.2 Saran
Oleh karena itu diharapkan agar pemerintah lebih memperhatikan standar
kompetensi bagi petugas promosi kesehatan dan umumnya bagi petugas
kesehatan lainnya, diharapkan petugas promosi kesehatan melakukan
pelayanannya sesuai dengan prosedur dan keahliannya. Dan setiap profesi
Promotor dan Pendidik Kesehatan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari
dalam batasan kompetensi profesional mereka, harus berusaha dengan
sungguh-sungguh dan memegang teguh kode etik profesi Promosi Kesehatan.

11
DAFTAR RUJUKAN

Nirwana. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi bidan dalam


pelayanan pertolongan persalinan [tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana
Universitas Indonesia; 2008
Bartlett P, Kelaher D. Kepentingan Indonesia di berbagai perundingan perdagangan
internasional jasa kesehatan. Jakarta: Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia; 2009.
Departemen Kesehatan RI. 1997. Deklarasi Jakarta Tentang Promosi
Kesehatan pada Abad 21. Jakarta: PPKM Depkes RI.

12

Anda mungkin juga menyukai