Bab I Latar Belakang
Bab I Latar Belakang
oleh beberapa kemajuan di bidang kesehatan, seperti penurunan angka kematian bayi dan
balita, penurunan angka kejadian penyakit menular, dan peningkatan usia harapan hidup
(Kemenkes RI, 2007). Hal tersebut memicu adanya perubahan epidemiologi penyakit yang
ada di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, selama 12 tahun, terhitung sejak
tahun 1995 sampai tahun 2001, telah terjadi transisi epidemiologi yang menggambarkan
kematian karena penyakit tidak menular yang bersifat degeneratif dan kronis semakin
meningkat, sedangkan kematian karena penyakit menular terus menurun. Pada tahun 2030,
diperkirakan keadaan tersebut semakin jelas perbedaannya. Fenomena ini berkaitan dengan
adanya perubahan gaya hidup akibat modernisasi, pertumbuhan populasi, dan peningkatan
usia harapan hidup. Hal tersebut menyebabkan angka kejadian penyakit tidak menular terus
bertambah di masyarakat. Salah satu penyakit tidak menular yang memiliki tingkat
dari atau sama dengan 140/90 mmHg secara kronis (Fisher N.D.L, William G.H, 2005).
tubuh yang berperan dalam hipertensi adalah aktivitas saraf simpatis, sistem renin-
angiotensin-aldosteron, disfungsi endotel, serta kadar natrium tinggi dengan retensi cairan.
Faktor lainnya seperti genetik, perilaku, dan gaya hidup juga berpengaruh terhadap hipertensi
20% orang dewasa di seluruh dunia dan meningkat pada usia lebih dari 60 tahun (WHO,
2002). Angka tersebut diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun 2025. Secara
umum angka kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang dibanding dengan negara
maju. Hingga saat ini hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia karena
merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Provinsi Jawa
Barat menempati urutan ke empat prevalensi tertinggi di Indonesia dengan angka 29,4%,
sementara prevalensi di Kota Bogor mencapai 23.3 % (Kemenkes RI, 2013). Pada bulan
April 2017, penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Utara sebanyak 223
kasus atau sama dengan 9.87 % dari total kasus keseluruhan., dimana 82.06% adalah pasien
baru dan 21.86 % adalah pasien lama. Sebanyak 18,7 % penderita berada pada usia 45-54
tahun. Jumlah ini merupakan jumlah kasus paling tinggi diantara jenis penyakit tidak
menular.
yang tidak terdeteksi. Hal ini dikarenakan hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala.
Berdasarkan data WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui, hanya 25% yang
mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Di sisi lain, tekanan darah
yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama tanpa adanya intervensi yang adekuat
dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering dari penyakit hipertensi yang
tidak diobati adalah penyakit jantung dan stroke yang merupakan penyebab kematian dan
disalibitas dini nomor satu di dunia. Berdasarkan data Global Burden of Desease (GBD)
tahun 2000, 50% dari penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh hipertensi (Shapo dan McKee,
2003). Selain itu, hipertensi juga meningkatkan resiko gagal ginjal dan kebutaan. Hipertensi
kemampuan ginjal untuk memfiltrasi darah dengan baik (Guyton, A.C, 2006). Penanganan
carotis, serta dialisis, akan menghabiskan dana dalam jumlah besar, baik bagi pasien maupun
pemerintah.
Di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat hipertensi dari 450.000
kasus penyakit hipertensi yang ada. Hipertensi ini merupakan penyebab kematian nomor 3
setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua
Faktor pemicu hipertensi ini bersifat multifaktorial yang dapat dibedakan menjadi
tidak dapat terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol
(seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, dan konsumsi alkohol serta konsumsi garam
Faktor hipertensi yang tidak dapat tekontrol antara lain umur dan jenis kelamin. Umur
merupakan salah satu faktor risiko yang memengaruhi kejadian hipertensi. Umumnya
tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk
menderita hipertensi pada populasi > 55 tahun yang tadinya tekanan darah normal adalah
90% (Chobaniam, 2003). Jenis kelamin juga memengaruhi kejadian hipertensi. Sampai
dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan.
Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang
Faktor lain yang memengaruhi kejadian hipertensi dan dapat dimodifikasi adalah
merokok, obesitas, aktivitas fisik, dan konsumsi makan makanan yang tinggi garam dan
lemak jenuh. Merokok sudah sejak lama diketahui sebagai faktor risiko utama penyakit
kardiovaskuler (Bonow, Libby, Mann & Zipes, 2008). Selain itu, obesitas juga berpengaruh
terhadap kejadian hipertensi. Black dan Izzo (1999) menyatakan bahwa dari 60% pasien yang
menderita hipertensi, 20% di antaranya mempunyai berat badan berlebih. Penurunan berat
badan 9,2 kg dapat menurunkan tekanan darah baik sistole dan diastole sebesar 6,3 dan 3,1
mmHg. Aktivitas fisik juga berhubungan dengan hipertensi. Davis (2004) menyatakan bahwa
aktivitas fisik yang teratur dapat menurunkan risiko atherosclerosis dan menurunkan tekanan
darah sistolik sebesar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 7,5 mmHg. Pola makan
juga berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Hal ini berkaitan dengan konsumsi nutrien
tertentu yang dapat menstimulasi naiknya tekanan darah. Nutrien yang berdampak nyata
terhadap naiknya tekanan darah adalah mineral sodium. Selain itu juga makanan berlemak
jenuh dapat memicu terjadinya atherosclerosis yang kemudian dapat meningkatkan tekanan
Pada tahun 2012, World Health Organization mencanangkan Global Plan Action
2013-2020 yang bertujuan untuk mengurangi 25% kematian dini akibat penyakit-penyakit
tidak menular di tahun 2025, termasuk hipertensi. Mencegah dan mengontrol tekanan darah
tinggi merupakan salah satu langkah yang penting untuk mencapai hal tersebut. American
Heart Association (2004) menyatakan bahwa salah satu cara mengontrol hipertensi adalah
dengan gaya hidup sehat dan pengendalian faktor risiko. Selain itu deteksi dini dengan
pemeriksaan tekanan darah secara berkala juga merupakan solusi untuk mengatasi terjadinya
tidak menular yang memiliki angka prevalensi yang tinggi di Indonesia pada umumnya, dan
Kota Bogor khususnya. Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan pemicu yang
multifaktorial, baik faktor risiko yang tidak dapat terkontrol maupun yang masih dapat
terkontrol oleh penderita. Hipertensi masih sulit dideteksi karena sifatnya yang sering tidak
bergejala, padahal tekanan darah yang tinggi terus menerus dalam waktu lama dapat memicu
terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Sehingga, mencegah dan mengontrol hipertensi merupakan hal yang penting dilakukan dalam
dunia kesehatan. Salah satu usaha untuk hal tersebut dengan cara mencari tahu faktor risiko
yang ada pada masyarakat yang selanjutnya diharapkan dapat dilakukan intervensi sesuai
kondisi masyarakat. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai
gambaran faktor risiko pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Bogor Utara,
Kota Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Development. Basic Health Survey 2007, Jakarta: National Institute of Health Research and
Development
3. World Health Organization (2011) Noncommunicable disease country profiles 2011 WHO
Internal Medicine.16th Edition. New York: The Mc Graw Hill. 2005. 230: 1463 – 81.
1. 6. Ed. Tanto C Et Al. Kapita Selekta Kedokteran Ed 4. Jakarta: Media Aesculapius.
2014 : 635-639.
2. 7. The World Health Report 2002-Reducing Risks, Promoting Healthy Life. Geneva,
Switzerland: World Health Organization; 2002.
3. 8. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J. Global
Burden Of Hypertension: Analysis Of Worldwide Data. The Lancet 2005; 365: 217–
223.
7. Hajjar, Ihab, and Theodore Kotchen. "Regional variations of blood pressure in the United
States are associated with regional variations in dietary intakes: the NHANES-III data." The
Journal of nutrition 133.1 (2003): 211-214.
8. Libby, P., et al. "Braunwald E." Braunwald’s heart disease: a textbook of cardiovascular
medicine (2008).
9. Williams, B., Poulter, N. R., Brown, M. J., Davis, M., McInnes, G. T., Potter, J. F., ... & Thom,
S. M. (2004). British Hypertension Society guidelines for hypertension management 2004
(BHS-IV): summary. Bmj, 328(7440), 634-640.
10. Indrawati, L, Werdhasari, A, & Yudi K.A. (2009). Pusat penelitian dan pengembangan
Biomedis dan Farmasi. Hubungan pola kebiasaan konsumsi Makanan Masyarakat miskin
dengan Kejadian Hipertennsi di Indonesia, 19(4), 174-184