Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut UU no 36 tahun 2009 Bab 1 pasal 1 tentang kesehatan,

kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial

dan ekonomis. Salah satu kesehatan yang perlu diperhatikan selain kesehatan

tubuh secara umum, juga kesehatan gigi dan mulut. Karena mulut merupakan

jalan masuk menuju system pencerrnaan dan berisi organ aksesori yang

bersifat dalam proses awal pencernaan (Irma dan Intan, 2013).

Kebersihan mulut merupakan faktor yang penting terhadap daya tahan

tubuh seseorang karena saraf-saraf yang terdapat pada gigi dan mulut

berhubungan dengan seluruh sistem saraf tubuh. Beribu-ribu bakteri

berkembang biak di dalam rongga mulut karena mulut adalah pintu gerbang

dari semua makanan dan minuman yang masuk ke dalam mulut. Oleh sebab

itu, menjaga kesehatan gigi dan mulut sangat penting (Susanto, 2011).

Prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 25,9 persen, sebanyak

14 provinsi mempunyai prevelensi masalah gigi dan mulut di atas angka

nasional. Prevalensi nasional menyikat gigi setiap hari adalah 94,2 persen

sebanyak 15 provinsi berada di bawah prevelensi nasional. Untuk berperilaku

benar dalam menyikat gigi berkaitan dengan faktor gender, ekonomi, dan

daerah tempat tinggal. Ditemukan sebagian besar penduduk Indonesia

menyikat gigi pada saat mandi pagi maupun mandi sore, (76,6%). Menyikat

1
2

gigi dengan benar adalah setelah makan pagi dan sebelum tidur malam, untuk

Indonesia ditemukan hanya 2,3 persen (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan pernyataan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),

menyikat dan mebersihkan gigi sebaiknya dilakukan minimal 2 kali

sehariyaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur

(Margareta, 2012).

Menyikat gigi tidak terpatok pada berapa lama dan seringnya menyikat

gigi setiap hari, tetapi bagaimana cara menyikat gigi yang benar sehingga gigi

tetap sehat. Ada beberapa metode yang disarankan oleh para ahli, tetapi

belum dapat dibuktikan metode mana yang terbaik. Metode tersebut di adalah

scrub, roll, bass, stillman, fones, charters. Metode roll diaplikasikan dengan

gerakan memutar mulai dari permukaan kunyah gigi belakang, dan seluruh

permukaan gigi sisanya. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi

dengan posisi paralel dengan sumbu tagaknya gigi (Pratiwi, 2009).

Memilih serta menggunakan sikat dan pasta gigi merupakan salah satu

faktor penting dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Dalam memilih sikat

gigi hal terpenting adalah bulu sikat dan lebar kepala sikat. Untuk orang

dewasa panjang kepala sikat gigi 2,5 cm sedangkan untuk anak-anak

berukuran 1,5 cm. Bulu sikat gigi yang baik mempunyai panjang yang sama

dan kekuatan yang medium sehingga tidak merusak jaringan. Dalam memilih

pasta gigi hal yang penting adalah mengandung cukup flour. Salah satu fungsi

fluoride adalah menjaga gigi agar tidak berlubang (Margareta, 2012).

Dengan menyikat gigi, kebersihan gigi dan mulut akan terjaga karena

sisa makan atau plak yang terdapat pada gigi dapat dihilangkan apabila
3

melakukan dengan benar. Bulu sikat gigi juga mempengaruhi kebersihan dan

kesehatan gusi. Bulu sikat yang lembut dianjurkan pemakainnya karena

fleksibel dan efektif membesihkan lekukan dan daerah yang sulit dijangkau.

Sedangkan, bulu sikat yang keras tidak dapat menghilangkan karang, noda,

atau memutihkan gigi. Sikat gigi sebaiknya diganti saat kondisi bulu sikat

mulai mekar atau menyebar. Kondisi bulu sikat seperti ini tidak dapat

menyikat gigi dengan efektif (Pratiwi, 2009). Sikat gigi yang sudah lama

dipakai, biasanya bulu – bulunya menjadi rusak susunannya. Bulu sikat yang

rusak tidak layak lagi dipakai karena permukaannya tidak rata sehingga tidak

mampu membersihkan permukaan gigi secara menyeluruh (Susanto A, 2007).

Penggunaan sikat gigi yang baik maksimal diganti 3 bulan sekali, sehingga

dapat menyikat gigi dengan efektif (Pratiwi, 2009).

Apabila menggunakan sikat gigi dan pasta gigi yang baik serta menyikat

gigi dilakukan dengan efektif maka plak tidak lagi menempel pada gigi.

Karena keberhasilan pada hampir setiap aspek dalam kedokteran gigi klinis

bergantung pada pengendalian plak (Fedi dkk., 2005). Plak yang mengeras

pada gigi dan menetap dalam waktu yang lama dapat menyebabkan

tebentuknya kalkulus (Irma dan Intan, 2013).

Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut adalah dengan menggunakan

suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index Simplifeid (OHI-S). Menurut

standar WHO OHI-S terdapat 3 kriteria yaitu :

1. 0,0 - 1,2 baik

2. 1,3 – 3,0 sedang

3. 3,1 – 6,0 buruk.


4

Berdasarkan hasil pemeriksaan gigi dan mulut yang telah dilakukan pada

tanggal 1 November 2015 di Pondok Pesantren Darut Thayyibin, Sumenep

didapatkan hasil nilai rata-rata OHI-S = 3 yang merupakan kriteria sedang di

mana DI = 1,75 dan CI = 1,25. Data tersebut menunjukkan bahwa status

kesehatan gigi dan mulut santri Pondok Pesantren Darut Thayyibin memiliki

nilai OHI-S = 3 yang belum memenui target nasional yaitu ≤ 1,2.

Pondok pesantren Darut Thayyibin merupakan pondok pesntren Binaan

Puskesmas Kecamatan Saronggi yang seharusnya mempunyai nilai OHI-S

yang baik. Dengan demikian ditemukan permasalahan yaitu rendahnya nilai

OHI-S di Pondok Pesantren Darut Thayyibin Sumenep.


5

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan adanya masalah di atas, maka kemungkinan faktor

penyebab tingginya angka OHI-S santri Pondok Pesantern Darut Thayyibin

Sumenep dapat digambarkan seperti pada bagan dibawah ini:

Siswa:

a. Pengetahuan
b. Perilaku
c. lingkungan

Ustadzah Angka OHI-S pada


santri Pondok Pesantren
a. Peran serta Darut Thayyibin
Sumenep Tahun 2016
didapatkan nilai rata-
rata 3

Tenaga Kesehatan:

a. Jumlah tenaga
kesehatan
b. Frekuensi
kunjungan

Bagan 1.1 Identifikasi Masalah


6

Kerterangan bagan:

1. Santri

a) Pengatahuan

Rendahnya pengetahuan santri tentang penggunaan sikat gigi dapat

mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut. Apabila pengetahuan

tentang penggunaan sikat gigi pada santri rendah maka

mengakibatkan angka OHI-S santri buruk. Sebaliknya apabila

pengetahuan santri tentang penggunaan sikat gigi baik maka angka

OHI-S pada santri juga baik.

b) Perilaku

Apabila santri mempunyai perilaku buruk tentang penggunaan sikat

gigi maka angka OHI-S pada santri juga akan buruk. Misal santri

menggunakan sikat gigi yang sudah tidak layak pakai, maka

pembersihan gigi tidak optimal. Sebaliknya apabila santri

berperilaku baik tentang penggunaan sikat gigi maka angka OHI-S

pada santri akan jaga akan baik.

c) Lingkungan

Lingkungan pondok pesantren akan mempengaruhi kebiasaan

santri dalam hal penggunaan sikat gigi. Apabila di lingkungan

sekitar banyak yang menggunakan sikat gigi yang sudah tidak

layak pakai maka angka OHI-S santri akan buruk. Sebaliknya jika

di lingkungan pondok pesantren banyak yang menggunakan sikat

gigi layak pakai maka angka OHI-S santri akan baik.


7

2. Ustadzah

Peran Serta

Peran serta ustadzah sangat berpengaruh pada kebersihan gigi dan

mulut. Memberikan motivasi pada santri dalam hal penggunaan sikat

gigi yang baik akan mempengaruhi angka OHI-S pada santri. Apabila

ustadzah memberikan motivasi tentang penggunaan sikat gigi maka

angka OHI-S santri akan baik. Sebaliknya apabila ustadzah tidak

berperan dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut santri seperti

memberikan motivasi tentang penggunaan sikat gigi yang baik maka

angka OHI-S santri akan buruk.

3. Tenaga Kesehatan

a) Jumlah Tenaga Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan akan mempengaruhi status kebersihan

gigi dan mulut santri. Apabila tenaga kesehatan gigi di Puskesmas

kurang maka angka OHI-S santri akan buruk. Sebaliknya apabila

tenaga kesehatan gigi cukup maka angka OHIS-S santri akan baik.

b) Frekuensi Kunjungan

Frekuensi kunjungan tenaga kesehatan gigi puskesmas ke pondok

pesantren akan mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut pada

santri. Misalnya memberikan penyuluhan tentang penggunaan

sikat gigi dan pembersihan karang gigi. Apabila frekuensi

kunjungan kurang maka angka OHI-S pada santri akan buruk.

Sebaliknya apabila frekuensi kunjungan sesuai dengan ketentuan

maka angka OHI-S pada santri akan baik.


8

1.3 Batasan Masalah

Dari Identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah dari penelitian

ini adalah pengetahuan penggunaan sikat gigi di lingkungan Pondok

Pesantren Darut Thayyibin Sumenep.

1.4 Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas, dapat diambil suatu rumusan masalah yaitu:

“Bagaimana Gambaran pengetahuan penggunaan sikat gigi di lingkungan

Pondok Pesantren Darut Thayyibin Sumenep tahun 2016?

Dari rumusan masalah di atas, maka penulisan karya tulis ilmiah ini

mengambil judul :” Gambaran Pengetahuan Penggunaan Sikat Gigi di

Lingkungan Pondok Pesantren Darut Thayyibin Sumenep Tahun 2016”.

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum:

Diketahuinya gambaran pengetahuan penggunaan sikat gigi di

lingkungan Pondok Pesantren Darut Thayyibin Sumenep tahun

2016.

1.5.2 Tujuan Kusus:

1.5.2.1 Mengukur pengetahuan santri tentang sikat gigi di

lingkungan Pondok Pesantren Darut Thayyibin Sumenep

tahun 2016.

1.5.2.2 Mengukur pengetahuan santri tentang penggunaan sikat gigi

di lingkungan Pondok Pesantren Darut Thayyibin Sumenep

tahun 2016.
9

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaan bagi peneliti:

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti.

1.6.2 Manfaat bagi puskesmas:

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan sehubungan dengan

pelaksanaan program pelayanan kesehatan gigi dan mulut Puskesmas

Saronggi.

1.6.3 Manfaat bagi institusi:

Sebagai sumber acuan untuk peneliti yang akan datang.

1.6.4 Manfaat bagi Pondok Pesantren Darut Thayyibin:

Sebagai bahan masukan bagi pengelola Pondok Pesantren Darut

Thayyibin Sumenep untuk lebih berperan aktif dalam upaya

meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.

Anda mungkin juga menyukai