Anda di halaman 1dari 10

Toeri Konstruksivisme

Pendahuluan
Salah satu landasan teoretik pendidikan IPA (fisika) modern termasuk
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada
dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka
lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar
lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu
proses belaJar mengajar beriangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat
generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari.
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran
konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
seketika.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu
dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Konstruktivisme sebenarnya
bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita
selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Hal tersebut menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih
dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum yaitu:

1. Siswa aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.


2. Dalam konteks pembelajaran, siswa membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh siswa sendiri melalui
proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.
Faktor ini berlaku apabila seorang siswa menyadari gagasan-gagasannya tidak
konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai keterkaitan dengan
pengalaman sehari-hari untuk menarik minat siswa.

Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Ciri – ciri konstruksivisme.
2. Pembelajaran fisika yang konstruksivisme.
3. Langkah-langkah pembelajaran konstruksivisme.
4. Metode Pembelajaran Fisika Yang Konstruktivisme.
5. Implikasi Kontruktivisme dalam Pembelajaran.
6. Kelebihan dan Kekurangan Konstruktivisme

I. Ciri-ciri Konstruktivisme

Proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitivisme adalah


perolehan informasi yang berlangsung tidak satu arah dari luar ke dalam diri
siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamanya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran
struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari
pada segi perolehan pengetahuan atau fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses
pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut tidak
dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi dalam
jaringan sosial yang unik, yang terbentuk dalam budaya kelas maupun diluar
kelas.

Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada


pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada
pengelolaan lingkungan belajarnya saja. Menurut pandangan konstruktivisme,
belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini
harus dilakukan oleh si pebelajar.Ia harus aktif melakukan kegiatan yaitu aktif
berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata
lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun
pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat
belajar siswa sendiri.Berdasarkan konsep umum kontruktivisme, hal terpenting
dalam pembelajaran adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan
pengetahuan kepada siswa.Siswa harus membangun pengetahuan didalam
benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar
yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi
siswa. Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri gagasannya, dan mengajak siswa agar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat
memberikan tangga kepada siswa yang membantu mereka mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi, tetapi tetap diupayakan agar siswa itu sendiri
yang memanjatnya.
Ciri-ciri kontruktivisme adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.


2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya
dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi
perubahan konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar.
5. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

II. Pembelajaran Fisika Yang Konstruktivisme

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler


(1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut:
1. memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya
dengan bahasa sendiri.
2. memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
3. memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4. memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimiliki siswa.
5. mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6. menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Fisika oleh Piaget dikelompokkan sebagai pengetahuan fisis, yang


merupakan pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian
serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain. Siswa
memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau
bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisik ini didapat
dari abstraksi langsung akan sesuatu objek. Maka sangat jelas bahwa untuk
mempelajari fisika dan membentuk pengetahuan tentang fisika, diperlukan
kontak langsung dengan hal yang ingin diketahui.
Inilah sebabnya dalam fisika metode eksperimen dan inquiry, dimana
siswa dapat mengamati, mengukur mengumpulkan data, menganalisa data, dan
menyimpulkan sangat cocok untuk mendalami fisika. Metode ilmiah yang
sangat jelas menunjukkan proses abstraksi terhadap kejadian kongkrit, tepat
untuk digunakan dalam mempelajari fisika. Biasanya siswa sudah membawa
konsep-konsep fisika sebelum mereka mengikuti pelajaran formal di sekolah.
Misalnya mereka sudah membawa konsep gerak, gaya, listrik, magnet, dan
lain-lain, yang mereka ketahui dari hidup sehari-hari. Kadang konsep-konsep
mereka itu tidak tepat dan tidak sesuai dengan pengertian para ahli fisika.Itulah
yang disebut miskonsepsi.
Oleh karena itu seorang guru fisika perlu mengerti bahwa siswanya
bukanlah lembaran kertas kosong (tabula rasa) yang begitu saja dapat
dicekoki.Seorang guru fisika konstruktivis beranggapan bahwa siswanya itu
sudah mengerti sesuatu sebelum mengikuti pembelajaran fisika karena
pengalaman hidup siswa itu.Pengertian awal itulah yang perlu dikembangkan
dan diluruskan dalam belajar di sekolah.Mereka juga membawa perbedaan
tingkat intelektual, personal, sosial emosional, kultural masuk ke dalam
kelas.Ini semua mempengaruhi pemahaman mereka.
Oleh sebab itu guru harus dapat membantu memajukan dan
memperkembangkannya sesuai dengan pengetahuan yang lebih ilmiah. Oleh
karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, maka studi
kelompok dapat dikembangkan dalam belajar fisika.Dalam studi kelompok
siswa masing-masing harus berpikir dan mempelajari lebih dulu materi. Setelah
itu mereka baru saling mengungkapkan apa yang ditemukan dalam pemahaman
itu dan mengadakan diskusi lebih lanjut. Dalam diskusi dan perdebatan lebih
lanjut, siswa dimungkinkan untuk memantapkan gagasan mereka dengan
gagasan teman. Bila gagasan mereka tidak benar, mereka akan ditantang untuk
merubahnya. Sedangkan bagi siswa yang gagasannya ternyata benar, ia akan
semakin yakin dan mengerti. Dalam konstruktivisme, peran seorang guru fisika
bukanlah untuk mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya kepada siswa,
tetapi lebih sebagai mediator dan fasilitator yang membantu siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan mereka secara cepat dan efektif.
Fungsi sebagai mediator dan fasilitator dari guru oleh Suparno (2007)
dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ambil
tanggung jawab dalam membuat perencanaan belajar, melakukan proses
belajar, dan membuat penelitian.
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiahnya.
3. Menyediakan sarana yang merangsang berpikir secara produktif.
Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung belajar
siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan
pengalaman konflik.
4. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa itu
jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah
pengetahuan siswa itu dapat digunakan untuk menghadapi persoalan baru
yang berkaitan. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan
kesimpulan siswa.

III. Langkah – Langkah Pembelajaran Kontruksivisme

Langkah-langkah dalam pengelolaan pembelajaran yang konstruktivistik


dapat dilihat dari tiga sisi yakni tahap sebelum guru mengajar (tahap
persiapan) , tahap selama proses pembelajaran (tahap pelaksanaan) dan
tahap setelah proses pembelajaran (tahap evaluasi).

1. Tahap Persiapan
 Mempersiapkan bahan yang mau diajarkan dengan seksama.
 Mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan agar
pembelajaran lancar.
 Mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif
belajar. Persoalan konkrit dari hidup sehari-hari dapat digunakan
untuk merangsang siswa berpikir.
 Mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa,
sehingga dapat mengajar lewat keadaan siswa dan dapat membantu
siswa lebih tepat.
 Mempelajari pengetahuan awal siswa. Lewat pengetahuan awal ini
guru akan membantu siswa mengembangkan pengertiannya.

2. Tahap pelaksanaan
 Siswa dibantu aktif belajar; menekuni bahan.
 Siswa dipacu bertanya.
 Menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa
merasakan sendiri pengetahuan mereka. Dengan demikian siswa lebih
yakin akan pengetahuannya.
 Mengikuti pikiran dan gagasan siswa.
 Menggunakan variasi metode pembelajaran seperti studi kelompok,
studi di luar kelas, di luar sekolah, dengan simulasi, eksperimen dan
lain-lain. Dengan berbagai metode ini, siswa dapat dibantu menurut
inteligensi mereka.
 Siswa diajak melakukan kunjungan ke tempat pengembangan fisika di
luar sekolah seperti museum, tempat laboratorium, tempat bersejarah,
Badan Meteorologi dan Geofisika dan lain-lain.
 Mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas terlebih untuk topik
yang sulit sehingga siswa lebih mengerti.
 Tidak mencerca siswa yang berpendapat salah atau lain, sebaliknya
pendapat mereka diperhatikan.
 Menerima jawaban alternatif dari siswa dan dibahas.
 Kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif dan buka dicela.
 Menyediakan data anomali untuk menantang siswa berpikir.
 Siswa diberi waktu berpikir dan merumuskan gagasan mereka tanpa
harus dikejar-kejar waktu.
 Siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya sehingga guru
mengerti apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak.
 Siswa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dengan caranya
sendiri dalam belajar dan menemukan sesuatu.
 Mengadakan evaluasi yang kontinu dan menyertakan proses belajar
dalam evaluasi itu.

3. Tahap evaluasi
 Guru memberi pekerjaan rumah, mengumpulkannya dan
mengoreksinya. Tanpa dikoreksi, PR tidak banyak gunanya, karena
siswa yang keliru akan tetap keliru bila tidak ditunjukkan dimana ia
keliru.
 Memberikan tugas lain untuk pendalaman materi.
 Tes yang membuat siswa berpikir, bukan hafalan perlu dikembangkan
guru.

Dalam pengembangan pembelajaran seperti ini, maka sikap yang


perlu dimiliki guru, yaitu:

 Siswa tidak dianggap seperti tabula rasa, tetapi sebagai subyek yang
sudah tahu sesuatu
 Model kelas: siswa aktif, guru menyertai.
 Bila ditanya siswa dan tidak dapat menjawab, tidak perlu marah dan
mencerca siswa. Lebih baik mengakuinya dan mencoba mencari
bersama.
 Menyediakan ruang tanya jawab dan diskusi.
 Guru dan siswa saling belajar. Banyak informasi untuk sumber belajar
selain guru maka mereka perlu saling belajar dan mengembangkan.
 Dalam mengajar yang penting bukan bahan selesai, tetapi siswa
belajar untuk belajar sendiri.
 Memberikan ruang bagi siswa untuk boleh salah. Siswa masih dalam
proses belajar, maka mereka boleh membuat kesalahan. Dari
kesalahan itu dapat dibantu berkembang.
 Hubungan guru-siswa yang dialogal, saling dialog, dan kerjasama
dalam mendalami pengetahuan.
 Mengembangkan pengetahuan yang luas dan mendalam.
 Mengerti konteks bahan yang mau diajarkan sehingga dapat
menjelaskan secara kontekstual. (Suparno, 2007)

IV. Metode Pembelajaran Fisika Yang Konstruktivisme

Setiap metode pembelajaran yang membantu siswa melakukan kegiatan


dan akhirnya dapat mengkonstruksi pengetahuan yang mereka pelajari
dengan baik, dapat dikatakan sebagai metode yang aktif dan konstruktivis.
Tentu saja paradigma baru dalam pembelajaran siswa aktif dan konstruktivis
ini mengharuskan guru untuk mengubah cara pandang. Dalam persiapan
mengajar guru lebih memfokuskan pada penciptaan pengalaman baru bagi
siswa yang melalui pengalaman tersebut, siswa dapat mengkonstruksi
pengetahuan.
Guru dapat menentukan atau memilih bahan pelajaran yang tepat
sehingga dengan pemahaman akan konsep (yang benar) yang dibentuk
siswa, memungkinkan mereka dapat menghubungkannya dengan
pemahaman sebelumnya serta membuka peluang untuk mencari dan
menemukan pemahaman konsep baru. Dengan penciptaan kondisi
pemahaman yang demikian maka guru telah memberdayakan para siswanya.
Metode mengajar fisika yang dapat membantu siswa aktif dan senang
belajar berdasarkan filsafat konstruktisme, teori inteligensi majemuk,
tingkat perkembangan kognitif seseorang, relasi guru dan siswa yang lebih
dialogis antara lain:
7. Inquiry (penyelidikan).
8. Discovery (penemuan).
9. Eksperimen atau laboratorium.
10. Simulasi-role play.
11. Problem Solving.

V. Implikasi Kontruktivisme dalam Pembelajaran

Paradigma konstruktivisme memandang siswa sebagai pribadi yang sudah


memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru.
Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana
atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan
dasar pembelajaran dan pembimbingan.

Dalam belajar konstruktivisme guru atau pendidik berperan membantu


agar proses mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru
hanya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru
dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam
belaajar. Guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat
adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya. Peranan kunci guru
dalam interaksi pembelajaran adalah pengendalian, yang meliputi:

1. Menumbuhkan kemandiriran dengan menyediakan kesempatan untuk


mengambil keputusan dan bertindak.
2. Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak,
dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa.
3. Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar
agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.

Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa peranan utama dalam


kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri.Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan,
lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan
tersebut.Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan
pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya. Dengan cara demikian,
siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah
yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung
jawabkan pemikirannya secara rasional.
Pandangan konstruktivisme mengemukakan bahwa lingkungan belajar
sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap
realitas, konstruksi pengetahuan, serta aktivitas-aktivitas lain yang
didasarkan pada pengalaman.Pandangan konstruktivisme mengemukakan
bahwa realitas ada pada pikiran seseorang.Manusia mengkonstruksi dan
menginterpretasikannya berdasarkan pengalamannya.Konstruktivisme
mengarahkan perhatiannya pada bagaimana seseorang mengkonstruksi
pengetahuan dari pengalamannya, struktur mental, dan keyakinan yang
digunakan untuk menginterpretasikan objek dan peristiwa-
peristiwa.Pandangan konstruktivisme mengakui bahwa pikiran adalah
instrumen penting dalam menginterpretasikan kejadian, objek, dan
pandangan terhadap dunia nyata, dimana interpretasi tersebut terdiri dari
pengetahuan dasar manusia secara individual.
Teori belajar konstruktivisme mengakui bahwa siswa akan dapat
menginterpretasikan informasi kedalam pikirannya, hanya pada konteks
pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri, pada kebutuhan, latar
belakang dan minatnya. Guru dapat membantu siswa mengkonstruksi
pemahaman representasi fungsi konseptual dunia eksternal. Bentuk-bentuk
evaluasi konstruktivisme dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik,
mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berfikir yang
lebih tinggi seperti tingkat “penemuan” pada taksonomi Merril, atau
“strategi kognitif” dari Gagne, serta “sintesis” pada taksonomi Bloom. Juga
mengkonstruksi pengalaman siswa, dan mengarahkan evaluasi pada konteks
yang luas dengan berbagai perspektif.

VI. Kelebihan dan Kekurangan Konstruktivisme

Kelebihan kontruktivisme adalah siswa dapat berpikir untuk


menyelesaikan masalah, mengembangkan gagasan dan membuat
keputusan.Siswa dapat lebih pahamkarena terlibat secara langsung dalam
mebina pengetahuan baru, dan mereka dapat mengapliksikannya dalam
semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dan aktif, sehingga
mereka akan ingat lebih lama terhadap semua konsep yang dipelajarinya. Di
samping itu, kemahiran sosial diperoleh ketika berinteraksi dengan rekan
dan guru dalam membina pengetahuan baru sehingga:

 memunculkan kesadaran bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa


sendiri.
 mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari sendiri pertanyaannya.
 membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman
konsep secara lengkap, mengembangkan kemampuan siswa untuk
menjadi pemikir yang mandiri.
 menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

Sedangkan kekurangan atau kelemahan dari konstruktivisme dapat


kita lihat dalam proses belajarnya yaitu peran guru sebagai pendidik
menjadi lebih pasif (hanya sebagai fasilitator) dan dapat timbul persepsi
yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya.

Penutup

Teori konstruksivisme merupakan teori yang sangat tepat untuk digunakan dalam
pembelajaran fisika. karena Secara menonjol yang ditekankan dari filsafat
konstruktivisme adalah bahwa pengetahuan itu bentukan (konstruksi) siswa
sendiri.Pengetahuan itu kebanyakan dibentuk lewat pengalaman indrawi, lewat
melihat, menjamah, membau, mendengar dan akhirnya merumuskannya dalam
pikiran. Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus memunculkan
dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Tahap-tahap dalam
proses pembelajaran konstruksivisme ada 3 tahap yaitu :

1. tahap persiapan.
2. tahap pelaksanaan.
3. tahap evaluasi.

Daftar Pustaka
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-konstruktivis-
dalam.html

http://physicedukasi.blogspot.com/2012/09/konstruktivisme-dan-penerapannya-
dalam.html

http://rudy-unesa.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-konstruktivisme.html

Anda mungkin juga menyukai