Anda di halaman 1dari 11

PELATIHAN

A. FAKTOR PENYEBAB PERLUNYA PELATIHAN


Agar tetap survive dalam pasar modern, perusahaan harus dapat bersaing
secara global. Untuk dapat berbisnis dalam skala global, perusahaan harus
memperoleh sertifikasi ISO 9000. Pelatihan menjadi syarat untuk mendapatkan
sertifikasi ISO 9000 tersebut. Ada lima faktor penyebab diperlukannya pelatihan.
1. Kualitas angkatan kerja yang ada
Angkatan kerja terdiri dari orang-orang yang berharap untuk memiliki
pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan baru dipenuhi dari angkatan kerja
tersebut. Oleh karena itu kualitas angkatan kerja merupakan hal yang
penting. Kualitas disini berarti kesiapsediaan dan potensi angkatan kerja
yang ada.
Angkatan kerja yang berkualitas tinggi adalah kelompok yang
mengenyam pendidikan dengan baik dan memiliki keterampilan
intelektual dasar seperti membaca, menulis, berpikir, mendengarkan,
berbicara, dan memecahkan masalah. Orang-orang seperti itu potensial
untuk belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap pekerjaannya.
2. Persaingan global
Perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa mereka menghadapi
persaingan dalam pasar global yang ketat. Agar dapat memenangkan
persaingan, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang lebih
baik dan lebih murah daripada pesaingnya. Untuk itu diperlukan senjata
yang ampuh untuk menghadapi persaingan agar tetap survive dan
memiliki dominasi. Senjata tersebut adalah pendidikan dan pelatihan.
3. Perubahan yang cepat dan terus-menerus
Di dunia ini tidak ada satu hal pun yang tidak berubah, kecuali perubahan
itu sendiri. Perubahan terjadi dengan cepat dan berlangsung
terus-menerus. Pengetahuan dan keterampilan yang masih baru ini
mungkin besok pagi sudah menjadi usang. Dalam lingkungan seperti ini
sangat penting memperbaharui kemampuan karyawan secara konstan.
Organisasi yang tidak memahami perlunya pelatihan tidak mungkin dapat
mengikuti perubahan tersebut.
4. Masalah-masalah alih teknologi
Alih teknologi adalah perpindahan atau transfer teknologi dari satu objek
ke objek yang lain. Ada dua tahap dalam proses alih teknologi. Tahap
pertama adalah komersialisasi teknologi baru yang dikembangkan di
laboratorium riset atau oleh penemu individual. Tahap ini merupakan
pengembangan bisnis dan tidak melibatkan pelatihan. Tahap kedua dari
proses tersebut adalah difusi teknologi yang memerlukan pelatihan.
Difusi teknologi adalah proses pemindahan teknologi yang baru
dikomersialkan ke dunia untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan
daya saing.
Tahap kedua ini tidak akan berlangsung dengan baik bila para karyawan
yang akan menggunakan teknologi itu belum dilatih untuk
menggunakannya secara efisien dan efektif. Teknologi tanpa didukung
oleh adanya karyawan yang memahami cara penggunaannya secara
efektif, tidak akan dapat memberikan kontribusi besar pada peningkatan
produktivitas. Hambatan utama terhadap efektivitas proses alih teknologi
adalah ketakutan (kekhawatiran) akan perubahan dan ketidaktahuan akan
teknologi baru tersebut. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan
pelatihan.
5. Perubahan keadaan demografi
Perubahan keadaan demografi menyebabkan pelatihan menjadi semakin
penting dewasa ini. Oleh karena kerja sama tim merupakan unsur pokok
dari TQM, maka pelatihan dibutuhkan untuk melatih karyawan yang
berbeda latar belakangnya agar dapat bekerja bersama secara harmonis.
Untuk mengatasi perbedaan budaya, sosial, dan jenis kelamin dibutuhkan
pelatihan, komitmen, dan perhatian.
Pelatihan karyawan memberikan manfaat sebagai berikut:
− Mengurangi kesalahan produksi
− Meningkatkan produktivitas
− Meningkatkan/memperbaiki kualitas
− Mengurangi tingkat turnover
− Biaya staf yang lebih rendah
− Mengurangi kecelakaan
− Meminimisasi biaya asuransi
− Meningkatkan fleksibilitas karyawan
− Respon yang lebih baik terhadap perubahan
− Meningkatkan komunikasi
− Kerja sama tim yang lebih baik
− Hubungan karyawan yang lebih harmonis
− Mengubah budaya perusahaan
− Menunjukkan komitmen manajemen terhadap kualitas
Sering ada yang berpendapat bahwa pelatihan hanya berkaitan secara
langsung dengan pekerjaan. Edward Deming menyatakan bahwa apabila
pelatihan terlalu difokuskan pada aplikasi langsung merupakan pandangan yang
keliru. Berbagai macam pembelajaran dapat memberikan keuntungan yang tidak
dapat diprediksi.

B. PROSES PELATIHAN YANG EFEKTIF


 Penentuan Kebutuhan Pelatihan
Perbaikan kualitas yang dilakukan dengan terburu-buru sering menyebabkan
diambilnya keputusan yang salah tentang jenis pelatihan yang akan diberikan.
Kesalahan-kesalahan yang paling umum terjadi adalah sebagai berikut:
 Seorang pelanggan mengatakan kepada suatu perusahaan bahwa ia
mempunyai keterampilan baru untuk perusahaan tersebut. Mendapatkan
informasi demikian, perusahaan yang bersangkutan segera memberikan
keterampilan tersebut kepada karyawan tanpa mengetahui apakah
karyawannya telah siap untuk mempelajarinya.
 Suatu perusahaan membeli peralatan baru untuk membuat produk baru atau
melakukan perancangan ulang untuk suatu proses tanpa mempertimbangkan
aspek pelatihan terlebih dahulu.
 Suatu perusahaan mulai melaksanakan pelatihan umum mengenai konsep
kualitas secara luas tanpa menghiraukan bagaimana karyawannya akan
menerapkan konsep tersebut dalam pekerjaan mereka sehari-hari agar
kualitasnya menjadi lebih baik.
 Suatu perusahaan mengetahui bahwa pesaingnya sedang menerapkan teknik
kualitas tertentu atau manajer perusahaan tersebut membaca dari majalah atau
surat kabar bahwa teknik tersebut sedang populer, sehingga dengan segera
manajer itu memutuskan untuk melaksanakan pelatihan mengenai penerapan
teknik kualitas tersebut tanpa memikirkan apakah hal tersebut cocok bagi
perusahaannya.
Seharusnya proses pelatihan dimulai dengan mengumpulkan data dan
informasi yang dapat menggambarkan jenis keterampilan yang dimiliki karyawan
saat ini dan keterampilan apa yang mereka perlukan untuk mencapai rencana
jangka pendek dan jangka panjang perusahaan, memuaskan pelanggan, dan
memperbaiki kualitas. Setelah data dikumpulkan dari bermacam-macam sumber,
data tersebut dianalisis dan akhirnya kebutuhan akan pelatihan dapat ditentukan.
Pendekatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan
adalah sebagai berikut:
1. Menentukan keterampilan karyawan yang diperlukan untuk mencapai strategi
kualitas perusahaan.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh para manajer untuk
menentukan kebutuhan akan pelatihan, diantaranya:
− Observasi
Manajer dapat melakukan observasi terhadap beberapa aspek pokok.
Misalnya apakah terdapat masalah-masalah yang spesifik dalam
perusahaan? Apakah karyawan menghadapi masalah dalam melakukan
tugas-tugas tertentu? Apakah pekerjaan secara konsisten mendukung
proses?
− Wawancara
Manajer dapat mewawancarai para karyawan agar mereka
mengungkapkan kebutuhan mereka berdasarkan keterampilan dan
pengetahuan yang dimiliki. Karyawan mengetahui tugas yang harus
mereka kerjakan setiap hari. Mereka juga mengetahui tugas mana yang
dapat mereka kerjakan dengan baik, mana yang tidak, dan mana yang
tidak dapat mereka kerjakan sama sekali. Sesi branstorming sangat
efektif dalam proses perbaikan yang berkesinambungan bila karyawan
bersedia mengemukakan pikiran dan pendapatnya.
− Survei job task analysis
Dalam pendekatan ini dilakukan analisis terhadap dua aspek utama.
Pertama, aspek pekerjaan secara keseluruhan. Kedua, aspek
pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut. Berdasarkan informasi dari hasil
analisis tersebut, maka instrumen survei dikembangkan dan disebarkan
pada karyawan yang masih melaksanakan pekerjaan yang diteliti.
Dalam mengembangkan instrumen survai ada baiknya melibatkan
karyawan yang akan disurvai agar informasi yang diperoleh lengkap dan
tidak mengabaikan kriteria-kriteria seperti keterampilan kerja sama tim,
sensi-tivitas terhadap umpan balik pelanggan (terutama pelang-gan
internal), dan keterampilan interpersonal.
− Focus group
Dalam metode ini, kelompok-kelompok karyawan tertentu diminta untuk
membicarakan siklus kualitas mereka yang berkaitan dengan pelatihan.
Rapat yang dilakukan tanpa manajer atau penyelia tersebut akan menjadi
lebih terbuka untuk menyadari bahwa mereka memerlukan Pelatihan.
− Sistem saran
Sistem saran organisasi (baik melalui kotak saran, maupun saran yang
diajukan secara langsung) juga dapat digu-nakan untuk mengidentifikasi
kebutuhan akan pelatihan.
2. Melakukan penilaian kebutuhan secara periodik untuk mengidentifikasi
topik-topik yang baru.
3. Menggunakan proses identifikasi kebutuhan berkelanjutan yang meliputi
evaluasi terhadap pelatihan yang telah diikuti oleh karyawan dan saran dari
unit bisnis maupun para manajer akan diperlukannya suatu Pelatihan baru.
4. Melakukan benchmark terhadap perusahaan-perusahaan lain dalam industri
yang sama untuk menentukan apa yang mereka lakukan dan di mana mereka
melaksanakan program pelatih-annya.

 Peserta Pelatihan
Perusahaan yang ingin memperoleh manfaat dari TQM dan SPC harus
memberikan pelatihan pada setiap orang di perusahaan tersebut. Manajemen
eksekutif terlebih dahulu harus diberi penger­tian mengenai orientasi terhadap
filosofi TQM, termasuk eksplorasi, mengenai TQM, manfaat implementasi TQM,
hambatan untuk men­capai kesuksesan, dan penggunaan alai-alat TQM/SPC.
Komponen pelatihan yang penting bagi manajemen eksekutif meliputi peranan
dan tanggung jawab manajemen, serta perencanaan strategis dan operasional.
Manajer level menengah atau penyelia diberi pelatihan seperti manajemen
eksekutif. Tetapi perbedaannya adalah bahwa aspek perencanaan strategic lebih
banyak ditekankan pada pelatihan bagi manajemen eksekutif. Waktu pelatihan
lebih dialokasikan untuk alat dan teknik-teknik TQM/SPC dengan tambahan
sedikit perha­tian pada masalah lingkungan dan aktivitas perilaku yang akan
mendukung TQM/SPC.
Pelatihan pada staf teknis/profesional ditekankan pada ke ­ terampilan
pemecahan masalah dengan menggunakan alat dan teknik kuantitatif, seperti
diagram Pareto, distribusi frekuensi, histogram, perencanaan sampling, konstruksi
diagram pengen­dalian, dan interpretasinya.
Pelatihan juga diberikan pada individu-individu yang akan berperan sebagai
pelatih atau facilitator dalam in-house training mengenai TQM/SPC. Kelompok
individu tersebut kemudian akan :
− Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC sebelum di implementasi­kan.
− Berperan sebagai fasilitator pada tim perbaikan proses untuk menjamin
bahwa tim berfungsi secara efektif dan alat serta teknik TQM/SPC
digunakan dengan tepat.
− Mempersiapkan pelatihan TQM/SPC yang lebih fresh kepada karyawan.
− Melatih karyawan baru.

 Tempat Pelatihan
Pelatihan dapat dilakukan dengan on-site atau off-site. Terdapat keunggulan
dan kelemahan apabila menggunakan on-site maupun off-site training. Dalam
memilih mana yang lebih sesuai, perusahaan harus mempertimbangkan
faktor-faktor pada masing-masing jenis pelatihan. Keunggulan on-site training
antara lain:
− Mengurangi biaya pelatihan
− Menghapus biaya transportasi
− Skedul pelatihan fleksibel
− Mengurangi gangguan terhadap operasi sehari-hari
Sedangkan keunggulan off-site training antara lain:
− Memberikan kesan kepada karyawan bahwa kualitas itu
sungguh-sungguh penting, sehingga perusahaan berupaya untuk
mengadakan pelatihan di luar perusahaan.
− Gangguan lebih sedikit
− Lebih sedikit interupsi
− Educational setting yang ada lebih sesuai dengan ukuran dan komposisi
kelas.

 Materi dan Isi Pelatihan


Masalah yang kompleks timbul dalam pemilihan dan pengembang­an materi
pelatihan. Tetapi pilihan yang diambil tergantung pada isi pelatihan, desain
instruksional, dan alat bantu pelatihan. Gam­bar 8-1 menyajikan pendekatan
sistem yang digunakan untuk pengembangan pelatihan TQM / SPC. Jaminan
kesuksesan pelatihan TQM/SPC tergantung pada strategi-strategi tertentu yaitu:
1. Penentuan tujuan pelatihan
Tujuan pelatihan seharusnya jelas, berorientasi pada kinerja, dan dapat diukur
secara kuantitatif. Tujuan yang baik tidak terbatas pada isi teknis, tapi lebih
berorientasi pada tindakan (action) dan kesesuaian dengan tempat kerja.
2. Menyediakan manual pelatihan untuk mencapai tujuan pelatihan
Manual yang banyak sesuai untuk konsep-konsep dan istilah-istilah yang
sangat teknis untuk memberikan pesan bahwa perbaikan kualitas merupakan
hal yang penting. Tetapi apabila hal tersebut digunakan di dalam kelas justru
akan menjadi intimidasi dan sesuatu hal yang terlalu berlebihan. Manual
pelatihan TQM/SPC yang baik meminimisasi penggunaan jorgon teknis dan
bahasa yang kompleks, serta memberikan banyak contoh yang memungkinkan
peserta pela­tihan secara langsung dapat mengaitkan alat-alat TQM/SPC
dengan tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing.
3. Isi pelatihan kualitas harus terdiri dari komponen teknik dan perilaku.
Hal ini terutama berlaku pada pelatihan untuk manajer dan penyelia.
Komponen teknis tradisional dari pelatihan dan im ­ plementasi kualitas
meliputi konsep, prinsip, dan teknik TOM. Yang tidak kalah penting adalah
komponen perilaku dari imple­mentasi TQM sesuai dengan keterampilan dan
teknik yang diperlukan manajer dan penyelia untuk mendorong karyawan agar
menerima konsep TQM dan berpartisipasi dalam perbaik­an kualitas yang
berkesinambungan.

 Pemberian Pelatihan
Ada 5 macam strategi untuk memaksimalkan sumber daya pelatihan, yaitu
(Goestch dan Davis, 1994, pp.325-326);
1. Membentuk kualitas dari awal. Lakukan dengan benar dari awal (do it right
from the first time).
2. Merancang dari yang kecil Jangan mencoba untuk menyeleng ­ garakan
pelatihan bagi semua orang mengenai segala hal. Buat kegiatan yang spesifik
dengan tujuan yang spesifik.
3. Berpikir kreatif. Jangan menganggap bahwa pendekatan tradisional adalah
yang terbaik. Penggunaan video, video in­teraktif, atau one-on-one peer
training mungkin lebih efektif untuk keadaan tertentu.
4. Melihat-lihat dulu. Sebelum membeli jasa pelatihan, lakukan analisis
menyeluruh terhadap tujuan pekerjaan yang spesifik. Putuskan apa yang
diinginkan dan yakinkan perusahaan yang diajak dalam perjanjian tersebut.
5. Preview dan customize. Jangan pernah membeli produk pelati­han (video,
manual, dan sebagainya) tanpa meninjaunya terle­bih dahulu.

 Evaluasi Pelatihan
Evaluasi pelatihan dimulai dari pernyataan tujuan yang jelas. Tu­juan yang
luas tidak akan membingungkan bila di buatkan sasaran pelatihan yang lebih
spesifik. Tujuan pelatihan merupakan konsep yang luas. Sasaran tersebut
menerjemahkan tujuan tersebut men­jadi lebih spesifik dan dapat diukur.
Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
sikap karyawan, serta meningkatkan kualitas dan produktifitas organisasi secara
keseluruhan sehingga organi­sasi menjadi lebih kompetitif. Dengan kata lain,
tujuan pelatihan adalah meningkatkan kinerja, dan pada gilirannya akan
meningkat­kan daya saing.
Pelatihan yang sahih adalah pelatihan yang konsisten dengan tujuan pelatihan.
Mengevaluasi validitas pelatihan dilakukan de­ngan dua tahap proses. Tahap
pertama adalah membandingkan dokumentasi tertulis mengenai pelatihan (outline
kursus, rencana pelajaran, kurikulum, dan sebagainya) dengan sasaran pelatihan.
Bila pelatihan sahih dalam rancangan dan isi, dokumentasi tertulis akan sesuai
dengan sasaran pelatihan. Tahap kedua adalah me­nentukan apakah pelatihan
yang diberikan benar-benar konsisten dengan dokumentasi tersebut.
Untuk menentukan apakah karyawan sudah mempelajari apa yang diberikan
dapat dilakukan dengan memberikan tes, tetapi tes tersebut harus didasarkan pada
sasaran pelatihan. Jika pelatihan tersebut sahih dan karyawan telah
mempelajarinya, pelatihan tersebut seharusnya menghasilkan perbedaan dalam
kinerja mereka. Kinerja seharusnya meningkat. Berarti kualitas dari produktifitas
­nya juga seharusnya meningkat. Manajer dapat membandingkan kinerja sebelum
dan sesudah pelatihan untuk melihat apakah pelatihan tersebut telah
meningkatkan kinerja.
Evaluasi dengan kertas dan pensil saja bukan merupakan bentuk evaluasi
yang memadai. Evaluasi tersebut lebih mengukur kharisma instruktur daripada
keterampilan, prinsip, dan aplikasi yang dimiliki oleh peserta pelatihan. Ukuran
kesuksesan dari pela­tihan dilihat dari apakah karyawan menggunakan alat-alat
dan teknik TQM dalam proses pengembangan tim dan apakah mereka
melaksanakan tanggung jawab kerjanya. Tindak lanjut evaluasi secara formal
harus dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, 6 bulan, dan 1 tahun setelah latihan
selesai.

C. PENDEKATAN DALAM PEMBERIAN PELATIHAN


Ada tiga macam pendekatan pokok dalam pemberian pelatihan, yaitu
pendekatan internal, pendekatan eksternal, dan pendekatan kemitraan.

 Pendekatan Internal
Pendekatan internal adalah pendekatan yang digunakan untuk memberikan
pelatihan dengan fasilitas organisasi. Pendekatan ini meliputi one-on-one
training, on-the job computer-based training, formal group instruction, dan
media-based instruction. One-on-one training dilaksanakan dengan
menempatkan karyawan yang kurang terampil dan belum berpengalaman di
bawah instruksi karyawan yang lebih terampil dan berpengalaman:
Pendekatan ini sering digunakan bila ada karyawan yang baru di rekrut.
Pendekatan ini efektif juga untuk mempersiapkan penggantian bagi karyawan
yang merencanakan untuk pensiun atau keluar.
Computer-based training terbukti sebagai pendekatan internal yang efektif.
Penerapannya sangat cocok untuk memberikan penge­tahuan umum. Metode
ini bersifat self-paced, individualized, dan dapat menyajikan umpan balik yang
cepat dan terus-menerus kepada pemakainya.
Dalam formal group instruction, sejumlah karyawan yang me ­ merlukan
pelatihan umum dilatih bersama. Metode itu meliputi kuliah, demonstrasi,
penggunaan multimedia, sesi tanya jawab, permainan peran (role playing), dan
simulasi.
Media-based instruction digunakan secara luas dalam pen­dekatan internal.
Cara yang paling sederhana dilakukan dengan bantuan satu set audiotapes.
Sedangkan yang lebih komprehensif menggunakan video dan buku kerja.
Pemanfaatan laser disk in­teraktif (kombinasi antara komputer, video, dan
teknologi laser disk) juga efektif untuk digunakan dalam pendekatan internal.

 Pendekatan Eksternal
Pendekatan eksternal adalah pendekatan yang dilaksanakan de­ngan jalan
mendaftarkan karyawan pada program atau kegiatan yang diberikan oleh
lembaga pemerintah, lembaga swasta, organi­sasi profesional, dan perusahaan
pelatihan swasta. Pendekatan yang paling sering dilakukan adalah
mendaftarkan karyawan dalam pelatihan jangka pendek dalam jam kerja, dan
mendaftarkan kar ­ yawan dalam pelatihan jangka panjang seperti
kursus-kursus. Pendekatan eksternal terutama digunakan untuk
mengembangkan keterampilan umum.

 Pendekatan Kemitraan
Dewasa iri mulai banyak dijalin kemitraan antara perusahaan dengan
perguruan tinggi untuk memberikan customized training. Kemitraan dengan
perguruan tinggi memberikan keuntungan kepada perusahaan yang ingin
menyelenggarakan pelatihan bagi karyawannya. Perguruan tinggi memiliki
tenaga profesional dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Mereka sangat
memahami cara mentransformasikan tujuan pelatihan ke dalam materi
pelatihan yang bersifat customized. Perguruan tinggi juga memiliki sumber
daya yang dapat mengurangi atau menghemat biaya pelatihan organisasi.
Keuntungan lainnya adalah adanya kredibilitas, formal­isasi, standardisasi,
dan fleksibilitas.
Terlepas dari pendekatan yang digunakan dalam memberikan pelatihan,
menurut Juran ada tiga keputusan penting yang harus dibuat berkaitan dengan
pelatihan.
1. Apakah pelatihan bersifat suka rela atau wajib?
Bila pelatihan merupakan bagian yang penting dari TQM dan organisasi
komite terhadap TQM, maka pelatihan seharusnya bersifat wajib.
2. Bagaimana pelatihan seharusnya dirangkai?
Meskipun penekanan dalam lingkungan TQM adalah bottom-up dalam hal
jumlah pelatihan yang diberikan, rangkaian pelatih­an bersifat top-down.
Dengan kata lain, manajer menerima pelatihan yang lebih sedikit daripada
karyawan, tetapi mereka menerimanya pertama kali.
3. Apa yang seharusnya diajarkan?
Materi pelatihan disesuaikan dengan sasaran organisasi mengenai kualitas,
produktifitas, dan daya saing. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab ini,
kebutuhan akan pelatihan ditentukan dengan membandingkan antara
pengetahuan, ke­terampilan, dan sikap yang dibutuhkan untuk mencapai
sasaran organisasi. Gap antara apa yang dibutuhkan dan apa yang ada saat ini
dapat ditutup dengan memberikan pelatihan yang tepat.

D. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Prinsip-prinsip pembelajaran merangkum apa yang diketahui dan diterima
secara luas mengenai bagaimana orang belajar. Pelatih dapat melaksanakan
tugasnya dengan lebih baik bila memahami prinsip-prinsip berikut:
 Orang akan belajar sebaik-baiknya bila mereka siap untuk belajar. Anda tidak
dapat memaksa karyawan untuk mempelajari segala sesuatu. Yang dapat Anda
lakukan adalah membuat mereka ingin belajar. Oleh karena itu waktu yang
digunakan untuk memotivasi karyawan agar ingin belajar merupakan waktu
yang berguna. Sebelum memberikan instruksi, jelaskan mengapa karyawan
perlu belajar dan bagaimana mereka dan organisasi akan saling
menguntungkan bila mereka bersedia melakukannya.
 Orang belajar lebih mudah apabila apa yang mereka pelajari dapat dikaitkan
dengan sesuatu yang sudah mereka ketahui. Mulailah setiap kegiatan belajar
yang baru dengan mereview apa yang telah diajarkan hari sebelumnya.
 Orang belajar sebaik-baiknya dengan cara setahap demi seta­hap. Belajar
seharusnya di organisasi dalam urutan yang logis dari yang konkrit ke abstrak,
dari yang sederhana ke kompleks, dan dari apa yang sudah diketahui ke yang
belum diketahui.
 Orang belajar dengan melakukannya(learning by doing). Prinsip ini mungkin
merupakan prinsip yang paling penting dipahami oleh pelatih. Pelatih yang
belum berpengalaman cenderung bingung dalam berbicara (demonstrasi atau
memberi kuliah) dan mengajar. Hal tersebut dapat menjadi bagian dari proses
mengajar, tetapi hanya sebagian kecil saja bila tidak diikuti dengan kegiatan
aplikasi yang mensyaratkan pelajar untuk melakukan sesuatu.
 Semakin sering seseorang menggunakan apa yang ia pelajari, semakin baik
ingatan dan pemahamannya. Hal ini berarti bahwa pengulangan dan aplikasi
seharusnya dilekatkan pada proses belajar.
 Sukses dalam belajar cenderung merangsang untuk belajar lebih banyak
Pelatih perlu mengorganisasikan pelatihan ke dalam segmen­segmen yang
cukup singkat sehingga pelajar dapat melihat kemajuannya.
 Orang butuh umpan balik dengan segera dan terus-menerus untuk mengetahui
apakah mereka telah belajar.
 Orang yang belajar ingin mengetahui dengan segera dan terus-menerus
bagaimana mereka melakukan sesuatu. Pelatih seharusnya berkonsentrasi pada
pemberian umpan balik yang terus-menerus dan segera.

E. PENYEBAB KEGAGALAN PELATIHAN


Tidak selamanya suatu pelatihan yang dilakukan akar. ber­hasil, bahkan
banyak pelatihan yang gagal. Banyak faktor yang menyebabkan kegagalan suatu
pelatihan. Misalnya pengajaran yang tidak baik, materi kurikulum pelatihan yang
tidak tepat, perencanaan yang jelek, dana yang tidak memadai, dan kurangnya
komitmen. Juran. mengemukakan 2 penyebab utama yang lebih serius dan
seringkali terjadi, yaitu:
− Kurangnya partisipasi manajemen dalam perencanaan.
− Jangkauan (scope) yang terlalu sempit.

F. KURIKULUM PELATIHAN KUALITAS


Supaya seorang manajer dapat menjalankan peranan kepemimpinannya
dalam lingkungan TQM, minimal ia harus dilatih mengenai Trilogi Juran, yaitu
perencanaan, pengendalian, dan perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan
perusahaan lebih mudah mencapai konsistensi kinerja yang sangat penting dalam
lingkungan TQM. Adanya konsistensi kinerja memudahkan pengukuran dan
perbaikan kinerja tersebut.

G. KASUS
DAFTAR PUSTAKA
Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2001. Total Quality Management. Yogyakarta:
Andi

Anda mungkin juga menyukai