Anda di halaman 1dari 18

I.

PRAFORMULASI
1.1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
1. Indikasi
Asam salisilat mempunyai khasiat sebagai antifungi dan keratolitik.
Asam salisilat dapat digunakan untuk efek keratolitik yaitu akan mengurangi
ketebalan interseluler dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen
interseluler dan menyebabkan desintegrasi dan pengelupasan kulit (Anief,
1997) dan diaplikasikan secara topikal pada pengobatan hiperkeratotik dan
pengelupasan kulit seperti ketombe, dermatitis seboroik, iktiosis, psoriasis,
dan jerawat. Sediaan topikal biasanya mengandung 2-6% asam salisilat,
namun konsentrasi yang lebih tinggi juga telah digunakan. Sediaan topikal
yang mengandung asam salisilat hingga 60% digunakan sebagai kaustik
untuk menghilangkan veruka dan kalus, namun di sekitar kulit sehat harus
dilindungi. Sedangkan asam salisilat sebagai antifungi berkhasiat fungisid
terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3-6% dalam salep dan digunakan
secara topikal dalam perawatan kulit infeksi dermatofit. Efek ini diamati pada
konsentrasi rendah 2-3 g/L (<1%) (Sweetman, 2009). Disamping itu zat ini
berkasiat bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitis, yaitu dapat melarutkan
lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%. Asam salisilat banyak
digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur ringan serta juga
digunakan sebagai obat ampuh terhadap kutil kulit yang berciri penebalan
epidermis setempat dan disebabkan oleh infeksi virus vapova (Tjay, 2007).
2. Farmakokinetik
Asam salisilat merupakan asam organik yang sederhana dengan pKa
3,0. Aspirin (asam asetil salisilat, ASA) memiliki pKa 3,5. Salisilat cepat
diserap dari perut dan usus kecil bagian atas, menghasilkan tingkat plasma
puncak salisilat dalam waktu 1-2 jam. Aspirin diserap seperti dan cepat
dihidrolisis (serum setengah-hidup 15 menit) menjadi asam asetat dan
salisilat oleh aster dalam jaringan dan darah. Seiring dengan meningkatnya
aspirin, eliminasi salisilat meningkat dari 3-5 jam (untuk 600 mg/d dosis)
hingga 12-16 jam (dosis> 3,6 g/d). Alkalinisasi urin meningkatkan laju

1
ekskresi salisilat bebas dan yang larut dalam air konjugasi (Bruntan, 2008).
Asam salisilat sering kali dikombinasikan dengan asam benzoat (salep
whitfield) dan belerang (sulfur precipitatum) yang keduanya punya kerja
fungistatis maupun bakteriostatis. Apabila dikombinasikan dengan obat lain
misalnya kortikosteroid, asam salisilat meningkat penetrasinya ke dalam
kulit. Tidak dapat dikombinasi dengan sengoksida karena akan terbentuk
garam seng salisilat yang tidak aktif (Tjay, 2007).
3. Mekanisme
Asam salisilat diserap dengan cepat dari kulit terutama ketika
diterapkan dalam linimenta berminyak atau salep. Sekitar 80-90% dari
salisilat dalam plasma terikat dengan protein terutama albumin, pada
konsentrasi klinis, proporsi dari total yang terikat menurun seiring dengan
meningkatnya konsentrasi plasma (Bruntan, 2008). Terdapat tiga faktor yang
berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu
menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interselular,dan
melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit. Asam salisilat bekerja sebagai
pelarut organik dan menghilangkan ikatan kovalen lipid interselular yang
berikatan dengan cornified envelope di sekitar keratinosit. Mekanisme kerja
zat ini adalah pemecahan struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi
ikatan antar sel korneosit. Efek desmolitik asam salisilat meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi (Sulistyaningrum dkk., 2012).
4. Peringatan dan Perhatian
Sediaan asam salisilat harus tidak digunakan untuk pengobatan pada
bayi kecil atau kulit terkelupas yang luas karena dapat terjadi absorbsi
perkutan dan mengakibatkan salisilisme (Arvin, 2000). Efek samping asam
salisilat adalah iritasi ringan dan dermatitis. Preparat yang mengandung asam
salisilat dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan ulserasi atau erosi
pada kulit (Sweetman, 2009). Asam salisilat dapat menimbulkan gangguan
saraf tepi, pada pasien diabetes rentan terhadap ulkus neuropati, hindari
kontak dengan mata, mulut, area kelamin dan anus, dan selaput lendir, hindari

2
penggunaan pada area yang luas. Asam salisilat dapat menyebabkan iritasi
pada kulit dan mukosa serta menghancurkan sel-sel epitel (Bruntan, 2008).
5. Interaksi Obat
Interaksi asam salisilat yang dikombinasikan dengan asam benzoat
(salep whitfield) dan belerang (sulfur precipitatum) yang keduanya punya
kerja yang fungistatis maupun bakteriostatis. Bila dikombinasikan dengan
obat lain misalnya kortikosteroid,asam salisilat meningkat penetrasinya ke
dalam kulit. Tidak dapa dikombinasikan dengan sengoksida karena akan
terbentuk garam seng salisilat yang tidak aktif (Tjay, 2007).
6. Penyimpanan
Disimpan dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1979).

1.2 Tinjauan Fisikokimia Bahan Obat


1. Asam Salisilat
Rumus Kimia : C7H6O3
Struktur Kimia :

Berat Molekul :138,12


Titik Lebur :1580-1610C
Pemerian : Hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau
berbuk hablur halus putih, rasa agak manis, tajam
dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan
tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami
dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan
berbau lemah mirip mentol.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena; mudah
larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air
mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.
Khasiat : Keratolitikum dan antifungi

3
Kandungan : Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5%
dan tidak lebih dari 101,0% C7H6O3 dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan.
Wadah dan Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Bahan aktif
(Depkes RI, 1979)
1.3. Tinjauan Fisikokimia BahanTambahan
1. Asam Stearat
Asam Strearat adalah campuran asam organik padat yang yang diperoleh
dari lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat, C18H36O2 dan
asam heksadekanoat C16H32O2.
Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan
hablur; putih
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian
etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan
dalam bagian eter P.
Suhu Lebur : Tidak kurang dari 54°C
(Depkes RI, 1979).
Stabilitas : Asam stearat merupakan bahan stabil, antioksidan
juga dapat ditambahkan kedalamnya (Rowe et al,
2003).
Inkompatibilitas : Asam stearat tidak kompatibel dengan logam
hidroksida dan mungkin tidak kompatibel dengan
basa, bahan pereduksi, dan oksidator (Rowe et al,
2003).
Penggunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(Depkes RI, 1979)
2. Kalium Hidroksida
Kalium hidroksida adalah suatu senyawa anorganik dengan rumus
molekul KOH. Kalium hidroksida bersifat basa.

4
Berat Molekul : 56,1 gram/mol
Pemerian : Berbentuk padatan berwarna putih.
Kelarutan : Sekitar 121gram KOH akan larut dalam 100 ml air
dan propanol. Kelarutan dalam etanol sekitar 40
gram KOH/100 ml etanol.
Penggunaan : Digunakan sebagai pengering pada skala
laboratorium, sering digunakan sebagai pelarut
dasar terutama golongan amina dan piridin.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
(Raymond, 2009)
3. Cetyl Alkohol

Gambar 2. Struktur Cetyl Alkohol (Rowe, et al., 2009)


Rumus Kimia : C16H34O
Berat Molekul : 92,10 gram/mol
Pemerian : Cetyl alkohol berbentuk serpihan putih licin, granul
atau kubus, berwarna putih, berbau khas lemah, rasa
lemah.
Kelarutan : Cetyl akohol tidak larut dalam air, larut dalam etanol
dan eter, kelarutan bertambah dengan naiknya suhu.
Suhu lebur : Jarak lebur setil alkohol antara 450C dan 500C
Stabilitas : Cetyl alkohol stabil pada keadaan asam,basa dan
udara.
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi kuat
Penggunaan : Cetyl alkohol dapat meningkatkan konsistensi
emulsi emulsi minyak dalam air.
Penyimpanan : Disimpan pada tempat yang sejuk dan kering
(Rowe, et al., 2009)

5
4. Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 97,5% alkali Jumlah
dihitung sebagi NaoH dan tidak lebih dari 2,5% Na2CO3.
Pemerian : Bentuk batang,butiran atau keeping keras, rapuh dan
menunjukkan susunan hablur; putih; meleleh basah.
Sangat alkali dan korosif. Segera menyerap karbon
dioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol 95%
Penggunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1979)
5. Propilenglikol
Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% CH3H8O2
Rumus Kimia : CH3CHN(OH).CH2OH
Berat Molekul : 78,09 gram/mol
Pemerian : Cairan kental,jernih tidak berwarna; rasa khas;
praktis tidak berbau,menyerap air pada udara
lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan
dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam
beberapa minyak esensial; tetapi tidakdapat
bercampur dengan minyak lemah.
(Depkes RI, 1995)
Khasiat : Sebagai zat tambahan; pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
(Depkes RI, 1979)
6. Gliserin
Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C3H6O3.
Rumus Kimia : C3H6O3
Berat Molekul : 92,09 g/mol

6
Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa
manis; hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau
tidak enak). Higroskopik, netral terhadap lakmus.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol;
tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam
minyak lemak, dan dalam minyak menguap.
Bobot Jenis : Tidak kurang dari 1,249.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995)
Khasiat : Zat tambahan
(Depkes RI, 1979)
Kegunaan : Sebagai humektan dengan konsentrasi ≤ 30%
(Rowe et al ., 2003)
7. Propil paraben
Propilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C10H12O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Rumus Kimia : C10H12O3
Berat Molekul : 180,20 gram/mol
Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol, dan dalam eter; sukar larut dalam air
mendidih.
Jarak Lebur : Antara 95 dan 98C.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1995)
Khasiat : Zat pengawet
(Depkes RI, 1979)
Kegunaan : Pengawet, antimikroba preservatif (Konsentrasi
untuk sediaan topikal = 0,01-0,6%)
(Rowe et al ., 2003)

7
8. Metil paraben
Metil paraben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari
100,5% C8H8O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Rumus Kimia : C8H8O3
Berat Molekul : 152,15 gram/mol
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih; tidak berbau atau berbau khas lemah;
mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam
karbon tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan
dalam eter.
Jarak Lebur : Antara 125 dan 128C.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1995)
Khasiat : Zat tambahan; zat pengawet
(Depkes RI, 1979)
Kegunaan : Pengawet (konsentrasi untuk sediaan topikal = 0,02-
0,3%)
(Rowe et al ., 2003)
9. Aqua Destillata (Air suling)
Rumus Kimia : H2 O
Berat Molekul : 18,02 gram/mol
Definisi : Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat
diminum.
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak
mempunyai rasa.
pH : Antara 5 – 7
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995)
10. Etanol
Rumus Kimia : C2H6O

8
Berat Molekul : 46,07 gram/mol
Definisi : Etanol mengandung tidak kurang dari 92,3 % b/b
dan tidak lebih dari 93,8 % b/b C2H6O pada suhu
15,56C
Pemerian : Cairan mudah menguap; jernih; tidak berwarna; bau
khas; dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah.
Mudah menguap walaupun pada suhu rendah dan
mendidih pada suhu 78C.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan larut dengan pelarut
organik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
(Depkes RI, 1995)
1.3 Bentuk Sediaan, Dosis dan Cara Pemakaian
1. Bentuk Sediaan
Bentuk sediaan yang akan dibuat adalah krim. Krim adalah bentuk
sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depker RI, 1995). Krim adalah
sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari
60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar (Anief, 1997).
2. Dosis
Asam salisilat merupakan agen keratolitik yang efektif dan dapat
dicampurkan ke dalam berbagai zat pembawa dalam konsentrasi sampai 6%
untuk digunakan dua sampai tiga kali sehari (Arvin, 2000). Krim merupakan
obat luar sehingga penggunaannya tanpa menggunakan dosis tertentu
3. Cara Pemakaian
Cuci bersih bagian kulit yang akan dioleskan krim lalu lap hingga
kering. Oleskan krim secara merata. Hindari pemakaian krim ini pada yang
luka,iritasi atau memiliki luka terbuka.

9
II. FORMULASI
2.1 Formula
R/ Asam salisilat 6 gram
Asam stearat 15 gram
Kalium hidroksida 0,5 gram
Natrium hidroksida 0,18 gram
Cetyl alkohol 0,5 gram
Propilenglikol 3 gram
Gliserin 5 gram
Propil paraben 0,05 gram
Metil paraben 0,1 gram
Akuades 69,67 gram
2.2 Permasalahan dan Pencegahan Masalah dalam Formulasi

No. Permasalahan Pencegahan


1. Asam salisilat memiliki Asam salisilat digerus terlebih
pemerian berupa hablur putih dahulu sebelum dicampur dengan
berbentuk jarum yang dapat bahan lainnya.
mengiritasi kulit.
2. Asam salisilat sukar larut dalam Asam salisilat dicampur setelah
air tetapi larut dalam air terbentuk fase minyak dalam air
mendidih. dan dicampur setelah pendinginan
yakni pada suhu 40oC, karena suhu
air mendidih 100oC akan merusak
bahan lainnya.
3. Asam stearat memiliki titik Digunakan suhu yang sama untuk
lebur di atas 70o C dan setil melebur bahan-bahan yang
alkohol 45-50oC. digunakan, yakni pada suhu 70oC,
yang mana awalnya sebagian asam
stearat dilebur dahulu lalu

10
ditambahkan setil alkohol. Suhu
ini juga digunakan untuk menjaga
fase minyak agar tidak memadat.
4. Bahan-bahan yang digunakan Seluruh bahan harus dilebur
memiliki bentuk yang berbeda, terlebih dahulu sebelum dicampur.
sementara sediaan yang dibuat
berupa sediaan semi solid.
5. Setiap bahan memiliki Krim dibuat dengan melarutkan
kelarutan yang berbeda setiap bahan ke dalam fase yang
terhadap fase minyak dan fase cocok dengan sifat fisika
air. kimianya. Kemudian kedua fase
baru dicampurkan.
6. Krim terdiri atas fase minyak Ditambah emulgator yang dibuat
dan fase air yang tidak dapat dengan reaksi saponifikasi antara
menyatu. KOH dan NaOH dengan asam
stearat membentuk sabun yang
merupakan surfaktan sehingga
dapat menurunkan tegangan
permukaan
7. Sediaan krim banyak Ditambahkan pengawet metil
mengandung air, yakni tidak paraben dan propil paraben.
kurang dari 60% maka rentan Kombinasi keduanya dilakukan
terhadap tumbuhnya bakteri untuk meningkatkan spektrum
pada penyimpanannya. antimikroba.
8. Krim pada saat pencampuran Untuk mencegah kehilangan maka
mudah melekat pada wadah pada saat penimbangan dilebihkan
sehingga mengurangi jumlah 10%
sediaan

11
III. PRODUKSI
3.1 Penimbangan
Perhitungan penimbangan bahan untuk pembuatan 40 g krim asam salisilat
(+ 10% bobot kehilangan).
6
a. Asam salisilat : 100 ×40 gram= 24 gram+10%= 26,4 gram
15
b. Asam stearat : 100 ×40 gram= 6 gram+10%= 6,6 gram
0,5
c. Kalium hidroksida : 100 ×40 gram= 0,2 gram+10%= 0,22 gram
0,5
d. Setil alkohol : 100 ×40 gram= 0,2 gram+10%= 0,22 gram
0,18
e. Natrium hidroksida : ×40 gram= 0,072 gram+10%= 0,0792 gram
100
3
f. Propilenglikol : 100 ×40 gram= 12 gram+10%= 13,2 gram
5
g. Gliserin : 100 ×40 gram= 20 gram+10%= 22 gram
0,05
h. Propilparaben : ×40 gram= 0,02 gram+10%= 0,022 gram
100
0,1
i. Metilparaben : 100 ×40 gram= 0,04 gram+10%= 0,044gram
69,67
j. Akuades : ×40 gram= 27,868 gram+10%= 30,65 gram
100

Bobot jenis air adalah 1 g/mL maka akuades yang diukur adalah 30,65 mL
3.2 Cara Kerja
3.2.1 Alat dan Bahan
a. Alat
- Neraca analitik - Mortir dan stamper
- Gelas ukur - Viskometer Brookfield
- Penangas air - Gelas objek
- Sendok tanduk - Kaca transparan
- Kertas perkamen - Mikroskop
- Gelas beaker - Statif
- Batang pengaduk - Kertas millimeter blok
- Pipet tetes - Aluminium foil
- Sudip - pH meter
- Botol timbang - Spektrofotometer

12
- Cawan porselen - Kertas saring whatmann
b. Bahan
- Asam salisilat - Larutan dapar fosfat pH 7,4
- Asam stearat
- Kalium hidroksida
- Natrium hidroksida
- Setil alkohol
- Gliserin
- Propilenglikol
- Propil paraben
- Metil paraben
- Akuades
3.2.2 Cara Kerja

Ditimbang asam stearat dan cetyl alkohol sebagai fase minyak sesuai
perhitungan, dan dimasukkan ke dalam beaker glass

Ditimbang KOH, NaOH, Propilenglikol, gliserin, dan akuades sebagai


fase air sesuai perhitungan, dan dimasukkan ke dalam beaker glass
lainnya

Dilebur kedua fase pada beaker glass yang berbeda tersebut dengan
suhu 60oC di atas hotplate

Dipersiapkan mortir panas sebagai tempat untuk pencampuran kedua


fase

Ditimbang asam salisilat, kemudian digerus hingga halus dan dilarutkan


dengan etanol 95%

Ditimbang pula metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet


yang akan ditambahkan setelah semua bahan tercampur merata

Setelah fase minyak dan fase air melebur, kemudian fase minyak
dimasukkan ke dalam mortir panas

13
Ditambahkan fase air sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah
berisi fase minyak sambil digerus atau diaduk secara kontinu

Setelah mortir terasa sedikit hangat, dimasukkan asam salisilat yang


telah terlarut dalam etanol 95% sedikit demi sedikit sambil terus diaduk
atau digerus secara kontinu

Ditambahkan metil paraben dan propil paraben kemudian digerus atau


diaduk perlahan hingga menjadi krim

Dilakukan uji evaluasi terhadap krim yang telah terbentuk

Krim dimasukkan ke dalam wadah atau kemasan primer, dan


dimasukkan ke dalam kemasan sekunder yang didalamnya telah
terdapat brosur

IV. PENGEMASAN
4.1 Kemasan Primer

4.2 Kemasan Sekunder

14
4.3 Etiket

4.4 Brosur

V. EVALUASI
5.1 Organoleptis
Diamati bau, warna, tekstur sediaan, konsistensi krim yang dihasilkan

Dicatat hasil yang diperoleh


5.2 Evaluasi pH
Diencerkan 1 gram sediaan yang akan diperiksa dengan air suling
hingga 10 mL

Diaduk hingga homogen

Dicelupkan elektroda pH meter ke dalam larutan

Dicatat hasil yang tertera pada pH meter

15
5.3 Evaluasi Daya Sebar
Ditimbang 0,5 gram krim yang telah dibuat, lalu diletakkan di atas
kertas grafik yang dilapisi kaca

Dibiarkan sesaat dan dihitung luas daerah yang diberikan oleh sediaan

Ditutup dengan kaca yang diberikan bebab secara bergantian, yaitu 1,2,
dan 5 gram, dibiarkan selama 60 detik

Dihitung pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan

5.4 Evaluasi Daya Lekat

Ditimbang 0,5 gram krim yang telah dibuat, lalu diletakkan di atas
gelas objek

Diratakan dengan gelas objek lainnya, kemudian ditempelkan gelas


objek tersebut dengan gelas objek lain

Dipasang sebuah penjepit pada statif, lalu dijepit bagian uung gelas
objek pertama sehingga posisi gelas objek vertikal

Dipasang penjepit lainnya yang telah diberikan beban 80 gram di bagian


ujung bawah gelas objek kedua sambil ditahan menggunakan tangan
agar tidak jatuh

Disiapkan stopwatch, kemudian dilepaskan beban yang ditahan tersebut


sambil dihitung waktu yang diperlukan gelas objek kedua terlepas dari
gelas objek pertama

Diulangi langkah di atas sebanyak 2 kali


5.5 Viskositas
Diambil krim secukupnya kemudian dimasukkan kedalam gelas beaker

Disiapkan alat Viskometer Brookfield, kemudian dipasang spindle yang


akan digunakan lalu diatur pada layar

16
Dicelupkan spindle yang terpasang hingga kedalam krim

Diatur kecepatan variasi (10; 20; 30; 50; 100; 50; 30; 20; 10 rpm selama
60 detik dengan shear rate 0,2 sampai 1 s-1

Dicatat data yang diperoleh

5.6 Homogenitas

Diambil krim secukupnya, dan diletakkan di atas gelas objek

Diamati di bawah mikroskop, dan dilihat homogenitas krim yang


terbentuk

5.7 Uji Pelepasan Senyawa Aktif (Asam Salisilat) dengan Spektrofototmeter

Dimasukkan larutan dapar fosfat pH 7,4 ke dalam alat (hingga tanda


batas pemisah kompartemen reseptor dan kompartemen donor dengan
membran kertas saring Whatmann)

Dimasukkan 50 mg krim asam salisilat diatas membran kertas saring


Whatmann

Dijalankan magnetic stirer pada kecepatan 250 rpm dan dijaga suhu
kompartemen reseptor agar 37 ± 0,50C

Diambil sampel sebanyak 5 mL yang dilakukan pada kompartemen


reseptor setiap waktu tertentu yaitu pada menit ke- 5,10, 20, dan 30
menit

Dilakukan penggantian volume media dengan jumlah yang sama pada


setiap pengambilan sampel

Diukur sampel dengan menggunakan spektrofotometer dan dibaca pada


panjang gelombang 230 nm

Dicatat data yang diperoleh

17
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Arvin, B.K. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Ed.5 Vol.3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Bruntan, Laurence, Keith P, dkk. 2008. Goodman and Gillman’s Manual of
Pharmacology and Therapeutic. New York: Mc Graw Hill Medical
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Rowe, R. C., P. J. Sheskey, dan M. E. Quinn. 2003. Handbook of
PharmaceuticalExcipients. 4thEdition. London: Pharmaceutical Press.
Sulistyaningrum, S. K., H. Nilasari, dan E. H. Effendi. 2012. Penggunaan Asam
Salisilatdalam Dermatologi. J Indon Med Assoc. Vol 62 (7): 277-284
Sweetman S.C.. 2009. Martindale : The Complete Drug Reference Thirty-sixth
Edition. London :Pharmaceutical Press.
Tjay, T.H. 2007. Obat-obat Penting Edisi ke Enam. Jakarta: Elex Media
Komputindo

18

Anda mungkin juga menyukai