Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCAPAN I
”PENCAPAN ZAT WARNA BEJANA DENGAN KAIN SUTRA
VARIASI WAKTU MENGGUNAKAN DAN NaOH

Disusun Oleh:
KELOMPOK V
M Wahyudi (16020005)
Hafilda Narulita A (16020014)
Nabila Ainaya (16020022)
Zulfa Tauzahra (16020031)
Grup : 3K1
Dosen : Agus Suprapto, S. Teks, M.Si.

Asisten : Khairul U., S.ST.,M.T.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

I. Maksud dan Tujuan


1.1 Maksud
Laporan praktikum kali ini dimaksudkan untuk melaporkan hasil praktikum
dan mempelajari proses persiapan dan pencapan kain kapas dengan zat warna
reaktif dingin, dimulai dari pemilihan zat warna, zat pembantu yang sesuai dengan
resep, cara membuat pengental induk dan pasta cap, melaksanakan proses
pencapan dan mengevaluasi hasil proses pencapan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan kami membuat laporan praktikum pencapan kain kapas dengan zat
warna reaktif dingin ini, antara lain sebagai berikut:
 Untuk mengetahui resep yang paling baik terhadap ketuaan warna pada hasil
pencapan.
 Untuk mengetahui resep yang paling baik terhadap ketajaman motif pada hasil
pencapan baik.
BAB II

DASAR TEORI

Teknologi pencapan (printing) dapat diterangkan sebagai suatu teknologi seni


pemindahan motif (corak) pada bahan tekstil dengan menggunakan pasta cap sebagai
pembentuk motif warna. Metode printing hasilnya tidak lepas dari suatu nilai-nilai seni,
sedangkan teknologi yang diterapkan diharapkan dapat menjadi kualitas dari hasil seni
tersebut. Tidak berbeda jauh dengan teknologi pencapan, pencapan dapat diartikan sebagai
suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan melekatkan zat warna pada kain secara
tidak merata sesuai dengan motif yang diinginkan.
Seperti halnya proses pencapan yang lain, sebelum kain siap untuk proses pencapan, kain
kappa harus sudah dilakukan proses persiapan penyempurnaan. Pencapan dua tahap
menggunakan pasta cap netral (pesta tidak mengandung alkali). Dalam proses ini perlu
dilakukan pemilihan zat warna reaktif, pengental dan zat pembantu tekstil yang sesuai dengan
bahan yang akan dicap, penentuan urutan proses dan resep yang tepat , perhitungan
kebutuhan zat yang tepat dan pelaksanaan proses pencapan yang baik sehingga diperoleh
hasil pencapan sesuai yang dipersyaratkan.

2.1 Serat Sutera


Sutera adalah serat yang diperoleh dari sejenis serangga yang disebut
dengan Lepidoptra. Serat sutra berbentuk filamen dihasilkan oleh larva ulat
sutera waktu membentuk kepompong, spesies utama yang dipelihara untuk
menghasilkan sutera adalah “Bombyx mori”.
Kelenjar sutera pada ulat sutera terdiri dari posterior, reservoir, dan
anterior, posterior merupakan pipa pendek dengan diameter 2 – 3 mm dan
anterior merupakan pipa yang sangat kecil menuju lubang spineret dikepala ulat.
Melalui lubang spineret ini sutera disemprotkan, sesaat sebelum mencapai
lubang spineret kedua kelenjar tersebut bergabung menjadi satu salurn, dan
pada tempat ini getah kelenjar Filippi dikeluarkan.
Ulat sutera mengluarkan benang sutera dan bekerja dari dalam,
menambah lapisan demi lapisan sehingga membentuk lapisan pelindung yaitu
kepompong. Pembentukan kepompong berlangsung selama 2 hari dan kemudian
ulatnya berubah menjadi pupa didalam kepompong, dalam kira – kira 1 minggu
pupa tersebut akan berubah menjadi kupu – kupu yang keluar dari kepompong
dengan cara mengeluarkan suatu larutan yang bersifat basa yang akan
melunakkan kepompong sehingga kupu – kupu dapat keluar.
2.1.1 Penggulungan Sutera
Kepompong-kepompong yang baik dimasak dalam air panas untuk
melunakkkan seriin, biasanya 80-20 helai filamen dirangkap menjadi satu benang
dan diberi gintiran sedikit. Setelah penggulungan dari kepompong, benang sutera
digulung kembali dalam bentuk untaian dengan keliling 125 cm, 30 gulungan
dipak menjadi satu dengan berat 2,04 kg. Grade benang sutera terutama
diasarkan pada denier, kerataan, kebersihan, dan kekuatan.
2.1.2 Sifat –sifat Sutera
 Penampang Sutera
Penampang melintang srat sutera Bombyx mori berbentuk segitiga dengan
sudut-sudut yang membulat, dan pandangan membujurnya bergaris – garis.
 Sifat Fisika
Moisture regain sutera mntah 11% tetap setelah dihilangkan erisinnya
menjadi 10%. Sifat khusus dari sutera adalah bunyi gemeriik (scroop) yang
timbul apabila serat saling bergeseran, sifat ini bukan sifat pembawaan
sutera tetapi merupakan hasil pengerjaan dengan larutan asam encer yang
mekanismenya belum diketauhi.
 Sifat Kimia
Seperti protein-protein lain sutera bersifat amfoter dan menyerap asam dan
basa dari larutan encer, sutera tidak mudah terserang oleh larutan asam
encer hangat tetapi larut dan rusak didalam asam kuat. Dibandingkan engan
wol, sutera kurang tahan asam tetapi lebih tahan alkali meskipun dalam
konsentrasi rendah pada suhu tinggi akan menjadi kemunduran kekuatan.
Sutra tahan terhadap semua pelarut organik, tetapi larut ddalam
kuproamonium-hidroksida dan kupri etilena diamine.
Sutera kurang tahan terhadap zat-zat oksidator dan sinar matahari
dibandingkan dengan serat selulosa tau serat buatan, tetapi lebih tahan
terhadap serangan secara biologi dibandingkan dengan serat serat alam
yang lain, bersifat amfoter dapat dicelup pada larutan asam ataupun basa

2.2 zat warna bejana larut


Zat warna bejana larut termasuk zat warna bejana dalam bentuk leuko
dan memiliki gugus pelarut sehingga langsung dapat digunakan tanpa harus
dibuat menjadi leuko terlebih dahulu. Pada awal proses pencelupan, sesuai
dengan sifat serat wol dan sutra yang tidak tahan terhadap alkali, suasana
larutan celup dibuat dalam suasana asam, dalam suasana itu zat warna bejana
larut akan bertindak seperti anion zat warna yang dapat mencelup serat sutera
dan wol karena adanya tempat-tempat positif pada bahan yang jumlahnya
tergantung pada dua faktor yaitu jumlah gugus amina dalam serat dan keasaman
dari larutan celup.

Pada larutan leuco dengan suasana asam akan terbentuk muatan positif
pada serat akibat adalanya ion H+ yang terserap gugus amina dari wol dan
sutera.

HCl H+ + Cl-

HOOC-----Sutera-----NH2 + H+ HOOC-----Sutera-----N+H3

Adanya tempat-tempat positif pada wol/sutera memungkinkan terjadinya


ikatan ionik antar anion zar warna bejana larut dengan wol/sutera yang sudah
menyerap ion H+.

Zw ≡ C-OSO3H Zw ≡ C-OSO3- + H+

Zw ≡ C-OSO3-

Ikatan ionik

HOOC-----Sutera-----N+H3

Oleh karena itu, bila pH larutan celup sampai batas tertentu penyerapan
zat warna bejana larut oleh sutera/wol semakin banyak, tetapi jika pH terlalu
rendah zat warna bejana larut akan sukar larut sehingga hasil celup bisa belang,
pH larutan celup sebaiknya sekitar 6.

Sebelum dioksidasikan gugus pelarut nya perlu dihidrolisa terlebih


dahulu dalam larutan bersuasana asam. Oleh karena itu pada pencelupan
dengan zat warna bejana larut ,tidak mungkin digunakan H2O2 atau Na2BO3
sebagai oksidatornya, karena oksidator tersebut tidak dapat bekerja dalam
suasana asam. Untuk itu digunakan campuran NaNO2 sebagai oksidator dan
H2SO4 untuk mengaktifkan NaNO2 .
Reaksi-reaksi

D = C – O NaSO3

H2SO4 hidrolisa

On
D = C – OH
D=C=O
Asam leuco Dioksidasi
ZW bejana
NaNO2

Sifat :

- Zat warna bejana tereduksi (leuko).


- Larut dalam air.
- Stabil dalam larutan alkali.
- Terhidrolisasi dalam suasana suhu   berubah  leuko.

- Warna-warna muda .

- Subtantivitas terhadap serat kecil  celupan rata.

- Pencelupan : - Perlu penambahan garam (NaCl).

- Suhu rendah

Zat warna bejana larut  celup  hidrolisa  oksidasi.


BAB III

PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat : Bahan :
- Ember plastik - Kain sutra
- Piala gelas - Zat warna bejana
- Pengaduk - Pengental alginate
- Gelar ukur - Zat anti reduksi
- Pipet volume - Zat higroskopik (gliserin)
- Timbangan - NaOH
- Mixer - Na2S204
- Kasa - Teepol
- Rakel

3.2 Fungsi Zat Pembantu Pencapan

Zat pembantu yang diperlukan selama proses pencapan pada dasarnya untuk
meningkatkan mutu proses dan hasil pencapan seperti motif yang tajam, warna yang cerah,
warna yang rata, ketuaan warna dan tahan luntur warna yang baik.

1. Zat Warna Berfungsi untuk mewarnai kain sutra sesuai motif tertentu;
2. Air Berfungsi sebagai medium dengan zat warna atau pengatur viskositas zat
warna dan untuk mendapatkan naftolat yang lebih jernih;
3. NaOH 380Be Berfungsi sebagai alkali yang merubah molekul zat warna yang
tereduksi menjadi molekul zat warna yang larut dalam air.
4. Lamitex 10% Berfungsi sebagai pengental untuk melekatkan molekul zat warna
kekain dengan batas-batas yang jelas sesuai motif.
5. Na2S2O4 Berfungsi sebagai reduktor yang merubah molekul zat warna yang tidak
larut menjadi zat warna yang tereduksi.
6. Na2CO3 Berfungsi untuk mengatur suasana alkali, menetralkan asam hasil reaksi
dan membentuk ion selulosa.
7. Urea Berfungsi untuk menahan panas supaya pasta cap tetap cair, mengatur
kelembaban pasta cap, dan penyerapan serat sintetik;
8. NaNO2 Berfungsi sebagai oksidator yang mengoksidasi molekul zat warna
didalam serat menjadi senyawa zat warna yang tidak larut.
9. NaCl Berfungsi untuk menambah daya serap terhadap kain terhadap zat warna
pada waktu proses pembangkitan berlangsung.
3.3 Diagram Alir

Printing 2 kali

Drying 1000C (2 menit)

Fiksasi Steam

Cuci Bilas

Cuci Panas + Sabun

Cuci Dingin

Drying

3.4Resep

3.4.1 Resep Pengental Induk

 Pengental Sintetik : 700gr

 Air : 120 g

 Zw bejana :: 100 gr

 Gliserin :80 gr
3.4.2 Resep Pasta Pencapan

 Zw bejana : 10 gr

 Gliserin : 16 gr

 Pengental : 140 gr gr

 NaOH : 30-50-70-90 gr

 Air : 34 gr

200gr

3.4.3 resep pembangkitan

HaOH : 70g/l

Na2S2O4 g 20 g/l

Suhu : 700C

Waktu : 5 – 15 Menit

Resep Pencucian

 Sabun : 1 mL/L

 Vlot : 1: 20

 Suhu : 70°C

 Waktu : 5-10 menit

3.3 Perhitungan Resep

3.3.1 Resep Pengental Induk


10
 Pengental Induk = 100 𝑥 500 = 50 𝑔𝑟𝑎𝑚
 Air = 450 ml

3.3.2 Resep Pasta Pencapan

Zw = 50/1000 x 200=10 g

Gliserin =80/1000 x200= 16 g


Pengental =700/1000 x200=140 g

Air = 20/1000x 200=34 g

3.3.3 Resep Pembangkitan

Resep Padding dan Pembangkitam warna

Volt : 30 x 7,78 =233,4 cc/l

NaOH :50/1000 x 150= 7,5 gr

pembasah cc/l : 3/1000 x 150 = 30 ml

.Na2S2O4 g/l : 200/1000 x 150 = 30 g

H2O2 cc/l : 7/1000 x 233,4 = 1.63 ml

Asam asetat glacial : 1/1000 x236,1= 0,23g

Air = :231 ml

Resep pencucian dengan sabun

Sabun g/l : 1/1000 x 59,4= 0,06 g

Air : 20 x 2,97 = 59,4 cc/l

Resep 3

Resep Padding dan Pembangkitam warna

Volt : 30x 7,72 =229 cc/l

NaOH :70/1000 x 150= 10,5 gr

pembasah cc/l : 3/1000 x 150 = 30 ml

.Na2S2O4 g/l : 200/1000 x 150 = 30 g

H2O2 cc/l : 7/1000 x 236,1 = 1.65 ml


Asam asetat glacial : 1/1000 x236,1= 0,23g

Air = :229 ml

Resep pencucian dengan sabun

Sabun g/l : 1/1000 x 63= 0,06 g

Air : 3,15 x 20 = 63 ml

Resep 4

Resep Padding dan Pembangkitam warna

Volt : 30 x 7,87 =236,1 cc/l

NaOH :90/1000 x 150=13,5 gr

pembasah cc/l : 3/1000 x 150 = 30 ml

.Na2S2O4 g/l : 200/1000 x 150 = 30 g

H2O2 cc/l : 7/1000 x 236,1 = 1.65 ml

Asam asetat glacial : 1/1000 x236,1= 0,23g

Air = :234,22 ml

Resep pencucian dengan sabun

Sabun g/l : 1/1000 x 59,4= 0,06 g

Air : 20 x 2,97 = 59,4 cc/l

Resep pencucian dengan sabun

Sabun g/l : 1/1000 x 60 = 0,06 g

Air : 3 x 20 = 60 ml
1.6 Data Hasil Percobaan
a. Kain ke-1
Variasi NaOH 30
b. Kain ke-2

Variasi NaOH 50
c. Kain ke-3

Variasi NaOH 70
d. Kain ke-4

Variasi NaOH 90
1 Tabel Evaluasi Ketuaan Warna

Orang ke- A B C D

1 3 3 3 3

2 4 4 3 3

3 4 4 3 2

4 4 4 3 2

Total 16 15 12 10

3.6.2 Tabel Evaluasi Ketajaman Motif

Orang ke- A B C D

1 4 4 2 3

2 4 4 3 3

3 4 3 3 3

4 3 3 2 2

Total 15 14 10 11

3.6.3 Tabel Evaluasi Kerataan Warna

Orang ke- A B C D

1 4 4 3 2

2 4 4 3 2

3 4 3 3 3

4 3 3 2 3

Total 15 14 11 10
1.1 Diskusi

1. Ketuaan Warna
Pencapan menggunakan zat warna bejana biasanya akan menghasilkan warna yang
tua. Namun pada hasil praktikum yang didapatkan pada awal setelah pencapan warna
motif menjadi tua dan agak suram tetapi setelah dilakukan proses pencucian panas
dan pencucian, warna motif menjadi muda bahkan hampir sangat muda. Ketuaan
warna yang paling baik adalah pada kain D yaitu kain yang proses airingnya paling
lama. Varasai alkali yang digunakan menujukan warna yang paling tua adalah kain
dengan gunting 1 yaitu menggunakan alkali sebesar 30 g/l. Selain itu, warna zat
warna yang dapat menempel pada kain juga disebabkan oleh zat hidroskopik yang
cukup banyak sehingga membantu kestabilan zat warna saat masuk ke dalam bahan.

2. Ketajaman Motif
Pada ketajaman motif, sample kain no 1 memiliki tingkat ketajaman yang paling
tinggi dibandingkan dengan sample kain lainnya. Hal tersebut dapat dilihat pada garis
ujung motif. Garis ujung motif sample kain no 1 lebih rapih dan rata dibandingkan
dengan yang lainnya karena kasa yang digunakan masih dalam keadaan bersih
sehingga tidak ada nada noda ataupun efek blobor saat proses pencapan dilakukan.
Sedangkan pada sample kain yang lainnya garis ujung motif tidak begitu rata bahkan
ada juga yang menghasilkan efek blobor.

3. Kerataan Warna
Kerataan warna dipengaruhi oleh tekanan yang diberikan oleh rakel saat proses
pencapan. Tekanan yang rata pada saat proses pencapan membuat seluruh zat warna
tersebar secara merata ke seluruh motif. Pada hasil sample kain no 4 didapat kerataan
warna yang paling jelek karena saat proses pencapan, zat warna sisa pencapan sample
kain sebelumnya masih menempel pada beberapa bagian motif sehingga walaupun
tekanan yang diberikan telah merata warna yang dihasilkan tetap tidak merata. Dapt
dilihat pada hasil kainnya terdapat beberapa spot motif yang warnanya terlihat lebih
tua bila dibandingkan dengan keseluruhan motif. Waktu airing pada sample no 4
yang lebih lama yaitu selama 36 jam tidak mempengaruhi pada kerataan warna.

4.2 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil percobaan dan diskusi yang telah kelompok kami lakukan
pada praktikum pencapan kain kapas dengan zat warna reaktif dingin dapat disimpulkan
bahwa, Untuk mendapatkan ketuaan warna yang paling baik adalah dengan menggunakan
untuk mendapatkan ketajaman motif yang tinggi, kerataan warna yang paling baik, dan
kekakuan yang paling kecil dapat menggunakan resep ke-1yaitu menggunakan NaOH 30
g/l
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, Arifin ,dkk., “Teknologi Pencapan Tekstil”. Bandung : Institut Teknologi


Tekstil, 1998

Djufri, Rashid, Ir., dkk, “Teknologi Pengelantangan, Pencelupan, dan Pencapan”.


Bandung : Institut Teknologi Tekstil, 1976

Purwanti, dkk, “Pedoman Praktikum Pencapan dan Penyempurnaan”. Bandung :


Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 1978

Lubis Arifin, Agus Suprapto, Elina. 1998. Teknologi Pencapan Tekstil. Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil Bandung.

Suprapto Agus, Sasmaya, Hardianto. 2006. Bahan Ajar Praktikum Pencapan 1. Sekolah
Tinggi Teknologi tekstil Bnadung.

Broadbent, A. D. (2001). Basic Principles of Textile Coloration. Society of Dyers and


Colourists, 332

Anda mungkin juga menyukai