A. Pengertian
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun
secarara tidak langsung (Uni Malabar, 2012)
Menurut Brain Injury Assosiation Of America, Cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala bukan bersifat kongenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
merubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik.
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala antara lain :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Perkelahian
3. Terjatuh
4. Cedera olahraga
Penyebab cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau.
C. Patofisiologi
Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen : otak,
cairan serebro-spinal dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas.
Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen
magnum. Ia juga memiliki tentorium kaku yang memisahkan hemisfer serebral
dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium.
Fenomena otoregolasi cenderung mempertahankan aliran darah otak
(ADO) stabil bila tekanan darah rata-rata 50-160 mmHg (untuk pasien
normotensif, dan bergeser kekanan pada pasien hipertensif dan
sebaliknya).Dibawah 50 mmHg ADO berkurang bertahap, dan diatas 160
mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh otak dengan akibat peninggian tekanan
intrakranial. Otoregulasi dapat terganggu pada cedera otak dengan akibat ADO
tergantung secara linear terhadap tekanan darah. Oleh karena hal-hal tersebut,
sangat penting untuk mencegah syok atau hipertensi (perhatikan tekanan darah
pasien sebelum cedera). Volume total intrakranial harus tetap konstan (Doktrin
Monro-Kellie : K = V
otak + V css + V darah + V massa ). Kompensasi atas terbentuknya lessi
intrakranial adalah digesernya css dan darah vena hingga batas kompensasi,
untuk selanjutnya tekanan intrakranial akan naik secara tajam.
Pada lesi yang membesar cepat seperti hematoma, perjalanan klinik dapat
diprediksi. Bila fase kompensasi terlewati, tekanan intrakranial
meningkat.Pasien nyeri kepala yang memburuk oleh hal yang meninggikan
TIK seperti batuk, membungkuk dan terlentang, kemudian mulai
mengantuk.Kompresi atau pergeseran batang otak berakibat peninggian
tekanan darah, sedang denyut nadi dan respirasi menjadi lambat. Pupil sisi
massa berdilatasi, bisa dengan hemiparesisi sisikontralateral massa.
Selanjutnya pasien jadi tidak responsif, pupil tidak bereaksi dan berdilatasi,
serta refleks batang otak hilang. Akhirnya fungsi batang otak berhenti, tekanan
darah merosot, nadi lambat, respirasi lambat dan tidak teratur untuk akhirnya
berhenti.Penyebab akhir kegagalan otak adalah iskemia. Peninggian TIK
mempengaruhi ADO akibat kompresi arterial, regangan atau robekan arteria
dan vena batang otak serta gangguan perfusi.ADO konstan 50 ml/100 gr/menit
pada otoregulasi normal. Jadi ADO dipengaruhi oleh tekanan darah arterial,
tekanan intrakranial, otoregulasi, stimulasi metabolik serta distorsi atau
kompresi pembuluh darah oleh massa atau herniasi. Pada kenyataannya,
banyak akibat klinis dari peninggian TIK adalah akibat pergeseran otak
dibanding tingkat TIK sendiri.Edema otak yang terjadi oleh sebab apapun akan
meninggikan TIK yang berakibat gangguan ADO yang berakibat memperberat
edema sehingga merupakan lingkaran setan.
TIK lebih dari 15 mm Hg harus ditindak.Triad klasik nyeri kepala, edema
papil dan muntah ditemukan pada duapertiga pasien.Sisanya hanya dua
gejala.Tidak satupun khas untuk peninggian TIK, kecuali edema papil, namun
memerlukan waktu yang lama untuk timbulnya.Simtom lebih banyak
tergantung penyebab dari pada tingkat tekanan. Tidak ada korelasi konsisten
antara tingkat tekanan dengan beratnya gejala.
Penurunan kesadaran adalah ciri cedera otak. Dua jenis cedera otak yaitu
cedera korteks bilateral serta cedera pada sistem pengaktif retikuler batang otak
disamping peninggian TIK dan penurunan ADO dapat menurunkan tingkat
kesadaran.
D. Klasifikasi Cedera Kepala
1. Cedera kepala primer yaitu cedera yang terjadi akibat langsung dari trauma
a. Kulit : Vulnus, Laserasi, Hematoma Subkutan, Hematoma
subdural
b. Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infers
(tertutup dan terbuka)
c. Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusion (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi
2. Cedera kepala sekunder yaitu cedera yang disebabkan karena komplikasi
a. Oedema otak
b. Hipoksia otak
c. Kelainan metabolik
d. Kelainan saluran nafas
e. Syok
E. Manifestasi Klinis
1. Berdasarkan anatomis
a. Geger otak
1) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
2) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
3) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
4) Kadang amnesia retrogard
b. Edema cerebri
1) Pingsan lebih dari 10 menit
2) Tidak ada kerusakan jaringan otak
3) Nyeri kepala, vertigo, muntah
c. Memar otak
1) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
2) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
3) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
4) Penekanan batang otak
5) Penurunan kesadaran
6) Edema jaringan otak
7) Defisit neurologis
8) Herniasi
2. Berdasarkan nilai GCS ( Glasgow Coma Scale)
a. Cedera Kepala Ringan
1) GCS 13-15
2) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
3) Tidak ada fraktur tengkorak
4) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
b. Cedera Kepala Sedang
1) GCS 9-12
2) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
3) Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera Kepala Berat
1) GCS 3-8
2) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
3) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
F. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak
1. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada
pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi
kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan
tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh
pembengkakan otak diakibatkan trauma.
2. Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia
(tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan
defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic
atau epilepsy.
3. Komplikasi lain secara traumatic :
a. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)
b. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,
ventikulitis, abses otak)
c. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
4. Komplikasi lain
a. Peningkatan TIK
b. Hemorarghi
c. Kegagalan nafas
d. Diseksi ekstrakranial
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus, tetapi untuk memonitoring
kadar O2 dan CO2 dalam tubuh di lakukan pemeriksaan AGD adalah salah
satu test diagnostic untuk menentukan status respirasi
2. CT-scan : mengidentifikasi adanya hemoragik dan menentukan pergeseran
jaringan otak
3. Foto Rontgen : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
4. MRI : sama dengan CT-scan dengan/ tanpa kontras.
5. Angiografi serebral :menunjukan kelainan sirkulasi serebral, perdarahan.
6. Pemeriksaan pungsi lumbal: mengetahui kemungkinan perdarahan
subarahnoid
H. Penatalaksanaan
1. Dexamethason/kalmethason.
Sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma.
2. Therapy hiperventilasi
Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik
4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40%atau gliserol 10%
5. Antibiotika yang mengandung Barrier darah otak (penisilin) atau untuk
infeksi anaerobdiberikan metronidazole
6. Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan apapun
kecuali hanyacairan infus dekstrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinyakecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
7. Pembedahan
8. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan,
dektosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dektrose 5% 8
jam ketiga. Pada hariselanjutnya apabila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui nasogastrictube (2500-3000TKTP).
9. Pemberian protein tergantung nilai urea nitrogen.
I. Penyimpangan KDM
Kecelakaan, terjatuh,
perkelahian, cedera olahraga
CEDERA KEPALA
Hipoksia Peningkatan
TIK Penurunank
esadaran
Risiko penurunan Peregaman
perfusi jaringan duramen dan
serebral Bedrest Akumulasi
pembuluh darah
total cairan
A. Pengkajian
1. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien.Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia.3 observasi yang dalam hitungan detik
dapat memberikan informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu
kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2. Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mucus berlebihan, benda asing
dalam jalan napas
3. Defisit perawatan diri b.d gangguan kognitif, kelemahan, gangguan
muskuluskeletal, ganguan neuromuskular
4. Risiko penurunan perfusi jaringan serebral
5. Risiko Infeksi
C. Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Dx
I Nyeri akut b.d agen cedera fisik NOC : NIC