Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

A. Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebebkan


kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. (Musliha, 2010)
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam.(Padila, 2012)
Luka bakar (combustio) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak
langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict),
zat kimia (chemycal), atau radiasi (radiation). (Pamela, 2010)
Luka bakar (Burn) adalah kerusakan pada jaringan kulit dan tubuh karena
nyala api, panas, dingin friksi, radiasi (kulit menggelap terbakar matahari), bahan
kimia, atau listrik. Luka bakar biasanya terbagi menjadi tiga kategori, bergantung
pada keparahannya. (Digiulio, 2014)

B. Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat
mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan
burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas
dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa.
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama

1
awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi
organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh
fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka
bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya
integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein
dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan
berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi
penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan
melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut
nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah
jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam
pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam.
Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka
bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka
bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium
serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera
setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat
kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena

2
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus
luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat
dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi
cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat
tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus
renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor
inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum,
gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka
bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan
ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan
hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme. (Moenadjat Y. 2003)

3
Pathway
1.
Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Biologis LUKA BAKAR Psikologis Masalah Keperawatan:

 Gangguan Citra Tubuh


 Defisiensi pengetahuan
 Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat


Masalah Keperawatan:

Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh darah  Resiko infeksi


kapiler  Nyeri akut
 Kerusakan integritas kulit
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu
mengikat O2 Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein) Masalah Keperawatan:
Gagal nafas
Hipoxia otak  Hambatan mobilitas fisik
MK: ketidak Tekanan onkotik menurun.
efektifan pola nafas Tekanan hidrostatik
meningkat
tidak efektif

Cairan intravaskuler
menurun

Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan
hemokonsentrasi  Kekurangan volume cairan

Gangguan sirkulasi
makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya


kapiler sel ginjal katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
lambung tubuh metabolisme
Sel otak menurun meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah jantung ginjal hepatik pertumbuhan
menurun
Gagal Glukoneogenesis
fungsi Gagal Gagal ginjal Gagal glukogenolisis
sentral jantung hepar

4
MK:
MULTI SISTEM ORGAN FAILURE Ketidakseimbang
an njutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
( Moenadjat Y. 2003)
MK:
Penigkatan
suhu tubuh/
hipertemia

C. Etiologi
Etioliogi menurut Musliha (2010) sebagai berikut :
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan:
a) Gas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema.
b) Cairan
c) Bahan padat (solid)
2. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena
kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer.
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh.

5
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada
industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia
kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama
juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
D. Klasifikasi Luka Bakar (musliha, 2010)
Klasifikasi menurut Musliha (2010) antara lain :

1. Menurut dalamnya luka bakar


a. Derajad 1

Pada derajad 1 luka bakar akan sembuh pada waktu yang singkat.
Paling lambat 1 minggu tanpa dilakukan pengobatan apapun, kecuali
apabila pada derajad satu ini penderita kesakitan, bisa diberikan analgesik
tetapi analgesik yang tidak dapat menurunkan suhu tubuh.
Ciri luka bakar derajad satu adalah kulit hanya tampak kemerahan
tanpa ada kerusakan jaringan kulit.
b. Derajad 2

6
1) Derajad 2 dangkal (superficial)

Pada derajad dua ini kulit berwarna merah dan adanya bula
(gelembung), organ kulit seperti kelenjar sebasea, dan kelenjar kulit masih
utuh, pada luka bakar ini terjadi kerusakan epidermis yang ditandai dengan
rasa nyeri dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari, dapat bula diberikan
pengompresan dengan NaCl.

2) Derajad 2 dalam (deep)

Luka bakar derajad dua ini kulit kemerahan, dengan jaringan yang
terkelupas (kerusakan dermis dan epidermis). Organ-organ kulit seperti
kelenjar keringat, folikel rambut, kelenjar sebasea sebagian besar masih
utuh, proses penyembuhan pada darejad dua dalam ini biasanya
memerlukan waktu yang lama tergantung jaringan epitel yang masih
tersisa.

7
c. Derajad 3

Luka bakar derajad tiga ini ditandai dengan seluruh dermis dan
epidermis mengalami kerusakan. Tidak dijumpai rasa nyeri dan kehilangan
sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensori mengalami kerusakan atau
kematian, bahkan bisa merusak kematian jaringan lemak maupun otot
walaupun jaringan tersebut tidak mengalami nekrosis. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terbentuk epitelisasi jaringan dari dasar luka yang
spontan. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
2. Menurut luas luka bakar
Wallance membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang
terkenal dengan nama rule of nine atau rules of wallance yaitu :

8
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia atau perineum : 1%
Total keseluruhan : 100%

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

3. Berat ringannya luka bakar

a) Persentasi area (luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.


b) Kedalaman luka bakar
c) Anatomi lokasi luka bakar
d) Umur klien
e) Riwayat pengobatan yang lalu
f) Trauma yang menyertai atau bersamaan
American Collage of surgeon dalam Padila (2012) membagi dalam :

9
a) Parah Critical) :
1) Tingkat II : 30% atau lebih
2) Tingkat III : 10% atau lebih
3) Tingkat III : pada tangan, kaki, dan wajah
4) Dengan adanya komplikasi pernafasan, jantung, fraktur, soft tissue
yang luas.
b) Sedang (moderate) :
1) Tingkat II : 15-30%
2) Tingkat III : 1-10%
c) Ringan (minor) :
1) Tingkat II : kurang dari 15%
2) Tingkat III : kurang dari 1%
E. Fase Luka Bakar

Fase-fase luka bakar menurut Padila (2012) sebagai berikut :


a. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita
akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak
hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat terbakar, namun masih dapat
terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cidera inhalasi dalam 48-72 jam
pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebabkematian utama penderita
pada fase akut.
b. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat akibat kontak dengan sumber
panas. Luka yang terjadi menyebabkan :

10
1) Proses inflamasi dan infeksi.
2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau
organ-organ fungsional.
3) Keadaan hipermetabolisme.
c. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat
luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi menurut Pamela (2011) :
Kedalaman Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan
Dan Yang Luka Kesembuhan
Penyebab Terkena
Luka Bakar
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
(Superfisial): hiperestesia menjadi lengkap dalam
tersengat (supersensivitas), putih ketika waktu satu
matahari, rasa nyeri ditekan minggu,
terkena api mereda jika minimal atau terjadi
dengan didinginkan tanpa edema pengelupasan
intensitas kulit
rendah

Derajat Dua Epidermis Nyeri, Melepuh, Kesembuhan


(Partial- dan bagian hiperestesia, dasar luka dalam waktu
Thickness): dermis sensitif terhadap berbintik- 2-3 minggu,

11
tersiram air udara yang bintik merah, pembentukan
mendidih, dingin epidermis parut dan
terbakar oleh retak, depigmentasi,
nyala api permukaan infeksi dapat
luka basah, mengubahnya
terdapat menjadi
edema derajat-tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan
(Full- keseluruhan nyeri, syok, bakar eskar,
Thickness): dermis dan hematuria berwarna diperlukan
terbakar kadang- (adanya darah putih seperti pencangkokan,
nyala api, kadang dalam urin) dan bahan kulit pembentukan
terkena jaringan kemungkinan atau gosong, parut dan
cairan subkutan pula hemolisis kulit retak hilangnya
mendidih (destruksi sel dengan kontur serta
dalam waktu darah merah), bagian lemak fungsi kulit,
yang lama, kemungkinan yang tampak, hilangnya jari
tersengat terdapat luka terdapat tangan atau
arus listrik masuk dan edema ekstremitas
keluar (pada luka dapat terjadi
bakar listrik)

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan luka bakar menurut
Padila (2012) sebagai berikut :
1. LED : mengkaji hemokonsentrasi. Nilai normal (L: 15mm/jam; P: <20mm)

12
2. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24
jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
3. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar-X dada untuk mengkaji fungsi
pulmonal, khususnya pada cidera inhalasi asap.
4. BUN dan kreatinin untuk mengkaji fungsi ginjal.
5. Urinalisis untuk menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6. Bronkoskopi untuk membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada
luka bakar masif.
8. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
H. Komplikasi
Komplikasi menurut Lalani (2011), sebagai berikut :
1. Infeksi luka
a. Sulit dibedakan dengan penyembuhan luka karena sama-sama terdapat
eritema, edema, nyeri tekan.
b. Jika demam, malaise, atau gejala memburuk, pikirkan kemungkinan
infeksi.
c. Dapat menyebabkan sepsis dan kerusakan luka bakar yang lebih
dalam.
d. Perlu dirawat inap dan mendapat antibiotik IV.
2. Sepsis
3. Syok akibat luka bakar
4. Edema akibat luka bakar
5. Eskarotomi
6. Rabdomiolisis
7. Cidera inhalasi
8. Hipermetabolisme

13
I. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan luka bakar menurut Padila (2012) sebagai
berikut :

1. Resusitasi A,B,C
a. Pernafasan (Airway)
Airway - apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka
segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma
inhalasi antara lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka bakar pada
wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
b. Pernafasan (Breathing)
Kaji adanya trauma-trauma lain yang dapat menghambat gerakan
pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae.

c. Sirkulasi (Circulation)
Gangguan permebilitas kapiler : cairan dari intra vaskuler pindah ke
ekstra vaskuler → hipovolemi relatif →syok → ATN → gagal ginjal
2. Infus,kateter, CVP, oksigen, laboratorium, kultur luka.
3. Resusitasi cairan
Cara Baxter merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak
dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus :
a. Dewasa :
Baxter = RL 4cc x BB x % LB
24 jam
Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu
larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua
diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama.

14
b. Anak : jumlah resusitasi + kebutuhan faal :
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB
24 jam
c. Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1-3 tahun : BB x 75 cc
3-5 tahun : BB x 50 cc
4. Monitor urine dan JVP
5. Topikal dan tutup luka :
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1 : 30) + buang jaringan nekrotik
b. Tulle
c. Silver sulfat diazin tebal
d. Tutup kasa tebal
e. Evaluasi 5-7 hari kecuali balutan kotor
6. Obat-obatan :
a. Antibiotika : tidak diberikan jika pasien datang kurang dari 6 jam sejak
kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil
kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidin)
d. Antasida : kalo perlu

J. Pengkajian Kegawatdaruratan
Pengkajian fokus pada klien dengan luka bakar menurut Padila (2012),
Kartikawati (2011) adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian Primer
a. Airway (jalan napas)

15
Penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit,
gangguan masa otot, perubahan tonus.
b. Breathing (pernapasan)
Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis, penggunaan otot bantu pernafasan
(indikasi cidera inhalasi), stridor/mengi, bunyi nafas gemericik (oedema
paru), stridor (oedema laringeal), secret jalan nafas dalam (ronkhi).
c. Circulation (sirkulasi)
Hipotensi (syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cidera, fase konstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dan dingin (syock listrik), takikardia (syok/ansietas/nyeri), disritmia (syok
listrik), pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
d. Disability
Area batas kesemutan, penurunan reflek tendon dalam pada cedera
ekstremitas, aktivitas kejang (syok listrik), kerusakan retinal, penurunan
ketajaman pengelihatan.
e. Exposure
Area kulit tidak terbakar mungkin dingin/lembab.
2. Pengkajian Sekunder
a. Head To Toe
1. keadaan umum
Datang dengan keadaan kotor,mengeluh panas sakit, gelisah, penurunan
tingkat kesadaran apabila luka bakar mencapai derajat cukup berat.
2. TTV
Tekanan darah menurun, nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama.
3. Pemeriksaan kepala dan leher

16
a. Kepala dan rambut
Bentuk kepala, penyebaran rambut, warna rambut setalah terkena
luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar.
b. Mata
Kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi, benda asing yang
menyebabkan gangguan penglihatan, bulu mata yang rontok.
c. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya suplay darah ke otak, bibir kering.
e. Telinga
Bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
f. Leher
Posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan.
4. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
5. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium.
6. Genetalia
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakan
tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi
sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
7. Muskuloskletal

17
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karen nyeri.
8. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila suplay
darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik).
9. Pemeriksaan kulit
Kaji daerah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka).
Prinsip pengukuran prosentase luas luka bakar menurut kaidah 9 (rule of
nine).
b. AMPLE
A : Alergi
Adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan
Obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan
hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history
Riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya
apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal
Obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam
komponen ini.
E : Events
Hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama/ kronologi kejadian).

18
K. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN LUKA BAKAR
(COMBUSTIO)
A. PENGKAJIAN
Menurut (Hidayat, A.A 2008) pengkajian meliputi :
1. Data biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka
bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun
memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen
K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi
terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat
dalam pendekatan
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien pulang)
4. Riwayat penyakit masa lalu

19
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan
obat dan alcohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan
stress, rasa cemas, dan takut.
a. Bernafas
Pada klien yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas
pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi
nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan
nafas dalam (ronkhi).
b. Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.

20
c. Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih
besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
d. Gerak dan Aktifitas :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
e. Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien
ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan
f. Pengaturan Suhu
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam
pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan
mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya
infeksi
g. Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien
tidak dapat melakukan sendiri.
h. Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
1. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung

21
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
2. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih
dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
3. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian
terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor,
kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
i. Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka
bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka
bakar derajat tiga tidak nyeri.
j. Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien
mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
k. Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
l. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien
terhadap penyakitnya

22
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit
dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka
bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena
intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan

23
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka
bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah
diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian
khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai

24
masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada
dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya
disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai
ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah
ekstremitas karena terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu
pengkajian terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta
sirkulasi (circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata
dapat menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan
menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

25
A. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal luka.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya
respons imun.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar terbuka.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan saraf yang terbuka, kesembuhan luka
dan penanganan luka bakar.
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan deformitas dinding dada,
keletihan otot-otot pernafasan, hiperventilasi.
6. Hamabatan mobilitas fisik beruhubungan dengan mobilitas fisik
7. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolism tubuh (Lynda,
Jual. 2006).
B. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kekurangan Setelah dilakukan tindakan NIC
volume cairan selama 3 X 24 jam Fluid Management
diharapkan kekurangan  Timbang
volume cairan dapat popok/pembalut jika
teratasi dengan : diperlukan
NOC  Pertahankan catatan
 Fluid balance intake dan output yang
 Hydration akurat
 Nutritional Status:  Monitor status hidrasi
Food and Fluid (kelembaban membran
Intake mukosa, nadi adekuat,
Kriteria Hasil : tekanan darah

26
 Mempertahankan ortostatik), jika
urine output sesuai diperlukan
dengan usia dan BB,  Monitor vital sign
BJ urine normal, HT  Monitor masukan
normal makanan/cairan dan
 Tekanan darah, nadi, hitung intake kalori
suhu tubuh dalam harian
batas normal  Kolaborasikan
 Tidak ada tanda-tanda pemberian cairan IV
dehidrasi, elastisitas  Monitor status nutrisi
turgor kulit baik,  Berikan cairan IV pada
membran mukosa suhu ruangan
lembab, tidak ada rasa  Dorong masukan oral
haus yang berlebihan  Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
 Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
 Tawarkan snack (jus
buah, buah segar)
 Kolaborasi dengan
dokter
 Atur kemungkinan
tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

Hypovolemia Management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan

27
output cairan
 Pelihara IV line
 Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
 Monitor tanda vital
 Monitor respon pasien
terhadap penambahan
cairan
 Monitor berat badan
 Dorong pasien untuk
menambah intake oral
 Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan
 Monitor adanya tanda
gagal ginjal
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan selama 3 X 24 jam Infection Control (Kontrol
dengan diharapkan resiko infeksi Infeksi)
hilangnya barier dapat teratasi dengan :  Bersihkan lingkungan
kulit dan NOC setelah dipakai pasien
terganggunya  Immune Status lain
respons imun.  Knowledge :  Pertahankan teknik
Infection control isolasi
 Risk control  Batasi pengunjung bila
perlu
Kriteria Hasil :  Instruksikan pada

28
 Klien bebas dari tanda pengunjung untuk
dan gejala infeksi mencuci tangan saat
 Mendeskripsikan berkunjung dan setelah
proses penularan berkunjung
penyakit, faktor yang meninggalkan pasien
mempengaruhi  Gunakan sabun
penularan serta antimikrobia untuk cuci
penatalaksanaannya tangan
 Menunjukkan  Cuci tangan setiap
kemampuan untuk sebelum dan sesudah
mencegah timbulnya tindakan keperawatan
infeksi  Gunakan baju, sarung
 Jumlah leukosit dalam tangan sebagai alat
batas normal pelindung
 Menunjukkan perilaku  Pertahankan lingkungan
hidup sehat aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingkatkan intake
nutrisi
 Berikan terapi antibiotik

29
bila perlu infection
protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Pertahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukkan
cairan
 Dorong istirahat

30
 Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara
menghindar infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC :
berhubungan selama 1 X 6 jam  Paint management
dengan diharapkan nyeri akut 1. Lakukan pengkajian nyeri
inflamasi dan dapat teratasi dengan : secara komprehensif
kerusakan NOC : termasuk lokasi,
jaringan  Pain Level, karakteristik, durasi,
 pain control, frekuensi, kualitas dan
 comfort level faktor presipitasi.
Setelah dilakukan tinfakan 2. Observasi reaksi nonverbal
keperawatan selama …. dari ketidaknyamanan.
Pasien tidak mengalami 3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri, dengan kriteria untuk mencari dan
hasil: menemukan dukungan.
1. Mampu mengontrol 4. Kontrol lingkungan yang
nyeri (tahu penyebab dapat mempengaruhi nyeri
nyeri, mampu seperti suhu ruangan,
menggunakan tehnik pencahayaan dan

31
nonfarmakologi kebisingan.
untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri, mencari nyeri.
bantuan). 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
2. Melaporkan bahwa untuk menentukan
nyeri berkurang intervensi.
dengan menggunakan 7. Ajarkan tentang teknik non
manajemen nyeri. farmakologi: napas dala,
3. Mampu mengenali relaksasi, distraksi,
nyeri (skala, kompres hangat/ dingin.
intensitas, frekuensi 8. Berikan analgetik untuk
dan tanda nyeri). mengurangi nyeri: ……...
4. Menyatakan rasa 9. Tingkatkan istirahat.
nyaman setelah nyeri 10. Berikan informasi
berkurang. tentang nyeri seperti
5. Tanda vital dalam penyebab nyeri, berapa
rentang normal. lama nyeri akan berkurang
6. Tidak mengalami dan antisipasi
gangguan tidur ketidaknyamanan dari
prosedur.
11. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

Kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC :


integritas kulit selama 3 X 24 jam  Pressure Management
berhubungan diharapkan kerusakan 1. Anjurkan pasien untuk

32
dengan lesi pada integritas kulit dapat menggunakan pakaian
kulit teratasi dengan : yang longgar.
NOC : 2. Hindari kerutan pada
 Tissue Integrity : Skin tempat tidur.
and Mucous 3. Jaga kebersihan kulit
Membranes agar tetap bersih dan
Setelah dilakukan tindakan kering.
keperawatan selama….. 4. Mobilisasi pasien
kerusakan integritas kulit (ubah posisi pasien)
pasien teratasi dengan setiap dua jam sekali.
kriteria hasil: 5. Monitor kulit akan
1. Integritas kulit adanya kemerahan .
yang baik bisa 6. Oleskan lotion atau
dipertahankan minyak/baby oil pada
(sensasi, elastisitas, derah yang tertekan .
temperatur, hidrasi, 7. Monitor aktivitas dan
pigmentasi) mobilisasi pasien.
2. Tidak ada luka/lesi 8. Monitor status nutrisi
pada kulit. pasien.
3. Perfusi jaringan 9. Memandikan pasien
baik. dengan sabun dan air
4. Menunjukkan hangat.
pemahaman dalam 10. Kaji lingkungan dan
proses perbaikan peralatan yang
kulit dan mencegah menyebabkan
terjadinya sedera tekanan.
berulang.
5. Mampu melindungi

33
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan NIC :
pola nafas selama 3 X 24 jam Airway Management
berhubungan diharapkan ketidak 1. Buka jalan nafas, gunakan
dengan efektifan pola nafas dapat teknik chin lift atau jaw
deformitas teratasi dengan: thrust bila perlu
dinding dada, NOC : 2. Posisikan pasien untuk
keletihan otot-  Respiratory status : memaksimalkan ventilasi
otot pernafasan, Ventilation 3. Identifikasi pasien perlunya
hiperventilasi  Respiratory status : pemasangan alat jalan nafas
Airway patency buatan
 Vital sign Status 4. Pasang mayo bila perlu
Setelah dilakukan tindakan 5. Lakukan fisioterapi dada
keperawatan jika perlu
selama….ketidakefektifan 6. Keluarkan sekret dengan
pola nafas pasien teratasi batuk atau suction
dengan kriteria hasil : 7. Auskultasi suara nafas,
1. Mendemonstrasika catat adanya suara
n batuk efektif dan tambahan
suara nafas yang 8. Lakukan suction pada
bersih, tidak ada mayo
sianosis dan 9. Berikan bronkodilator bila
dyspneu ( mampu perlu
mengeluarkan 10. Berikan pelembab udara

34
sputum, mampu kassa basah NACl Lembab
bernafas dengan 11. Atur intake untuk cairan
mudah, tidak ada mengoptimalkan
pursed lips ) keseimbangan
2. Menunjukkan jalan 12. Monitor respirasi dan
nafas yang paten ( status O2
klien tidak merasa Oxygen Therapy
tercekik, irama 1. Bersihkan mulut, hidung
nafas, frekuensi dan sekret trakea
pernafasan dalam 2. Pertahankan jalan nafas
rentang normal , yang paten
tidak da suara nafas 3. Atur peralatan oksigenasi
abnormal ) 4. Monitor aliran oksigen
3. Tanda Tanda vital 5. Pertahankan posisi pasien
dalam rentang 6. Observasi adanya tanda-
normal ( tekanan tanda hipoventilasi
darah, nadi, 7. Monitor adanya
pernafasan ) kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring

1. Monitor TD, nadi, suhu,


dan RR
2. Catat adanya fuktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri

35
4. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan
irama pernafasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernafasan
abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing
triad ( tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik )
13. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Hambatan Setelah dilakukan tindakn NIC :
Mobilitas Fisik selama 3 X 24 jam Exercise therapy :
erhubungan diharapkan hambatan ambulation
dengan nyeri mobilitas fisik dpat teratasi 1. Monitoring vital sign
akut dengan : sebelm/sesudah latihan
NOC : dan lihat respon pasien
 Joint Movement : saat latihan
1. Active 2. Konsultasikan dengan

36
2. Mobility Level terapi fisik tentang
3. Self care : ADLs rencana ambulasi sesuai
4. Transfer performance dengan kebutuhan
Kriteria Hasil : 3. Bantu klien untuk
1. Klien meningkat menggunakan tongkat saat
dalam aktivitas fisik berjalan dan cegah
2. Mengerti tujuan dari terhadap cedera
peningkatan 4. Ajarkan pasien atau
mobilitas tenaga kesehatan lain
3. Memverbalisasikan tentang teknik ambulasi
perasaan dalam 5. Kaji kemampuan pasien
meningkatkan dalam mobilisasi
kekuatan dan 6. Latih pasien dalam
kemampuan pemenuhan kebutuhan
berpindah ADLs secara mandiri
4. Memperagakan sesuai kemampuan
penggunaan alat 7. Dampingi dan Bantu
Bantu untuk pasien saat mobilisasi dan
mobilisasi (walker) bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan

Hipertermia Setelah dilakukan tindakan NIC :


berhubungan selama 3 X 24 jam Fever Treatment

37
dengan diharapkan hipertermia 1. Monitor suhu sesering
peningkatan dapat teratasi dengan : mungkin
metabolism Noc : 2. Monitor IWL
tubuh Thermoregulasi 3. Monitor warna dan suhu
kulit
Kreiteria hasil: 4. Monitor tekanan darah,
1. Suhu 36 – 37C nadi dan RR
2. Nadi dan RR dalam 5. Monitor penurunan
rentang normal tingkat kesadaran
3. Tidak ada perubahan 6. Monitor WBC, Hb, dan
warna kulit dan tidak Hct
ada pusing, 7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik:
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasi pemberian
cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya
mengigil

38
Temperature regulation
1. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
2. Rencakan monitoring
suhu secara kontinyu
3. Monitor TD,Nadi,RR
4. Monitor warna dan suhu
kulit
5. Monitor tanda tanda
hipertermi dan hipotermi
6. Tinkatkan intake cairan
dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk
mencegah kehilangan
kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9. Diskusikan tentang
pentingkanya pengaturan
suhu tubuh dan
kemungkinan efek
negative dari kedinginan
10. Berikan anti piretik jika
perlu
Sumber : (Amin & Hardi. 2015)

39
DAFTAR PUSTAKA
Digiulio, Marry. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Rapha Publishing
Kartikawati, Dewi. (2011). Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat Jilid 1.
Jakarta: Salemba Medika
Musliha. (2010). Perawatan Gawat Darurat Dengan Pendekatan NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta: Nuha Medika
Nurarif, Amin Huda. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA
NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Oman, Kathleen S. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergenci. Jakarta: EGC
Padila. (2012). Perawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Patty, Pamela. (2010). Pedoman Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Amin & Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarata : Percetakan Mediaction Publishing
Jogjakarta
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on
Hidayat, A.A 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Cetakan II. Jakarta : Salemba
Mahardika.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Moenajer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media
Aeuscullapius
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Lynda, Jual. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan . Jakarta : EGC

40

Anda mungkin juga menyukai