Anda di halaman 1dari 9

BAB I

GAMBARAN UMUM AKUNTANSI SYARIAH

1. Akuntansi Syariah dan Kaidahnya

Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas,


mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan
keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan
mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke
dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan.[1]
Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk
mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.

Dari segi ilmu pengetahuaan akuntansi merupakan ilmu informasi yang


menoba mengubah bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan
pengukuran atas berbagai transaksi yang dikelompokkan dalam perhitungan atau
pemikiran yang dituangkan kedalam pos keungan seperti utang, hasil, modal, laba
dan biaya. Namun kini akuntansi telah mempunyai dua karakter dalam
keistimewaannya yaitu akuntansi konvensional dan akuntansi islam atau yang
disebut dengan auntansi syariah. Karena pada dasarnya prinsip dari akuntansi
konvensional dengan akuntansi syariah itu sama yaitu sebgai proses melakukan
pencatatan, pengklasifikasian, meringkas, mengolah, dan penyajian data yang
berhubungan dengan keuangan.

Akuntansi syariah merupakan sistem yang berhubungan dengan keuangan


dalam pengklasifikasian, pengolahan data, pencatatan serta yang berhubungan
dengannya, namun didasarkan oleh syariat islam. Adapun dasar hukum dalam
Akuntansi Syariah yaitu bersumber dari Al Quran, Sunah nabi, Ijma (kespakatan
para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan)
yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.[2] Dan Allah memerintahkan
dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282. artinya:
“ wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang ntuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak
untuk menuliskannya sebagai mana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka
hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan,
dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia
mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang
akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka
hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki,
maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang
yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang
seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila di
panggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik
(orang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih
dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan,
kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya.dan
ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit begitu
juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu
kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan
pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahuai segala sesuatu.”(QS.Al-
Baqarah:282)

Dengan demikian, dalam surat Al-Baqarah ayat 282 jelas bahwasannya kita
dalam urusan keuangan khususnya utang piutang ditekankan untuk mencatatnya
agar tidak ada kelupaan dalam urusan tersebut, dan juga supaya tidak terjadi
perselisihan karena hal tersebut. Dan hal ini diterapkan dalam konteks akuntansi
Islam (syariah).

Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang


membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi
Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu
sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan
Akuntansi tersebut. Adapun persamaan dan perbedaan kaidah-kaidah akuntansi
syariah dengan akuntansi konvensional, yakni:

2. Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional

Yakni terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

· Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;

· Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun


pembukuan keuangan

· Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal

· Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang

· Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income


dengan cost (biaya)

· Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan

· Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

3. Perbedaannya, menurut Husein Syahatah, sebagai berikut:

· Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai
atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang
dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep
Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan
tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan
datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas

· Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian,


yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan
di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang
(cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang
milik dan barang dagang;

· Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang
sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai
perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber
harga atau nilai;

· Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari


menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba
yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu
dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang
berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;

· Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba


dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,
sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba
yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga
wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha
menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh
para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra
usaha atau dicampurkan pada pokok modal;

· Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika
adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada
ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah
terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk
menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.[1]

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi


Syariah dengan Akuntansi Konvensional adalah dalam persoalan inti dan pokok,
sedangkan segi persamaannya hanya bersifat umum atau bisa dikatakan secara
aksiomatis.
4. Istilah dalam Akuntansi Syariah

Dalam akuntansi syariah masih banyak hal-hal yang perlu kita ketahui,
pelajari dan bahkan kita terapkan dalam bertransaksi dan proses pembukuan
akuntansi syariah. Hal-hal tersebut ialah istilah-istilah yang tidak sering kita dengar
bahkan canggung dalam ucap lidah kita. Maka dari itu kita harus tahu terlebih
dahulu istilah-istilah yang ada dalam akuntansi syariah.

Istilah-istilah dalam akuntansi syariah, yakni:

1. Akad

Akad ialah pertalian ijab dengan qabul menurut cara-cara yang disyari’atkan yang
berpengaruh terhadap objeknya.

2. Al-mashnu

Al-mashnu ialah Barang pesanan dalam transaksi itishna.

3. Al-muslam fihi

Al-muslam fihi ialah komoditas yang dikirimkan dalam transaksi salam.

4. Al-muslam ilaihi

Al-muslam ilaihi adalah penjual dalam transaksi salam

5. Al-muslam

Al-muslam ialah pembeli dalam transaksi salam

6. Al-mustashni

Al-mustashni ialah pembeli akhir dalam transaksi itishna

7. Amil

Amil adalah petugas pendistribusian zakat

8. A-shani

A-shani adalah produsen atau supplier dalam transaksi itishna


9. Gharim

Gharim ialah orang yag berutang dan kesulitan untuk melunasinya

10. Halal

Halal adalah sesuatu yang diperbolehkan oleh Islam

11. Haul

Haul adalah cukup waktu satu tahun dalam pemilikan harta kekayaan. Seperti:
perniagaan emas, ternak sebagai batas kewajiban membayar zakat.

12. Hiwalah adalah pemindahan atau pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam
pengalihan piutang maupun utang dan jasa pemindahan atau pengaliahan dari satu
entitas kepada entitas lainnya.

13. Ijarah

Iajarah adalah perpindahan kepemilikan jasa dengan imbalan yang sudah


disepakati. Ijarah ini memiliki tiga unsur, yakni:

· Bentuk yang mencakup penawaran atau persetujuan

· Ada dua, pihak pemilik aset yang disewakan dan pihak yang memanfaatkan
jasa dari aset yang disewakan

· Objek dari akad ijarah, mencakup jumlah sewa dan jasa yang dipindahkan
kepada penyewa

14. Ijarah operasianal, ijarah yang merupakan akad ijarah yang tidak berakhir
dengan pemindahan kepemiklikan dari aset yang disewakan kepada penyewa

15. Ijarah mutahiyah bittamlik, ialah akad iajrah yang berakhir dengan opsi
berpindahnya kepemilikan aset yang disewakan kepada penyewa

16. Infak, ialah pemberian sesuatu yang akan digunakan nuntuk keselamatan umat

17. Istishna, ialah kontrak penjualan antara al-mustanhi (penjual akhir) dan al-
shani (pemasok) dimana al-shani berdasar suatu pemesanan dari al-musthani
berusaha membuat sendiri atau meminta pihak lain untuk membuat atau membeli
al-mashnu (pokok) kontrak menurut spesifikasi yang di syaratkan dan menjualnya
kepada al-mustasni dengan harga sesuai dengan kesepakatan serta dengan metode
penyelesaian dimuka melalui cicilan atau di tangguhkan sampai suatu waktu di
masa depan. Ini merupakan syarat kontrak dari Istishna sehingga Al-shani hars
menyediakan bahan baku atau tenaga kerja. Kesepa katan akad istishna
mempunyai ciri-ciri yang sama dengan salam karena dia menentukan penjualan
produk tidak tersedia pada saat penjualan. Dia juga mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan penjualan biasa karena harga biasa dibayar secara kredit; tetapi tidak
seperti salam,harga pada istishna adalah sama dengan ijarah karena tenga kerja
digunakan pada keduanya.

18. Kaafil, yaitu pihak pemberi jaminan untuk menanggung krewajiban pihak lain
dalam akad kafalah

19. Kafalah, adalah akad peminjaman yang diberikan oleh kaafil (penanggung
atau Bank) kepada pihak ketriuga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau
yang ditanggung (makful’anhu, ashil)

20. Ma’jur, ialah objek sewa dalam transaksi ijarah

21. Makful, ialah penerima jaminan dalam akad kafalah

22. Mudharabah, ialah perjanjian kerjasama untuk mencari keuntungan antara


pemilik modal dan pengusaha (pengelola dana)

23. Mudharabah muthlak, ialah investasi tidak terikat

24. Mudharabah mukayyadah, ialah investasi terikat

25. Mudharib, ialah pengelola dana atau modal dalam akad mudharabah madzhab
syafi’i di sebut amil

26. Muqashah, ialah potongan pembayaran

27. Murabahah adalah penjualan barang dengan margin keuntungan yang


disepakati dan penjual memberitahukan biaya perolehan dari barang yang dijual
tersebut.

28. Musta’jir, ialah penyewaan dalam transaksi ijarah


29. Musyarakah, ialah bentuk kemitraan bank syariah dengan nasabahnya dimana
masing-masing pihak menyumbang pada modal kemitraan dalam jimlah yang sama
atau berbeda untuk penyelesaian proyek atau yang sudah ada.

30. Musyarakah Permanen/tetap, ialah usyarakah dimana bagian mitra dalam


modal musyarakah tetap sepanjang jangka waktu yang di tetapkan dalam akad
tersebut.

31. Musyarakah Menurun, ialah musyarakah dimana bank memberikan kepada


pihak lainnya hak untuk membeli bagian sahamnya dalam musyarakah sehingga
bagian bank menurun dan kepentingan saham mitra meningkat sampai menjadi
pemilik tunggal dari keseluruhan modal.

32. Muwakil, ialah pemberi kuasa/nasabah dalam transaksi wakalah.

33. Nisab merupakan batas ukuran minimal, jika harta dan perniagaan seseorang
telah melewati batas ini maka zakat terhadap harta dan perniagaan wajib di bayar

34. Nisab, ialah rasiao atau perbandingan pembagian keuntungan antara sahibul
mal dan mudharib.

35. Qardul hasa, ialah peminjam tanpa imbalan yang mermungkinkan peminjam
untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu mengembalikan
dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati

36. Riba, ialah pengambilan tambahan baik dalam juyal beli maupun pinjam
meminjam secara bathil.

37. Salam ialah bai’as-salam jual beli barang dengan cara pemesanan dan
pembayaran dilakukan di muka dengan syarat-syarat tertentu

38. Salam paralel, ialah dau transaksi bai’as-salam antara bank dengan nasabah
dan antara bank dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan.

39. Shadaqah, ialah pemberian Allah sesuatu kepada orang lain dengan mengharap
ridho Allah pemberian sesuatu kepada orang lain dengan mengharap ridho Allah
semata.

40. Sahibul mal, ialah pemilik dana


41. Saraf, ialah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.

42. Ta’ zir, ialah denda yang harus dibayar akibat pengambilan piutang, dana ini
akan jadi dana sosial

43. Urbun, ialah Jumlah yang di bayar oleh nasabah (pemesan) kepada penjual
(yaitu pembeli mula-mula) pada saat pemesan pembeli sebuah barang dari penjual.

44. Wadiah, ialah titipan nasabah yang harus dijaga dan di kembalikan setiap saat
apa bila nasabah yang bersangkutan menghendaki

45. Wakalah, ialah akad pemberian kuasa muwakil (penerima kuasa atau bank)
untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa

46. Wadiah yad-amanah, ialah titipan yang selama belum dikembaliakan pada
penitip tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan sam[pai barang diambil
oleh penitip.

Dengan demikian inilah istilah-istilah yang ada dalam pakuntansi syariah, yang
harus kita ketahui dan terapkan sesuai konteks syar’i

Anda mungkin juga menyukai