Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.4 MANFAAT PENULISAN
BAB II KONSEP TEORI
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
2.3 MANIFESTASI KLINIS
2.4 PATOFISIOLOGI
2.5 PHATWAYS
2.5 KOMPLIKASI
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.8 PENATALAKSANAAN
2.9 PENGKAJIAN
2.10 DIAGNOSA
2.11 INTERVENSI
2.12 IMPLEMENTASI
2.12 EVALUASI
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
Tujuan secara umum : mengerti tentang asma dan memahami apa yang hrus di
lakukan seorang perawat untuk menangani asma .
Tujuan khusus : mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
kompikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan asma
2.2 ETIOLOGI
a. Zat allergen
Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah(
dermatophagoides pteronissynus), spora, jamur, bulu kucing, bulu
binatang , beberapa makanan laut, dan sebagainya.
b. Infeksi saluran pernapasan ( respiratorik )
Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus
influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering
menimbulkan asma. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa
serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluaran pernapasan. (sundaru
1991)
c. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat.
Sebagin penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila
melakukan olaharaga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani ( exercise induced asma -
EIA) terjadi setelah olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan
jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga.
d. Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
e. Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik /
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
f. Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan
Beberapa klien denga asma sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penisilin, salisilat beta bloker, kodein,dan sebainya.
g. Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma
h. Lingkungan pekerajan
Lingkungan kerja merupakan factor pencetus yang menyumbang
2- 15% klien dengan asma.( sundaru,1991 ). Mempunyai hubungan
langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik
pada waktu libur atau cuti.
i. Emosi dan stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah ada.
Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita Asma
yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala belum bisa diobati.
2.4 PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan
allergen yang ada di lingkungan dan membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen
yang masuk akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presenting sel (APC), allergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th
memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskannya interlukin 2 (IL-2) untuk
berproliferasi menjadi sel plasma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalam sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka
orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Jika terpapar 2 kali atau
lebih dengan allergen yang sama allergen tersebut akan diikat oleh IgE yang
sudah ada dalam permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan
influk Ca++ ke dalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar
cAMP.
Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel, dan melepaskan
mediator-mediator kimia yang meliputi histamine, slow releasing suptance of
anaphylaksis (SRS-A), eosinofilik chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A),
dan lain-lain. Mediator tersebut menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu:
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang
akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang
berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin
menyempitnya saluran nafas. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mucus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan
ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan
gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia,
hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.
2.5 PATHWAYS
2.6 KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul
adalah :
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga
pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan
ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kegagalan napas.
b. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara
hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec,
kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang
mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam
rongga dada .
c. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau
akibat pernafasan yang sangat dangkal.
d. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat. Penyakit
ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya
pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan
adanya infeksi Aspergillus sp.
e. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
f. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan
bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan,
atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi sempit
oleh adanya lendir.
g. Fraktur iga
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna terdapt hipoksia,
hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.
b. Sputum
Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik.
c. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 /
mm3 . sedangkan hitung eosinofil normal antara 100 – 200/mm3.Perbaikan
fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan
pengobatan telah tepat.
d. Pemerikasaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/ mm3 terjadi karena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea.
e. Pengukuran fungsi paru ( Spirometri )
Menilai derajat obstruksi pada asma, kapasitas vital mungkin belum
menurun, tapi bila serangan asma makin berat FVC akan turun karena
sebagian udara yang harus dikeluarkan terjebak dalam paru-paru.
f. Tes provokasi bonkus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal.penurunan FEV sebesar 20 %
atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80 – 90% dari
maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10%
atau lebih.
g. Pemerikasaan kulit
Untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam
tubuh.
h. Pemeriksan radiologi
Hasil pemeriksan radiologi dari klien dengan asma biasanya normal, tetapi
prosedur ini tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumatoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain – lain
2.8 PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala
yang timbul saat serangan, mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan
pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam
pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi awal, yaitu:
1. Memberikan oksigen pernasal
2. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau
terbutalin 10 mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang
setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2 adrenergik
dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg
dalam larutan dekstrose 5%
3. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon
segera atau dalam serangan sangat berat25
5. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk
didalamnya golongan beta adrenergik dan anti kolinergik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas Cemas berhubungan dengan kurangnya
tingkat pengetahuan Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang
berlebih
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan : jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil : jalan napas bersih, sesak berkurang, batuk efektif,
mengeluarkan sekret
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas
b. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernapasan
c. Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
mentriger episode akut.
d. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
e. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea,mengeluarkan sekret.
f. Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut
g. Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret
Intervensi :
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau
kronisnya proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
nyaman untuk bernapas
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi
dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja
napas.
c. Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra
(terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan
jika batuk tidak efektif.
e. Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
area konsolidasi.
f. Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak
g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau Refraktori
pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena
hipoksemia dan dispnea.
h. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
c. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang
dialaminya.
d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
Intervensi :
a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien39
b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien
Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-
hari
c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
mandiri
d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarg
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Tempat dan tanggal lahir : Klaten, 14 Maret 1969
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Tinggi Badan / Berat Badan : 155 cm/43 kg
Penampilan umum : Composmentis tampak lemah
Ciri – ciri tubuh : Tinggi, kulit sawo matang
Alamat : Jl. Prayan Jetis,Karang Nongko, Klaten
Orang terdekat yang mudah dihubungi : Ny. D
Hubungan dengan klien : Istri klien
Tanggal masuk RS : 20 Februari 2018
Diagnosa medis : Asma
No. RM : 99.1
2. KELUHAN UTAMA
Klien merasa sesak saat beraktivitas dan napasnya pendek
8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. Vital sign: TD :110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Suhu 36,5ºC, RR 32 x/menit
d.Antropometri : TB 155 cm, BB 43 kg
e. Kepala
Muka : Sianonis (-), konjunctiva anemis, ukuran pupil kanan/kiri: 3
mm/ 3 mm, rangsang cahaya pupil kanan/ kiri: +/+
Hidung : bersih, napas cuping hidung (+)
Telinga : simetris, bersih, serumen (-)
Leher : pembesaran kelenjar toiroid (-)
f. Dada : simetris(+), retraksi dinding dada(+), otot bantu (+),
wheezing(+)
g. Punggung : bersih
h. Abdomen : datar (+), tidakkembung, bunyi abdomen
timpani, peristaltik usus 8 x/menit
i. Ekstremitas : tidak ada edema
j. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang
kateter
k. Rectum dan anus : Klien mengatakan tidak ada hemoroid
B. ANALISA DATA
3 20 DS : Intoleransi Ketidakseimbangan
Februari - Klien mengatakan sesak napas aktivitas (00092) antara suplai dan
2018/ setelah beraktivitas kebutuhan O2
08.00 - Klien mengatakan aktivitasnya
WIB terbatas
- Klien mengatakan cepat letih
DO :
- Klien tampak membatasi
aktivitasnya
- Klien tampak letih
- Dispnea setelah beraktivitas
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan
otot pernapasan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan Oksigen
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
E. CATATA PERKEMBANGAN
Nama : Tn.M Hari/Tanggal : 20 Februari 2018
Jam :
IMPLEMENTASI EVALUASI
DS : S:
1. Klien mengatakan mengalami napas klien mengatakan masih terasa sesak
pendek selama beberapa minggu, sesak napas ketika berbaring
sangat terasa saat beraktivitas, dan napasnya klien mengatakan napsu makan mulai
berbunyi “ngik-ngik” meningkat dan bisa menghabiskan
2. klien mengatakan napsu makan menurun ¾porsi
dan makan habis ½ porsi klien mengatakan tidak sesak ketika
3. klien mengatakan sesak napas setelah beraktivitas dan tidak cepat lelah.
beraktivitas, aktivitasnya terbatas dan cepat O :
letih. tampak adanya cuping hidung ketika
DO: berbaring, RR 24x/menit, BB 44 kg,
1. klien tampak letih, tampak cuping hidung, Tb 155 cm, IMT 18,3, klien makan
tampak terengah – engah saat bernapas, bunyi habis ¾ porsi
napas wheezing, RR 32x/menit. klien tampak lebih segar dan mampu
2. BB 43 kg, Tb 155 cm, IMT 17,8, Klien beraktivitas
tampak lemah dan makan habis ½ porsi. A:
3. klien tampak membatasi aktivitasnya, terlihat ketidakefektifan pola napas (+)
letih, dan ada dispnea setelah beraktivitas. ketidakseimbangan nutrisi kurang dati
kebutuhan tubuh (+)
DIAGNOSA : Intoleransi aktivitas (-)
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan P :
dengan keletihan otot pernapasaN posisikan tidur pasien semi fowler jika
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari pasien merasa sesak, anjurkan pasien
kebutuhan tubuh berhubungan dengan untuk membatasi aktivitasnya.
anoreksia
anjurkan pasien makan sedikit tapi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan sering, anjurkan paien untuk
ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan Oksigen
TINDAKAN:
1.1 mengidentiffikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan napas buatan
1.2 mengauskultasi suara napas , mencatat adanya
suara tambahan
1.3 mengatur peralatan oksigenasi
1.4 memposisikan pasien semi fowler
RTL :
1. monitor TTV sebelum dan setelah pasien
beraktivitas
2. monitor respirasi dan status O2
3. auskultasi suara napas , catat adanya
suara tambahan
4. berikan suplemen nutrisi yang bisa
menambah napsu makan pasien
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan Elemenya.Inflamasi kronik menyebabkan peningatan
hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala epidosik berulang berupa
sesak nafas,dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini
hari.Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang
luas,bervariasi dan seringk Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan
mengi.
Pada beberapa keadaan, batuk merupakan satu - satunya gejala. Serangan
asma sering kali terjadi pada malam hari Serangan asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan
lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien selalu lebih susah dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap
otot - otot aksesories pernapasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan
dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat.
Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mengandungmasa gelatinosa bulat, kecil
yang dibatukkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis
sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala gejala retensi karbondioksida
termasuk berkeringat, takikardia dan tekanan nadi.
3.2 SARAN
a. Dengan mengetahui gejala-gejala awal sirosis hepatis kita dapat
mengantisipasi dari awal jka terjadi tanda-tanda gangguan system
pencernaan pada pasien ataupun orang terdekat kita.
b. Dengan mengetahui penyebab-penyebab sirosis hepatis maka kita
dapat mencegah lebih awal sebelum terjadinya penyakit yang lebih
parah.
DAFTAR PUSTAKA
Geiger, M. & Wilson, B.D.J (2008). Respiratory nursing (a core curriculum). New
York: Springer Publishing Company.
John, Esther c & Elliott Daly D. (2006). Patofisiologi (aplikasi pada praktek
keperawatan). Jakarta: ECG.
Williams, Lippincott & Wilkins. (2002). Kapita selekta penyakit dengan implikasi
keperawatan edisi 2. Jakarta: EGC.
http://duniakeperawatan92.blogspot.com/2014/02/asma.html
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-sitiistian-6715-2-
babii.pdf