Anda di halaman 1dari 21

i

PROPOSAL METODE PENELITIAN

DESIGN SAFETY PLAN KAPAL CREW


STUDI KASUS KAPAL KCT-4001

MAGHFUR MUHAMMAD ALFIN


NIM 2015.02.1.0042

JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2018
ii

DESIGN SAFETY PLAN KAPAL CREW


STUDI KASUS KAPAL KCT-4001

MAGHFUR MUHAMMAD ALFIN


NIM 2015.02.1.0042

DOSEN PEMBIMBING :

ABSTRAK
Masalah keselamatan pelayaran kapal secara umum di Indonesia masih sering
terabaikan hal ini ditunjukan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja sering
diabaikan. Diharapkan penulis dapat membuat desain perencanaan keselamatan yang
baik dan dapat digunakan saat keadaan darurat untuk meminimalkan resiko kecelakaan
jika terjadi kebakaran di dalam kapal. Metode pengumpulan data dilakukan obesrvasi
secara di kapal KCT-4001.
Kata Kunci : KCT-4001, perencanaan keselamatan
iii

DAFTAR ISI

PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... i

ABSTRAK .................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

II. PERUMUSAN MASALAH ..................................................................................... 2

III. TUJUAN PENELITIAN ......................................................................................... 2

IV. MANFAAT PENELITIAN .................................................................................... 2

V. BATASAN MASALAH .......................................................................................... 2

VI. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3

6.1 Gambaran Umum Kapal Crew ............................................................................ 3

6.2 Kelayakan dan Keselamatan Kapal Crew ........................................................... 4

6.3 Manajemen Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran dari Kapal ............. 4

6.4 Pelaksanaan Identifikasi dan Penilaian Resiko Kecelakaan ........................... 5

6.5 Aspek Keselamatan ............................................................................................. 6

VII. METODE PENELITIAN ...................................................................................... 6

7.1 Perumusan Masalah ........................................................................................... 14

7.2 Studi Literatur .................................................................................................... 14

7.3 Pengambilan Data .............................................................................................. 14

7.4 Data Primer ........................................................................................................ 14

7.5 Data Sekunder ................................................................................................... 14

7.6 Metode Analisis ................................................................................................. 14

7.7 Analisa Evaluasi ................................................ Error! Bookmark not defined.

7.8 Analisa Hasil Evaluasi....................................... Error! Bookmark not defined.


iv

7.9 Kesimpulan ........................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17


1

I. PENDAHULUAN
Sistem keselamatan dan keamanan transportasi laut di Indonesia masih menjadi
pertanyaan besar yang sulit dipecahkan. Akar masalah atau penyebab utama dari
kecelakaan tidak pernah ditemukan. Selama ini, hanya factor cuaca dan kelalaian
nahkoda yang kerap jadi kambing hitam. Pemerintah melalui department perhubungan,
diharapkan segera mengambil langkah prioritas memperbaiki tingkat keselamatan
pelayaran.
Kapal crew KCT-4001 adalah kapal milik PT. Orela Shipyard yang telah
dibangun untuk crew PT. Orela Shipyard. Pembangunan kapal ini dilakukan di
galangan PT. Orela Shipyard. Tugas Metpen ini mengambil studi kasus kapal crew
KCT-4001 di galangan PT. Orela Shipyards. Kapal ini dibangun menggunakan
material baja lembaran berukuran 6000 x 1500 mm. Saya mengambil judul ini karena
dikapal ini hanya memiliki 1 pipa pemadam sedangkan kapasitas kapal tersebut sekitar
100 orang maka menurut saya untuk memnuhi standar keselamatan kapal saat terjadi
kecelakaan dan kebakaran sangat kurang.
Melihat permasalahan yang ada, maka merencanakan desain keselamatan pada
kapal KCT-4001 merupakan salah satu solusi yang baik guna menambah tingkat
keselamatn dan keamanan pada kapal saat pelayaran Atas dasar pemikiran inilah
peneliti melakukan penelitan dalam bentuk skripsi yang berjudul : “ Design Safety Plan
Kapal Crew Study Kasus Kapal KCT-4001.”
2

II. PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang ditemukan sebelumnya, maka pokok
permasalahan yang akan dipecahkan adalah Bagaimana merancang rencana
keselamatan yang efektif pada kapal crew KCT-4001 jika terjadi kebakaran atau
kecelakaan?

III. TUJUAN PENELITIAN


Tujuan dari penelitian ini adalah untukUntuk merancang rencana keselamatan
yang efektif pada kapal crew KCT-4001 jika terjadi kebakaran. Untuk memenuhi
aspek keselamatan pada kapal KCT-4001 yang layak

IV. MANFAAT PENELITIAN


Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain Dapat dijadikan
pedoman kapal KCT-4001 untuk jika terjadi kebakaran. Dapat sebagai refrensi
ABK untuk keselamatan kapal KCT-4001

V. BATASAN MASALAH
Penelitian ini memiliki beberapa batasan antara lain :
1. Kapal yang di studikan adalah kapal crew KCT-4001
2. Aspek keselamatan berdasarkan regulasi yang telah ada
3

VI. TINJAUAN PUSTAKA


6.1 Gambaran Umum Kapal Crew

Kapal merupakan sarana transportasi laut yang mendukung transportasi nasional.


Saat ini banyak yang masih menggunakan transportasi laut untuk ke suatu daerah di
Indonesia. Salah satu keunggulan sarana transportasi laut adalah menawarkan
biaya transportasi yang lebih murah untuk volume barang yang besar. Hal tersebut
merupakan peluang bisnis yang sangat besar bagi industri Perkapalan di Indonesia.

Kapal crew merupakan kapal yang digunakan menyeberangi laut untuk


mengangkut awak kapal dari suatu daerah ke derah lainnya. Kapal cargo bukan hanya
menyeberangi antara pulau-pulau lokal tapi banyak kapal crew yang dapat
menyeberangi laut di dunia ini. Kapal crew sesuai dengan tugasnya untuk membawa
crew atau awak kapal, kapal crew dirancang dengan umur pakai 25-30 tahun.

Gambar 2.1 Kapal Crew


4

6.2 Kelayakan dan Keselamatan Kapal Crew

Standar kelayakan merupakan aspek, yang pasti karena fakta bahwa laut dan
angin (bahaya laut) secara umum dipahami sebagai suatu keterampilan kekuatan,
daya tahan dan teknik merupakan bagian dari konstruksi kapal dan pemeliharaan
melanjutkan, bersama dengan awak kapal yang kompeten, yang memiliki
kemampuan untuk berdiri bahaya unsur-unsur yang dapat cukup ditemui atau
diharapkan selama pelayaran tanpa kehilangan atau kerusakan pada sebuah kapal.
Sebuah kapal yang baik laut tidak berarti bahwa kapal tersebut tidak memiliki
kemungkinan untuk tidak terbakar atau tenggelam.

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17. 2008)

Secara garis besarnya, dapat dikatakan bahwa dalam konteks kelayakan kapal
untuk berlayar, International Maritime Organization (IMO), Desember 2002, telah
menerapkan International Ships and Port Facility Security (ISPS) Code atau Kode
Internasional yang mengatur tentang keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan. ISPS
inilah yang menjadi rambu dalam mengatur tentang keselamatan kapal. (Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17. 2008)

Disamping beberapa prasyarat yang harus terpenuhi sebagaimana disebutkan


di atas, hal lain yang tidak dapat diabaikan dalam praktek nasionalitas kapal.
Nasionalitas kapal memainkan peranan yang vital dalam pelayaran karena menyoal
tentang jurisdiksi negara yang berlaku atas kapal tersebut, termasuk didalamnya
Negara yang bertanggung jawab atas kapal apabila terjadi kasus dimana tindakan
yang dilakukan oleh kapal tersebut merupakan atribusi negara, dan perlindungan
diplomatic atas nama kapal dimaksud.

6.3 Manajemen Keselamatan dan Pencegahan Pencemaran dari Kapal

Telah dibentuk International safety management (ISM Code) dalam kaitannya


dengan pengoperasian kapal yang telah menyebabkan keraguan
5

dan kecemasan di antara pemilik kapal, operator dan manajer. Dalam konteks ini, efek
hukum ISM Code dan tindakan yang diperlukan pemilik kapal lokal untuk mematuhi
Kode Etik.

ISM Code dimaksudkan untuk memastikan keselamatan di laut, mencegah cedera


manusia atau hilangnya nyawa, dan menghindari kerusakan lingkungan, khususnya
lingkungan laut, dan properti. Kode ini telah ditambahkan sebagai Bab IX dari
Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut (SOLAS) 1974, dan memiliki
akibat hukum di tanah, sebagai Negara Pihak pada Konvensi. Kode ini ditujukan untuk
mewujudkan suatu standar internasional untuk pengelolaan yang aman dan
pengoperasian kapal dan untuk pencegahan polusi. Setiap pemilik kapal atau organisasi
yang telah mengambil tanggung jawabatas pengoperasian kapal dari pemilik
kapaldiperlukan untuk menetapkan aturan untuk pencegahan keselamatan dan polusi
dan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan (SMS) oleh:
 Mendirikan praktek yang aman dalam operasi kapal dan menyediakan lingkungan
kerja yang aman.
 Membangun perlindunganterhadap semua risiko yang teridentifikasi.
 Terus meningkatkan keterampilan manajemen keselamatan personil darat dan kapal
kapal, termasuk kesiapan untuk keadaan darurat baik tentang perlindungan
keselamatan dan lingkungan.

6.4 Pelaksanaan Identifikasi dan Penilaian Resiko Kecelakaan :

1. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dilaksanakan untuk setiap pekerjaan
yang dilakukan.

2. Dokumen tertulis identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus tersedia di tempat
kerja .

3. Identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus dibuat oleh ahli K3 yangkompeten
dalam metode akses tali atau Teknisi Akses Tali Tingkat 3 denganberkonsultasi
dengan pengurus atau pemilik gedung.
6

4. Dokumen pernyataan metode kerja harus disusun untuk memberikanpenjelasan


bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan. Dokumen ini bergunadalam memberikan
arahan (briefing), sebagai informasi bagi mitra kerja atauacuan bagi pengawas
ketenagakerjaan dalam melakukan pengawasan.

6.5 Aspek Keselamatan

Berdasarkan IMO alat – alat keselamatan pelayaran yang harus


dipenuh oleh kapal Resolution A.849 (20) yang diapdopsi yang mana dijelaskan
dalam regulasi – regulasi yang telah ditetapkan oleh IMO yang merupakan badan
maritime internasional melalu SOLAS dan juga dari MARPOL.
Alat – alat keselamatan yang diwajibkan harus dipenuhi oleh operator kapal
dibagi menjadi 6 :
1. Alat Peselamatan untuk Pemadam Kebakaran.
2. Alat Keselamatan di Kamar Mesin.
3. Alat Keselamatan di Geladak Kendaraan.
4. Alat Keselamatan di Ruang Penumpang.
5. Alat Navigasi.
6. Alat Komunikasi.

6.5.1 Alat Keselamatan Untuk Pemadam Kebakran :


a. Hydrant Beserta Selang Dan Nozzle (Pemancar) Pemadam.
Sistem pemadaman kebakaran dengan menggunakan media air untuk pemadaman
yang disebabkan oleh benda padat yang mudah terbakar.
Sesuai dengan SOLAS Bab II-2 peraturan s/d tentang pompa kebakaran, hydrant
dan selang kebakaran, jumlah dan letak hidrant harus sedemikian rupa dan
sekurang – kurangnya 2 hidrant terpasang diatas kapal, setiap hidrant itu harus dari
sebuah selang tunggal, dan dapat mencapai setiap bagian dari kapal yang dapat
dijangkau secara normal oleh para
penumpang atau awak kapal selagi kapal berlayar.
7

b. Tabung Pemadam Jinjing.


Didalam ruang – ruang akomodasi kapal harus dilengkapi dengan
alat – alat pemadam jinjing yang disetujui oleh badan pemerintah dalam
hal ini oleh administrator pelabuhan yang diberi kewenangan untuk itu.
Sesuai dengan SOLAS Bab II-2 bagian A peraturan 7.1.2 tentang alat pemadam
kebakaran, dimana tabung pemadam jinjing jumlahnya tidak kurang dari 5 (lima)
buah.
c. Baju Tahan Api Beserta Alat Bantu Pernapasan.
Dijelaskan dalam SOLAS Bab II-2 peraturan 32.g.iii dimana sekurang –
kurangnya ada 2 (dua) baju tahan panas beserta alat bantu pernapasananya tersedia
diatas kapal. Baju tahan api ini terbuat dari bahan yang dapat melindungi kulit
terhadap pancaran panas dari api dan luka bakar.
d. Alarm Kebakaran
Dijelaskan dalam SOLAS Bab II-2 peraturan 31, bahwa untuk ruang muat yang
berisikan kendaraan bermotor dengan bahan bakar di dalam tankinya harus
dipasang alarm kebakaran.

Sumber : Departemen Perhubungan Direktorat Jendral Perhubungan Laut. 1983.


Konperesi Internasional tentang Keselamatan Jiwa di Laut 1974, Jakarta

Alarm kebakran berupa tombol merah yang mana apabila terjadi kebakaran, orang
pertama yang mengetahui kebakaran tersebut diharapkan menekan tombol ini.
Akan membunyikan sirene kebakaran di kapal.
e. Rakit – Rakit Penolong (Inflatable Life Craft)
SOLAS Bab III – 2 bagian B peraturan 27.b.ii menerangkan bahwa kapal – kapal
penumpang bukan untuk pelayaran jarak dekat harus membawa rakit penolong,
dimana rakit – rakit penolong dengan jumlah kapasitas yang cukup untuk
menampung 25% dari jumlah semua pelayar.
8

Didalam ILR juga dilengkapi perlengkapan untuk bertahan hidup hingga


mendapatkan pertolongan seperti :
- Makanan dan Minuman
- Dayung
- Sinyal Parasut
- Sinyal Asap
- Baju Penahan Suhu Tubuh
- Radar Reflector
- Cermin
- Kail
- Pisau
- Gayung
- P3K
- Pompa Angin
- Repair Kit

6.5.2 Alat Keselamatan Di Kamar Mesin


a. CO2 System
SOLAS Bab III – 2 Bagian A peraturan 8 tentang sistem pemadaman kebakaran
dengan menggunakan gas yang dipasang permanen pada kamar mesin.
b. Hydrant Beserta Nozzle (Pemancar) Pemadam
Sesuai dengan SOLAS Bab II-2 peraturan s/d tentang pompa kebakaran, hidrant
dan selang kebakaran, jumlah dan letak hidrant harus sedemikian rupa dan
sekurang – kurangnya 2 hidrant terpasang diatas kapal, setiap hidrant itu harus dari
sebuah selang tunggal, dan dapat mencapai setiap bagian dari kapal yang dapat
dijangkau secara normal oleh para penumpang atau awak kapal selagi kapal
berlayar.
c. Tabung – Tabung Pemadam Jinjing (Portable)
Didalam ruang – ruang akomodasi kapal harus dilengkapi dengan alat – alat
pemadam jinjing yang disetujui oleh badan pemerintah dalam hal ini oleh
9

administrator pelabu han yang diberi kewenangan untuk itu.Sesuai dengan


SOLAS Bab II-2 bagian A peraturan 7.1.2 tentang alat pemadam kebakaran,
dimana tabung pemadam jinjing jumlahnya tidak kurang dari 5 (lima) buah.
d. Pendeteksi Asap Atau Panas (Smoke Detector)
Dalam Internasional Code For Fire Safety System Bab.10 No. 2.3.1 dijelaskan
bahwa paling kurang satu pendeteksi asap harus dipasang pada ruangan tertutup.

6.5.3 Alat Keselamatan di Geladak


a. Kamera CCTV
Kamera ini ditempatkan di geladak sehingga, gunanya untuk melihat situasi
geladak apabila terdapat kejadian berbahaya di ruangan tersebut dapat diketahui
oleh awak kapal secara dini.
b. Sprinkler
Merupakan alat pemancar air yang diletakan di langit – langit ruangan yang
berfungsi untuk memadamkan kebakaran dari bahan padat yang mudah terbakar,
serta sebagai pendinginan bila kebakaran telah dipadamkan. Cara kerja alat ini
berdasarkan suhu ruangan naik akibat kebakaran. Suhu yang meningkat tersebut
akan memecahkan tabung yang ada pada sprinkler sehingga air terpancar sebagai
pemadam.
c. Hydrant Beserta Selang Dan Nozzle (Pemancar) Pemadam
Sesuai dengan SOLAS Bab II-2 peraturan s/d tentang pompa kebakaran, hydrant
dan selang kebakaran, jumlah dan letak hidrant harus sedemikian rupa dan
sekurang – kurangnya 2 hidrant terpasang diatas kapal, setiap hidrant itu harus dari
sebuah selang tunggal, dan dapat mencapai setiap bagian dari kapal yang dapat
dijangkau secara normal oleh para penumpang atau awak kapal selagi kapal
berlayar.
d. Tabung – Tabung Pemadam Jinjing (Portable)
Didalam ruang – ruang akomodasi kapal harus dilengkapi dengan alat – alat
pemadam jinjing yang disetujui oleh badan pemerintah dalam hal ini oleh
administrator pelabuhan yang diberi kewenangan untuk itu. Sesuai dengan
10

SOLAS Bab II-2 bagian A peraturan 7.1.2 tentang alat pemadam kebakaran,
dimana tabung pemadam jinjing jumlahnya tidak kurang dari 5 (lima) buah.
e. Baju Tahan Api Beserta Alat Bantu Pernapasan.
Dijelaskan dalam SOLAS Bab II-2 peraturan 32.g.iii dimana sekurang –
kurangnya ada 2 (dua) baju tahan panas beserta alat bantu pernapasananya tersedia
diatas kapal. Baju tahan api ini terbuat dari bahan yang dapat melindungi kulit
terhadap pancaran panas dari api dan luka bakar.
f. Alarm Kebakaran
Dijelaskan dalam SOLAS Bab II-2 peraturan 31, bahwa untuk ruang muat yang
berisikan kendaraan bermotor dengan bahan bakar di dalam tankinya harus
dipasang alarm kebakaran. Alarm kebakran berupa tombol merah yang mana
apabila terjadi kebakaran, orang pertama yang mengetahui kebakaran tersebut
diharapkan menekan tombol ini. Akan membunyikan sirene kebakaran di kapal.

6.5.4 Alat Navigasi


a. Radar
Radar adalah untuk mengetahui keberadaan dan posisi benda – benda disekitar
kapal. Radar digunakan untuk menjaga agar kapal dapat mengetahui posisi
keberadaan kapal atau benda – benda lain, sehingga dapat menghindari
kemungkinan terjadi kecelakaan akibat tabrakan. Sesuai kode keselamatan yang
didukung Resolution A.373 (X) akibat tabrakan. Kemudian diubah pada
Resolution MSC37 (63) Bab 13 tentang Komunikasi Radio dan Perlengkapan
Navigasi no.13.6, sekurangnya satu buah radar dipasang pada kapal.
b.Kompas Magnetik
Berdasarkan konvensi SOLAS Bab V/Aturan 19 tentang persyaratan untuk sistem
navigasi dan peralatan no. 2.2.1, yang mana setiap kapal diatas 150 GT atau kapal
penumpang harus terpasang sebuah kompas magnetik.
Kompas merupakan alat navigasi untuk mencari arah berupa sebuah panah
penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet bumi
secara akurat. Kompas memberikan rujukan arah tertentu, sehingga sangat
11

membantu dalam bidang navigasi. Arah mata yang ditujuknya adalah utara, selatan,
timur dan barat. Apabila digunakan bersama – sama dengan jam dan sekstan, maka
kompas akan lebih akurat dalam menunjukan arah. Alat ini membantu
perkembangan perdagangan maritim dengan membuat perjalanan jauh lebih aman
dan efisien dibandingkan saat manusia masih berpedoman pada kedudukan
bintang untuk menentukan arah. Kompas akan sangat dibutuhkan ketika tiba – tiba
terjadi gangguan listrik diatas kapal sehingga menyebabkan perangkat – perangkat
navigasi yang lain tidak dapat dipergunakan selama pelayaran.
c. Echosounder
Berdasarkan konvensi SOLAS Bab V/Aturan 19 tentang persyaratan untuk sistem
navigaisi dan peralatan no. 2.3.1, yang mana setiap kapal diatas 300 GT atau kapal
penumpang harus terpasang sebuah echosounding atau alat lain untuk mengukur
kedalaman ait laut. Echosou nder merupakan alat yang berfungsi untuk
mengetahui kedalaman air di dasar laut. Echosounder merupakan perangkat yang
memanfaatkan SONAR teknologi untuk digunakan di bawah ukuran fisik dan
biologis. Komponen perangkat ini juga dikenal sebagai SONAR ilmiah. Aplikasi
termasuk kedalaman, substrat klasifikasi, kajian dari acquatiic vegetasi, ikan dan
plankton dan perbedaan massa air.
d. GPS
Global Positing System (GPS) adalah satu – satunya sistem navigasi satelit yang
berfungsi dengan baik. Sistem ini menggunakan 24 satelit yang mengirimkan
sinyal gelombang mikro ke Bumi. Sinyal ini diterima oleh alat penerima di
permukaan, dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan, arah dan waktu.
e. Automatic Identification System
AIS adalah suatu sistem broadcast yang dipasang di atas kapal dan bekerja dalam
frekuensi Marine VHF Band untuk memberi informasi yang diberikan adalah data
statis, data dinamis, dan data perjalanan (voyage). Data statis berupa nomor IMO,
call sign, nama kapal, dimensi kapal, dan posisi antena. Data dinamis berupa posisi
kapal real time (dapat berubah setiap 2 detik sekali), waktu, kecepatan, sudut
12

manuever. Sedangkan data perjalanan berupa sarat kapal, kargo yang diangkut
(bila merupakan bahan berbahaya), tujuan, dan ETA.
Untuk pihak darat, AIS ini untuk mendeteksi kapal – kapal yang masuk ke dalam
wilayah perairan. Selanjutnya dapat melakukan pengawasan terhadap kapal
tersebut, dan juga memberi ijin atau tidak kepada kapal tersebut untuk masuk ke
dalam wilayah perairan. Untuk antar kapal, sebagai alat komunikasi sehingga
terhindar dari tabrakan. Aturan No. 19 dari SOLAS Chapter V telah mensyaratkan
kepada seluruh kapal – kapal jenis dan type apa saja untuk melengkap kapalnya
dengan peralatan dan system navigasi. Sistem navigasi harus selalu terpasang
diatas kapal dan dapat difungsikan. Pada tahun 2000, IMO mengadopsi aturan
tersebut untuk semua kapal untuk membawa alat bant AIS untuk dapat
memberikan informasi mengenai kapal kepada kapal – kapal yang lain dan
informasi ini diberikan dalam realtime atau saat itu juga.

6.5.5 Alat Komunikasi


a. Radio VHF
Berdasarkan International Convention for the Safety of Life at Sea Bab IV bagian
C aturan no.7 tentang perlengkapan radio, dimana setiap kapal harus terpasang
sebuah redio VHF (Very High Frekuensi)
b. Radio SSB (Single Side Band)
Untuk kapal dengan jarak pelayaran lebih dari 150 mil harus terpasang 1 buah
radio SSB, radio SSB digunakan untuk komukasi jarak jauh.
c. Radio Twoway Communication Portable
Berdasarkan International Convention for the Safety of Life at Sea Bab III Bagian
B.I Aturan no,6 tentang komunikasi pada kapal penumpang dan kapal barang,
dikatakan bahwa kurang lebih 3 buah radio two – way communication portable
harus disediakan diatas kapal penumpang.
Radio komunikasi ini berada pada chennel marine saat berada di dalam sekoci
dalam proses meninggalkan kapal.
d. EPIRB (Emergency Positioning Indicating Radio Becon)
13

Berdasarkan International Convention for the Safety of Life at Sea Bab IV Bagian
C aturan no.6 tentang instalasi radio, dimana sebuah EPIRB harus terpasang diatas
kapal. EPIRB adalah alat untuk menunjukan posisi dan nama kapal yang
mengalami keadaan darurat dengan mengirimkan sinyal satelit.
e. Radar Transponder
Berdasarkan International Convention for the Safety of Life at Sea Bab III Bagian
B.I Aturan no.6 tentang komunikasi pada kapal penumpang dan barang, pada
kapal harus terpasang minimal satu buah radar transponder pada masing – masing
sisi kapal penumpang.
Radar Transponder adalah alat portable yang akan memancarkan sinyal radar dan
dibawa pada alat keselamatan seperti ILR dan sekoci saat meninggalkan kapal.
f. Navtex
Alat yang digunakan untuk menerima berita – berita keadaan cuaca atau kondisi
lau yang disiarkan oleh stasiun – stasiun radio pantai. Untuk kapal dengan jarak
pel;ayaran lebih dari 150 mil harus terpasang satu buah Navtek. Navtek bisa juga
diganti dengan menggunakan INMARSAT.
g. Telepon Satelit
Dari annex – guidance on Provision of the Ship Security Alert System, suatu pesan
harus dikirimkan sesegara mungkin dengan menggunakan telephone atau radio
yang menggunakan sistem satelit.
14

VII. METODE PENELITIAN


7.1 Perumusan Masalah
Pada studi ini akan dilakukan identifikasi masalah yang berupa analisa
terhadap bahaya kebakaran dengan objek yang dijadikan penelitian adalah
kapal cargo dae sun, analisa ini meliputi jalur evakuasi ABK jika terjadi
lebakaran serta analisa waktu tempuh yang paling efektif menuju titik assembly
area.

7.2 Studi Literatur


Studi literature dilakukan untuk mempelajari teori-teori yang dapat
menunjang permasalahan yang ada. Studi literatur didapatkan dari beberapa
sumber seperti, internet, jurnal, dan solas. Selain itu juga dapat dengan
melakukan tanya jawab dengan pihak yang berkompeten pada bahasan ini.

7.3Pengambilan Data
Pada tahap ini data data pendukung tentang permasalahan yang sesuai
dengan metode yang digunakan, di kumpulkan untuk dilakukan analisa lebih
lanjut.

7.4 Data Primer


Pada tahap ini penulis melakukan observasi langsung pada kapal Crew
KCT-4001 di PT. Orela Shipyard

7.5 Data Sekunder

Pada tahap ini didapatkan data yang sudah tersedia sehingga hanya
perlu dicari, dikumpulkan dan diolah yang diperoleh dari instansi terkait. Data
Sekunder ini meliput:

1. Data ukuran utama kapal Crew KCT-4001.

2. Gambar rencana umum (General Arrangment) Kapal Crew KCT-


4001

7.6 Metode Analisis


15

1. Identifikasi potensi kebakaran.


Identifikasi potensi kebakaran digambarkan sebagai dasar awal dalam
penentuan titik-titik yang berpotensi kebakaran. Selain sebagai penentuan titik
rawan kebakaran, juga mengidentifikasi bagaimana potensi api menyebar
didalam kapal. Untuk identifikasi potensi kebakaran, didasari dari hasil report
kecelakaan dari KNKT.
2. Identifikasi ABK pada saat kebakaran.
Identifikasi ABK dapat digambarkan dengan bagaimana penyebaran
ABK dalam deck, sehingga dapat diketahui titik –titik berkumpulnya ABK
dalam suatu deck. Sehingga apabila terjadi kebakaran, dapat diidentifikasi
jalur-jalur mana saja yang mengalami stuck akibat padatnya ABK dalam deck
tersebut.

3. Desain Safety Plan Arrangement.

Fire and safety plan arrangement digunakan untuk acuan awal sebagai
dasar penilaian suatu sistem. Penggambaran fire and safety plan arrangement
bertujuan untuk memetakan peletakan peralatan fire fighting di dalam kapal.
Untuk symbol dan gambar fire fighting berdasarkan oleh peraturan IMO A.952.
Sebelum penentuan fire and safety plan dilakukan, diperlukan denah general
arrangement didalam kapal. Sehingga dapat diketahui bagaimana pemetaan dan
peletakan peralatan fire fighting.

7.7 Analisa Evaluasi


• Analisa jalur evakuasi ABK
Dari gambar fire safety plan arrangement yang telah dibuat maka akan
dilakukan evaluasi rute evakuasi menggunakan software Autocad 2007dan
sketchup 8 yang mengacu pada peraturan Marine Safety Comitee (MSC) Circ
1.1238
• Analisa waktu tempuh evakuasi ABK
Analisa waktu tempuh digunakan untuk mengetahui respon penumpang
dalam mengatasi kebakaran dari titik acuan awal hingga ke assembly point.
16

Dalam pelaksanaannya, perhitungan evakuasi penumpang dibantu oleh


softwaredan Excel 2010.

7.8 Analisa Hasil Evaluasi


• Hasil dari analisa evaluasi resiko yaitu berupa perhitungan waktu
tempuh respon ABK saat kebakaran, jalur evakuasi ABK hingga muster point,
dan simulasi evakuasi ABK saat kebakaran terjadi serta penyebaran api/asap
apabila kapal mengalami kebakaran.

7.9 Kesimpulan
Pada tahap ini penulis akan menarik kesimpulan untuk menjawab
rumusan masalah yang sudah ditentukan. Kesimpulan yang dihasilkan
merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini.
Kesimpulan diperoleh dari hasil rangkuman semua proses kegiatan data yang
dilakukan selama mengerjakan tugas akhir Metode Penelitian ini.
17

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah, Ferry 2018. Penggunaan Corrugated Plate Sebagai Pengganti Pelat
Berpenegar Pada Dinding Super Structure Kapal Studi Kasus Kapal Perintis
1200 GT. Skripsi
Arham, Dedy Irwansyah 2011. Konstruksi Kapal II.
Crhismianto, Hadi, Nurhali, 2016. Pengukuran Produktifitas Galangan Dalam
Pembangunan Kapal Perintis 1200 GT. Skripsi.
Cooper Kenneth G, 1980. Naval ship production: A claim settled and a framework
built. Interfaces. Vol 10. No. 6. Hal 20-36.
Djaya dan Sofi’i, 2008. Teknik Konstruksi Kapal Baja Jilid 1. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional
Duffey M. R. dan Van Dorp, 1999. Risk analysis for large engineering projects:
modeling cost uncertainty for ship production activities. Journal of Engineering
Valuation and Cost Analysis 2.4. Hal 285-301.
Fitria, Kurniawan Akbar 2018. Deviasi Waktu Produksi Pembuatan Dinding Rumah
Geladak Menggunakan Pelat Bergelombang Dan Pelat Berpenegar Studi Kasus
Kapal Perintis 1200 GT. Skripsi
Hogström Per dan Jonas, 2013. Assessment of the crashworthiness of a selection of
innovative ship structures. Ocean Engineering 59. Hal 58-72.
Mulyadi.2007, Akuntansi Biaya.Yogyakarta : BPFE-UGM.
Sasongko dan Baroroh, 2011. Buku Analisa Biaya Industri Perkapalan. Teknik
Perkapalan, Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah.
Surabaya
Wahyu Purnomo Rudy, 2010. Efisiensi Perbandingan Konstruksi Transverse
Corrugated Watertight Bulkhead Dibandingkan Transverse Plane Watertight
Bulkhead pada Pembangunan Kapal Tanker 6500 LTDW di PT Dok dan
Perkapalan Surabaya. Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai