Anda di halaman 1dari 15

A.

Wisata Religi Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim Gresik


Maulana Malik Ibrahir berasal dari negeri Campa, Kamboja dan
lahir dari garis keturunan penyebar agama Islam, dan juga tokoh penting
bagi perkembangan agama Islam di Nusantara. Pada abad ke 13 atau 801
H, atas perintah ayahnya, Maulana Malik Ibrahim ditugaskan untuk
dakwah menuju Asia Tenggara.Dengan misi menyebarkan agama dan
membawa barang-barang dagangan sebagai perkenalan, beliau akhirnya
sampai di pelabuhan Gresik, yang merupakan pelabuhan terbesar se Asia
Tenggara waktu itu dan juga salah satu Bandar Kerajaan Majapahit.
Setelah sampai di Gresik, Maulana Malik Ibrahim berdakwah di
desa Leran, sekitar tahun 1392 M. Lalu, Syeh Maulana Malik Ibrahim
wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik.Salah
satu alasan Syekh Maulana Malik Ibrahim yang juga dikenal sebagai
Sunan Gresik adalah orang yang pertama dianggap berhasil meyebarkan
agama Islam di tanah Jawa, ketika Kerajaan Majapahit masih berdiri.
Lokasi kompleks bangunan Makam Maulana Malik Ibrahim Gresik
berada di tepi Jalan Malik Ibrahim di Desa Gapuro Sukolilo, Gresik, Jawa
Timur. Sepintas kompleks makam itu tampak cukup bersih dan terawat
dengan baik. Suatu hal yang membesarkan hati, mengingat peran penting
sang Maulana semasa hidupnya.
Di Makam Maulana Malik Ibrahim tertulis sebuah inskripsi dalam
bahasa Arab, yang berbunyi: "Ini adalah makam almarhum seorang yang
dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan
kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan
sebagai tongkat sekalian para Sultan dan Wazir, siraman bagi kaum fakir
dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama:
Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di
surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah."
Pepohonan paving block di sekitar cungkup terlihat rapih dan
terawat, serta dinaungi cukup banyak pohon-pohon kamboja dan pohon
lainnya yang lumayan rindang. Namun tidak terlihat pohon yang berusia
tua di kompleks Makam Maulana Malik Ibrahim Gresik ini.
Kabarnya lebih dari 800 ribu peziarah datang ke tempat ini setiap
tahunnya. Di kompleks Makam Maulana Malik Ibrahim ini tidak nampak
ada tebaran petugas peminta derma dan makam bisa dilihat dari jarak
dekat. Lorong panjang dan lebar ada di samping Makam Maulana Malik
Ibrahim yang barangkali untuk menampung pengunjung saat acara
peringatan 12 Rabi’ul Awwal, sesuai tanggal wafatnya.
Di ujung lorong kompleks makam ini terdapat cungkup yang
didalamya terdapat Makam Maulana Ishak. Beliau adalah saudara
kandung Maulana Malik Ibrahim dan ayah dari Sunan Giri. Di sebelahnya
terdapat Makam Syekh Maulana Makhrubi, namun tak ada penjelasan
bagaimana hubungan keluarganya. Jam buka Makam Maulana Malik
Ibrahim Gresik sepanjang hari dan malam. Harga tiket masuknya pun
gratis.
Sebagian orang berpendapat bahwa Maulana Malik Ibrahim karena
disebut Syekh Maghribi berasal dari Maghrib, Maroko, Afrika Utara.
Sedangkan Babad Tanah Jawi versi J.J Meinsma menyebutnya sebagai
Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, sehingga kemungkinan ia lahir di
Samarkand, Asia Tengah.Raffles, dalam The History of Java,
menyebutkan “Maulana Ibrahim, seorang pandita terkenal dari Arabia,
keturunan dari Jenal Abidin dan sepupu Raja Chermen (sebuah negara
Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran
di Jang’gala”. Namun dengan membaca baris kelima tulisan prasasti
makam, J.P Moquette menduga bahwa beliau berasal dari Kashan, suatu
tempat di Iran sekarang.
Wali besar ini wafat pada 1419 setelah selesai membangun dan
menata pesantrennya di Desa Leran yang lokasinya cukup jauh dari
makamnya.Makam maulana Malik Ibrahim dikelilingi oleh makam-
makam di area terbuka yang batu nisannya kebanyakan berwarna putih.
beberapa diantaranya diberi pagar keliling terbuat dari jeruji besi. Paving
block di sekitar cungkup terlihat rapih dan terawat.
Pandangan pada tiga kuur di cungkup utama dilihat dari tempat di
dekat Makam Syekh Maulana Maghfur, putera Maulana Malik Ibrahim. Di
sebelahnya adalah makam isteri Maulana Malik Ibrahim bernama
Syayyidah Siti Fatimah, dan makam Maulana Malik Ibrahim di tempat
paling ujung.
Suasana di dalam kompleks makam ini terlihat kondusif tidak ada
tebaran petugas derma yang mengganggu. Makam Syekh Maulana pun
bisa dilihat dengan jarak yang sangat dekat. Memasukikompleks makam
terlihat ada gapura berbentuk paduraksa di sebelah kanan yang menjadi
salah satu jalan masuk ke dalam cungkup makam. Di arah kiri terdapat
semacam ruang pengurus dan disampingnya terdapat bangunan terbuka
berbentuk memanjang.
Jika ada yang perlu diperbaiki di kompleks Makam Syekh Maulana
Malik Ibrahim barang kali adalah tempat parkirnya, yang semestinya
disediakan tempat khusus agar area di depan makam bisa bersih dari
kendaraan peziarah.
B. Akulturasi Seni Budaya Dengan Agama Islam
Kebudayaan memiliki tiga (3) wujud yaitu dari ide, kegiatan, dan
artefak.Wujud ide sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Ide dan
gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat,
memberi jiwa kepada masyarakat itu. Sedangkan wujud kedua berupa
tindakan (aktivitas) yang merupakan tindakan berpola dari manusia itu
sendiri. Sementara yang ketiga berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat.Menganalisis
akulturasi yang terdapat di makam Sunan Gresik (Syeh Maulana Malik
Ibrahim), akan lebih mudah serta sistematis apabila menggunakan tiga
variabel wujud budaya tersebut. Beberapa akulturasi yang yang terdapat di
makam Sunan Gresik (Syeh Maulana Malik Ibrahim) diantaranya :
1. Akulturasi Budaya yang dapat dilihat dari arsitektur makam Sunan
Gresik

Makam merupakan tempat peristirahatan


terakhir.Apabiladiklasifikasikan, makam termasuk kebudayaan
yang berwujud artefak atau benda. Menurut
peraturan (ajaran) agama Islam, jika seseorang meninggal
mayatnya harus dimandikan agar bersih, kemudian dibungkus
dengan kafan yaitu kain putih yang tidak dijahit. Setelah itu
disalatkan. Dan mayatnya ditanam (dikubur) di tempat yang telah
ditentukan.Namun tidak jarang pula makam-makam ini diberi
hiasan. Hal ini ditujukan sebagai penghormatan terhadap keluarga
yang sudah tidak ada. Tidak jarang pula pemberian hiasan ini
sebagai legitimasi jika yang di baringkan di tempat ini merupakan
orang yang penting atau yang berpengaruh.
Seperti halnya makam-makam lain, makam Sunan Gresik yang
merupakan makam tertua, juga memiliki hiasan atau ornamen-
ornamen tertentu yang berbeda dengan hiasan di makam-makam
lain. Walaupun diketahui makam Sunan Gresik berbeda dari
makam sunan-sunan lain, di mana makam-makam sunan lain sudah
mengadopsi unsur kebudayaan Indonesia kuno berupa punden
berundak sedangkan makam Sunan Gresik tidak menggunakan
konsep tersebut. Namun masih terlihat beberapa unsur budaya,
seperti halnya :
1.1. Unsur Budaya Islam

Unsur budaya Islam adalah unsur yang paling dominan di


antara unsur budaya yang lain. Unsur budaya ini terdapat
di inskripsi jirat nisan Sunan Gresik. Memang mengenai jirat
dan nisan ini memiliki beberapa pendapat tentang asalnya.
Yang pertama adalah pendapat, jika inskripsi dan nisan berasal
dari Pasai. Pendapat ini didasarkan pada bingkai nisan yang
tertulis surat al-Baqarah ayat 225 atau yang sering disebut surat
Kursi, Surat Ali Imran ayat 185, surat al-Rahman 26-27, dan
surat al-Tauban ayat 21-22. Susunan prasasti dan pencantuman
ayat Kursi menunjukan persamaan dengan beberapa makam di
Pasai.
Pendapat yang kedua menurut J.P. Moquette menyatakan
jika nisan dari Persia berdasarkan bentuk jirat dan nisan, serta
gaya dalam kaligrafinya menujukan persamaan dengan
kaligrafi nisan-nisan di Cambay, India. Walaupun banyak
perbedaan pendapat dari para ahli tentang asal jirat namun yang
terlihat jelas adalah unsur budaya Islam yang terlihat dari
kaligrafi yang ada di makam. Yang menggunakan hurufArab
seperti huruf dalam Al-Quran dan Hadist. Hal ini jelas
menunjukan budaya Islam.
1.2. Unsur Budaya Hindu-Buddha
Di makam Sunan Gresik ini, kita juga menjumpai beberapa
anasir yang menunjukkan budaya masa klasik. Sesuai dengan
jiwa zaman kala itu, ketika Jawa masih terdapat dominasi
agama Hindu-Buddha, makam Islam layaknya makam Sunan
Gresik pun tidak luput dari campuran kebudayaan Hindu-
Buddha dan Islam. Unsur Budaya Hindu-Buddha terlihat dari :
a. Gapura Paduraksa
Paduraksa adalah bangunan yang berupa gerbang
namun diatasnya terdapat atap. Bangunan yang mirip
dengan candi ini, disebut pula dengan Kori
Agung. Kata Kori berasal dari bahasa Jawa, bermakna
“pintu atau daun pintu dari kayu”, sedangkan Agung berarti
“besar.”Paduraksa merupakan pembatas sekaligus gerbang
akses penghubung antar kawasan dalam kompleks
bangunan khusus seperti keraton, makam dan candi. Dapat
kita tafsirkan pula bahwa gapura paduraksa merupakan
pintu gerbang khusus untuk memasuki suatu bagian yang
paling sakral atau suci.Prof. Aminuddin Kasdi dalam
bukunya, “Kepurbakalaan Sunan Giri”, juga
mengungkapkan hal senada bahwa Kori Agung, merupakan
pintu masuk ke kelompok bangunan yang tersakral sebagai
bangunan utama.Paduraksa ditempatkan di halaman tengah,
tepatnya di halaman kedua dan ketiga.Dalam konsep agama
Hindu, paduraksa memiliki makna, apabila seorang akan
memasuki tempat suci diharapkan telah menyatukan
seluruh fikiran yang terkait dengan hal yang baik.
b. Banyak nisan (penanda kubur) yang mengelompok

Sama dengan konsep candi, makam merupakan


tempat kediaman terakhir yang abadi. Diusahakan pula
untuk menjadi perumahan yang sesuai dengan orang-orang
yang dikuburkan disitu dengan alam yang sudah berganti.
Seakan-akan makam itu disamakan dengan orangnya
lengkap dengan keluarga serta orang-orang yang ada
disekitarnya. Seperti halnya dengan makam Sunan Gresik
yang terdapat banyak nisan yang berada di area
pemakaman. Nisan-nisan itu adalah nisan dari keluarga
serta para murid.
Dari makam-makam Islam tertua dapat dilihat
adanya dua macam bentuk makam. Yaitu buatan asing dan
makam Indonesia. Jenis pertama adalah jirat-jirat yang
dibuat di luar negeri, sebagai barang jadi kemudian
diperdagangkan di Indonesia. Misalnya, makam-makam di
Pasei (Pasai) dan makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik
ini. Makam buatan asing lazim disebut sebagai jirat, tidak
memakai nisan, sedang pada makam Indonesia nisan itu
menduduki tempat penting.
Terkait dengan nisan itu sendiri, pendapat Bernet
Kempers seperti yang dikutip Prof. Aminuddin Kasdi,
bahwa pemujaan arwah leluhur, pada zaman Megalitik
segi-segi materilnya digambarkan dalam bentuk menhir.
Menhir kemudian menjadi prototipe batu-batu prasasti.
Pada periode berikutnya, tradisi pembuatan instrumen ritual
itu berlanjut dalam bentuk-bentuk batu nisan pada makam-
makam Islam.
Dalam pandangan masyarakat kita, para wali itu,
pada masa hidupnya dianggap memiliki status, martabat,
dan akhlak yang mulia, ilmu sudah sedemikian tinggi, jauh
melebihi manusia biasa. Kelebihan-kelebihan itu dipercaya
sebagai petunjuk bahwa wali-wali tersebut telah mencapai
derajat dekat dengan Allah (Arab : muqarrabin).Maka
dalam hal ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa
nisan-nisan kubur yang cenderung mengelompok dengan
Sunan Gresik (di sekitarnya) juga dipengaruhi oleh
pemikiran tadi. Mereka ingin mendekatkan si mati dengan
wali yang mereka anggap memiliki karamah agar mendapat
kemuliaan pula di sisi Tuhan.
c. Terdapat musala dan tempat mengaji
Musala dan tempat untuk mengaji menunjukan
upaya untuk meneruskan konsep agama Hindu seperti
halnya dengan candi yang digunakan sebagai tempat
penguburan dan pemujaan. Begitu pula dengan makam ini
yang digunakan sebagai tempat penguburan dan tempat
untuk berdoa.

1.3. Unsur Budaya Jawa


Unsur budaya Jawa ditunjukan
dengan “Prasasti Pendek” yang terdapat di sisi kanan bawah
gapura. Prasati ini bertuliskan aksara JawaKuno yang
menunjukan tahun 1340 Saka (1419 Masehi).Tulisan Jawa ini
juga terdapat pada sisi atas paduraksa.

2. Akulturasi Budaya yang dilihat dari aktifitas masyarakat sekitar makam


Bentuk kebudayaan yang lain adalah aktivitas manusia. Makam Sunan
Gresik merupakan makam yang dikeramatkan, tentu terdapat banyak aktivitas
di tempat ini. Melalui aktivitas-aktivitas disekitar makam ini, dapat diamati
akulturasi yang terjadi.
2.1. Budaya Ziarah

Ziarah semacam ini dilakukan terhadap makam orang tua atau


keluarga sendiri. Ziarah dilakukan untuk instropeksi diri jika suatu saat
nanti akan kembali ke hadirat yang Maha Kuasa. Selain itu juga untuk
mengingat kebesaran Tuhan dan mendoakan agar arwah keluarga tersebut
diterima dan mendapatkan rahmatNya. Selain itu ziarah juga
dimaksudkan untuk menjaga agar pemakaman yang menjadi kenang-
kenangan terakhir orang yang telah meninggal itu tetap terawat dan
memperjelas silsilah keluarga.
Di beberapa daerah ziarah dilakukan pada waktu-waktu tertentu.
Seperti halnya di Pulau Jawa sebagai contoh adalah makam Ki Ageng
Perwito yang terletak di desa Ngreden, Kecamatan Wonosari, Klaten
yang selalu ramai ketika Jumat Wage. Secara umum makam-makam di
Indonesia selalu ramai dikunjungi peziarah ketika mendekati bulan Puasa
dan Lebaran.
Namun, untuk makam para Wali penyebar agama Islam selalu
ramai setiap hari. Namun untuk Sunan Gresik sendiri banyak dikunjungi
terlebih lagi ketika malam Jumat Legi. Kunjungan terhadap makam atau
ziarah ini ternyata sejalan dengan apa yang sudah dilakukan pada masa
Hindu-Buddha, yaitu mengunjungi candi atau tempat suci lainya dengan
maksud melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Menurut
Soekmono, dengan demikian mudahlah dipahami jika ziarah menjadi
kesempatan untuk meneruskan kebiasaan lama, sehingga apa yang
dilarang oleh agama Islam yaitu pemujaan terhadap sesuatu selain Allah
dapat dilakukan kembali. Pemujaan ini terlebih-lebih ditunjukan kepada
orang yang mempunyai kedudukan lebih dari manusia biasa seperti raja,
wali, dan pemuka agama yang termasyur.
Mereka sering menyampaikan keinginannya di makam tersebut.
Karena terkadang manusia merasa jaraknya dengan Allah begitu jauh
sehingga mereka merasa harapanya dan keinginanya tidak tersampaikan.
Oleh karena itu manusia menjadikan mereka yang sudah dekat dengan
Allah sebagai perantara untuk menyampaikan keinginan. Mereka yang
sudah dekat adalah nenek moyang dan para wali yang sudah lebih dahulu
menghadap Allah. Lebih-lebih para wali yang semasa hidupnya sudah
memiliki kelebihan-kelebihan yang menunjukan kedekatanya dengan
Allah.
2.2. Budaya Khaul
Budaya Khaul merupakan budaya memperingati satu tahun
meninggalnya seseorang. Khaul atau yang dalam bahasa Jawa Kol ialah
selamatan setahun sekali pada makam-makam yang dianggap keramat.
Macamnya selamatan ialah diutamakan makan yang menjadi kegemaran
si mati pada waktu hidupnya dulu. Biasanya ditambah dengan memuji-
muji kebaikan si mati pada waktu masih hidupnya dulu.
Secara bahasa kata “khaul” berasal dari bahasa Arab, Haala-
Yahuulu-Haulan yang artinya setahun atau masa yang sudah mencapai
satu tahun. Secara kultural, “khaul” ialah peringatan hari kematian seorang
tokoh masyarakat, seperti syaikh, wali, sunan, kiai, habib dan lain-lain
yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan tanggal wafatnya. Untuk
mengenang jasa-jasa, karomah, akhlaq, dan keutamaan mereka.
 Rangkaian acara haul
Untuk menyemarakkan khaul banyak sekali acara yang
diselenggarakan. Rangkaian acara khaul berbeda antara satu daerah
dengan daerah lainnya. Adapun acara inti khaul di setiap daerah tidak
terlepas dari tiga poin berikut yaitu :
a. Membaca Al-Qur’an, dzikir, dan tahlilan secara berjamaah,
serta doa bersama.
b. Mengadakan pengajian, ceramah agama, pembacaan
biografi/sejarah hidup dan karomah-karomah tokoh yang
di khauli.
c. Menghidangkan makanan dan minuman.
 Tujuan diadakannya khaul
Adapun tujuan haul adalah untuk mengenang jasa dan hasil
perjuangan para tokoh yang di khauli terhadap umat dan agama.
 Asal-usul khaul dalam sejarah Islam
Sebenarnya, acara khaul tidak dikenal dalam syariat
Islam.Khaul tidak ada pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam, sahabat, tabiin, dan tabiut-tabiin. Peringatan tersebut tidak pula
dikenal oleh imam-imam madzhab, Imam Abu Hanifah, Imam Malik,
Imam Syafii, dan Imam Ahmad. Karena memang perayaan ini adalah
perkara baru dalam agama Islam. Adapun yang pertama kali
mengadakan khaul dalam sejarah Islam adalah
kelompok Rofidhoh (Syiah) yang sesat dan menyesatkan, mereka
menjadikan hari kematian Husain pada bulanAsyuro sebagai hari besar
yang diperingati.
Khaul adalah doa dan sedekah. Khaul merupakan media untuk
mengambil teladan dan meneladani, serta memohon keberkahan. Dari
beberapa keterangan, kata khaul ini awalnya muncul dari dunia
pesantren yang pada perkembanganya menjadi memasyarakat
sebabkhaul selalu di isi dengan pelbagai agenda salah satunya adalah
pengajian umum yang mendatangkan mubaligh. Dari sinilah khaul
mulai dikenal masyarakat.
Pada perkembangannya, kata “khaul” kemudian seringkali
dimaknai sebagai kegiatan ritual keagamaan tahunan untuk
memperingati hari meninggalnya orang yang dicintai atau orang yang
diagungkan dan itu merupakan kebiasaan pesantren pada umumnya
untuk mengenang jasa dan meneladani seorang kiai atau gurunya. Dari
sinilah yang awalnya khaul diadakan untuk mengenang dan
meneladani seorang kiai oleh santri pondok pesantren, berkembang
dengan beberapa agenda kegiatan dari ziarah ke makam, tahlilan,
hataman dan ditutup dengan pengajian umum. Kini menjadi sebuah
tradisi memasyarakat
Khaul di makam Sunan Gresik dilakukan setiap tanggal 12
Rabiul Awal (tertera pada batu nisan) serta bertepatan dengan tanggal
lahir Rasulullah saw, lebih tepatnya setiap hari Jumat Legi. Pada
acarakhaul tersebut dilakukan khataman Al-Quran
dan mauludan (pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad). Ada
menu khas yang disajikan adalah bubur harisah. Bubur harisah itu
bubur yang dibuat dari daging kambing dan dikasih bumbu dari Arab.
Daftar Referensi

http://www.eastjava.com/tourism/gresik/ina/sunan-maulana.html

http://lilianyratna.blogspot.co.id/2014/12/akulturasi-budaya-pada-makam-
sunan.html
http://www.gurusejarah.com/2015/01/akulturasi-islam-seni-bangunan.html
LAMPIRAN FOTO

Anda mungkin juga menyukai