Asuhan Keperawatan Lansia Pada TN P
Asuhan Keperawatan Lansia Pada TN P
Asuhan Keperawatan Lansia Pada TN P
FAKULTAS FARMASI
Oleh:
SARI MUTIARANI
Magister Farmasi
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
JAKARTA
Uni Eropa termasuk negara-negara dengan regulasi kosmetika yang relatif ketat. Lebih dari
1.300 bahan kimia telah dilarang untuk digunakan pada produk perawatan tubuh karena terdapat
indikasi keterkaitan dengan kanker, cacat lahir dan gangguan reproduksi. Sebagai perbandingan,
Amerika hanya melarang 11 bahan untuk digunakan dalam kosmetika, melalui panel Cosmetic
Ingredient Review (CIR). Tidak seperti pengaturan di bidang obat dan makanan, Food and Drug
Administration (FDA) Amerika seolah pasif dalam regulasi kosmetika. Perusahaan kosmetika tidak
harus mendaftar bahan dalam produknya, tidak perlu mendaftarkan pabriknya, juga tidak diharuskan
melaporkan efek samping.
ASEAN menerapkan Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme yang menempatkan tanggung
jawab lebih banyak di pihak produsen seperti halnya di Uni Eropa. Tak ada mekanisme
pemeriksaan pre market, penekanan pengawasan terletak pada post market, dengan pertimbangan
bahwa kosmetika merupakan produk dengan risiko rendah terhadap kesehatan dan digunakan pada
bagian luar tubuh. Pada dasarnya regulasi kosmetika di tiap negara memiliki satu tujuan bersama
yakni melindungi konsumen dengan memastikan bahan serta produk jadi yang aman. Saat ini telah
berkembang koordinasi internasional dalam regulasi kosmetika, yakni ICCR (International
Cooperation on Cosmetics Regulation) untuk memastikan perlindungan konsumen dan
meminimalkan hambatan perdagangan internasional. Penilaian keamanan produk kosmetika, bahan-
bahan, struktur kimia dan tingkat paparannya dilakukan oleh profesional yang dikenal dengan
“Safety Assessor”, yang bertanggung jawab menentukan apakah bahan yang terkandung dalam
formula memenuhi persyaratan peraturan terkait kadar, atau keberadaan bahan yang dilarang,
menganalisa data toksikologis dan keamanan bahan yang diketahui, sejarah keamanan penggunaan
produk yang mengandung bahan yang sama atau serupa, penilaian ahli untuk produk yang
mengandung bahan yang baru. Produk kosmetika tidak boleh dipasarkan apabila produk tersebut
tidak memenuhi persyaratan keamanan. Keamanan kosmetika dilihat dari aspek bahan baku dan
produk jadi. Prinsip dasar keamanan adalah tidak ada “bahan yang sepenuhnya aman”, yang ada
adalah “metode yang aman” dan / atau “dosis yang aman”. Penilaian keamanan meliputi identifikasi
bahaya, penilaian paparan, dan penilaian resiko dengan mempertimbangkan informasi keamanan
dari penyedia dan data pengujian. Pendekatan keamanan kosmetika berbasis analisis risiko di Uni
Eropa tak terlepas dari sejarah panjang penggunaan bahan kimia dalam obat dan kosmetika. Bahan
kimia harus diketahui keamanannya sebelum dinyatakan dapat digunakan untuk kosmetika.
Berikut Tabel Perbandingan Regulasi Kosmetik di Pasaran bebas:
Fitur Utama EU USA Japan Kanada
Umum (General)
Tanggung jawab penuh pabrik
terhadap keamanan produk
Otoritas dalam penguasaan pasar
Kebebasan distribusi
Persyaratan Pra Pasar
Pemberitahuan produk Tidak Sukarela Wajib Wajib dengan
diperlukan daftar bahan
Pemberitahuan awal produsen Wajib Sukarela Wajib Wajib
Kontrol atas Bahan
Daftar positif : pewarna, pengawet, UV
Filter
Daftar negative : bahan terlarang, dan
terbatasi
Fitur Utama EU USA Japan Kanada
Badan penanggung jawab ilmiah Komite ahli Sukarela Pemerintah Pemerintah
yang ditunjuk komite ahli pejabat dan pejabat
oleh saran yang ahli
komisi Uni diselenggara
Eropa untuk kan oleh
keamanan saran
bahan industri pada
keamanan
bahan
Pemberitahuan bahan untuk pusat X X X
racun
Persyaratan Pelabelan
INCI Pelabelan Bahan
X
a. Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, Kepala Dinas, dan Kepala Balai/ Balai Besar setempat.
b. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Dinas setempat melakukan
evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif
c. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Balai/ Balai Besar setempat
melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/ pemenuhan CPKB untuk izin produksi industri
kosmetika Golongan A dan kesiapan pemenuhan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB
untuk izin produksi industri kosmetika Golongan B
d. Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan
administratif dinyatakan lengkap, Kepala Dinas setempat wajib menyampaikan rekomendasi
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan POM .
e. Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan
CPKB dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib menyampaikan analisis hasil
pemeriksaan kepada Kepala Badan dengan tembusan kepada Kepala Dinas dan Direktur
Jenderal.
f. Paling lama 7 (Tujuh) hari setelah menerima analisis hasil pemeriksaan, Kepala Badan
memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal.
g. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tembusan surat permohonan diterima oleh
Kepala Balai / Balai Besar dan Kepala Dinas setempat, tidak dilakukan pemeriksaan/evaluasi,
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas setempat dan Kepala Balai / Balai Besar
setempat.
h. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima rekomendasi Kepala Dinas dan
Kepala Badan, Direktur Jenderal menyetujui, menunda atau menolak Izin produksi.
Tantangan harmonisasi ASEAN bidang kosmetika di Indonesia :
- ASEAN (Indonesia) jika dibandingkan dengan Negara lain, dimana terdapat perbedaan
mekanisme product placement dengan region/negara lain, yakni perbedaan persyaratan teknis
dan timeline. Produk ASEAN (Indonesia) lebih sulit menembus pasar region/negara lain seperti
Jepang, Eropa, China dan Korea. Sedangkan untuk produk Luar ASEAN dengan mudahnya masuk
pasar ASEAN.
- Banyaknya produsen kosmetik besar yang menguasai pasar kosmetik di ASEAN seperti L’oreal
Group, Unilever Group, P&G, Shiseido Co, Ltd, dan Estee Lauder. Masing-masing peusahaan
tersebut berasal dari Negara- negara Eropa, Asia, dan juga Amerika. Sesuai dengan struktur
pasar oligopoli yang menyatakan bahwa, terdapat beberapa perusahaan besar yang menguasai
70%-80% dari keseluruhan produksi atau nilai penjualan dan disamping itu terdapat beberapa
perusahaan kecil lainnya.
- Pasar oligopoli dibedakan menjadi dua jenis, yaitu oligopoli dengan menghasilkan barang
standar (standardized product) dan oligopoli dengan menghasilkan barang berbeda corak
(differentiated product). Oligopoli dengan barang standar artinya dalam pasar tersebut barang
yang diproduksi tidak memiliki perbedaan corak baik dalam hal warna, ukuran, bentuk, dll.
Industri yang banyak dijumpai dalam pasar oligopoli jenis ini adalah industri bahan mentah
seperti baja dan alumunium, industri semen, dan bensin. Sebaliknya, pada pasar oligopoli yang
menghasilkan barang berbeda corak berarti semua produk yang dihasilkan oleh masing-masing
produsen memiliki perbedaan baik dalam hal mutu, merek, warna, bentuk, ukuran, dll. Industri
yang banyak dijumpai dalam pasar oligopoli jenis ini pada umumnya adalah industri barang
akhir, seperti industri mobil, industri rokok, dan industri sepeda motor. Industri kosmetik di
ASEAN termasuk kedalam industri yang menghasilkan barang berbeda corak (differentiated
product) karena dalam industri kosmetik produk yang dihasilkan terdiri dari berbagai jenis
kosmetik. Selain itu, antar produsen kosmetik juga menghasilkan produk yang berbeda dengan
produsen kosmetik lainnya, baik dalam hal warna, bahan baku, kemasan, dan bentuk produk
kosmetik
- Sifat saling mempengaruhi yang ada dalam pasar oligopoli merupakan ciri utama dan sekaligus
menjadi pembeda antara struktur pasar oligopoli dan struktur pasar lainnya. Berkaitan dengan
penentuan harga, apabila suatu perusahaan menurunkan harga produk yang dihasilkannya
maka hal ini akan diikuti oleh perusahaan lainnya.
Dampak harmonisasi ASEAN bidang kosmetika di Indonesia :
Harmonisasi bidang kosmetika itu mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika
setelah beredar di pasaran (post market surveillance).
Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan produk di
BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang berlaku pun
menganut kontrol produk sebelum beredar (pre market control).
Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan
pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti
yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Konsumen kosmetik lokal tidak perlu khawatir produknya tidak produknya tidak diterima di
negara ASEAN lainnya, karena dengan adanya harmonisasi maka produk kosmetik yang telah
ternotifikasi dan mendapat izin edar di Indonesia berarti juga dapat beredar di negara aggota ASEAN
lainnya. dengan adanya skema harmonisasi kosmetik ialah semakin murahnya biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendaftarkan produk kosmetik kepada BPOMRI. Selain menguntungkan produsen,
skema harmonisasi regulasi kosmetik juga sangat menguntungkan konsumen karena konsumen
dapat mengakses segala bentuk informasi mengenai produk kosmetik yang aman dan berkualitas
dengan cepat dan mudah, yaitu melalui situs website yaitu www.pom.go.id.