Anda di halaman 1dari 20

Clinical Report Session

TRAUMA KIMIA PADA MATA

Oleh :
Dr. Atika Indah Sari

Pembimbing :
dr. Sujito
dr. Nurafdaliza

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUNGAI DAREH


DHARMAS RAYA
2018

0
BAB I
PENDAHULUAN

Paparan zat kimia pada mata dapat menyebabkan trauma kimia mata.
Trauma kimia (asam dan basa) pada konjungtiva dan kornea adalah
kegawatdaruratan mata yang memerlukan intervensi segera.1,2 Trauma kimia
pada mata dapat menyebabkan kerusakan yang luas pada permukaan mata dan
segmen anterior yang mengakibatkan gangguan penglihatan dan kecacatan.1
Trauma kimia mata merupakan 11,5% - 22,1% dari kasus trauma mata
yang ada. Sekitar dua pertiga dari trauma ini terjadi pada laki-laki dewasa
muda.1 Analisis tahun 2016, di Amerika, terhadap kunjungan IGD pada tahun
2010-2013 dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 36.000 kunjungan per tahun
untuk trauma kimia mata.5 Sebagian besar trauma ini terjadi di tempat kerja
sebagai akibat dari kecelakaan industri. Sebagian kecil dari trauma ini terjadi
di rumah atau sekunder dari penyerangan. Bahan berkandungan basa
ditemukan lebih sering pada bahan bangunan dan bahan pembersih dan lebih
sering terjadi daripada trauma asam.1
Tingkat keparahan trauma kimia mata tergantung pada apa zat yang
menyebabkannya, berapa lama zat berkontak dengan mata, dan bagaimana
trauma tersebut ditatalaksana. Kerusakan biasanya terbatas pada segmen
depan mata, termasuk kornea, konjungtiva, dan kadang-kadang struktur mata
yang lebih dalam, termasuk lensa. Trauma kimia yang menembus lebih dalam
dari kornea adalah yang paling parah, sering menyebabkan katarak dan
glaukoma.6 Trauma kimia ringan akan menghasilkan konjungtivitis sementara
trauma kimia yang lebih parah dapat menyebabkan kornea menjadi putih. 4
Trauma kimia pada kornea dan konjungtiva dapat menjadi serius, terutama
ketika asam kuat atau basa kuat yang terlibat. Trauma basa cenderung lebih
serius daripada trauma asam.3
Sebagian besar trauma ini terjadi di tempat kerja oleh karena itu
pelindung mata adalah hal yang wajib digunakan ketika menangani zat yang
berpotensi korosif. Deteksi dan pengobatan dini memastikan outcome terbaik
untuk kondisi yang berpotensi menimbulkan kebutaan ini. Irigasi dini sangat
penting dalam membatasi durasi paparan zat kimia. Tujuan dari irigasi adalah
untuk menghilangkan zat penyebab dan mengembalikan pH fisiologis. Untuk
mengoptimalkan kenyamanan pasien dan memastikan irigasi efektif, anestesi
topikal biasanya diberikan. Pasien dengan trauma kimia ringan-sedang (kelas I
dan II) memiliki prognosis yang baik dan sering dapat diobati berhasil dengan
pengobatan medis saja.1

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan,
berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata
merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan
kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut.5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat
basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata.
Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi,
durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme
cedera antara asam dan basa sedikit berbeda.5
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam
laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan
pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan
kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata
memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia
merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.3
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika
Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari
kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita
cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari
lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis
karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma
mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.1,2
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena
trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular
berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami
penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat
cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio
frekuensi bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara
international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena
pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi
di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja
dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)
dengan umur rata-rata 31 tahun.2
2.3 Etiologi

2
Trauma kimia biasanya disebabkan bahan-bahan yang tersemprot
atau terpercik pada wajah. Trauma pada mata yang disebabkan oleh bahan
kimia disebabkan oleh 2 macam bahan yaitu bahan kimia yang bersifat
asam dan bahan kimia yang bersifat basa. Bahan kimia dikatakan bersifat
asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai
pH > 7.6
Trauma Asam
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion
dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi
yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass
dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma
pada mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan
daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa.5
Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara
cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke
dalam sel, dan memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan
bergabung dengan kalsium dan magnesium membentuk insoluble
complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari
immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan
pemindahan ion potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride
memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan gambaran gejala pada
jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.5
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan
denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya, karena
adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta adanya
presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam
yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi
koagulasi, kadang-kadang seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak
menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di kornea. Bila trauma
diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.7
Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi
protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea,
sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak akan bersifat destruktif
seperti trauma alkali. Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial
saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan
jaringan. Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam.8

3
Gambar 2 Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam

Bahan kimia bersifat asam : asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidrklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, asam
hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar
asam sulfat, mungkin merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia
pada mata. Asam Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan
penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih yang kuat.6,9

Trauma Basa
Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-
bahan basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat
secara cepat untuk penetrasi sel membran dan masuk ke bilik mata depan,
bahkan sampai retina. Trauma basa akan memberikan iritasi ringan pada mata
apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata,
trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa akan menembus
kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan
kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses
safonifikasi, disertai dengan dehidrasi.5

Gambar 3 Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Basa/Alkali9


Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel
jaringan. Pada pH yang tinggi alkali akan mengakibatkan safonifikasi disertai
dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat safonifikasi membran sel
akan mempermudah penetrasi lebih lanjut zat alkali. Mukopolisakarida
jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumpalan sel kornea atau
keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.
Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam
stroma kornea.
Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh darah
baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak akan
memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan
berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen
aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivator dilepas juga
kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi
gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dengan ulkus kornea dan
dapat terjadi perforasi kornea.

4
Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya
terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya ulkus pada kornea mulai terbentuk 2
minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi
epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea.
Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi
gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu
terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini
memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
Bahan kimia bersifat basa: NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan
pendingin lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan
pembersih dalam rumah tangga, soda kuat.6,9
2.4 Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu
fase kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase
penyembuhan:
1. Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti
oleh hal-hal sebagai berikut:
 Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai
gangguan dan oklusi pembuluh darah pada limbus.
 Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi
dan konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan
kerusakan persisten pada epitel kornea dengan perforasi dan
ulkus kornea bersih.
 Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan
kerusakan dan presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi
kornea.
 Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat
menyebabkan kerusakan iris dan lensa
 Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang
dibutuhkan untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki
kornea.
 Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
2. Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses
berikut:

Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau
pergeseran dari sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell
limbus

Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit
terjadi sintesis kolagen yang baru.10

2.5 Klasifikasi
Trauma kimia pada mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi
ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang
5
muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan
tingkat kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Selain itu klasifikasi
ini juga untuk menilai patensi dari pembuluh darah limbus (superfisial dan
profunda).10
1. Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis
sangat baik)
2. Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat
dan terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik)
3. Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran
iris tidak jelas dan sudah terdapat ½ iskemik limbus (prognosis
kurang)
4. Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari ½ limbus
(prognosis sangat buruk)11
Kriteria lain yang perlu dinilai adalah seberapa luas hilangnya epitel pada
kornea dan konjungtiva, perubahan iris, keberadaan lensa dan tekanan intra
okular.

Gambar 4 Klasifikasi Trauma Kimia, (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3,
(d) derajat 410
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala awal dari trauma kimia mata dapat berupa:11
1. Nyeri
2. Mata merah
3. Tanda-tanda iritasi
4. Keluarnya air mata yang berlebihan
5. Ketidakmampuan mempertahankan membuka kelopak mata
6. Merasa ada sesuatu pada mata
7. Pembengkakan kelopak mata
8. Penglihatan kabur

6
Gambar 5. Trauma kimia berat pada mata dengan neovaskularisasi dini
kornea12
2.7 Diagnosis
Diagnosis trauma kimia ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
Umumnya, pasien datang dengan keluhan ada cairan atau gas yang mengenai
mata. Pada anamnesa perlu diketahui: 13
a. Tanyakan pada anamnesa mengenai jenis zat kimia penyebab,
nama dagang atau tipe produknya.
b. Kapan terjadi kecelakan dan lamanya zat kimia penyebab
berkontak dengan mata.
c. Tindakan awal membersihkan mata.
d. Apa yang sedang dilakukan saat kejadian.
e. Penggunaan alat pelindung diri seperti googles (kacamata).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang teliti dan lengkap harus ditunda sampai mata yang
terkena bahan kimia di irigasi dan pH nya sudah kembali netral. Setelah mata
di irigasi dilakukan pemeriksaan mata yang teliti yang di titik beratkan pada
kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemia limbus, dan tekanan intra
okuler. Supaya pasien lebih nyaman dan lebih kooperatif sewaktu
pemeriksaan, dapat diberikan anastesi topikal terlebih dahulu.14
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah :
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata
yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai adanya
defek epitel namun tidak di temukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut
harus di periksa ulang setelah beberapa menit.
b) Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampai opasifikasi
menyeluruh sehingga tidak bisa melihat KOA
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari – minggu setelah trauma
kimia yang berat
d) Reaksi Inflamasi KOA
7
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering
terjadi pada trauma alkali.
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi segmen anterior,
dan tingkat deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut
menyebabkan penurunan outflow uveoscleral dan peningkatan TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika terjadi kerusakan kelopak mata, menyebabkan mata tidak bisa ditutup
maka akan mudah iritasi.
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva dan kemosis.
h) Iskemia peri limbal
Iskemia perilimbal sangat mempengaruhi prognosis penyembuhan kornea
i) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi
atau ketidaknyamanan pasien.

Mc Culey membagi trauma kimia mata menjadi 4 fase yaitu:15


1. Fase Immediate
Pada pemeriksaan awal harus dinilai 3 hal yaitu :
a) Tingkat keparahan trauma
b) Prognosis
c) Terapi yang diberikan

Klasifikasi yang biasa digunakan untuk menilai gejala klinis dan prognosis
adalah:
1. Klasifikasi Hughes
a) Ringan: erosi epitel kornea, kornea sedikit kabur, tidak ada
nekrosis iskemik konjungtiva atau sclera.
b) Sedang: Opasitas kornea mengaburkan detail iris, nekrosis iskemik
yang minimal di konjungtiva dan sclera.
c) Berat: Garis pupil kabur, iskemik nekrosis konjungtiva atau sclera
yang signifikan.
2. Klasifikasi Thoft
a) Grade 1: kerusakan epitel kornea, tidak ada iskemik
b) Grade 2: kornea kabur, tapi iris masih bias terlihat, iskemik kecil
dari 1/3 limbus
c) Grade 3: epitel kornea hilang total, stroma kabur sehingga iris juga
terlihat kabur, iskemik sepertiga sampai setengah limbus
d) Grade 4: kornea opak, iskemik lebih dari setengah limbus
2. Fase Akut
Selama minggu pertama setelah trauma, hal – hal yang harus diperhatikan
adalah :
a) Ada atau tidaknya re-epitelisasi
b) Kejernihan kornea dan lensa

8
c) Tekanan intra okuler
d) Inflamasi di bilik mata depan
Proses inflamasi yang progresif menyebabkan mulainya re-epitelisasi,
proliferasi, dan migrasi keratosit menjadi terlambat sehingga inflamasi harus
di kontrol.
3. Fase Pemulihan dini
Pada fase ini yang di monitor adalah sama pada fase akut di tambah
dengan perubahan dalam kejernihan dan ketebalan kornea. Selama fase ini
epitel dan keratosit di kornea dan konjungtiva terus berproliferasi untuk
memperbaiki stroma dan permukaan okuler, sehingga struktur dan fungsinya
kembali normal.
Pada kasus trauma kimia yang tidak terlalu parah, biasanya pada fase ini re-
epitelisasi telah selesai, dengan tanda opasifikasi tidak ada lagi. Sedangkan
pada kasus yang lebih parah, pada fase ini re-epitelisasi terhenti atau tertunda,
sehingga proses perbaikan epitel terganggu akibatnya terjadi :
a) Debridement proteolitik matrik stroma berlebihan
b) Stroma menipis dan mungkin terjadi perforasi
4. Fase Pemulihan Akhir
Pada fase ini mata mengalami perkembangan re-epitelisasi yang bisa di
kelompokkan menjadi :
a) Re-epitelisasi komplit atau hampir komplit
Gejala klinis abnormal yang masih ada yaitu:
1. Anestesi kornea
2. Abnormalitas musin dan sel goblet
3. Regenerasi membrane desement epitel baru yang lambat
4. Pada kasus yang lebih parah mungkin terdapat fibrovaskuler pannus
pada kornea
Walaupun re-epitelisasi telah selesai, kita tetap harus waspada dan kornea
harus di periksa dengan cermat untuk menilai:
1. Apakah sensasi kornea telah kembali atau sembuh
2. Ada atau tidaknya keratitis pungtata superficial
3. Perlengketan epitel yang abnormal
4. Vaskularisasi stroma
b) Trauma yang luas dan berat menyebabkan re-epitelisasi kornea dan epitel
konjungtiva.
Kejadian trauma ini harus diketahui karena kalau tidak terjadi re-epitelisasi
setelah beberapa minggu ini akan mengakibatkan terjadinya sequele. Kalau
sudah timbul sequel walupun telah dilakukan adhesi jaringan tapi permukaan
mata akan sembuh dengan adanya :
1. Jaringan parut dan vaskularisasi
2. Defisiensi musin dan sel goblet
3. Erosi epitel persisten atau rekuren
4. Fibrovaskular pannus
Pemeriksaan Laboratorium:16
a) Pemeriksaan pH permukaan mata

9
Hal ini penting dilakukan dan irigasi harus tetap dilakukan sampai pH kembali
netral
b) Tes Flouresein
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel kornea.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada 4 fase traumanya yaitu:16
1. Fase kejadian (immediate)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah untuk menghilangkan materi penyebab
sebersih mungkin. Tindakan ini merupakan tindakan yang utama dan harus
dilakukan sesegera mungkin, sebaiknya pasien langsung mencuci matanya di
rumah sesaat setelah kejadian.

Gambar 6. Cara mencuci mata segera setelah terkena trauma di rumah.17


Tindakan yang dilakukan adalah irigasi bahan kimia meliputi pembilasan
yang dilakukan segera dengan anestesi topikal terlebih dahulu. Pembilasan
dilakukan dengan larutan steril sampai pH air mata kembali normal. Jika ada
benda asing dan jaringan bola mata yang nekrosis harus dibuang. Bila diduga
telah terjadi penetrasi bahan kimia kedalam bilik mata depan maka dilakukan
irigasi bilik mata depan dengan larutan RL.

Gambar 8. Irigasi mata.18


2. Fase akut (sampai hari ke7)

10
Tujuan tindakan pada fase ini adalah mencegah terjadinya penyulit dengan
prinsip sebagai berikut:
a. Mempercepat proses reepitelisasi kornea
Untuk perbaikan kolagen bisa digunakan asam askorbat. Disamping itu juga
diperlukan pemberian air mata buatan untuk mengatasi pengurangan sekresi
air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
b. Mengontrol tingkat peradangan
1. Mencegah infiltrasi sel-sel radang
2. Mencegah pembentukan enzim kolagenase
Mediator inflamasi dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan dapat
menghambat reepitelisasi sehingga perlu diberikan topical steroid. Tapi
pemberian kortikosteroid ini baru diberikan pada fase pemulihan dini.
c. Mencegah infeksi sekuder
Antibiotik profilaks topical sebaiknya diberikan pada fase awal.
d. Mencegah peningkatan TIO
e. Suplemen/antioksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase pemulihan dini (hari ke 7-21)
Tujuan tindakan pada fase ini adalah membatasi penyulit lanjut setelah fase
akut. Yang menjadi masalah adalah :
a. Hambatan reepitelisasi kornea
b. Gangguan fungsi kelopak mata
c. Hilangnya sel goblet
d. Ulserasi stroma yang dapat menjadi perforasi kornea
4. Fase pemulihan akhir (setelah hari ke21)
Tujuan pada fase ini adalah rehabilitasi fungsi penglihatan dengan prinsip:
a. Optimalisasi fungsi jaringan mata (kornea, lensa dan seterusnya)
untuk penglihatan.
b. Pembedahan
Jika sampai fase pemulihan akhir reepitelisasi tidak juga sukses, maka sangat
penting untuk dilakukan operasi.

2.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi akibat trauma kimia adalah sebagai
berikut:1,4,6,9,10,11,12,13
1. Jaringan parut pada kornea
2. Ulkus kornea
3. Jaringan parut pada konjungtiva
4. Dry eyes
5. Simblefaron
6. Sikatrik yang menyebabkan enteropion/ekstropion
7. Trikiasis
8. Stenosis/oklusi punctum
9. Pembentukan pannus
10. Katarak
11. Glaucoma

11
2.10 Prognosis
Prognosis trauma kimia tergantug pada keparahan bagian yang terkena,
khususna terkait defek epitel kornea dan derajat iskemik limbus. Kebanyakan
kasus bias sembuh sempurna meskipun ada juga yang disertai komplikasi
seperti glaucoma, kerusakan kornea, dry eye syndrome dan beberapa kasus
menimbulkan kebutaaan.19
Berdasarkan klasifikasi Hughes dan Thoft yang telah diuraikan pada gejala
klinis maka prognosisnya adalah sebagai berikut:
1. Hughes
a. derajat ringan: prognosis baik
b. derajat sedang: prognosis sedang
c. derajat berat: prognosis buruk
2. Thoft
a. Grade 1 dan 2: prognosis baik
b. Grade 3: prognosis dubia
c. Grade 4: prognosis buruk

12
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. B.F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 54 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Tambak Pulau Punjung
Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata kiri terkena air keras pengolahan emas pada 30 menit sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
- Mata kiri terkena air keras untuk pengolahan emas pada 30 menit sebelum
masuk rumah sakit, terjadi saat pasien sedang bekerja membuat emas.
Pasien tidak menggunakan kaca mata pelindung saat bekerja.
- Pasien sudah membersihkan mata kiri dengan air bersih, dengan
merendamkan mata dalam air bersih, kemudian segera ke IGD RSUD Sei
Dareh.
- Mata kiri tampak merah dan nyeri, berair (+).
- Penglihatan mata kiri lebih kabur dari sebelumnya.
- Kelopak mata kiri tampak bengkak. Pasien sulit membuka mata karena
kelopak mata membengkak dan terasa berat.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit mata, hipertensi
maupun diabetes.

13
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis cooperative
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : frek 72 x/i , teratur, isi cukup
Napas : frek 20 x/i
Suhu : 36,5oC
Status gizi : sedang
Status Generalis
o Kulit : teraba hangat
o Kepala : normocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
o Mata : (status lokalis)
o Mulut : lidah dan mulut basah, oral thrush tidak ada
o Telinga: tidak ditemukan kelainan
o Hidung : tidak ditemukan kelainan
o Tenggorok : tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
o Leher : JVP 5-2 cmH2O, tidak teraba pembesaran KGB
o Dada :
 Paru :
- Inspeksi : simetris kiri dan kanan pada saat statis maupun dinamis
- Palpasi : fremitus kiri = kanan
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : suara nafas vesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
 Jantung :
- Inspeksi :iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
- Perkusi : batas kanan: LSD, atas : RIC II, kiri : 1 jari medial LMCS
RIC V
- Auskultasi: bunyi jantung murni, regular, bising (-), gallop (-)
o Abdomen :
- Inspeksi : perut tidak membuncit
- Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi: bising usus (+) normal
o Punggung : tidak ditemukan kelainan
o Alat kelamin : tidak diperiksa
o Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik
14
Status Khusus

STATUS OPHTALMIKUS OD OS
Visus 6/60 4/60
Silia / supersilia Normal Normal
Palpebra Superior Udem (-) Udem (+)
Palpebra Inferior Udem (-) Udem (-)
Margo palpebral Tidak ada entropion, Tidak ada entropion,
ekstorpion, sikatrik, ekstorpion, sikatrik, maupun
maupun ulcerative ulcerative
Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Konjungtiva:
- Tarsalis Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (+), Papil (-),
Folikel (-), Injeksi (-) Folikel (-)
- Forniks Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (+), Papil (-),
Folikel (-), Injeksi Folikel (-), Injeksi
- Bulbi konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (+), Injeksi siliar
siliar (-) (+)
Sklera Putih Hiperemis
Kornea Tidak ditemukan kelainan Tampak cairan di kornea (+)
Erosi pada kornea (+)
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat, refleks cahaya +, Bulat, refleks cahaya +,
diameter 3mm diameter 3mm
Tekanan Bulbus Okuli Palpasi normal Sulit dinilai
Posisi bola mata Orthoforia Orthoforia
Gerak bola mata Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

15
Foto mata kiri pasien:

Diagnosa Kerja:
Trauma kimia OS
Erosi kornea OS

Terapi:
- Spooling dengan cairan fisiologis RL (1 kolf) pada ocular sinistra
- IVFD RL + ketorolac 2 amp  20 gtt/i
- Tutup mata dengan kassa (sebelumnya oles dengan salp mata
kloramfenikol) selama 24 jam  Dilanjutkan dengan:
o floxa eye drop tiap 2 jam
o cendoliter tiap 1 jam
- clindamycin 4 x 1
Anjuran:
- Rawat bedah (mata)
- Pemeriksaan tonometri dan visus
Prognosa:
dubia ad Bondan.
16
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 54 tahun datang ke IGD RSUD Sei Dareh
pada tanggal 30 Agustus 2018 dengan keluhan utama mata kiri terkena air keras
untuk pengolahan emas pada 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien
sebelumnya sudah membersihkan mata dengan air bersih dengan cara merendam
mata dalam air, lalu setelah itu ke IGD RSUD Sei Dareh. Sebelumnya pasien
sedang bekerja membuat emas tanpa menggunakan kaca mata pelindung.
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat
bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan
trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang
bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut.
Cairan keras untuk pengolahan emas yang sering digunakan adalah cairan
asam nitrat. Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan
anion dalam kornea. Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan
mengubah pH, sementara anion merusak dengan cara denaturasi protein,
presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah penetrasi yang
lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma
korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Bahan kimia asam yang mengenai
jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi dengan jaringan protein
disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan asam serta
adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir.
Berdasarkan pemeriksaan pada pasien ditemukan adanya nyeri mata,
injeksi konjungtiva, injeksi siliar, sklera hiperemis, tampak cairan pada kornea
dan erosi. Pada pasien terdapat penurunan visus, namun pemeriksaan visus pada
kasus ini hanya bersifat subjektif karena kekurangan peralatan pemeriksaan visus
di IGD. Pada pasien dilakukan spooling dengan cairan fisiologis sebanyak 500 cc
selama ± 15 menit. Sebelum ke IGD, pasien sudah membersihkan mata dengan air
bersih sesegera mungkin. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa segera setelah
kejadian, mata harus dibilas dengan air bersih sebanyak mungkin. Pada fasilitas
kesehatan, irigasi pada mata dilakukan dengan cairan fisiologis dengan
menggunakan anestesi topikal.

Pada pasien juga diberikan artificial tear berupa cendoliter.


Berdasarkan literatur, pemberian air mata buatan digunakan untuk mengatasi
pengurangan sekresi air mata karena hal ini juga berpengaruh pada epitelisasi.
Selain itu, juga diberikan salap antibiotic kloramfenikol dan floxa eye drop untuk

17
profilaksis infeksi sekunder. Jika hingga akhir masa pemulihan, reepitelisasi tidak
berjalan dengan baik, dapat dipertimbangkan operasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Trief D, Woodward M. Chemical (Alkali and Acid) Injury of the Conjunctiva and
Cornea - EyeWiki. Eyewiki.aao.org. 2015 [dikutip 30 Oktober 2016]. Tersedia dari:
http://eyewiki.aao.org/Chemical_(Alkali_and _Acid)_
Injury_of_the_Conjunctiva_and_Cornea
2. Ventocilla M. Ophthalmologic Approach to Chemical Burns: Background,
Pathophysiology, Epidemiology. Emedicine.medscape.com. 2016 [dikutip 30 Oktober
2016]. Tersedia dari: http://emedicine.medscape. com/article/1215950-overview
3. Colby K. Ocular Burns. Merck Manuals Professional Edition. 2014 [dikutip 30
Oktober 2016]. Tersedia dari: http://www.merckmanuals.com/ professional/injuries-
poisoning/eye-trauma/ocular-burns#v1112326
4. Hodge C, Lawless M (July 2008). "Ocular emergencies". Aust Fam Physician. 37 (7):
506–9. PMID 18592066.
5. Haring RS, Sheffield ID, Channa R, Canner JK, Schneider EB (August 2016).
"Epidemiologic Trends of Chemical Ocular Burns in the United States.". JAMA
Ophthalmology. (epub ahead of print). doi:10.1001/jamaophthalmol.2016.2645.
PMID 27490908.
6. Kozarsky A. Chemical Eye Burns. WebMD. 2016 [dikutip 30 Oktober 2016].
Tersedia dari: http://www.webmd.com/eye-health/chemical-eye-burns#1
7. Randleman JB. Chemical eye burn overview. Diakses dari
http://www.emedicinehealth.com/chemical_eye_burns/article-em.htm
8. Ventocilla M. 2016. Ophtalmologic Approach to Chemical Burns. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1215950-overview
9. C Kenneth. 2002. Emergency Ophthalmology, a Rapid Treatment Guide. Boston:
Medical Publisinng Division
10. Chemical Burns. Dalam Handbook of ocular disease management. Diakses dari
http://www.revoptom.com/handbook/sect3h.htm
11. Wagoner MD, Kenyon KR. Chemical Injuries. Chapter 11. Dalam: Khun F. 2008.
Ocular Traumatology Edisi I. USA: Springer.
12. Randleman JB. Burns, chemical. Department of Ophthalmology. 2006. Diakses dari
http://www.emedicine.com
13. Webb LA. Manual of Eye Emergencies Diagnosis and Management. 2004.
Butterworth-Heinnemen. Edinburgh.
14. Trief D, Chodosh J dan Colby K. Chemical (Alcali and Acid) Injury of the
Conunctiva and Cornea. Diakses dari:
http://eyewiki.aao.org/Chemical_(Alkali_and_Acid)_Injury_of_the_Conjunctiva_and
_Cornea#Irrigation)
15. Vaughan, Daniel G. 2000. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika
16. Ilyas S. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto
17. --. 2008. External Disease and Cornea. American Academy of ophthalmology Section
8. Basic and Clinical Science Course.
18. Harvard health publication. Chemical injury to the eye. 2006. Diakses dari
http://ww.mylifetime.com/lifestyle/health/health-a-z/chemical-injury-eye

19

Anda mungkin juga menyukai