Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KETUBAH PECAH DINI (KPD) DI VK BERSALIN


RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun oleh:

RIA ASIHAI

NIM.1614901210786

PROGRAM PROFESI NERS ALIH JENIS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TA 2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KETUBAN PECAH DINI

1.1 Review Konsep Anatomi Fisiologi Sistem


1.1.1 Selaput Ketuban

AMNION : membran transparant berwarna abu-abu yang melapisi


korion. Selaput ini menutup pars fetal plasenta dan talipusat. Kantung
amnion berisi cairan amnion dan janin berada dalam cairan tersebut.
Histologi : Selaput amnion terdiri dari 5 lapisan
1. Lapisan seluler
2. Membrana basalis
3. Stratum kompaktum
4. Stratum fibroblas
5. Stratum spongiosum di bagian paling luar dan melekat dengan
lapisan seluler korion

KORION : membran bagian paling luar dan menempel pada dinding


uterus serta menempel pada tepi plasenta
Histologi Korion : terdiri dari 4 lapisan
1. Lapisan seluler
2. Lapisan retikuler padat
3. Pseudo-basement membrane
4. Trofoblas
CAIRAN AMNION
1. Cairan jernih agak pucat dan sedikit basa ( pH 7.2 )
2. Pada pertengahan kehamilan jumlahnya sekitar 400 ml dan pada
kehamilan 36 – 38 minggu mencapai 1000 ml setelah itu volume
terus menurun dan penurunan berlanjut terus sampai kehamilan
postmatur.
Komposisi :
1. Air ( 98 – 99% )
2. Karbohidrat ( glukosa dan fruktora ), protein ( albumin dan
globulin ), lemak, hormon (sterogen dan progesteron ) , enzym (
alkali fosfatase )
3. Mineral ( natrium, kalium dan klorida )
4. Material lain ( vernix caseosa, rambut lanugo, sel epitel yang
terkelupas dan mekonium )
Sirkulasi :
Cairan amnion bersifat dinamik dan senantiasa ber sirkulasi dengan
kecepatan 500 ml setiap jamnya.
Asal :
Janin ( produksi utama )
a) Sekresi aktif dari epiteo amnion
b) Transudasi sirkulasi janin
c) Air seni janin
Maternal
1) Transudasi dari sirkulasi maternal
Cairan amnion diabsorbsi melalui amnion kedalam sirkulasi
maternal dan melalui gastrointestinal janin (proses menelan pada
janin).
Fungsi :
Selama kehamilan :
1) Melindungi janin terhadap trauma
2) Medium bagi gerakan janin
3) Mempertahankan suhu tubuh janin
4) Sumber nutrisi janin
5) Medium eksresi janin
Selama persalinan
1. “Fore water” ( cairan ketuban yang berada di depan bagian
terendah janin ) membantu proses dilatasi servik.
2. Antiseptik jalan lahir setelah ketuban pecah.

1.1.2 Fisiologi
Fisiologi air ketuban (Liquar Amnio)/Tiris
Di dalam amnio yang diliputi oleh sebagian selaput janin yang terdiri
dari lapisan selaput ketuban (amnio) dan selaput pembungkus
(chorion) terdapat air ketuban (loquor amnii). Volume air ketuban
pada hamil cukup bulan 1000-1500 ml: warna agak keruh, serta
amempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Cairan ini dengan
berat jenis 1,007-1,008 terdiri atas 97-98% air. Sisanya terdiri atas
garam anorganik serta bahan organic dan bila di teliti benar, terdapat
rambut lanugo (rambut halus berasal dari bayi). Protein ini ditemukan
rata-rata 2,6% perliter,sebagian besar sebagai albumin.

Warna air ketuban ini menjadi kehijau-hijauan karena tercampur


meconium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengeluarkan
empedu). Berat jenis liquor ini berasal belum diketahui dengan
pasti,masih dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Telah banyakteori
ditemukakan mengenai hal ini,antara lain bahwa kebutuhan ini berasal
dari lapisan amnio, terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain
mengemukakan kemungkinan berasal dari plasenta.

Air ketuban (liquor amni) makin banyak menarik perhatian untuk


pembuatan diagnosis mengenai kelaina atau keadaan janin, misalnya
jenis kelamin janin, golongan darah A, B, AB, dan O, janin dalam
rhesus isoimunisasi , apakah janin cukup bulan, adanya macam-
macam kelainan genetic dan lain-lain. Untuk membuat diagnosis
umumnya dipakai sel-sel yang terdapat di dalam air ketuban dengan
melakuakan fungsi kedalam ruang ketuban Rahim melalui dinding
depan perut unutk memperoleh sampel cairan ketuban
(amniocentesis). Dewasa ini lebih sering dilaksanakan melalui perut
(transabdominal). Umumnya pada kehamilan minggu ke-14 hingga 16
dengan ultra sonografi ditentukan sebelum letak plasenta, untuk
menghindari plasenta ditembus. Fungsi melaluui plasenta dapat
menimbulkan perdarahan dan pencemaran liquir amnii oleh darah,
mengadakan analisis kimiawi dan sitotrauma pada janin. Plasenta
pencampuran darah antara lain antara janin dan ibu dengan
kemungkinan sensitive (sensitization), dan abortus,meskipun ini
jarang diterjadi, maka dari hal itu, amnioncentesis hendaknya hanyaa
dikerjakan bila ada indikasi yang tepat.
Air ketuban mempunyai fungsi yaitu :
a. Melindungi janin terhadap trauma luar
b. Memungkinkan janin bergerak dengan bebas
c. Melindungi suhu tubuh janin
d. Meratakan tekanan didalam uterus pada saaat partus, sehingga
serviks membuka.
e. Membersihkan jalan lahir jika ketuban pecah dengan cairan steril,
dan akan mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi
tidak mengalami infeksi.
f. Untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditlan/diminum
yang kemudian dikeluarkan melalui kencing.

2. Fisiologi selaput ketuban


Amnion manusia dapat berkembang dari delaminasi sitotrofobulus
sekitar hari ke-7 atau ke-8 perkembangan ovum normal atau pada
dasarnya berkembang menjadi sebuah kantong kecil yang menutupi
permukaan dorsal embrio. Ketika amnion membesar, perlahan-lahan
kantong ini meliputi embrio yang sedang berkembang, yang akan
prolaps kedalam rongganya. Distensi kantong amnion akhirnya
mengakibatkan kontong tersebut menempel dengan bagian didalam
ketuban (interior korion) , dan amnion dekat akhir trimester pertama
mengakibatkan kantong tersebut menempel dengan bagian di dalam
ketuban (entrior korion), dan dekat akhir trimestet pertama
mengakibatkan menghilangnya alat tubuh atau rongga karena
penyakit (obliterasi), amnion dan korion, walaupun sedikit menempel
tidak pernah berhubungan erat dan biasanya dapat dipisahkan dengan
mudah, bahkan pada waktu attern. Amnion normal mempunyai tebal
0,02 sampai 0,5 mm.

Tidak ditemukannya pembuluh-pembuluh darah atau saraf dalam


amnion pada berbagai stadium perkembangan, dan meskipun diduga
terdapat ruang-ruang di dalam lapisan fibrolastik dan spongiosium,
tidak dapat ditemukan saluran-saluran limfatik yang jelas.

1.2 Konsep Ketuban Pecah Dini


1.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion
sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya
selaput amnion sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu
dengan atau tanpa kontraksi.(Mitayani,2011).

Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum


waktu nya melahirkan,hal ini dapat terjadi pada akhirnya kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan (Sujiyati,2009). Ketuban
pecah dini (KPD) merupakan pecahnya selaput janin sebelum proses
persalinan dimulai. pada usia kurang dari 37 minggu. (Errol
Norwiz,dan John, 2007)

Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas adalah Ketuban pecah dini


adalah pecah/rupturnya selaput amnion sebelum dimulainya
persalinan,dan sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu,dengan
kontraksi atau tanpa kontraksi.

1.2.2 Etiologi
a. Persalinan prematur
b. Korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak KPD
c. Malposisi atau malpresentasi janin
d. Faktor yang mengabitkan kerusakan serviks
1) Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (misalnya
aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagainya
2) Peningkatan paritas yang memnungkinkan kerusakan serviks
selama pelahiran sebelumnya
3) Inkompeteni serviks
e. Riwayat KPD sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih
f. Faktor-faktor yang berhubungan dengan berat ibu
1) Kelebihan berat badan sebelum kehamilan
2) Penambahan berat badan sebelum kehamilan
g. Merokok selama kehamilan
h. Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang
kuat daripada ibu muda
i. Riwayat hubungan seksual baru-baru ini.(buku obstetric dan
ginekologi,2009,geri morgan)

1.2.3 Tanda dan gejala (manifestasi klinik)


Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melalui vagina,aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak,mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes
dengan cirri pucat dan bergaris warna darah,cairan ini tidak akan
berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.tetapi
bila anda duduk atau berdiri,kepala janin yang sudah terletak dibawah
biasanya “mengganjal “atau menyambut kebocoran untuk sementara.
Demam ,bercak vagina yang banyak ,nyeri perut ,denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Sujiyatini,2009).

1.2.4 Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan
menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban
. Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid C
yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat,
dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan
selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium . Pada infeksi juga
dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/makrofag , yaitu
sitokrin, interleukin 1 , factor nekrosis tumor dan interleukin 6.
Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan
ginjal janinyang ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga
mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam
cairan amnion juga akan merangsang sel-sel disidua untuk
memproduksi sitokin dan kemudian prostaglandin yang menyebabkan
dimulainya persalinan. Adanya kelemahan local atau perubahan kulit
ketuban adalah mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat
infeksi dan inflamasi . Enzim bacterial dan atau produk host yang
disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan rupture kulit ketuban .Banyak flora servikoginal
komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi
protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tenaga kulit
ketuban.Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III papa manusia, membuktikan bahwa
infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi
bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III
dan menyebabkan ketuban pecah dini. Enzim hidrolitik lain ,
termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase yang dihasilkan netrofil
dan makrofag , nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah
plasminogen menjadi plasmin , potensial , potensial menjadi
penyebab ketuban pecah dini.
(http://www.scribd.com/doc/83328609/Ketuban-Pecah-Dini)
1.2.5 Patway (diagram)
1.2.6 Komplikasi
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia 37 minggu
adalah sindrom distress pernapasan,yang terjadi pada 10-40% bayi
baru lahir.Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD.Semua ibu
hamil dengan KPD premature sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan
amnion).Seklain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat
terjadi pada KPD.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada KPD
Praterm.Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal terjadi pada
KPD praterm.Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila KPD
prater mini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
a. Infeksi intrauterine
b. Tali pusat menumbung
c. Prematuritas
d. Distosia
(Sujiyatini,2009)

1.2.7 Prognosis
Prognosis KPD ditentukan pada cara penatalaksanaan dan komplikasi
yang timbul serta umur dari kehamilan
a. Ketuban pecah <37>
Apabila ada infeksi berikan penisilin, gentamisin dan
metanidazole lalu lahirkan bayi. Apabila tidak ada infeksi berikan
amoksislin dan eritromoisin untuk 7 hari lalu berikan steroid untuk
pematangan paru janin.
b. Ketuban pecah > 37 minggu
Apabila ada infeksi berikan penisilin, gentamisin dan
metrodinazole lalu lahirkan bayi. Apabila tidak ada infeksi
lahirkan bayi lalu berikan penisilin atau ampisilsin. Pemberian
antibiotic setelah persalinan, penanganannya: stop antibiotic
apabila ada infeksi lanjutkan untuk 24-48 jam setelah bebas panas
dan apabila tidak ada infeksi stop antibiotic.
1.3 Rencana asuhan klien dengan Ketuban Pecah Dini
1.3.1 Pengkajian
a. Identitas ibu
b. Riwayat penyakit
c. Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecahnya ketuban
sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa
komplikasi
d. Riwayat kesehatan dahulu :
1) Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
2) Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
3) Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
4) Selaput amnion yang lemah/tipis
5) Posisi fetus tidak normal
6) Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang
serviks yang pendek
7) Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
a) Mata perlu diperiksa dibagian skelra,konjungtiva
b) Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konka
nasalis. Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
c) Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna
mukosa gigi,
d) Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid
b. Dada
2) Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis pernapasan
torakaabdominal, dan tidak ada retraksi dinding
dada.Frekuensi pernapasan normal.
Palpasi :payudara tidak ada pembengkakan
Auskultasi: terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan,Bunyi
napas normal vesikuler
3) Abdomen
Inspeksi :ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea
Palpasi:TFU kontraksi ada/tidak ,Posisi ,kansung kemih
penuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak.
4) Genitalia
Inspeksi :kebersihan ada/tidaknya tand -tanda REEDA (Red,
Edema, discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban
(jumlah ,warna,bau 0dan lender merah mda kecoklatan .
Palpasi :pembukaan serviks(0-4)
5) Ekstrimitas :edema ,varises ad/tidak.
f. Pemeriksaan diagnostic
Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia,infeksi
Golongan darah dan faktor Rh
Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US):menentukan
maturitas janin
Tes ferning dan kertas nitrazine:memastikan pecah ketuban
Ultrasonografi ; menentukan usia gestasi ,ukuran janin ,gerakan
jantung janinmdan lokasi plasenta.
Pelvimetri ; identifikasi posisi janin

1.3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Nyeri akut
Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, yang tiba-
tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya
kurang dari enam bulan.
Batasan Karakteristik
a. Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat
b. Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot, respons
autonomik, perubahan selera makan, perilaku distraksi,
perilaku ekspresif, wajah topeng, perilaku menjaga atau sikap
melindungi, focus menyempit, bukti nyeri dapat
diamati,berfokus pada diri sendiri dan gangguan tidur.
Faktor Yang Berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan
psikologis)

Diagnosa 2 : Resiko Infeksi


Definisi
Peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
Faktor Risiko
 Prosedur Infasif
 Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
 Trauma
 Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
 Ruptur membran amnion
 Agen farmasi (imunosupresan)
 Malnutrisi
 Peningkatan paparan lingkungan patogen
 Imonusupresi
 Ketidakadekuatan imum buatan
 Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia,
penekanan respon inflamasi)
 Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltik)
 Penyakit kronik

2.3 Perencanaan
Diagnosa I : Nyeri akut
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam, diharapakan
nyeri berkurang dengan kriteria :
1. Tingkat Kenyamanan :
Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis
2. Pengendalian diri :
Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
3. Tingkat nyeri :
Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
 Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5:tidak pernah, jarang,kadang-
kadang,sering, atau selalu)
 Menunjukkan tingkat nyeri , yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut ( sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada):
Ekspresi nyeri pada wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi
nyeri, merintih dan menangis, gelisah.
Intervensi Keperawatan dan rasional (NIC)
a. Manajemen Nyeri : (Meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien)
b. Pemberian Analgesik : (Menggunakan agens-agens farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri)
c. Manajemen Medikasi : Memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat
bebas secara aman dan efektif
d. Bantuan Analgesia : Memudahkan pengendalian pemberian dan
pengaturan analgesic oleh pasien
e. Manajemen Sedasi : Memberikan sedatif, memantau respons pasien,
dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur
diagnostik atau terapeutik
Pengkajian
- Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
- Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0
sampai 10 (0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10 = nyeri
hebat)
- Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh
analgesic dan kemungkinan efek sampingnya
- Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respons pasien
- Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia
dan tingkat perkembangan pasien
- Manajemen Nyeri (NIC)
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas , intensitas atau
keparahan nyerim dan faktor presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif

Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga


- Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum , frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi
obat tersebut (misalnya , pembatasan aktivitas fisik , pembatasan
diet) dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel
- Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
- Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan
- Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opioid
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis)
- Manajemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
- Manajemen Nyeri (NIC) :
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya, umpan-
balik biologis, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS),
hypnosis, relaksasi, atau kompres hangat atau dingin, dan masase)
sebelum, setelah, dan jika memungkinkan, selama aktivitas yang
menimbulkan nyeri; sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan
bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri yang lain.

Aktivitas Lain
- Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri
dan efek samping
- Bantu pasien mengidentifikan tindakan kenyamanan yang efektif di
masa lalu, seperti , distraksi, relaksasi, atau kompres hangat/dingin
- Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan
aktivitas lain untuk membantu relaksasi, meliputi tidakan sebagai
berikut :
Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi
Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan
Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru, dengan sikap yang
mendukung
Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
aktivitas perawatan
- Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri
dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui
televise, radio, tape dan interaksi dengan pengunjung
- Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respons
pasien terhadap analgesic (misalnya “Obat ini akan mengurangi
nyeri Anda”)

Diagnosa 2: Resiko Infeksi


Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
NOC : Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

Intervensi keperawatan dan rasional:


Intervensi :
a) Tinjau ulang kondisi factor resiko yang ada sebelumnya.
Rasional : kondisi dasar ibu : seperti DM dan hemoragi menimbulkan
potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Adanya
proses infeksi dapat meningkat resiko kontaminasi janin.
b) Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi ( misalnya peningkatan suhu,
nadi, jumlah sel darah putih atau bau / warna secret vagina.
Rasional : pecah ketuban terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat
mengakibatkan korioamonitis sebelum mengintervensi bedah dan dapat
mengubah penyembuhan luka.
c) Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah
pecah.
Rasional : membantu mengurangi resiko infeksi asenden.

KOLABORASI
d) Lakukan persiapan kulit praoperatif, scrub sesuai protocol.
Rasional : menurunkan kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan
resiko infeksi pasca-operatif
e) Dapatkan kultur darah vagina dan plasenta sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi organisme yang meninfeksi dan tingkat
keterlibatan.
f) Catat Hb dan Ht catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur
pembedahaan.
Rasional : resiko infeksi pasca melahirkan serta penyembuhan lebih
lama bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan.
g) Berikan antibiotic spectrum luas parental pada pra-operasi
Rasional : Antibiotik profilaktik dapat dipesankan untuk mencegah
terjadinya proses infeksi sebagai pengobatan pada infeksi sebagai
pengobatan pada infeksi yang teridentifikasi.
Daftar Pustaka
Errol norwiz,2011,anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC.

Geri morgan ,2009,obsteri dan ginekologi panduan praktik,Jakarta EGC.

Mitayani ,2009,Asuhan Keperawatan Maternitas,Jakarta : Salemba Medika

Sujiyati ,2008,asuhan patologi kebidanan,jakarta ; Numed.

Wilkinson. J. M dan Ahern.N.R .(2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi


9. Penerbit buku kedokteran : EGC

Palangka Raya, Januari 2018

Preseptor Klinik,

(................................................)

Anda mungkin juga menyukai