Anda di halaman 1dari 51

Vol. 1 No.

1, Agustus 2016 ISSN : 2528-3057

MADURANCH
JURNAL ILMU-ILMU PETERNAKAN

Terbit 2 kali setahun (Agustus dan Februari)

Ketua Redaksi
Desi Maharani Agustini

Sekretaris Redaksi
Bambang Kurnadi

Redaksi Pelaksana
Riszqina
Malikah Umar
Joko Purdiyanto
Suparno
Desi Kurniati Agustina

Mitra Bestari
Syarif Imam Hidayat (UPN. Veteran Jatim)
Sudiyarto (UPN. Veteran Jatim)
Edhy Sudjarwo (Universitas Brawijaya Malang)
Puguh Surjowardojo (Universitas Brawijaya Malang)
Wehandaka Pancapalaga (Universitas Muhamadiyah Malang)
Irma Susanti (Universitas Sulawesi Barat)

Sekretariat
Selvia Nurlaila

Diterbitkan oleh
Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Madura

Alamat Redaksi
Program Studi Peternakan
Kampus Universitas Madura
Jl. Raya Panglegur KM. 3,5 Pamekasan Madura
Telp. (0324) 322231, Fax. (0324) 327418
e-mail : maduranch@gmail.com
MADURANCH
JURNAL ILMU-ILMU PETERNAKAN

Vol. 1 No. 1, Agustus 2016 ISSN : 2528-3057

ANALISIS POTENSI TERNAK SAPI POTONG MELALUI PENDEKATAN


LAHAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA DI KECAMATAN GALIS
1 - 12
KABUPATEN PAMEKASAN
Zainal Arifin dan Riszqina …………………………………………………………………

PEMANFAATAN FERMENTASI BATANG PISANG (GEDEBOG) SEBAGAI


13 - 16
PAKAN ALTERNATIF TERNAK KELINCI
Miftahur Rizkiyah dan Desi Kurniati Agustina…………………………………………..

EVALUASI KUALITAS DENDENG YANG BEREDAR DI PASARAN


17 - 22
KABUPATEN PEMEKASAN DENGAN METODA UJI SENSORIS
Joko Purdiyanto ……………………………………………………………………………...

POTENSI LIMBAH AMPAS TAHU SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK


SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMEKASAN KABUPATEN 23 - 28
PAMEKASAN
Suparno dan Moh. Muhlasin………………………………………………………………

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI BIBIT MADURA MELALUI


PENDEKATAN ONE TAMBON ONE PRODUCT (OTOP) DI PULAU 29 - 39
MADURA
Farahdilla Kutsiyah………………………………………………………………………….

MODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU PROPINSI


41 - 46
SULAWESI SELATAN
Yudi Adinata, L. Affandhy, dan A. Rasyid ………………………………………………...
1

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG


MELALUI PENDEKATAN LAHAN DAN SUMBER DAYA MANUSIA
DI KECAMATAN GALIS KABUPATEN PAMEKASAN

Arifin M.Z. dan Riszqina


Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Madura
e-mail : zainalarif.ti2@gmail.com

Abstrak

Tujuan penelitian yaitu: 1) mengetahui potensi pengembangan ternak sapi potong 2) mengetahui potensi
sumber daya alam, 3) mengetahui potensi Sumber Daya Manusia dan 4) mengetahui dukungan
kelembagaan pendukung bagi pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Galis, Kabupaten
Pamekasan. Penelitian dilakukan mulai tanggal 30 Juni hingga tanggal 12 Juli 2015, menggunakan
metode survey pada sampel penelitian. Sampel penelitian sebanyak 306 peternak, ditentukan dengan
rumus Slovin terhadap peternak dan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Galis. Data yang digunakan
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan
peternak dan pihak-pihak terkait. Data sekunder didapat dari Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pamekasan. Analisis data menggunakan analisis Location
Quation (LQ) dan analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) serta analisis
deskriptif terhadap karakteristik usaha ternak dan peternak sapi potong. Hasil LQ menunjukkan bahwa
pada desa-desa di Kecamatan Galis yang memiliki nilai LQ > 1 merupakan wilayah basis, meliputi desa
Pagendingan, Galis, Bulay, Polagan dan Konang. Desa-desa yang memiliki LQ < 1 merupakan wilayah
non basis, terdiri dari desa Artodung, Tobungan, Ponteh, Lembung dan Pandan. Nilai Kapasitas
Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) efektif di Kecamatan Galis diperoleh sebanyak
590,39 ST, terdiri dari 547,60 ST (Desa Konang), 30,05 ST (Desa Ponteh) dan 12,74 ST (Desa Pandan).
Analisis deskriptif menjelaskan bahwa sumber daya manusia, kelembagaan pendukung dan infrastruktur
yang ada, kurang mencukupi dan belum optimal untuk pengembangan ternak sapi potong.

Kata Kunci: Potensi Pengembangan, Sapi Potong, Kecamatan Galis-Pamekasan

pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan


PENDAHULUAN
Galis. (2) mengetahui potensi Sumber Daya Alam
Permintaan akan produk daging sapi di di kecamatan Galis sebagai salah satu kawasan
Jawa Timur hingga saat ini cenderung meningkat, untuk pengembangan ternak sapi potong (3)
sementara itu pasokan sumber protein hewani mengetahui potensi Sumber Daya Manusia di
terutama daging masih belum dapat mengimbangi Kecamatan Galis sebagai salah satu kawasan
meningkatnya jumlah permintaan dalam negeri untuk pemeliharaan sapi potong (4) mengetahui
(Winarso, 2005). Penurunan daya dukung dukungan kelembagaan dan infrastruktur bagi
sumberdaya alam (pakan) untuk usaha ternak pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan
karena konversi lahan pertanian serta perubahan Galis.
pola budidaya ternak menjadi salah satu penyebab
menurunnya populasi ternak (Hartono, 2012).
MATERI DAN METODE
Kabupaten Pamekasan merupakan salah
satu sentra produksi sapi potong di Jawa Timur, Penelitian dilakukan di Kecamatan Galis
memiliki luas daerah atau luas wilayah Kabupaten Pamekasan mulai tanggal 30 Juni
Kabupaten Pamekasan 79.230 Ha. Populasi sapi hingga tanggal 12 Juli 2015. Materi Penelitian
Madura di Kabupaten Pamekasan tahun 2013 adalah peternak dan usaha ternak sapi potong di
berjumlah 149.855 ekor. Kecamatan Galis Kecamatan Galis serta ketersediaan pakan
merupakan salah satu daerah sentra (sumber daya alam) dan pola tanam tanaman
pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten pangan (BPS Kabupaten Pamekasan, 2014).
Pamekasan dengan luas wilayah 31,86 km2. Metode penelitian yang digunakan dalam
Populasi sapi potong di Kecamatan Galis pada penelitian adalah metode survey terhadap
tahun 2013 berjumlah 3.519 ekor. Tujuan peternak sapi potong dengan menggunakan
penelitian, antara lain: (1) mengetahui potensi kuesioner sebagai alat panduan wawancara.
2 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Jumlah peternak yang digunakan sebagai Keterangan:


populasi penelitian sebanyak 1.617 peternak vi = Total Populasi Sapi Potong Desa
(Dinas peternakan Kecamatan Galis, 2014). vt = Total Jumlah Kepala Keluarga Desa
Topografi beberapa desa di Kecamatan Galis Vi = Total Populasi Sapi Potong Kecamatan
terdapat perbedaan, yaitu wilayah Desa Bukan Vt = Total Jumlah Kepala Keluarga
Tepi Pantai (DBTP) dan wilayah Desa Tepi Kecamatan
Pantai (DTP). Perbedaan topografi menyebabkan Hendayana (2003) menjelaskan hasil
perbedaan ketersediaan hijauan, sehingga perhitungan LQ menghasilkan 3 kriteria sebagai
penentuan sampel disesuaikan dengan pembagian berikut:
wilayah (Sugiyono, 2011).
a. LQ > 1 artinya : komoditas tersebut menjadi
Penentuan sampel dari wilayah DBTP dan
sumber pertumbuhan hasilnya tidak saja dapat
DTP menggunakan Rumus Slovin, (Setiawan,
memenuhi kebutuhan di wilayah bersangkutan
2007) sebagai berikut:
akan tetapi juga dapat di ekspor keluar
wilayah.
Rumus Slovin: (1) b. LQ = 1 artinya : komoditas tersebut tergolong
non basis. Tidak memiliki keunggulan
Keterangan : n = ukuran sampel kooperatif. Hasilnya hanya dapat memenuhi
N = ukuran populasi kebutuhan wilayah itu sendiri dan tidak dapat
d = galat pendugaan (5%) di ekspor keluar wilayah.
c. LQ < 1 artinya : komoditas tersebut juga
Total sampel yang digunakan dalam tergolong non basis. Hasilnya hanya dapat
penelitian sebanyak 306 peternak di Kecamatan memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri
Galis Kabupaten Pamekasan. terdiri dari 283 sehingga perlu pasokan atau impor dari luar
peternak dalam wilayah DBTP dan 23 peternak wilayah.
dalam wilayah DTP.
Data yang digunakan dalam penelitian ini 2. Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak
dibagi menjadi dua yaitu, data primer dan data Ruminansia
sekunder; Untuk menganalisis potensi pengembangan
1. Data primer diambil melalui survey lokasi dan usaha sapi potong di Kecamatan Galis,
wawancara langsung terhadap responden menggunakan perhitungan Kapasitas
(peternak sapi potong di kecamatan Galis, Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
kabupaten Pamekasan). (KPPTR). Metode ini merujuk pada Fariani
2. Data sekunder merupakan data penelitian (2008) dengan langkah-langkah sebagai
yang diperoleh dari Dinas Peternakan, Dinas berikut:
Pertanian dan BPS Kabupaten Pamekasan.
a. Potensi Maksimum berdasarkan Sumber
Daya Alam/PSML (Daya Dukung
Variabel yang diukur:
Wilayah) dirumuskan:
1. Location Quation (LQ)
Menurut Budiharsono dan Sugeng (2001) PSML = Daya Dukung Lahan Pertanian +
bahwa, metode ini bisa melihat keadaan Daya Dukung Tanaman Pangan (3)
wilayah, apakah suatu wilayah merupakan
Keterangan:
sektor berbasis atau tidak basis khususnya
1. Daya Dukung Lahan Pertanian =
dalam hal populasi ternak sapi potong.
Kontribusi Lahan Pertanian x 3,75.
Menurut Hartono (2012), bahwa metode LQ
Daya dukung lahan pertanian diperoleh
digunakan untuk mengidentifikasi komoditas
dari kontribusi padang rumput dan non
unggulan di suatu wilayah dengan rumus
padang rumput (sawah, perkebunan,
sebagai berikut:
hutan dan tegalan).
2. Kontribusi Lahan Pertanian = Luas
(2) Lahan x Koefisien Kontribusi lahan.
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 3

3. 3,75 adalah koefisien yang dihitung Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia


sebagai kapasitas dukung lahan berdasarkan Kepala Keluarga petani.
pertanian dalam satuan ternak.
4. Daya Dukung Tanaman Pangan = e. KPPTR Efektif: KPPTR (KK), jika
Produksi Limbah Pertanian/2,3. Daya KPPTR (KK) < KPPTR (SL)
dukung tanaman pangan diperoleh dari KPPTR Efektif: adalah Kapasitas
kontribusi produksi limbah pertanian Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
tanaman pangan (padi, jagung, kacang berdasarkan Kepala Keluarga petani, jika
tanah, kacang ijo, ubi kayu, ubi jalar Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak
dan kedelai). Ruminansia berdasarkan Kepala Keluarga
5. Produksi Limbah Pertanian = Luas petani lebih kecil dari Kapasitas
Panen x Koefisien Kontribusi Luas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
Panen. berdasarkan Sumber Daya Alam. KPPTR
6. 2,3 adalah koefisien yang dihitung Efektif ditetapkan sebagai kapasitas
sebagai kebutuhan berat kering peningkatan populasi ternak ruminansia di
(ton/tahun) untuk satu satuan ternak. daerah penelitian, yaitu KPPTR (SL) atau
KPPTR (KK) yang mempunyai nilai lebih
b. Potensi Maksimum berdasarkan Keluarga
kecil. Perhitungan KPPTR, Nell dan
Petani (PMKK) dirumuskan:
PMKK = c x KK (4) Rollinson (1974) dalam Suyitno (2014)
memberikan ketentuan-ketentuan seperti
Keterangan: yang terlihat pada kedua tabel berikut:
c : Koefisien yang dihitung berdasarkan
jumlah satuan ternak (ST) dapat Tabel 1. Kemampuan Lahan Dalam
dipelihara oleh suatu keluarga yaitu Menghasilkan Rumput
2,33 ST/KK.
Jenis Lahan Kontribusi Lahan (Ha)
KK : Kepala Keluarga petani
Padang rumput 100 % dari luas lahan
Sawah 2 % dari luas lahan
c. Nilai KPPTR: Galengan sawah 2,5 % dari luas lahan
KPPTR (SL) = PSML – Popril (5) Perkebunan 5 % dari luas lahan
KPPTR (KK) = PMKK – Popril (6) Hutan sejenis 5 % dari luas lahan
Hutan sekunder 3 % dari luas lahan
Keterangan: Tepian jalan 0,5 % dari panjang jalan
KPPTR (SL): Tegalan 1 % dari luas lahan
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Sumber : Nell dan Rollinson (1974) dalam
Ruminansia berdasarkan sumber daya Suyitno (2014)
alam.
KPPTR (KK): Tabel 2. Produksi Hijauan Makanan Ternak Yang
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Dapat Dihasilkan Dari Luas Panen.
Ruminansia (ST) berdasarkan kepala Hasil Limbah Produksi Jerami
keluarga petani. Jerami Padi 0,23 Ton BK/Ha/Tahun
Popril: Jerami jagung 10,9 Ton BK/Ha/Tahun
Populasi riil (populasi ternak lokasi Jerami ubi kayu 5,05 Ton BK/Ha/Tahun
penelitian) Jerami ubi jalar 1,2 Ton BK/Ha/Tahun
Jerami kedelai 1,07 Ton BK/Ha/Tahun
Jerami kacang tanah 1,44 Ton BK/Ha/Tahun
d. KPPTR Efektif: KPPTR (SL), jika KPPTR
(SL) < KPPTR (KK) Sumber : Nell dan Rollinson (1974) dalam
KPPTR Efektif: adalah Kapasitas Suyitno (2014)
Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
berdasarkan Sumber Daya Alam, jika Perhitungan jumlah ternak memakai satuan ternak
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak (Soekardono, 2009) yaitu:
Ruminansia berdasarkan Sumber Daya 1. 1 ekor sapi dewasa, umur > 2 tahun = 1 ST
Alam lebih kecil dari Kapasitas 2. 1 ekor sapi dara, umur 1-2 tahun = 0,5 ST
3. 1 ekor anak sapi, umur < 1 tahun = 0,25 ST
4 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

3. Sumber Daya Manusia dan Infrastruktur Kelembaban di Kecamatan Galis berkisar


Sumber daya manusia dan infrastruktur 80% (BPS Kecamatan Galis, 2014). Kelembaban
pengembangan usaha sapi potong dianalisis yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan
secara deskriptif, untuk menganalisis karakter
ternak berkisar antara 60% sampai 80%, karena
peternak dan lembaga-lembaga pendukung
yang ada di Kecamatan Galis. diatas angka itu populasi jamur dan parasit yang
Data yang diperoleh ditabulasikan, kemudian potensial menjadi sumber penyakit cenderung
dilakukan analisis deskriptif. Analisis akan meningkat (Soeprapto dan Abidin, 2006).
deskriptif dengan menampilkan rataan, Curah hujan secara langsung berkaitan erat
persentase dan standar deviasi (Elburdah, dengan ketersediaan air dan suhu udara.
2008). Data sekunder yang diperlukan Tingginya curah hujan akan diikuti dengan
ditabulasikan untuk masing-masing tujuan. rendahnya suhu lingkungan dan tingginya
Data primer diperoleh melalui kuesioner. ketersediaan air. Lokasi peternakan sapi potong
yang ideal memiliki curah hujan 800 sampai
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.500 mm/tahun (Soeprapto dan Abidin, 2006).
Curah hujan di Kecamatan Galis 20,82 mm per
Keadaan Umum Kecamatan Galis tahun dan rata-rata hari hujan 2,4 hari per tahun
Kecamatan Galis terletak antara 1130 19’ - dengan keadaan musim hujan jatuh pada bulan
113 58’ BT dan 60 51’ – 70 31’ LS. Luas
0
Oktober sampai April dan musim kemarau jatuh
wilayah Kecamatan Galis mencapai 31,86 Km2 pada bulan April sampai Oktober (BPS
yang terdiri dari 10 desa dan masing- masing luas Kecamatan Galis, 2014).
wilayah tiap desa yaitu: Desa Artodung 1,33 Km2, Ketersediaan air merupakan salah satu
Desa Bulay 2,20 Km2, Desa Galis 2,03 Km2, faktor pendukung pembangunan dan
Desa Konang 4,47Km2, Desa Lembung 3,54 perkembangan perekonomian. Secara umum
Km2, Desa Pagendingan 1,18 Km2, Desa Pandan semakin mudah ketersediaan air di suatu daerah,
8,37 Km2, Desa Polagan 5,89 Km2, Desa Ponteh maka makin besar potensi untuk pengembangan
1,30 Km2 dan Desa Tobungan 1,55 Km2. Batas peternakan, karena air dibutuhkan untuk berbagai
Wilayah Kecamatan Galis disebelah Utara aktifitas produksi peternakan. Keberadaan
Kecamatan Larangan, sebelah Selatan Kecamatan sumber air akan berpengaruh terhadap biaya
Pademawu, sebelah Barat Kecamatan Pademawu produksi. Kebutuhan air untuk setiap ternak
dan sebelah Timur selat Madura dan Kecamatan sangat beragam. Hal ini dipengaruhi oleh banyak
Pademawu. Kemiringan tanah Kecamatan Galis faktor seperti suhu lingkungan, jenis dan bangsa
berkisar antara 00 – 150 dan ketinggian dari ternak serta kondisi pakan (kering atau basah).
permukaan laut 0 – 16 m dpl (dari permukaan Kondisi sungai di semua desa se Kecamatan Galis
laut). (BPS Kecamatan Galis, 2014). tidak mencukupi untuk kebutuhan ternak sapi
Keadaan Agroklimat merupakan salah satu potong karena sungai-sungai di semua desa se
faktor pendukungnya. Kecamatan Galis beriklim Kecamatan Galis mayoritas sungai tadah hujan
tropis dengan suhu udara berkisar antara 280 C jadi ketika musim kemarau datang sungai menjadi
sampai 300 C (BPS Kecamatan Galis, 2014). kering. Ketersediaan air di Kecamatan Galis
Suhu lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan untuk ternak sapi potong didapat dari sumur bor
dan perkembangan sapi potong di Indonesia yang ada di sekitar perumahan warga.
adalah 170 sampai 270 C (Soeprapto dan Abidin,
2006). Sehingga suhu di Kecamatan Galis sudah Populasi Ternak
melewati batas suhu optimal bagi pertumbuhan Populasi ternak merupakan indikator
sapi potong. Suhu yang terlalu tinggi sepanjang umum yang dapat dijadikan ukuran bagi kondisi
hari akan berpengaruh negatif bagi pertumbuhan perkembangan peternakan, karena populasi dapat
sapi. Soeprapto dan Abidin (2006) menjelaskan, menggambarkan kecocokan ternak dengan
bahwa Saat terjadi cekaman panas, sapi akan lingkungan agroekologis, tingkat penerimaan
lebih banyak minum daripada makan, sehingga masyarakat terhadap ternak, penguasaan teknis
nafsu makan sapi potong akan berkurang. Selain ternak, dinamika populasi serta keberhasilan
itu, energi yang seharusnya diubah menjadi sistem reproduksinya. Populasi sapi potong di
daging akan dialokasikan untuk mempertahankan Kecamatan Galis dari tahun ke tahun mengalami
suhu tubuh. peningkatan.
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 5

Tabel 3. Perkembangan Populasi Sapi Potong Berdasarkan Jenis Kelamin


di Kecamatan Galis Tahun 2012-2014
Jantan Betina Total Populasi
Tahun
ST % ST % ST %
2012 765,75 36,1 1355,75 63,9 2121,50 100
2013 913,50 36,1 1619,25 63,9 2532,75 100
2014 957,50 36,1 1697,75 63,9 2655.25 100
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan (2012, 2013, 2014)

Tabel 4. Populasi Sapi Potong Berdasarkan Sampling pada Kelompok Umur


di Kecamatan Galis dari Hasil Penelitian (Juli 2015)
Pedet Muda Dewasa Total Populasi
Desa
ST % ST % ST % ST %
Artodung 4,00 17,39 6,00 26,09 13,00 56,52 23,00 100
Bulay 3,25 9,77 9,00 27,07 21,00 63,16 33,25 100
Galis 2,50 11,63 7,00 32,56 12,00 55,81 21,50 100
Konang 2,50 7,69 6,00 18,46 24,00 73,85 32,50 100
Lembung 2,25 7,44 2,00 6,61 26,00 85,95 30,25 100
Pagendingan 1,50 4,11 8,00 21,92 27,00 73,97 36,50 100
Pandan 0,25 3,33 0,25 3,33 7,00 93,33 7,50 100
Polagan 6,75 13,85 12,00 24,62 30,00 61,54 48,75 100
Ponteh 3,25 11,30 7,50 26,09 18,00 62,61 28,75 100
Tobungan 4,00 17,78 6,50 28,89 12,00 53,33 22,50 100
Kecamatan
30,25 10,63 64,25 22,58 190,00 66,78 284,50 100
Galis

Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Berdasarkan dari hasil penelitian bahwa
Galis lebih banyak ternak sapi potong yang ternak sapi potong yang pedet 10,63%, muda
dewasa karena peternak yang ada hanya 22,58% dan dewasa 66,78% dimana populasi
melakukan sistem penggemukan untuk tabungan ternak sapi yang dewasa mendominasi populasi
atau kerja. Sapi-sapi di beli dari Pasar Keppo ternak sapi potong di Kecamatan Galis seperti
untuk seluruh desa se Kecamatan Galis kemudian ditunjukkan pada Tabel 4. Populasi ternak sapi
di lakukan penggemukan oleh peternak di potong berdasarkan sampling jenis kelamin yaitu:
masing-masing desa se Kecamatan Galis. 80,35% jantan, dan 19,65% betina, sehingga di
Setiap tahun populasi sapi potong betina Kecamatan Galis perlu ditingkatkan lagi/perlu
dewasa mendominasi daripada jantan dewasa penambahan ternak sapi potong betina dewasa
ditunjukkan pada Tabel 3, karena sapi betina supaya pengembangan sapi potong di Kecamatan
dewasa sekarang digunakan pembibitan untuk Galis meningkat. Jenis sapi potong yang
mengembangkan potensi sapi potong di mendominasi Kecamatan Galis adalah bangsa
Kecamatan Galis. sapi Madura.

Tabel 5. Populasi Sapi Potong Berdasarkan Sampling pada Jenis Kelamin


di Kecamatan Galis dari Hasil Penelitian (Juli 2015)
Jantan Betina Total Populasi
Desa
ST % ST % ST %
Artodung 15,75 68,48 7,25 31,52 23,00 100,00
Bulay 32,00 96,24 1,25 3,76 33,25 100,00
Galis 21,50 100,00 0,00 0,00 21,50 100,00
Konang 32,50 98,48 0,50 1,52 33,00 100,00
Lembung 8,75 28,93 21,50 71,07 30,25 100,00
Pagendingan 36,25 99,32 0,25 0,68 36,50 100,00
Pandan 2,00 26,67 5,50 73,33 7,50 100,00
Polagan 40,25 82,56 8,50 17,44 48,75 100,00
Ponteh 20,50 71,30 8,25 28,70 28,75 100,00
Tobungan 19,50 86,67 3,00 13,33 22,50 100,00
Kecamatan
229,00 80,35 56,00 19,65 285,00 100,00
Galis
6 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Location Quation (LQ) pada desa Polagan sebesar 475,25 ST. Populasi
Hasil perhitungan Location Quation riil terendah yaitu desa Pandan 6,25 ST. Jumlah
ditunjukkan dalam Tabel 6. Berdasarkan hasil populasi juga dipengaruhi oleh tingkat penyebaran
perhitungan LQ maka wilayah Kecamatan Galis ternak yang tidak merata sehingga terjadi wilayah/
mempunyai 5 desa yang sangat berpotensi untuk desa padat populasi sedangkan kemampuan
pengembangan ternak sapi potong / basis, dan 5 wilayah/desa untuk menghasilkan hijauan
desa merupakan wilayah non basi. Nilai LQ makanan ternak semakin berkurang. Jumlah riil
terbesar dimiliki oleh desa Pagendingan. Desa ternak ruminansia dan nilai KPPTR (SL) disajikan
Pagendingan memiliki nilai LQ terbesar yaitu pada Tabel 7.
1,54. Jumlah penduduk desa Pagendingan tidak
sepadat desa yang memiliki nilai LQ rendah dan Tabel 7. Jumlah Riil Ternak Ruminansia dan
memiliki populasi ternak sapi yang cukup banyak, Nilai KPPTR (SL) Kecamatan Galis
sehingga pengembangan peternakan sapi potong Populasi
masih berpotensi untuk dilakukan pada desa Riil Ternak KPPTR
Desa
Pagendingan tetapi tidak menutut kemungkinan Ruminansia (SL) (ST)
wilayah/desa yang lain masih sangat berpotensi (ST)
untuk dilakukan pengembangan peternakan sapi Artodung 167,75 -97,13
Bulay 344,50 -86,26
potong.
Galis 197,25 -157,03
Konang 270,75 547,60
Tabel 6. Wilayah Basis dan Nilai LQ Lembung 27,75 -16,62
Ternak Sapi Potong Kecamatan Galis Pagendingan 207,75 -43,77
Pandan 6,25 12,74
Desa Nilai LQ Polagan 475,25 -58,01
Pagendingan 1,54 Ponteh 222,50 30,05
Galis 1,31 Tobungan 298,75 -180,59
Bulay 1,20
Polagan 1,15 Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak
Konang 1,14 Sapi Potong Kecamatan Galis
Artodung 0,87
Tobungan 0,87 Wilayah pengembangan ternak sapi potong
Ponteh 0,63 di Kecamatan Galis jika dilihat dari analisis
Lembung 0,36 deskriptif tentang potensi sumber daya, hasil
Pandan 0,10
perhitungan LQ dan perhitungan KPPTR dapat
diketahui bahwa Kecamatan Galis masih
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak
memungkinkan untuk dilakukan pengembangan
Ruminansia (KPPTR)
ternak sapi potong. Kondisi setiap wilayah/desa
Kapasitas peningkatan populasi ternak
sangat beragam namun, beberapa wilayah
ruminansia di Kecamatan Galis dikutip melalui
mempunyai sumber daya sangat potensial yang
nilai KPPTR Efektif (E). Berdasarkan nilai
didukung fasilitas dan lingkungan yang kondusif
KPPTR efektifnya Kecamatan Galis adalah
bagi pengembangan ternak sapi potong.
590,39 ST, berarti bahwa Kecamatan Galis masih
berpotensi jika akan dilakukan penambahan Kecamatan Galis yang terdiri atas 10 desa
ternak ruminansia hingga nilai KPPTR tersebut. bisa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan
Pelaksanaan di lapangan perlu memperhatikan tingkat KPPTR (E) dan LQ. Kelompok I dengan
berbagai faktor fisik, bilogi, teknis, dan sosial kriteria nilai KPPTR (E) positif dan nilai LQ > 1.
budaya serta keterampilan peternak dalam pola Kelompok II dengan kriteria nilai KPPTR (E)
tata laksana pemeliharaan ternak khususnya positif dan nilai LQ < 1. Kelompok III dengan
ternak sapi potong. KPPTR efektif di Kecamatan kriteria nilai KPPTR (E) negatif dan nilai LQ > 1.
Galis yaitu KPPTR berdasarkan sumberdaya Kelompok IV dengan kriteria nilai KPPTR (E)
lahan (SL) karena KPPTR (SL) lebih kecil negatif dan nilai LQ < 1. Pengelompokan wilayah
daripada KPPTR berdasarkan kepala keluarga Kecamatan Galis dapat dilihat pada Tabel 8.
petani (KK).
Total populasi riil ruminansia Kecamatan
Galis adalah 2217,5 ST dengan populasi tertinggi
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 7

Tabel 8. Pengelompokan Wilayah Berdasarkan dengan pasar ternak yang terdapat di dusun
Nilai KPPTR dan LQ Keppo desa Polagan Kecamatan Galis.
No Kelompok Kriteria Desa Kelompok IV merupakan wilayah yang
1 I KPPTR (E) memiliki kriteria KPPTR (E) negatif dan LQ < 1.
Positif, LQ Konang Wilayah yang termasuk kelompok IV yaitu Desa
>1 Artodung, Desa Lembung dan Desa Tobungan.
2 II KPPTR (E) Pandan Dimana kelompok ini tidak memungkinkan
Positif, LQ
Ponteh dilakukan penambahan ternak berdasarkan daya
<1
3 III KPPTR (E) Bulay tampung lahan, karena ketiga desa ini sudah
Negatif, LQ Galis kelebihan kapasitas daya tampung ternak dan
>1 Pagendingan termasuk wilayah non basis. Untuk mengatasi
Polagan masalah di ketiga desa ini dapat dilakukan dengan
4 IV KPPTR (E) Artodung cara mengekspor (mengurangi populasi sapi
Negatif, LQ Lembung potong tersebut) ternak sapi potong ke desa
<1 Tobungan
terdekat yaitu Desa Konang, Desa Ponteh dan
Desa Pandan yang masih mempunyai kapasitas
Kelompok I merupakan wilayah yang
daya dukung lahan hijauan dan limbah pertanian.
memiliki kriteria KPPTR (E) positif dan LQ > 1.
Wilayah / desa yang termasuk kelompok I yaitu
Sumber Daya Manusia
desa Konang. Desa Konang masih tersedia
kapasitas daya tampung ternak sapi potong, Sumber daya manusia tidak akan terlepas
karena desa Konang mempunyai daya dukung dari suatu pengembangan peternakan. Sumber
sumber daya alam/masih tersedia hijauan dan daya manusia yang sangat berkaitan erat dengan
limbah pertanian untuk kegiatan peternakan. suatu usaha ternak adalah peternak. Peternak
Desa Konang dapat menjadi konsentrasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk
pemerintah Kabupaten Pamekasan sebagai kemajuan, kelanjutan dan perkembangan usaha
wilayah yang masih berpotensi untuk dilakukan ternak dimasa yang akan datang. Karakteristik
pengembangan peternakan sapi potong, dengan pemelihara sapi potong, sapi karapan dan sapi
penambahan sebesar 547,6 ST. sonok sebagian besar terdiri dari petani/peternak,
Kelompok II merupakan wilayah yang laki-laki yang telah berkeluarga, dengan jumlah
memiliki kriteria KPPTR (E) positif dan LQ < 1. anggota keluarga kurang lebih dari 4 orang.
Wilayah yang termasuk kelompok II yaitu Desa Peternak sapi lebih kurang dari 80% berusia 20 –
Pandan dan Desa Ponteh. Desa Pandan dan Desa 59 tahun, merupakan kelompok usia produktif
Ponteh mempunyai kekuatan dimana masih (Sani dkk, 2010), kelompok usia/angkatan kerja,
tersedianya lahan sebagai kapasitas tampung sehingga memiliki kemampuan bekerja lebih
ternak ruminansia. Apabila ingin dilakukan produktif dan berpikir lebih arif dalam menerima
penambahan ternak sapi potong di wilayah ini inovasi untuk pengembangan usaha ternaknya
masih dimungkinkan yaitu desa Ponteh sebesar (Riszqina, 2014).
30,05 ST dan desa Pandan 12,74 ST. Usaha ternak sapi potong di Kecamatan
Kelompok III merupakan wilayah yang Galis umumnya dilakukan sebagai usaha sambilan
memiliki kriteria KPPTR (E) negatif dan LQ > 1. karena umumnya pekerjaan utama para peternak
Wilayah yang termasuk kelompok III yaitu Desa adalah sebagai Petani.. Karakteristik peternak di
Bulay, Desa Galis, Desa Pagendingan dan Desa Kecamatan Galis dapat dilihat pada Tabel 12.
Polagan. Pada desa yang termasuk dalam Peternak sapi potong di Kecamatan Galis masih
kelompok ini tidak memungkinkan dilakukan tergolong usia produktif, dengan usia rata-rata
penambahan ternak berdasarkan daya tampung peternak yaitu 46 tahun. Tingkat pendidikan
lahan. Namun, kelompok ini termasuk basis peternak masih rendah yaitu hanya menyelesaikan
ternak sapi potong karena populasi sapi potong pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) yaitu
sangat tinggi meskipun daya dukung lahan minus sebesar 57,51%. Sebesar 0,98% peternak
(-), untuk mendapatkan hijauan bagi ternaknya berpendidikan Perguruan Tinggi (PT) / Akademi.
para peternak harus mencari rumput keluar desa Para peternak tidak mempunyai biaya untuk
terdekat yang mempunyai hijauan melimpah, melanjutkan pendidikannya, bahkan ada yang
ditambah wilayah kelompok III ini berdekatan tidak sekolah yaitu sebesar 6,86%, mereka lebih
8 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

memilih untuk bekerja untuk mencukupi peternak untuk mengurus ternak sapi potong
kebutuhan sehari-hari. Peternak di Kecamatan adalah rata-rata 3 jam per hari, sesuai dengan
Galis masih minim untuk mengikuti pendidikan pendapat Riszqina (2014), bahwa semakin banyak
nonformal di bidang peternakan, berdasarkan jumlah ternak yang dipelihara semakin banyak
penelitian diperoleh bahwa 72,54% peternak, waktu yang harus digunakan untuk mencari pakan
belum mengikuti pendidikan di bidang dan membersihkan kandang. Bantuan istri dan
peternakan, sedangkan yang mengikuti anak masih sangat minim. Walaupun demikian
pendidikan di bidang peternakan seperti peranan tenaga kerja keluarga sangat membantu
penyuluhan dan pelatihan ini masih sedikit. Hasil dalam pengembangan ternak sapi potong. Jumlah
penelitian ini sesuai dengan Riszqina (2014) kepemilikan ternak berpengaruh terhadap curahan
bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi waktu peternak dalam mengurus ternak sapi
peternak dalam mendukung dan menerima potong mereka, rata-rata kepemilikan ternak
pengetahuan zooteknik usaha ternaknya, peternak di Kecamatan Galis adalah 1 ekor ternak
teknologi serta inovasi baru. Walaupun tingkat dengan persentase 66,44%. Pemanfaatan tenaga
pendidikan peternak masih tergolong rendah di kerja masih belum efisien sehingga masih
bidang peternakan tetapi kondisi ini tidak memungkinkan untuk ditambah jumlah ternak
menghambat terhadap adopsi dan penyerapan sapi potong yang harus dipelihara.
maupun penyebaran informasi, karena pada Pengalaman beternak dapat menjadi
umumnya peternak sudah biasa diajak kerjasama indikator untuk keberhasilan peternak. Semakin
oleh pemerintah maupun sesama peternak, banyak pengalaman beternak akan semakin
ditambah kebiasaan dan budaya masyarakat di memudahkan peternak dalam pengambilan
Kecamatan Galis telah menangani usaha keputusan yang berhubungan dengan proses
peternakan yang sudah turun-temurun sejak dulu. produksi. Secara umum pengalaman beternak
Hal ini sesuai dengan pendapat Riszqina (2014), yang dimiliki peternak kurang lebih 6 tahun dan
bahwa peternak sapi Madura masih bersifat dianggap sudah berpengalaman dalam
tradisional, karena pengetahuan dan menjalankan usaha peternakan sapi potong.
Sedangkan di Kecamatan Galis pengalaman
kemampuannya diperoleh dari orang tua dan
beternak dari 10 tahun kebawah yaitu sebesar
keluarganya dan hanya sebagian yang
19,60%, jadi di Kecamatan Galis dianggap sudah
memperoleh dari pelatihan atau penyuluhan
berpengalaman untuk menjalankan usaha
pengembangan usaha ternak sapi.
peternakan sapi potong hal ini sesuai dengan hasil
Pekerjaan utama peternak yaitu sebagai
penelitian sebelumnya, bahwa pengalaman
petani dan pedagang. Mayoritas pekerjaan utama beternak sangat berarti bagi usaha sapinya
para peternak adalah sebagai petani yaitu sebesar (Riszqina, 2014). Dikarenakan sebagian besar
99,02%. Peternak di Kecamatan Galis hamapir peternak memulai usaha ternak sapi potong sejak
semuanya merangkap menjadi petani, beternak mereka masih muda usia yaitu setelah lulus
sapi potong hanya dijadikan pekerjaan sambilan. Sekolah Dasar (SD) telah mengikuti jejak orang
Peternak di Kecamatan Galis memelihara hanya tua dalam beternak meski hanya membantu. Para
sebagai tabungan/simpanan di kemudian hari peternak mengaku jarang mendapatkan
apabila dibutuhkan untuk bercocok tanam bahkan pengetahuan beternak baik dari penyuluh maupun
untuk biaya anaknya untuk sekolah. Ternak sapi dari Dinas Peternakan setempat. Para peternak
potong dianggap dapat memberikan tambahan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari
pendapatan dan pemeliharaannya dapat dilakukan teman sesama peternak.
pada waktu senggang setelah melakukan Tingkat pendidikan yang cukup dan tenaga
pekerjaan utama. Jumlah tanggungan keluarga kerja yang permanen merupakan modal dalam
peternak sebanyak 1 orang sebesar 3,92%, 2 menyerap berbagai tingkatan teknologi dan
orang sebesar 14,37%, 3 orang sebesar 29,41%, 4 manajemen usaha ternak secara keseluruhan
orang sebesar 32,67% dan yang 5 orang sebesar (Riszqina, 2014). Berbeda dengan pernyataan
24,50%. Jumlah tanggungan keluarga peternak sebelumnya, di dalam hasil penelitian Saleh, dkk.
yang paling tinggi adalah 4 orang. Aktivitas (2006) menunjukkan bahwa, umur peternak,
usaha ternak seperti pencarian rumput, pemberian tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah
makan sapi, memandikan sapi dan membersihkan tanggungan keluarga dan tenaga kerja tidak
kandang umumnya dilakukan oleh tenaga kerja berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi
keluarga. Curahan waktu yang digunakan potong.
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 9

Tabel 9. Karakteristik Peternak di Kecamatan Galis


No. Uraian Frekuensi (orang) Persentase (%)
1. Umur (tahun)
30 – 40 52 16,94
41 – 50 105 34,20
51 – 60 89 28,99
61 – 70 47 15,30
71 – 85 13 4,23
2. Pendidikan Formal
Tidak Sekolah (Non) 21 6,86
Sekolah Dasar 176 57,51
Sekolah Menengah Pertama 56 18,30
Sekolah Menengah Atas 50 16,33
Perguruan Tinggi / Akademi 3 0,98
3. Pendidikan Non formal
Tidak Pernah 222 72,54
Penyuluhan 64 20,91
Pelatihan 6 1,96
Penyuluhan dan Pelatihan 14 4,57
4. Pekerjaan Utama
Petani 303 99,02
Pedagang 3 0,98
5. Pengalaman Beternak (tahun)
1 – 10 60 19,60
11 – 20 100 32,67
21 – 30 78 25,49
31 – 40 47 15,35
41 – 55 21 6,86
6. Jumlah Tanggungan Keluarga
1 Orang 12 3,92
2 Orang 44 14,37
3 Orang 90 29,41
4 Orang 100 32,67
5 Orang 75 24,50

Kelembagaan Kelompok peternak memudahkan dalam


pembinaan yang dilakukan melalui penyuluhan,
Kelembagaan peternak dapat dilihat dari
pengawasan pemasukan atau pengeluaran ternak
kelompok petani/peternak, petugas dan lembaga
dan penambahan populasi ternak. Kegiatan
pelayanan serta pola pemasaran. Kelembagaan
penyuluhan diarahkan terhadap manajemen
ternak merupakan dukungan lain yang sangat
pemeliharaan dan usaha ternak sapi potong,
menunjang wilayah pengembangan usaha
peningkatan penerapan IB, pengelohan limbah
peternakan, yang harus terus dibangun agar dapat
ternak dan pengetahuan pencegahan pemotongan
mendukung pengembangan wilayah Kecamatan
ternak betina produktif. Kelompok petani ternak
Galis. Kelembagaan peternak yang mendukung
sapi potong di Kecamatan Galis disajikan pada
pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan
Tabel 10.
Galis belum tersebar di setiap wilayah / desa.

Tabel 10. Nama Kelompok Petani Ternak di Kecamatan Galis Tahun 2016
Jumlah Anggota Kelas
No. Kelompok Tani Desa Pola
(orang) Kelompok
1. Abadi Konang 40 Pemula Pembinaan
2. Artomoro Artodung 36 Pemula Pembinaan
3. Sinar Harapan Tobungan 35 Pemula Pembinaan
4. Sumber Alam Pagendingan 75 Pemula Pembinaan
Sumber : Pusat Kesehatan Hewan dan POS IB UPT III Galis (2015)
10 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian mengikuti kelompok tani atau sebesar 54,57% dan
Kecamatan Galis (2013) disebutkan bahwa di yang tidak mengikuti 139 peternak/sebesar
Kecamatan Galis untuk kelompok tani ada 41 45,42%. Namun dari 54,57% yang mengikuti
kelompok dimana tiap dusun mempunyai 1 kelompok tani belum tentu mengikuti penyuluhan
kelompok tani. Dari hasil penelitian di dan pelatihan beternak seperti ditunjukkan pada
Kecamatan Galis data yang dikumpulkan tabel 11.
sebanyak 306 sampel menghasilkan 167 peternak

Tabel 11. Persentase Peternak Yang Mengikuti Kelompok Tani di Kecamatan Galis
Ikut Poktan Tidak Ikut Total
Desa % % %
(orang) (orang) (orang)
Artodung 13 59,10 9 40,90 22 100
Bulay 18 42,86 24 57,14 42 100
Galis 11 42,31 15 57,69 26 100
Konang 13 37,14 22 62,86 35 100
Lembung 9 50,00 9 50,00 18 100
Pagendingan 24 85,31 4 14,29 28 100
Pandan 0 0 5 100 5 100
Polagan 41 64,06 23 35,94 64 100
Ponteh 25 83,33 5 16,67 30 100
Tobungan 13 36,11 23 63,89 36 100
Kecamatan 167 54,58 140 45,42 306 100
Galis

Kelompok tani yang bekerjasama dengan Karyawan di Pusat Kesehatan Hewan dan POS IB
Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan ada 4 UPT III Galis disajikan pada Tabel 15.
kelompok tani ternak yaitu Abadi, Artomoro, Berdasarkan Tabel 11 ada 6 orang sebagai
Sinar Harapan dan Sumber Alam, termasuk Inseminator, 2 orang sebagai Inseminator /
dalam kelas kelompok pemula dimana 4 pemeriksa kebuntingan serta 4 orang sebagai
kelompok tersebut masih dalam pola pembinaan Inseminator, Pemeriksa kebuntingan dan
dinas peternakan Kabupaten Pamekasan. paramedis. 12 karyawan di UPT III Galis
Kelompok petani ternak tersebut tersebut bukan hanya bertugas di Kecamatan
mendapatkan bantuan ternak sapi yaitu Abadi Galis saja tetapi mencakup Kecamatan Larangan,
sebanyak 10 ekor sapi betina muda Madura, Kadur dan Pademawu. Jumlah itu belum
Artomoro sebanyak 27 ekor sapi betina muda mencukupi karena harus melayani 4 Kecamatan,
Madura, dan Sumber Alam sebanyak 27 ekor sapi jadi perlu adanya penambahan petugas dari Dinas
betina muda Madura. Kelompok Sinar Harapan Peternakan Kabupaten Pamekasan. Jumlah
mendapat bantuan berupa uang tunai sebesar 500 petugas di Kecamatan Galis sebanyak 3 orang
juta apabila dijadikan ternak sapi sebanyak 50 yang harus melayani 1593 peternak di Kecamatan
ekor sapi betina muda Madura. Kelompok tani Galis, kekurangannya tenaga pelayanan di penuhi
ternak di Kecamatan Galis perlu ditambah lagi dengan bantuan tenaga yang ada di UPT III.
supaya tingkat pengetahuan masyarakat akan Lembaga pelayanan yang dapat mendukung
manejemen pemeliharaan, pengelolaan dan cara pengembangan usaha ternak sapi potong di
pengendalian penyakit terhadap sapi potong. Kecamatan Galis yaitu tersedianya Pusat
Sumber daya manusia yang mendukung Kesehatan Hewan dan POS IB yang berada di
pengembangan peternakan sapi potong di Desa Galis, Tempat Pemotongan Hewan di desa
Kecamatan Galis tidak hanya peternak yang Konang, Pasar Ternak merupakan tempat jual beli
secara langsung terlibat dengan usaha dan ternak sapi potong yang berada di dusun Keppo
manajemen pengelolaan ternak sapi potong, tetapi desa Polagan, serta 2 toko peternakan (poultry
terdapat petugas pelayanan di Pusat Kesehatan shop) di desa Pagendingan dan desa Ponteh.
Hewan dan POS IB UPT III Galis, dimana UPT Pola pemasaran pemasaran disini berkaitan
III Galis ini menaungi 4 Kecamatan yaitu dengan transaksi jual-beli antara peternak dengan
Kecamatan Galis, Kecamatan Larangan, blantik, pedagang pengumpul ataupun peternak
Kecamatan Kadur dan Kecamatan Pademawu. bisa menjual langsung ke pasar.
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 11

Tabel 12. Pola Pemasaran Peternak di Kecamatan Galis


Di jual
Desa Blantik % % Total %
sendiri
Artodung 20 90,90 2 9,10 22 100
Bulay 39 92,86 3 7,14 42 100
Galis 23 88,46 3 11,54 26 100
Konang 32 91,43 3 8,57 35 100
Lembung 18 100 0 0 18 100
Pagendingan 24 85,71 4 14,29 28 100
Pandan 5 100 0 0 5 100
Polagan 54 84,38 10 15,62 64 100
Ponteh 28 93,33 2 6,67 30 100
Tobungan 30 83,33 6 16,67 36 100
Kecamatan
273 89,22 33 10,78 306 100
Galis

Pemasaran disini bisa terjadi langsung di kandang Desa Konang, 30,05 ST di Desa Ponteh dan
ataupun di pasar ternak berikut data pola 12,74 ST di Desa Pandan yang masih
pemasaran peternak di Kecamatan Galis disajikan mempunyai daya tampung ternak sapi potong.
3. Pemanfaatan sumber daya manusia belum
pada Tabel 12.
optimal. Oleh sebab itu tenaga kerja yang ada
Berdasarkan Tabel 12. Pola pemasaran harus diefisienkan lagi untuk bisa dilakukan
peternak di Kecamatan Galis lebih menyukai penambahan ternak.
memakai jasa blantik (jasa penjual sapi) sebesar 4. Kelembagaan pendukung dan Infrastruktur
89,22% dikarenakan beberapa pertimbangan yaitu untuk pengembangan sapi potong yang ada di
karena peternak di Kecamatan Galis pekerjaan Kecamatan Galis belum optimal untuk
utamanya adalah sebagai petani yang harus membantu usaha pengembangan sapi potong.
mengurus lahan areal pertaniannya, melihat
resiko apabila dijual sendiri ke pasar ternak dan DAFTAR PUSTAKA
tidak laku dijual, peternak harus membawa
Budiharsono dan Sugeng, 2001. Teknis Analisis
pulang dimana peternak rugi uang karena harus
Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
mengeluarkan ongkos untuk membawanya pulang PT. Pradnya Paramita. Jakarta
kembali serta peternak rugi waktu. Jadi lebih
efisien waktu dan efisien materi (uang) BPS 2014. Kabupaten Pamekasan dalam Angka
2014. Badan Pusat Statistik, Pamekasan
masyarakat lebih memilih jasa blantik. Pola
pemasaran di Kecamatan Galis semuanya BPS 2014. Kecamatan Galis dalam Angka 2014.
bertumpu pada pasar ternak yang terdapat di Badan Pusat Statistik, Pamekasan.
dusun Keppo desa Polagan yang tersedia pada Dinas Pertanian Kecamatan Galis, 2015. Buku
hari Selasa dan hari Sabtu dimulai dari pagi Data, Dinas Pertanian Kecamatan Galis
kurang lebih jam 08:00 wib sampai sore hari jam Kabupaten Pamekasan
16:00 wib. Pasar ternak merupakan tempat Dinas Peternakan Kecamatan Galis, 2014. Buku
transaksi jual-beli ternak sapi potong dari pedet, Data Ternak Sapi Potong, Dinas Peternakan
muda dan dewasa, ada jantan serta betina yang Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan
dilakukan oleh penjual, pembeli, peternak, blantik Dinas Peternakan Kecamatan Galis, 2014. Buku
dan pedagang pengumpul. Semua jenis sapi Data, Dinas Peternakan Kecamatan Galis
(Madura, persilangan, Limousin dan Simental) Kabupaten Pamekasan.
terdapat di pasar ternak ini. Elburdah, R. P. 2008. Analisis Potensi
Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di
KESIMPULAN Wilayah Kota Pekanbaru. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor
1. Kecamatan Galis memiliki 5 wilayah/Desa
yang merupakan wilayah basis yaitu: Desa Fariani, A. 2008. Pengembangan Ternak
Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan
Pagendingan, Desa Galis, Desa Bulay, Desa
Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di
Polagan dan Desa Konang. Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
2. Total KPPTR Efektif Kecamatan Galis J.Indon.Trop.Agric. 33(2):145 - 157
sebesar 590,39 ST, terdiri dari 547,60 ST di
12 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Hartono, B. 2012. Peran Daya Dukung Wilayah Setiawan, N. 2007. Penentuan Ukuran Sampel
Terhadap Pengembangan Usaha Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-
Peternakan Sapi Madura. Jurnal Ekonomi Morgan: Telaah Konsep Dan Aplikasinya.
Pembangunan 13(2): 316-326 Makalah disampaikan pada Diskusi Ilmiah
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan
Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location
Universitas Padjadjaran, Bandung
Questiont (LQ) Dalam Penentuan
Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis
Pertanian. 12: 1 – 21 Peternakan. Penerbit Akademika Pressindo.
Jakarta
Riszqina. 2014. Performa Usaha Ternak Sapi
Madura Sebagai Sapi Potong, Sapi Karapan Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara tepat
dan Sapi Sonok di Pulau Madura. penggemukan sapi potong. PT Agro Media
Ringkasan Disertasi Program Studi Doktor Pustaka. Jakarta.
Ilmu Peternakan Program Pascasarjana
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Fakultas Peternakan dan Pertanian
Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Bandung
Sani, L.O.A., K.A. Santosa dan Ngadiyono.
Winarso, B, Sajuti, R. dan Muslim, C. 2005.
2010. Curahan tenaga kerja keluarga
Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong di
transmigran dan lokal pada pemeliharaan
Jawa Timur. Forum Penelitian Agro
sapi potong di Kabupaten Konawe Selatan,
Ekonomi. 23(1): 61-71
Sulawesi Tenggara. Buletin Peternakan.
34(3): 194-201
13

PEMANFAATAN FERMENTASI BATANG PISANG (GEDEBOG)


SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF TERNAK KELINCI

Miftahur Rizkiyah dan Desi Kurniati Agustina


Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Madura
e-mail: Rizkiyah@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh fermentasi batang pisang (gedebog) sebagai
pakan alternatif ternak kelinci terhadap pertambahan bobot badan. Materi penelitian menggunakan 32
ekor ternak kelinci lokal sebagai objek yang akan diteliti, sedangkan batang pisang (gedebog), dedak
padi, dedak jagung, gaplek, hijauan (rumput, kangkung, bayam dan daun pepaya), molases sebagai
bahan pakan, dan EM4 Peternakan sebagai bahan fermentor. Metode penelitian yang digunakan adalah
RAK Faktorial dengan 2 perlakuan yaitu: 1. fermentasi batang pisang (gedebog) yang dicacah kasar, 2.
fermentasi batang (gedebog) pisang yang dicacah halus, setiap perlakuan terdiri dari 4 taraf yaitu: 0%,
10%, 20% dan 30% dengan 2 ulangan dan 2 kelompok dan dilanjutkan dengan uji BNT (beda nyata
terkecil). Variabel yang diamati meliputi pertambahan bobot badan. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa metode fermentasi (cacah kasar dan cacah halus) berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
pertambahan bobot badan, pada pakan fermentasi batang (gedebog) pisang dengan taraf pemberian yang
berbeda tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badandan interaksi antara metode
fermentasi (cacah kasar dan cacah halus) dengan taraf pemberian yang berbeda tidak berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai informasi
untuk mengembangkan manfaat pakan fermentasi batang pisang (gedebog) sebagai pakan pakan alternatif
ternak kelinci.
Kata Kunci: Kelinci lokal, pakan fermentasi batang pisang (gedebog), pertambahan berat badan.

PENDAHULUAN Untuk mengurangi hal tersebut ada


alternatif lainnya, yaitu membuat pakan dari
Kelinci adalah hewan yang termasuk
fermentasi tanaman pisang (Musaparadisiaca),
dalam jenis ternak pseudoruminan, yaitu hewan
Wina (2000) Produk samping tanaman pisang
herbivora yang tidak dapat mencerna serat-serat
yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan adalah
dengan baik. Kelinci melakukan fermentasi pakan
batang pisang bagian bawah (bongkol), tengah
di usus belakangnya. Kelinci adalah salah satu
dan bagian atas termasuk daunnya.Tujuan dari
jenis ternak yang mulai dikembangkan di
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
Indonesia, khususnya di daerah pedesaan yang
fermentasi batang (gedebog) pisang sebagai
rawan gizi, karena kelinci dapat memanfaatkan
pakan alternatif ternak kelinci terhadap
berbagai jenis hijauan sebagai makanan
pertambahan bobot badan.
pokoknya, dan modal usaha untuk memulainya
relatif kecil.
Hipotesa
Pakan berfungsi untuk memenuhi
Ada perbedaan pengaruh pemberian pakan
kebutuhan ternak baik untuk hidup pokok,
fermentasi batang (gedebog) pisang terhadap
pertumbuhan, reproduksi dan produksi. Tiga
faktor penting dalam kaitan penyedian hijauan pertambahan pertambahan bobot badan.
bagi ternak adalah ketersedian pakan harus H0 : (αβ)ij = 0 (Tidak ada pengaruh interaksi
dalam jumlah yang cukup, mengandung nutrien antara metode fermentasi dengan taraf
yang baik, dan berkesinambungan sepanjang pemberian terhadap pertambahan bobot
tahun. Ketersedian hijauan umumnya berfluktuasi badan )
mengikuti pola musim, dimana produksi hijauan H1 : (αβ)ij ≠ 0 (ada pengaruh interaksi antara
melimpah di musim hujan dan sebaliknya terbatas metode fermentasi dengan taraf pemberian
dimusim kemarau (Lado, 2007). Kebutuhan terhadap pertambahan bobot badan)
pakan kelinci di musim kemarau sangat sulit.
14 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

H0 : αi = 0 (Tidak ada pengaruh metode


Pencampuran Dengan
fermentasi terhadap pertambahan bobot perbandingan 1
larutan EM4
badan ) Peternakan + liter air : 1 tutup
H1 : αi ≠ 0 (ada pengaruh metode fermentasi air + molases botol EM4
terhadap pertambahan bobot badan) Peternakan dan
¼ gelas molases
H0 : βj = 0 (Tidak ada pengaruh taraf pemberian
terhadap pertambahan bobot badan ) Batang pisang di cacah kasar dan
H1 : βj ≠ 0 (ada pengaruh taraf pemberian halus dan hijauan
dicacah biasa
terhadap pertambahan bobot badan)

MATERI DAN METODE


Dedak padi, dedak jagung, gaplek,
Materi Penelitian cacahan hijauan dan cacahan
batang pisang di campur rata
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 32 ekor ternak kelinci lokal sebagai
objek yang akan diteliti, dimana dari 32 ekor Campuran bahan pakan disiram
ternak tersebut merupakan jumlah keseluruhan larutan EM4 Peternakan
dari populasi dengan umur 10 bulan dan berat
badan yang mendekati sama yatu ± 2000 gr.
Sedangkan batang pisang (gedebog), dedak padi, Pakan fermentasi dimasukkan
dalam kantong plastik
dedak jagung, gaplek, hijauan (rumput, kangkung (ditutup rapat)
bayam dan daun pepaya), molases sebagai bahan
pakan,dan EM4 Peternakan sebagai bahan
fermentor.
Pakan fermentasi
Alat yang digunakan yaitu kandang siap diberikan pada
individual tiga puluh dua unit,tempat pakan dan ternak kelinci
tempat minum, timbangan untuk menimbang
bobot hidup dan timbangan menimbang pakan,
celurit dan pisau untuk mencacah batang pisang Gambar 1 Diagram Alir Pembuatan Fermentasi
dan hijauan, alat tulis, kalkulator dan alat Batang Pisang (Gedebog)
penerangan, terpal plastik untuk mencampur
bahan pakan, dan kantong pelastik besar untuk Metode Penelitian
tempat fermentasi, pencatat data selama Adapun metode penelitian yang
penelitian, alat kebersihan (karung sak, sapu lidi, digunakan adalah metode Rancangan Acak
sekop). Kelompok Faktorial dengan 2 perlakuan:
perlakuan (1) Fermentasi batang (gedebog)
Pembuatan Fermentasi Batang Pisang pisang yang di cacah kasar dengan 4 taraf
pemberian yaitu 0%, 10%, 20%, 30%. Perlakuan
Produk samping tanaman pisang yang (2) Fermentasi batang (gedebog) pisang yang di
dapat dimanfaatkan sebagai pakan adalah batang cacah halus dengan 4 taraf pemberian yaitu 0%,
pisang bagian bawah (bongkol), tengah dan 10%, 20%, 30%. Dengan 2 kelompok. Setiap
bagian atas termasuk daunnya. Seluruh bahan perlakuan2 ulangan. Perlakuan yang diteliti
adalah:
dilakukan fermentasi sesuai dengan perlakuan
Metode rancangan acak kelompok pola
yang direncanakan.
faktorial adalah rancangan acak kelompok yang
Pembuatan fermentasi batang pisang terdiri dari dua peubah bebas (faktor) dalam
(gedebog) seperti diterangkan pada diagram alir klasifikasi silang yaitu faktor A yang yang terdiri
berikut. dari a taraf dan faktor B yang terdiri dari b taraf
dan kedua faktor tersebut di duga saling
berinteraksi.
Riskiyah, Pemanfaatan Fermentasi …15

Tabel 1. Perlakuan Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN


Batang Pisang (Gedebog)
Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan
Taraf Pemberian Bobot Badan
Perlakuan 1
1 2 3 4 a. Pengaruh Metode Fermentasi terhadap
Gedebog (%) 0
Pertambahan Bobot Badan
Gedebog Kasar (%) 10 20 30
Dedak Padi (%) 50 45 45 35 Pertambahan bobot badan merupakan suatu
Dedak Jagung (%) 20 20 15 15 refleksi dari akumulasi konsumsi, fermentasi,
Gaplek (%) 20 20 15 15 metabolisme dan penyerapan zat-zat makanan
Hijauan (%) 10 5 5 5 di dalam tubuh ternak (Antonius, 2009). Hasil
Taraf Pemberian uji BNT menunjukan bahwa pada metode
Perlakuan 2
1 2 3 4 pakan fermentasi batang pisang (gedebog)
Gedebog (%) 0
yang di cacah halus menunjukkan
Gedebog Kasar (%) 10 20 30
Dedak Padi (%) 50 45 45 35 berpengaruh nyata (P>0,05), tingkat
Dedak Jagung (%) 20 20 15 15 konsusmsi pada ternak kelinci terhadap pakan
Gaplek (%) 20 20 15 15 fermentasi batang pisang (gedebog) yang
Hijauan (%) 10 5 5 5 dicacah halus lebih tinggi dari pada yang
dicacah kasar, adapun pakan yang dicacah
Model linier yang tepat untuk Rancangan
halus dikonsumsi ternak kelinci dalam satu
Acak Kelompok Faktorial adalah:
bulan adalah: 4.145 gram, sedangkan pakan
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ðk(j) + ε(ijk) yang dicacah kasar adalah: 40,016. Ini
disebabkan adalah karena bentuk fisik pakan
Dengan :
tersebut, pakan yang dicacah halus dapat
Yijk = hasil pengamatan pada kelompok ke-k,
menaikkan tingkat konsumsi, mempercepat
yang menerima taraf ke-i dari faktor A
pengunyahan dimana dilaporkan bahwa
dan taraf ke-j dari Faktor B
panjang cacahan yang lebih pendek
µ = nilai tengah umum
memungkinkan terjadinya pemadatan pada
αi = pengaruh faktor A pada taraf ke-i
saat pembuatan silase, sehingga terjadi proses
βj = pengaruh faktor B pada taraf ke-j
fermentasi yang lebih sempurna oleh
(αβ)ij = pengaruh interaksi AB pada taraf ke-i
microorganisme. Pada umumnya tingkat
(dari faktor A), dan taraf ke-j (dari
kecernaan silase yang dicacah lebih tinggi dari
faktor B)
pada yang tidak dicacah (Thomas et al.,
ðk = pengaruh kelompok ke-k
1976). Ini sesuai dengan pendapat Church dan
εm(ijk) = pengaruh acak pada taraf ke-i (faktor
Pond (1988), menyatakan bahwa palatabilitas
A), taraf ke-j (faktor B) dan interaksi
yang meliputi tekstur, bau, rasa, dan suhu dari
AB yang ke-i dan ke-j, serta pada
pakan yang diberikan, mempengaruhi tingkat
kelompok ke-k
konsumsi dari kelinci.

Tabel 1 Analisis Sidik Ragam

F F Tabel
SK db JK KT
Hitung 0,05 0,01
Kelompok 1 638662,375
Perlakuan 7 33066046,875
Metode 1 32714966,375 32714966,375 294,66 12,25 5,59
Taraf
3 47887,625 15962,54 0,14 8,48 4,35
pemberian
Metode x
3 303192,875 101064,29 0,91 8,48 4,35
Taraf
Galat 7 777172,68 111024,66
Jumlah 15 34481881,87
16 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

b. Pengaruh Taraf Pemberian terhadap badandimana pakan yang dikonsumsi ternak


Pertambahan Bobot Badan kelinci selama satu bulan dalah: 4.145 gr dengan
pertambahan berat badan 259,06 gr.
Dari hasil analisis ragam pengaruh taraf
pemeberian pakan fermentasi batang pisang
(gedebog) 0%, 10%, 20%, 30% menunjukkan DAFTAR PUSTAKA
nilai tidak berpengaruh nyata (P<0,05)
Ahira 2013, Kandungan Gizi Kankung dan
terhadap pertambahan bobot badan, karena
Keistimewaannya, diakses 1 September
pemberian pakan yang hanya memiliki selisih 2013,
sedikit sehingga tidak begitu berpengaruh
terhadap pertambahan bobot badan, selain itu Alex, s. 2010. Panduan Lengkap Memelihara
Kelinci & Hamster. Pustaka Baru Press.
lama fermentasi yang hanya satu hari yang
Yogyakarta
menyebabkan taraf pemberian tidak
berpengaruh. Tapi dilihat dari segi ekonomis Anggorodi, R. 1980. Ilmu Makan Ternak Umum.
Gramedia. Jakarta.
taraf pemberian pakan yang paling efektif
digunakan yaitu pada taraf 30%, pada taraf Anonim., 1998. Teknologi EM dalam Berita.
tersebut harga pembuatan pakan lebih murah IPSA. Denpasar, Bali. Diakses pada
dari taraf pemberian yang lain. Walaupun bulan 8 Juli 2010
batas pemberian batang pisang pada kelinci Anonim. 2011. Mengenal Dedak sebagai Bahan
tidak diketahui, maka penggunaan pada taraf Baku Pakan Ternak. Tanggal akses : 17
ini sudah maksimal mengingat kelinci Mei 2011
merupakan ternak pseudoruminan. Antonius. 2009. Pemanfaatan jerami padi
fermentasi sebagai subtitusi rumput
c. Pengaruh interaksi Metode x Taraf Gadjah dalam ransum. JITV 14(4): 8 –
Pemberian terhadap Pertambahan Bobot 16, pada skripsi herlina halim
Badan DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI
Dari hasil analisis ragam pengaruh interaksi TANAMANHORTIKULTURA. 2003.
metode x taraf pemeberian pakan fermentasi Statistik Hortikultura.
batang (gedebog) pisang menunjukkan nilai Grist, D.H. 1972. Rice 4th Ed. Lowe and Brydine
tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap Ltd., London. Haros, M, O. E. Perez, and
pertambahan bobot badan, karna dilihat dari C.M.
tabel rataan pertambahan berat badan (tabel 3) Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman.
menunjukkan nilai yang sama, ini terjadi 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk
karena interaksi antara metode dengan Indonesia. Cetakan Keempat, Gadjah
Mada Uivesity Press, Yogyakarta.
taraf pemberian tidak saling mempengaruhi,
apalagi kelinci yang digunakan sebagai penelitian Kamaruddin, M. dan Salim. 2006. Pengaruh
berumur 10 bulan dimana pada umur tersebut Pemberian Air Perasan Daun Pepaya
Pada Ayam : Respon Patofisilogik Hepar
pertambahan bobot badan sangat lambat ini sesuai
J. Sain Vet. : 37 –43.
dengan pendapat Sanford dan Woodgate (1979)
bahwa pertambahan bobot badan harian Lado. L . 2007. Evaluasi Kualitas Silase Rumput
berhubungan erat dengan umur. Semakin tua Sudan (Sorghum Sudanense) Pada
Penambahan Berbagai Macam Aditif
umur kelinci, maka PBBH yang dicapai semakin
Karbohidrat Mudah Larut. Tesis. Pasca
rendah. sarjana Program studi ilmu peternakan.
Universitas gadjah mada, Yogyakarta.
KESIMPULAN
McIlroy, R.J. 1977. Pengantar Budi Daya Padang
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat Rumput Tropika. Pradnya Paramita.
disimpulkan padametode RAK Faktorial Jakarta.
fermentasi pakan yang di cacah halusmemberikan Mansyur W. 2013. Balai Penyuluhan Kalori,
pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot Bayam Tanaman Sayuran Bergizi Tinggi.
17

EVALUASI KUALITAS DENDENG YANG BEREDAR DI PASARAN


KABUPATEN PEMEKASAN DENGAN METODA UJI SENSORIS

Joko Purdiyanto
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Madura
e-mail : jokopurdiyanto@unira.ac.id, jokopmk@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas dendeng yang paling diminati oleh konsumen di
Kabupaten Pamekasan, sehingga dapat dipakai sebagai pedoman bagi para pengusaha dendeng untuk
pengembangan produk olahannya. Sampel berupa dendeng dari berbagai merek yang dibeli di Toko
Swalayan atau Pasar yang ada di Kabupaten Pamekasan. Dendeng hasil pembelian di pasaran, digoreng
dan disajikan dalam cawan untuk dilakukan uji sensoris di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas
Madura. Jumlah Responden sebanyak 100 orang. Variabel yang dinilai :Tekstur, Warna, Rasa, dan
Aroma. Pengujian Sensoris dengan menggunakan Metoda Hedonic Scale Test, masing-masing merek
dendeng diberi kode dengan tiga angka untuk dilakukan penilaian. Data yang diperoleh dianalisa dengan
menggunakan analisa sidik ragam atau Analisa Varians (Anova) serta dilanjutkan dengan Uji Rentang
Newman-Keuls. Dendeng yang disukai konsumen di Kabupaten Pamekasan adalah dendeng yang
berwarna coklat bersih, beraroma sedap, berasa manis dengan tekstur tidak keras.

Kata Kunci: Kualitas, Dendeng, Uji Sensoris

PENDAHULUAN Sejalan dengan peningkatan pendapatan


Daging adalah salah satu hasil ternak masyarakat, pola konsumsi bahan pangan juga
yang mudah rusak akibat dari komposisi gizinya mengalami perubahan yaitu dari “makan asal
yang baik untuk manusia maupun kenyang” menjadi “makan enak”. Perubahan ini
mikroorganisme. Disamping itu juga daging membawah akibat meningkatnya kesadaran
merupakan bahan pangan asal ternak yang baik konsumen untuk memilih bahan pangan yang
digemari masyarakat karena keragaman yang luas lebih baik mutunya. Oleh karena itu peran
dalam pengolahannya. Sebagaimana bahan penanganan dan pengawetan daging sangat besar
mentah hasil hewani lainnya, daging kalau artinya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
dibiarkan begitu saja, lama-kelamaan akan akan bahan pangan asal ternak sebagai sumber
mengalami perubahan akibat pengaruh-pengaruh protein hewani. Dengan peningkatan konsumsi
fisiologik, mekanik, fisik, kimiawi atau daging, maka tentunya dibutuhkan kenaikan
mikrobiologik. produksi ternak yang akan sejalan dengan
Pengolahan daging bertujuan untuk perkembangan populasi ternak. Hal ini
menambah keragaman pangan sedangkan menunjukkan besarnya tantangan yang dihadapi
pengawetan daging bertujuan untuk oleh pakar-pakar peternakan dalam usaha
memperpanjang masa simpan bahan pangan memenuhi kebutuhan protein hewani.
tersebut. Di dalam pengawetan daging, Permasalahan yang dihadapi di samping
perubahan-perubahan yang sifatnya merusak atau penyediaan pakan ternak, kualitas dan kuantitas
merugikan dihambat, dicegah, dihindari, atau bibit ternak, penyaluran harga sarana produksi
dihentikan sehingga daya guna bahan pangan ini juga masalah penanganan pasca panen.
dapat dipertahankan. Segala usaha yang Pertumbuhan dibidang industri pangan termasuk
dilakukan untuk mengawetkan daging sejak pengolahan hasil ternak khususnya daging akhir-
ternak dipotong sampai kegunaan terakhir oleh akhir ini mulai berkembang dengan pesat yaitu
konsumen disebut teknologi daging. Jadi usaha pengolahan yang bertaraf tradisional secara
teknologi daging mempelajari tentang bagaimana bertahap berkembang menuju industri yang lebih
mengelola dan mengawetkan daging ditinjau dari maju seperti pembuatan dendeng. Sehingga
aspek pengolah, sedangkan dari aspek konsumen banyak ragam dan merek dendeng yang beredar
adalah penyediaan bahan pangan bergizi tinggi di pasaran.
dan enak dimakan.
18 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Dendeng merupakan salah satu bentuk hal stabilitas maupun mutu tidak dapat dicapai
hasil olahan pengawetan daging secara tradisional titik tertinggi dan pada proses pengolahannya
dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat tidak dilakukan pengawasan mutu yang mungkin
Indonesia sejak dulu. Menurut SNI 01-2908-1992 dapat mengecilkan biaya dan menjamin mutu
(Badan Standarisasi Nasional, 1992), dendeng produk akhir.
merupakan produk makanan berbentuk Tujuan penelitian adalah untuk
lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan mengevaluasi kualitas dendeng seperti apa yang
daging segar yang telah diberi bumbu dan paling diminati oleh konsumen di Kabupaten
dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang Pamekasan, sehingga dapat dipakai sebagai dasar
khas, yaitu manis agak asam dan warna yang bagi para pengusaha dendeng untuk
gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. pengembangan produk olahannya.
Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu
menimbulkan bau khas pada produk akhir MATERI DAN METODE
(Purnomo, 1996). Dendeng dapat dikategorikan
Materi
sebagai bahan pangan semi basah (Intermediate
Dendeng dari berbagai merek yang dibeli di
Moisture Food) karena dendeng memiliki kadar
Toko, Swalayan atau Pasar yang ada di
air yang berada dalam kisaran kadar air bahan
Kabupaten Pamekasan Tahun 2014
pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan
semi basah merupakan campuran suatu bahan Metoda
pangan ang pada umumnya ditambah dengan 1. Dendeng hasil pembelian di pasaran, digoreng
bahan pengikat air yang dapat menurunkan daya dan disajikan dalam cawan untuk dilakukan
ikat air produk, sehingga pertumbuhan uji sensoris di Laboratorium Fakultas
mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996). Pertanian Universitas Madura
Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air 2. Jumlah Responden : 100 orang
antara 0,60 sampai 0,91 (Salguero et al, 1994). 3. Variabel yang dinilai :
Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari a. Warna
cara pembuatanya, dendeng dikelompokan b. Rasa
menjadi dendeng iris (slicer) dan giling. c. Aroma
Komposisi bahan yang digunakan dalam d. Tekstur (tingkat kekerasan)
pembuatan dendeng alah daging, gula merah 4. Pengujian Sensoris dengan menggunakan
30%, garam 5%, ketumbar 2%, bawang putih Metoda Hedonic Scale Test. Masing-masing
2%, sendawa 0,2%, lengkuas 1%, dan jinten 1% merek dendeng diberi kode dengan tiga angka.
(Hadiwiyoto, 1994). Selama pembuatan dan Untuk penilaian digunakan skala penilaian :
pengeringan akan terjadi pula pembentukan 9 = sangat suka sekali
komponen-komponen citarasa, yang akan 8 = sangat suka
menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih 7 = suka
6 = sedikit suka
sedap. Bahan yang digunakan dalam pembuatan
5 = medium
dendeng dapat berasal dari daging sapi, kerbau, 4 = sedikit tidak suka
babi, kambing, domba dan ayam; sedangkan yang 3 = tidak suka
lazim terdapat dipasaran adalah dendeng daging 2 = sangat tidak suka
sapi (Purnomo, 1979, 1987). Proses pembuatan 1 = sangat tidak suka sekali
dendeng belum dibakukan karena merupakan seni 5. Metode Analisa
memasak yang bersifat rahasia, tetapi pada Data yang diperoleh dianalisa dengan
dasarnya menyangkut pengirisan daging tipis- menggunakan analisa sidik ragam atau
tipis diikuti dengan perendaman dan Analisa Varians (Anova) serta dilanjutkan
pengeringan. Sifat-sifat yang menguntungkan dengan Uji Rentang Newman-Keuls (Sudjana,
dalam pembuatan secara tradisional ialah bahwa 1989)
produk-produk tersebut disesuaikan benar dengan
kebiasaan-kebiasaan makan dari masyarakat di HASIL DAN PEMBAHASAN
daerah dimana produk itu dibuat dan semua a. Hasil Uji Sensoris Warna Dendeng
produk yang dibuat dengan teknik industri rumah Pengujian sensoris untuk warna dari
akan memberikan kesempatan kerja dalam suatu berbagai merek dendeng dilakukan dengan cara
daerah tertentu. Kerugiannya ialah bahwa dalam
Purdiyanto, Evaluasi Kualitas Dendeng ….19

memberikan penilaian instensitas warna masing- Pengunaan gula kelapa juga mempengaruhi
masing dendeng dengan metoda Hedonic Scale pembentukan warna pada dendeng. Jika kualitas
Test. Perhitungan dengan statistik menggunakan gula yang digunakan baik dalam arti warna
AnalisaVarians, kemudian dilanjutkan dengan gulanya baik dan bersih, maka dendeng yang
pengujian tingkat nyata dengan Uji Rentang dihasilkan juga akan berwarna baik dan bersih.
Newman- Keuls, dengan hasil seperti pada Tabel
1 berikut: b. Hasil Uji Sensoris Aroma Dendeng
Pengujian sensoris untuk aroma dari
Tabel 1. Hasil Analisa Sensoris Warna
Pada Berbagai Merek Dendeng berbagai merek dendeng dilakukan dengan cara
mencium dan memberikan nilai aroma masing-
Kode masing dendeng dengan metoda Hedonic Scale
452 374 168 231 513 625
Sampel Test. Perhitungan dengan statistik menggunakan
452 - - - + + + AnalisaVarians, kemudian dilanjutkan dengan
374 - - - + + + pengujian tingkat nyata dengan Uji Rentang
168 - - - + + + Newman-Keuls, dengan hasil seperti pada Tabel
231 + + + - - - 2 berikut :
513 + + + - - -
Tabel 2. Hasil Analisa Sensoris Aroma
625 + + + - - -
Pada Berbagai Merek Dendeng

Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata Kode


168 513 374 452 231 625
- : Tidak Berbeda Sangat Nyata Sampel
452 : Dendeng Jamila 168 - - - - + +
374 : Dendeng Camilan Madura 1 513 - - - - + +
168 : Dendeng Camilan Madura 2 374 - - - - + +
231 : Dendeng SAE 452 - - - - - -
513 : Dendeng Kultum 231 + + + - - -
625 : Dendeng Pangestu 625 + + + - - -

Hasil analisa sensoris untuk warna pada Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata
enam merek dendeng menunjukkan bahwa ada - : Tidak Berbeda Sangat Nyata
perbedaan kesukaan di dalam warna dendeng, 168 : Dendeng Camilan Madura 2
yaitu Dendeng Jamila, Dendeng Camilan Madura 513 : Dendeng Kultum
1, Dendeng Camilan Madura 2 dengan Dendeng 374 : Dendeng Camilan Madura 1
SAE, Dendeng Kultum, Dendeng Pangestu. 452 : Dendeng Jamila
Untuk Dendeng Jamila, Dendeng Camilan 231 : Dendeng SAE
Madura 1 dan Dendeng Camilan Madura 2 tidak 625 : Dendeng Pangestu
ada perbedaan kesukaan terhadap warna dengan
nilai uji sensoris antara 5, 83 sampai dengan 5,99. Besadarkan uji tingkat kesukaan terhadap
Sedangkan untuk Dendeng SAE, Dendeng aroma dendeng, dari hasil analisa sensoris pada
Kultum, Dendeng Pangestu tidak ada perbedaan enam merek dendeng menunjukkan adanya
kesukaan panelis dengan nilai uji sensoris antara perbedaan kesukaan terhadap aroma, yaitu
6,71 sampai dengan 6,93. Jika dilihat dari skala Dendeng Camilan Madura 1, Dendeng Kultum,
penilaian adalah antara sedikit suka sampai Dendeng Camilan Madura 2, Dendeng Jamila
dengan suka. berbeda dengan Dendeng SAE, Dendeng
Pembentukan warna ini ada hubungannya Pangestu.
dengan adanya penambahan sendawa yang akan Untuk Dendeng Camilan Madura 1,
memberikan pewarnaan yang baik pada daging, Dendeng Kultum, Dendeng Camilan Madura 2,
dendeng yang dihasilkan berwarna lebih menarik Dendeng Jamila tidak ada perbedaan kesukaan
dan stabil. Disamping itu juga dipengaruhi oleh terhadap aroma dengan nilai uji sensoris antara
adanya reaksi maillard yaitu reaksi antara asam 5,80 sampai dengan 6,29. Dan Dendeng SAE,
amino yang ada pada protein daging dengan gula Dendeng Pangestu tidak ada perbedaan kesukaan
reduksi, sehingga terbentuk warna coklat. terhadap aroma dengan nilai uji sensoris 6,85 dan
20 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

6,88. Jika dilihat dari skala penilaian antara enam merek dendeng menunjukkan adanya
sedikit suka sampai dengan suka. perbedaan kesukaan terhadap rasa, yaitu Dendeng
Untuk pembentukan aroma, faktor yang Camilan Madura 2, Dendeng Camilan Madura 1,
berpengaruh adalah bumbu-bumbu yang Dendeng Jamila berbeda dengan Dendeng
ditambahkan pada waktu curing. Seperti Kultum, Dendeng SAE, Dendeng Pangestu.
diketahui di dalam pengolahan tradisional, Untuk Dendeng Camilan Madura 2,
penggunaan bumbu belum ada ketentuannya yang Dendeng Camilan Madura 1, Dendeng Jamila,
pasti baik dalam jumlah maupun jenisnya. tidak ada perbedaan kesukaan terhadap rasa
Penambahan yang berlebih akan menimbulkan dengan nilai uji sensoris antara 5,37 sampai
aroma yang lebih tajam (mencolok). Adanya gula dengan 5,74. Dan Dendeng Kultum, Dendeng
akan memberikan aroma yang khas pada SAE, Dendeng Pangestu tidak ada perbedaan
dendeng, disamping memberikan rasa manis. kesukaan terhadap rasa dengan nilai uji sensoris
Begitu pula penambahan garam dapur dan 6,00 dan 6,51. Jika dilihat dari skala penilaian
rempah-rempah. Penambahan ketumbar akan antara sedikit suka sampai dengan suka. Untuk
memberi aroma yang sedap dan khas disamping
pembentukan rasa, faktor yang berpengaruh
dapat menghilangkan bau anyir dari dendeng.
hampir sama dengan faktor pada aroma adalah
Penambahan jinten, bawang putih, bawang
bumbu-bumbu yang ditambahkan pada waktu
merah, laos akan memberikan aroma yang khas.
curing. Seperti diketahui di dalam pengolahan
tradisional, penggunaan bumbu belum ada
c. Hasil Uji Sensoris Rasa Dendeng
ketentuannya yang pasti baik dalam jumlah
Pengujian sensoris untuk rasa dari
berbagai merek dendeng dilakukan dengan cara maupun jenisnya. Penambahan yang berlebih
mencicipi dan memberikan nilai rasa masing- akan menimbulkan rasa yang lebih tajam
masing dendeng dengan metoda Hedonic Scale (mencolok). Adanya gula akan memberikan rasa
Test. Perhitungan dengan statistik menggunakan yang khas pada dendeng, disamping memberikan
Analisa Varians, kemudian dilanjutkan dengan rasa manis. Begitu pula penambahan garam dapur
pengujian tingkat nyata dengan Uji Rentang dan rempah-rempah. Penambahan ketumbar akan
Newman-Keuls, dengan hasil seperti pada Tabel memberi rasa yang sedap dan khas disamping
3 berikut : dapat menghilangkan bau anyir dari dendeng.
Penambahan jinten, bawang putih, bawang
Tabel 3. Hasil Analisa Sensoris Rasa merah, laos akan memberikan rasa yang khas.
Pada Berbagai Merek Dendeng
d. Hasil Uji Sensoris Tekstur (Tingkat
Kode
168 374 452 513 231 625 Kekerasan) Dendeng
Sampel Pengujian sensoris untuk tekstur (tingkat
168 - - - - + + kekerasan) dari berbagai merek dendeng
374 - - - + + + dilakukan dengan cara menggigit dan
452 - - - - - + memberikan nilai rasa masing-masing dendeng
513 - + - - - - dengan metoda Hedonic Scale Test. Perhitungan
231 + + - - - - dengan statistik menggunakan AnalisaVarians,
625 + + + - - - kemudian dilanjutkan denganpengujian tingkat
nyata dengan Uji Rentang Newman-Keuls,
Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata
dengan hasil seperti pada Tabel 4.
- : Tidak Berbeda Sangat Nyata
Besadarkan uji tingkat kesukaan terhadap
168 : Dendeng Camilan Madura 2
tekstur (tingkat kekerasan) dendeng, dari hasil
374 : Dendeng Camilan Madura 1
analisa sensoris pada enam merek dendeng
452 : Dendeng Jamila
menunjukkan adanya perbedaan kesukaan
513 : Dendeng Kultum
terhadap rasa, yaitu Dendeng Jamila, Dendeng
231 : Dendeng SAE
625 : Dendeng Pangestu Camilan Madura 1, Dendeng SAE berbeda
dengan Dendeng Camilan Madura 2, Dendeng
Besadarkan uji tingkat kesukaan terhadap Pangestu, Dendeng Kultum.
rasa dendeng, dari hasil analisa sensoris pada
Purdiyanto, Evaluasi Kualitas Dendeng ….21

Tabel 4. Hasil Analisa Sensoris Tekstur skala penilaian suka. Warna Dendeng Pangestu
(Kekerasan) Pada Berbagai Merek Dendeng adalah coklat bersih. Untuk uji sensoris tingkat
kesukaan terhadap aroma nilai uji sensorisnya
Kode adalah 6,88 dengan skala penilaian suka dengan
452 374 231 168 625 513
Sampel aroma sedap. Untuk uji sensoris tingkat kesukaan
452 - - - + + + terhadap rasa nilai uji sensorisnya adalah 6,51
374 - - - + + + dengan skala penilaian suka dengan rasa manis.
231 - - - - + + Sedangkan untuk uji sensoris tingkat kesukaan
168 + + - - - - terhadap tekstur (tingkat kekerasan) nilai uji
625 + + + - - - sensorisnya adalah 6,52 dengan skala penilaian
513 + + + - - - tidak keras.
Dendeng yang disukai konsumen di
Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata Kabupaten Pamekasan adalah dendeng yang
- : Tidak Berbeda Sangat Nyata berwarna coklat bersih, beraroma sedap, berasa
452 : Dendeng Jamila manis dengan tekstur tidak keras. Sehingga untuk
374 : Dendeng Camilan Madura 1 produsen dendeng agar produk dendengnya laku
231 : Dendeng SAE di pasaran untuk memperhatikan tingkat
168 : Dendeng Camilan Madura 2 kesenangan konsumen tersebut.
625 : Dendeng Pangestu
513 : Dendeng Kultum
DAFTAR PUSTAKA
Untuk Dendeng Jamila, Dendeng Camilan Aurand, L.W. and Woods, A.E., 1973. Food
Madura 1, Dendeng SAE, tidak ada perbedaan Chemistry. The Avi Publishing
kesukaan terhadap tekstur (tingkat kekerasan) Company.Inc. Wesport, Connecticut.
dengan nilai uji sensoris antara 5,11 sampai Adnan, M., 1982. Aktivitas Air Dan Kerusakan
dengan 5,59. Dan Dendeng Camilan Madura 2, Bahan Makanan.
Dendeng Pangestu, Dendeng Kultum tidak ada
Bambang Kartiko, Pudji Hastuti dan Wahyu
perbedaan kesukaan terhadap rasa dengan nilai uji Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi
sensoris 5,90 dan 6,52. Jika dilihat dari skala Bahan Pangan.
penilaian antara sedikit suka sampai dengan suka.
-----------------------, 1990, Petunjuk Evaluasi
Untuk tekstur (tingkat kekerasan) dari Produk Industri Hasil Pertanian. PAU
keenam dendeng contoh, Dendeng Jamila Pangan Gisi UGM. Jogjakarta
memiliki tekstur yang paling lunak dengan nilai
Edwards, R.A. G.H. Fleet and M. Wooton., 1979.
uji sensoris 5,11 yaitu medium. Tingkat
Food Comodity Science dalam Food
kekerasan dendeng dipengaruhi oleh adanya Science. (Buckle K.A. et al) Watson
kandungan air dalam dendeng. Kandungan air ini Ferquson& Co. Brisbane..
disebabkan oleh faktor-faktor yang
Fenemma, D.R. 1976. Principle of Food Science.
mempengaruhi pengeringan yang berbeda-beda, Marcel Dekker. Inc. New York and
misalnya cuaca, lama pengeringan, penetrasi Basel.
panas. Disamping itu juga bahan makanan seperti
Forrest, J.C; E.D. Arbele; H.B. Hedrik; M.D.
dendeng yang berkadar gula tinggi, sehingga
Juge and R.A. Markel., 1975. Principle
dalam proses pengeringannya mengalami sedikit of Meat Science. WH. Freeman
kesulitan karena air sulit untuk diuapkan karena Company. San Fransisco.
adanya ikatan yang kuat antara gula dan air.
Hadiwijoto, S., 1981. Problema Penggunaan
Garam Nitrit dan Nitrat Pada
KESIMPULAN Pengawetan Daging dalam Almanak
Dari evaluasi kualitas terhadap enam Nuklir Biologi dan Kimia. Pusat Nuklir
merek dendeng, maka dapat diambil kesimpulan Biologi dan Kimia Angkatan Darat.
dendeng yang paling disukai adalah Dendeng Jakarta.
Pangestu. Dengan hasil analisa sebagai berikut : --------------------, 1983. Hasil Hasil Olahan Susu,
untuk uji sensoris tingkat kesukaan terhadap Ikan, Daging dan Telur. Penerbit Liberty
warna nilai uji sensorisnya adalah 6,93 dengan Jogjakarta
22 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Jutono, 1972. Dasar Dasar Mikrobiologi. Sudjana, 2002. Desain Dan Analisis Eksperimen.
Fakultas Peertanian UGM. Jogjakarta. Tarsito Bandung.
Kramer, A and Twigg, B.A. , 1970. Quality Vincent Gaspersz, 1991. Metode Perancangan
Control for The Food Industry. The Avi Percobaan Untuk Ilmu Ilmu Pertanian,
Publishing Company.Inc. Wesport, Ilmu Ilmu Teknik, Biologi. Armico
Connecticut. Bandung.
Price, J.F. and B.S. Schweiqert., 1971. The Winarno, F.G. dan Betty Sri Laksmi Jenie., 1982.
Science of Meat And Meat Product. WH. Kerusakan Bahan Pangan Dan Cara
Freeman and Company. San Fransisco. Pencegahannya. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu Dan Teknologi Daging.
Gadjahmada University Press.
Jogjakarta.
23

POTENSI LIMBAH AMPAS TAHU SEBAGAI SUMBER PAKAN


TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN PAMEKASAN
KABUPATEN PAMEKASAN

Suparno dan Moh. Muhlasin


Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Madura
e-mail: suparno66@rocketmail.com, muhlasin_2015@gmail.com

Abstrak
Tujuan dari Penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui jumlah ampas tahu yang dihasilkan oleh 24 (dua
puluh empat) pabrik tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan; (2) untuk mengetahui potensi
ampas tahu sebagai sumber pakan ternak sapi potong di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei. Penelitian dilakukan pada 24 pabrik
tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan mulai tanggal 18 Juni sampai dengan 17 Juli 2015.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu (1) Jumlah limbah tahu yang dihasilkan oleh 24 pabrik
tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan sebanyak 42376,6 kg (limbah padat) dan 92401,9
kg (limbah cair); (2) Potensi sebagai pakan konsentrat untuk ternak sapi 1.895,59 ST (hijauan sedang
sampai tinggi) atau 3.811,56 ST (hijauan rendah).

Kata Kunci: Limbah Ampas Tahu, Pakan Ternak

PENDAHULUAN Pamekasan terdapat 24 (dua puluh empat) pabrik


tahu yang terdapat (1) Desa Bettet sebanyak 8
Di Indonesia terdapat lebih dari 12.000
(delapan) pabrik tahu; (2) Teja Timur sebanyak 5
jenis kacang-kacangan, diantaranya adalah
(lima) pabrik tahu; (3) Teja Barat sebanyak 3
kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kapri,
(tiga) pabrik tahu; (4) Kolpajung sebanyak 3
koro, dan kedelai. Kacang kedelai adalah salah
(tiga) pabrik tahu; (5) Bugih sebanyak 1 (satu)
satu tanaman polong-polongan yang menjadi
pabrik tahu; (6) Nyalabu Laok sebanyak 1 (satu)
bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur
pabrik tahu; (7) Nyalabu Daya sebanyak 1 (satu)
seperti kecap, tahu, dan tempe. Konsumsi
pabrik tahu; (8) Jungcangcang sebanyak 1 (satu)
masyarakat yang tinggi terhadap kedelai berupa
pabrik tahu, dan (9) Kangenan sebanyak 1 (satu)
tempe dan tahu menyebabkan banyak pabrik-
pabrik tahu. Adanya 24 (dua puluh empat) pabrik
pabrik tempe dan tahu didirikan di Indonesia.
tahu, akan menghasilkan limbah berupa ampas
Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang
tahu yang melimpah, harganya pun masih sangat
kedelai yang difermentasikan dan diambil
murah. Menurut Joie (2010) pemanfaatan ampas
sarinya. Tahu adalah makanan yang banyak
tahu sangat efektif pada sapi potong. Sapi yang
mengandung protein nabati. Tahu merupakan
diberi pakan ampas tahu akan mengalami
salah satu bahan pangan yang mudah di jumpai
perubahan berat badan yang lebih cepat.
dalam kehidupan kita sehari-hari. Banyak
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu
produsen tahu di indonesia, mulai dari tingkat
dilakukan penelitian tentang potensi limbah
usaha kecil dan menengah hingga produsen yang
ampas tahu sebagai sumber pakan ternak sapi
mempunyai pabrik tahu, fakta tersebut juga
potong di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
secara tidak langsung menyebabkan surplus
Pamekasan. Tujuan dari Penelitian ini (1) untuk
produksi ampas tahu atau sisa dari pembuatan
mengetahui jumlah limbah ampas tahu yang
tahu. Ampas tahu belum banyak di manfaatkan
dihasilkan oleh 24 (dua puluh empat) pabrik
sebagian besar orang menganggap ampas tahu
tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
sebagai limbah yang tidak berguna, oleh sebab itu
Pamekasan, (2) untuk mengetahui potensi limbah
ampas tahu kurang mempunyai nilai ekonomis.
ampas tahu sebagai sumber pakan ternak sapi
Saat ini banyak peternak yang
potong di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
memanfaatkan ampas tahu sebagai pakan
Pamekasan.
tambahan bagi ternak sapi potong selain
konsentrat. Di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
24 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

MATERI DAN METODE narasumber adalah pemilik pabrik Kabupaten


Pamekasan.
Penelitian ini merupakan penelitian survei
2. Data sekunder merupakan data penelitian
yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan
yang diperoleh peneliti secara tidak langsung.
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
Data tersebut diperoleh dari BPS (Badan
atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
Pusat Statistik), data di desa.
obyektif. Penelitian dilakukan pada 24 pabrik
Analisis data guna menjawab masalah dan
tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
tujuan penelitian yang telah diajukan, dirumuskan
Pamekasan mulai tanggal 18 Juni sampai dengan
17 Juli 2015. Pemilihan lokasi penelitian digunakan teknik analisis sebagai berikut :
ditentukan secara sengaja (purposive) dengan 1. Untuk menjawab tujuan penelitian mengenai
alasan ; (1) Kecamatan Pamekasan Kabupaten jumlah ampas tahu yang dihasilkan 24 pabrik
Pamekasan khususnya di desa Bettet, Teja Timur, tahu dianalisis dengan menggunakan
Teja Barat, Kolpajung, Bugih, Nyalabu Laok, deskriptif.
Nyalabu Daya, Jungcangcang, dan Kangenan 2. Menjawab tujuan penelitian kedua, dianalisis
banyak berdiri pabrik tahu, (2) Kecamatan dengan :
Pamekasan Kabupaten Pamekasan belum pernah Kemampuan sapi mengonsumsi bahan kering
ada penelitian yang sama. perhari
Populasi dalam penelitian ini adalah = × 6,25 kg
seluruh pabrik tahu yang mempunyai potensi
a. Asumsi sapi diberi hijauan berkualitas
limbah ampas tahu sebagai sumber pakan ternak
sapi potong di Kecamatan Pamekasan Kabupaten sedang sampai tinggi 40% × BK ransum
Pamekasan yang berjumlah 24 (dua puluh empat) (kg), Ampas tahu segar ═ % BK ampas tahu
pabrik tahu, karena populasi pabrik tahu kecil, × BK konsentrat (kg).
maka populasi pabrik tahu menjadi sampel. b. Asumsi sapi diberi hijauan berkualitas
Berdasarkan penelitian, pabrik tahu yang rendah sampai tinggi 55% × BK ransum
terdapat di Kecamatan Pamekasan Kabupaten (kg), Ampas tahu segar ═ % BK ampas tahu
Pamekasan di 9 (sembilan) desa. Data pabrik × BK konsentrat (kg).
tahu sebagai berikut :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pabrik Tahu Di Kecamatan Pamekasan
Keadaan Umum Kecamatan Pamekasan
Jumlah Pabrik Kecamatan Pamekasan merupakan salah
No Desa
Tahu
satu Kecamatan dari 13 Kecamatan di Kabupaten
1 Bettet 8
2 Teja Timur 5 Pamekasan Propinsi Jawa Timur. Secara
3 Teja Barat 3 administrasi Kecamatan Pamekasan memiliki
4 Kolpajung 3 batas - batas wilayah sebagai berikut :
5 Bugih 1  Utara : Kecamatan Palengngaan
6 Nyalabu Laok 1
7 Nyalabu Daya 1  Selatan : Kecamatan Tlanakan
8 Jungcangcang 1  Barat : Kecamatan Proppo
9 Kangenan 1  Timur : Kecamatan Pademawu
Jumlah 24
Secara geografis Kecamatan Pamekasan
Data yang digunakan dalam penelitian ini
terletak pada ketinggian 15 meter dari permukaan
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu data primer dan
laut dengan curah hujan 180 mm/tahun dan suhu
sekunder.
udara rata - rata 29 C. Jumlah penduduk di
1. Data primer merupakan sumber data
Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan
penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber aslinya tanpa melalui perantara. Data sebanyak 85.797 jiwa yang terdiri dari laki - laki
primer diambil melalui survey lokasi dan 45.407 jiwa, dan perempuan 47.220 jiwa dengan
wawancara langsung dengan responden. jumlah kepala keluarga 23.593 KK (BPS
Dalam penelitian ini yang menjadi Kecamatan Pamekasan, 2014).
Suparno, Potensi Limbah Ampas Tahu …25

Populasi Ternak Kabupaten Pamekasan pada tahun 2014 dapat


dilihat pada Tabel dibawah ini.
Populasi ternak sapi potong menurut desa
dan jenis ternak di Kecamatan Pamekasan

Tabel 2. Populasi Ternak Besar Menurut Desa dan Jenis Ternak


di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan 2014

Jenis Ternak (ekor)


Desa/Kelurahan
Sapi Perah Sapi Potong Kuda Kerbau
1 Teja Barat - 502 - -
2 Teja Timur - 294 - -
3 Jalmak - 191 - -
4 Laden - 71 - -
5 Panempan - 138 2 -
6 Kangenan - 452 1 -
7 Patemon - 8 - -
8 Barurambat Kota - 19 - -
9 Parteker - 0 - -
10 Jungcangcang - 121 1 -
11 Bettet - 253 - -
12 Nyalabu Laok - 142 1 -
13 Nyalabu Daya - 241 - -
14 Bugih - 202 2 -
15 Gladak Anyar - 188 - -
16 Kolpajung - 205 1 -
17 Kowel - 305 - -
18 Toronan - 296 - -
Jumlah 0 3,628 8 0
Sumber : Dinas Peternakan 2014

Pada Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Pengalaman Responden Dalam Usaha Pabrik
populasi ternak sapi potong di 9 (sembilan) desa Tahu
dan 9 (sembilan) kelurahan di Kecamatan Pengalaman usaha semakin tinggi maka
Pamekasan Kabupaten Pamekasan yang paling semakin tinggi pula motivasi, sebaliknya semakin
tinggi populasi sapi potong berada di desa Teja rendah pengalaman usaha, maka semakin rendah
Barat sebanyak 502 ekor sapi potong, sedangkan pula motivasi usaha. Mereka yang memiliki
pada kelurahan Parteker tidak terdapat peternakan pengalaman usaha akan semakin meningkatkan
sapi potong. motivasi kerja, yang pada akhirnya
memperlihatkan keberhasilan dalam kegiatan
Karakteristik Umur Responden usaha pabrik tahu (Christian dkk, 2011).
Umur responden pengusaha pabrik tahu di Pengalaman usaha pabrik tahu responden di
Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan
yang paling muda adalah 30 tahun dan hanya 1 yang paling lama berdasarkan penelitian yang
orang responden dengan persentase 4,16 %, dilakukan di 24 pabrik tahu yaitu 6 - 10 tahun
sedangkan yang paling tua adalah 60 tahun dan dengan jumlah responden sebanyak 8 orang
hanya 2 orang responden dengan persentase 8,33 responden dengan presentase 33,33 % .
% dan umur responden paling banyak menjadi
pengusaha pabrik tahu terdapat pada usia 35 – 39 Pendidikan Responden
tahun sebanyak 8 responden dengan persentase Tingkat pendidikan merupakan salah satu
33,33 %. faktor yang perlu di perhatikan karena
26 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

mempengaruhi tingkat keberhasilan seseorang menjalankan tugasnya sehari - hari, juga


dalam hidupnya. Pendidikan responden merupakan jaminan bagi kelangsungan hidup
Pengusaha Pabrik Tahu di Kecamatan Pamekasan karyawan dan keluarganya. Ongkos tenaga kerja
Kabupaten Pamekasan mayoritas tamat SMA dan buruh pabrik tahu di Kecamatan Pamekasan
tidak sekolah sebanyak 8 orang responden dengan Kabupaten Pamekasan perhari perorang
presentase 33,33 %. tergantung pada tahu yang dibuat dipabrik tahu
setiap hari. Biasanya sekitar Rp.15.000,-
Pendapatan Responden
Pembelian Kedelai
Pendapatan merupakan jumlah
penghasilan riil dari seluruh anggota rumah Kedelai merupakan bahan dasar dalam
tangga yang disumbangkan untuk memenuhi pembuatan tahu yang mengandung zat organik
kebutuhan bersama maupun perorangan dalam tinggi (Kasyanto, 1987). pembelian kedelai di
rumah tangga. dari 24 pabrik tahu di Kecamatan Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan
Pamekasan Kabupaten Pamekasan ada 12 pabrik ada yang langsung dari pabrik, dan ada yang
yang mempunyai pendapatan kecil yaitu antara langsung dari distributor. Membeli kedelai yang
Rp 200.000,- sampai dengan Rp 400.000,- langsung dari pabrik langsung ada 6 orang
sebesar 50 %. Pendapatan yang kecil disebabkan responden dengan presentase 25 % sedangkan
pengelolaan kedelai yang diolah menjadi tahu yang melalui distributor berjumlah 18 orang
kecil.
responden dengan presentase 75 %.

Tanggungan Keluarga Responden


Tahu Yang Dihasilkan
Jumlah tanggungan keluarga adalah
Tahu adalah gumpalan protein kedelai
banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
yang diperoleh dari hasil penyaringan kedelai
istri, dan anak, serta orang lain yang turut serta
yang telah digiling dengan penambahan air.
dalam keluarga berada atau hidup dalam satu
Rata-rata kedelai perhari yang digunakan oleh 24
rumah dan makan bersama yang menjadi
pabrik tahu sebanyak 153,8 kg yang
tanggungan kepala keluarga. Tanggungan
keluarga pengusaha pabrik tahu paling tinggi menghasilkan rata-rata produksi tahu 4,45
jumlahnya adalah 7 orang tanggungan dengan cetakan, harga/cetakan Rp 21.000,-. Dari 4,45
jumlah responden 6 orang dengan presentase 25 cetakan menghasilkan tahu 30,15 dengan harga 1
% dari 24 responden, terendah yaitu jumlah potong tahu Rp 1.000,-
tanggungan keluarga 3 orang dengan jumlah
responden 2 orang dengan presentase 8,33 %. Limbah Yang Dihasilkan
Limbah industri tahu pada umumnya
Tenaga Kerja Responden dibagi menjadi 2 (dua) bentuk limbah : (a) limbah
Tenaga kerja adalah setiap orang yang padat (ampas tahu) merupakan hasil sisa perasan
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan bubur kedelai; (b) limbah cair tahu adalah limbah
barang dan atau jasa baik untuk memenuhi yang ditimbulkan dalam proses pembuatan tahu
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. dan berbentuk cairan yang akan menimbulkan
Tenaga kerja responden di Kecamatan Pamekasan gangguan terhadap kesehatan karena
Kabupaten Pamekasan dari data diatas dapat kita menghasilkan zat beracun atau menciptakan
ketahui bahwa yang paling banyak yaitu 8 tenaga media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau
kerja dengan responden sebanyak 2 orang kuman lainnya yang merugikan baik pada produk
responden dengan persentase 8,33 % dan tahu sendiri maupun tubuh manusia bila dibiarkan
terendah jumlah tenaga kerja di pabrik tahu yaitu (Auliana, 2012). Rata- rata limbah pabrik tahu di
2 tenaga kerja dengan jumlah responden yaitu 2 Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan
orang dengan presentase 8,33 %.
yang dihasilkan dari 24 pabrik tahu, limbah padat
sebesar 42.376,6 kg dan limbah cair sebesar
Ongkos Tenaga Kerja
92.401,9 kg dengan rata- rata limbah padat pabrik
Ongkos / upah tenaga kerja sangat besar tahu 1765.7 Kg, sedangkan rata - rata limbah cair
pengaruhnya terhadap para pekerja dalam pabrik tahu 3.850,8 kg.
Suparno, Potensi Limbah Ampas Tahu …27

Bahan Kering selain digunakan untuk tempe, sebagian


digunakan sebagai pakan ternak, khusus ternak
Bahan kering adalah bahan yang
sapi sebagai pakan konsentrat, baik diberikan
terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan
tunggal atau dicampur dengan dedak. Komposisi
airnya (Tillman et al., 1991). Ampas tahu padat
nutrisi/kimia ampas tahu dapat dilihat pada Tabel Menurut (NCR, 1984), yang disadur oleh
dibawah ini. Arsyad. A. H, (2012) kebutuhan bahan kering
(BK) satu satuan ternak (1 ST) sapi potong dalam
Tabel 3. Komposisi Nutrisi/Kimia Ampas Tahu satu tahun dimana kebutuhan bahan kering adalah
6,25 kg/hari atau 2,28 ton/tahun, untuk sapi
Ampas Tahu
Nutrisi dengan berat hidup mencapai 500 kg. Untuk
Basah (%) Kering (%) ternak sapi di indonesia pada umumnya tiap 1 ST
Bahan. Kering 14,69 88,35 memiliki kisaran berat hidup 200 - 250 kg. Jadi
Protein Kasar 2,91 23,39 kebutuhan pakan/bahan kering minimum untuk 1
Serat. Kasar 3,76 19,44 ST selama satu tahun dapat berbeda-beda,
Lemak kasar 1,39 9,96 tergantung berat hidup sapinya.
Abu 0,58 4,58 Sapi Madura memiliki kisaran berat badan
BETN 6,05 30,48 300 kg dan pada pemeliharaan kondisi baik untuk
perlombaan mampu mencapai lebih 500 kg, dan
Sumber : (Suprapti, 2005) rata - rata bobot sapi 450 kg (Wijono, 2004).

Tabel 4. Potensi Ampas Tahu Padat Sebagai Bahan Pakan


Potensi (ST)
NO Nama Pabrik Tahu BK Hijauan Hijauan
(Kg) Kualitas Sedang Kualitas
Sampai Tinggi Rendah
1 UD. Rajawali 35,39 14,16 10,32
2 UD. Dua Putri 35,54 14,24 10,36
3 UD. Sumber Rejeki 55,25 22,1 16,11
4 UD. Mawar 94,10 37,7 27,44
5 UD. Sumber Murni 78,43 31,37 22,87
6 UD. Anugrah 36,33 14,53 10,59
7 UD. Putri Ayu 117,92 47,17 34,38
8 UD. Sejahtera 35,39 14,16 10,32
9 UD. Maju Jaya 113,52 45,41 33,1
10 UD. Sumber Makmur 26,50 10,6 7,72
11 UD. Kurnia 35,26 14,11 10,28
12 UD. Putri Kembar 78,28 31,31 22,82
13 UD. Bahagia 36,33 10,59 14,53
14 UD. Barokah 35,26 10,28 14,11
15 UD. Anukra 67,46 19,67 26,98
16 UD. Mandiri 5041,10 1469,71 2016,5
17 UD. Kurnia Abadi 35,37 10,31 14,15
18 UD. Bintang Jaya 34,30 10 13,72
19 UD. Buya Jaya 42,13 12,31 16,89
20 UD. Dua Sekawan 35,39 10,32 1416
21 UD. Jaya 19,88 5,8 7.95
22 UD. Fajar Bahari 78,43 22,87 31,37
23 UD. Dua Putra 21,52 6,28 8,61
24 UD. Makmur Sejahtera 36,33 10,59 14,53
Jumlah 6.225,32 1.895,59 3.811,56
Sumber : Data primer yang diolah, 2015
28 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Pada Tabel dapat dilihat bahwa bahan sedang sampai tinggi) adalah 3.811,565 ST
kering (BK) ampas tahu sebagai bahan pakan (pakan hijauan rendah).
ternak di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
Pamekasan yang dihasilkan dari 24 pabrik tahu DAFTAR PUSTAKA
sebanyak 6.225,32 kg. Bahan kering paling tinggi Arsyad, A., H. 2012. Analisis Potensi Daya
terdapat di pabrik tahu UD. Mandiri 5.041,1 kg Dukung Pengembangan Peternakan
BK, mempunyai potensi sebagai pakan ternak Sapi Potong Di Kabupaten Pohuwato.
sapi sebesar 1.469,71 ST (diberi hijauan Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu
berkualitas sedang sampai tinggi) atau 2.016,15 Pertanian Universitas Negeri
ST (diberi hijauan berkualitas rendah), sedangkan Gorontalo. Gorontalo.
bahan kering paling rendah terdapat di pabrik Auliana, Rizqie. 2012. Pengolahan Limbah Tahu
tahu UD. Bintang Jaya yaitu 19,88 kg BK Menjadi Berbagai Produk Makanan.
mempunyai potensi sebagai pakan ternak sapi Yogyakarta.
sebesar 5,8 ST (diberi hijauan berkualitas sedang Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2011.
sampai tinggi) atau 7,95 ST (diberi hijauan Laporan Tahunan. Dinas Peternakan
berkualitas rendah). Potensi limbah ampas tahu Provinsi Jawa Timur. Surabaya.
padat sebesar 6.225,32 kg BK sebagai pakan Suprapti, Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Edisi
konsentrat ternak sapi dapat mencukupi 1.892,59 Teknologi Pengolahan Pangan.
ST (apabila diberi hijauan berkualitas sedang Kanisius, Yogyakarta.
sampai tinggi) atau 3.811,56 ST (apabila diberi Tillman, A. D.,S, Reksohadiprodjo, S.
hijauan berkualitas rendah) . Prawirokusumo, H. Hartadi dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan
KESIMPULAN Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
1. Jumlah limbah ampas tahu yang dihasilkan 24
pabrik tahu sebayak 42.376,6 kg limbah padat Wijono Didi, B dan Setiadi Bambang. 2004.
dan 92.401,9 kg limbah cair. Potensi Dan Keragaman Sumberdaya
Genetik Sapi Madura Loka Penelitian
2. Produksi limbah tahu padat sebagai pakan Sapi Potong Grati, Pasuruan Dan Balai
ternak sapi 1.895,59 ST (pakan hijauan Penelitian Ternak Bogor.
29

PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI BIBIT MADURA


MELALUI PENDEKATAN ONE TAMBON ONE PRODUCT (OTOP)
DI PULAU MADURA

Farahdilla Kutsiyah
Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam STAIN Pamekasan
e-mail: keindahanmaduraku@gmail.com

Abstrak
Penelitian bertujuan mengekplorasi potensi budaya sapi sonok dan pemanfaatannya untuk pengembangan
agribisnis sapi bibit madura melalui pendekatan OTOP. Penelitian dilaksanakan di Desa Dempo Barat
Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan. Jenis data sebagian besar deskriptif yang digali melalui
eksplorasi, observasi, studi pustaka dan indept interview (wawancara mendalam). Data dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Strategi pengembangan
agribisnis sapi bibit madura melalui pendekatan OTOP meliputi village breeding centre, penyuluhan,
pendampingan, pertanian terpadu, pengembangan budidaya mengkudu, inovasi teknologi merujuk
kelembagaan peternak, corporate farming ala madura, kerajinan & inovasinya terkait dengan sapi sonok,
complete feed, home industri jamu sapi, koperasi peternak, penguatan kelembagaan sapi sonok, plot 10
peternak unggulan, pemasaran, evaluator, identifikator & fasilitator, pengolahan mengkudu, rekording &
pendataan surat keterangan layak bibit/SKLB, pasar tradisional, desa wisata budaya sapi sonok dan
penguatan kelembagaan petani (2) Desa yang bisa diplot untuk target OTOP tahap pertama di Desa
Dempo Barat Kecamatan Pasean. Disarankan (1) Pemda memplot dalam renja SKPD (satuan kerja
perangkat daerah/RKPD (rencana kerja pembangunan daerah) lingkup ekonomi untuk mengalokasikan
anggaran bagi desa yang menjadi target OTOP (2) Kreatifitas dan inovasi dalam pengembangan
agribisnis sapi bibit madura harus selalu digali oleh semua SKPD dan pihak-pihak terkait untuk
memunculkan kegiatan-kegiatan baru yang aplikatif dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kata Kunci: Sapi Madura, bibit, agribisnis, OTOP

PENDAHULUAN Ketiga, banyaknya pemotongan sapi betina


produktif. Keempat, minimnya pengolahan pasca
Kondisi saat ini yang melingkupi
panen (pengolahan produk) untuk sapi
pembangunan sapi potong di Pulau Madura
penggemukan, sehingga nilai tambah (added
penekanannya hanya pada aspek budidaya, begitu
value)nya rendah, kondisi ini juga menyebabkan
pula dengan pembibitan sapi madura. Fakta yang
harga komoditas ini sangat fluktuatif (Kutsiyah et
paling nampak dapat dilihat dari empat hal.
al., 2009). Sapi potong dijual dalam bentuk ternak
Pertama, sistem agribisnis (hulu hingga hilir) sapi
hidup. Kelima, hingga saat ini terbentuknya pasar
potong tidak berkembang. Secara umum sasaran
tradisional masih sangat minim, Banyak desa
pendekatan agribisnis adalah optimalisasi
yang tidak memiliki pasar sehingga mereka
pemanfaatan sumberdaya. Dengan pendekatan
membutuhkan biaya lebih besar untuk menjual
agribisnis ditangani seluruh aspek siklus
produknya, sehingga yang banyak terlihat
produksi, secara seimbang dalam satu paket
pedagang perantara (Heryadi, 2008).
kebijakan yang masif sejak pengadaan dan
Oleh karena itu, pembangunan sapi potong
penyaluran sarana produksi, kegiatan budidaya,
khususnya Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit
pengolahan dan pemasaran (Bappeda Pamekasan,
Madura di pedesaan di Pulau Maduradiharapkan
2015). Hasil penelitian PSP-IPB, (1995) terkait
mengarah pada agrobisnisyang mempunyai nilai
perspektif pengembangan agribisnis, ditunjukkan
tambah tinggi, tidak hanya terfokus pada
oleh besarnya potensi nilai tambah pada masing-
budidaya atau onfarm saja. Selain itu juga
masing sub sistem agribisnis, dengan kisaran
diperlukan pembangunan sikap mental dan
manufaktur sarana produksi 12%, budidaya 9%,
budaya masyarakat peternak breeder menjadi
pengolahan/agroindustri 17%, perdagangan besar
berorientasi pasar dan industri, sehingga sektor
/ grosir 21%, pengecer 23% dan distribusi 18%.
peternakan dapat menjadi penggerak utama
Kedua, tidak adanya penerapan recording ternak
(primemover) bagi perekonomian wilayah. Untuk
dan surat keterangan layak bibit belum tersedia,
30 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

itu Desa sentra sapi bibit Madura harus diubah di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean
menjadi desa industri berbasis sapi bibit madura. Kabupaten Pamekasan. Pertimbangannya bahwa
Salah satu alternatif pengembangan kedua kecamatan tersebut merupakan daerah
agribisnis sapi bibit madura bisa melalui sentra sapi sonok dan memiliki populasi sapi
pendekatan OTOP (one tambon one product). Madura bibit yang tergolong kategori tinggi di
Pendekatan ini merupakan gerakan masyarakat Pulau Madura serta budaya sapi sonok
yang mengembangkan potensi yang dimiliki menginternalisasi masyarakatnya. Di samping itu
daerah secara terintegrasi untuk meningkatkan di wilayah ini performan sapi Madura tercakup
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dalam kategori unggul. Sebagai penjelasan
sekaligus meningkatkan rasa percaya diri serta budaya sapi sonok sangat berkontribusi dalam
kebanggaan akan kemampuan sendiri dan melanggengkan ketersediaan sapi Madura unggul.
daerahnya. OTOP sebagai suatu pendekatan Di samping itu di wilayah ini performan
pembangunan dari dalam yang memanfaatkan sapi Madura tercakup dalam kategori unggul.
sebesar-besarnya potensi wilayah sebagai modal Sebagai penjelasan budaya sapi sonok sangat
dasar dengan tetap menjaga kelestarian berkontribusi dalam melanggengkan ketersediaan
lingkungan, sehingga dapat mengembangkan sapi Madura unggul. Kegiatan penelitian ini
kearifan local setempat dan dengan mendorong berdasarkan tujuannya merupakan penelitian
berkembangnya industri. eksploratif, yaitu penelitian yang bermaksud
Sebagai penjelasan, konsep ini sebenarnya mengekplorasi potensi budaya sapi sonok dan
mereplikasi keberhasilan masyarakat dan pemanfaatannya untuk pengembangan agribisnis
pemerintah Jepang dan Thailand yang sudah sapi bibit madura. Jenis data sebagian besar
membuktikan kehandalan model satu desa satu deskriptif yang digali melalui eksplorasi,
komoditas yang dibangun berdasarkan observasi, studi pustaka dan indept interview
keunggulan komparatifnya. Di Negara jepang, (wawancara mendalam).
konsep ini dikenal dengan istilah one village one
commodity (OVOC) atau one village one product PEMBAHASAN
(OVOP) sementara di Thailand, program sejenis Konsep One Tambon One Product (OTOP)
dikenal dengan nama one tambon one product OVOP pertama kali dicetuskan oleh
atau OTOP (Burhanuddin, 2008). Morihiko Hiramatsu saat menjabat sebagai
OTOP sangat layak diterapkan untuk Gubernur Perfektur Oita di timur laut Kyushu,
pengembangan sapi bibit Madura di Pulau Jepang. Selama 6 periode (24 tahun) masa
Madura karena (1) setiap wilayah pedesaan yang jabatannya, gerakan OVOP melaju pesat
menjadi sentra pembibitan sapi madura umumnya memberikan kontribusi sangat besar bagi
memiliki kekhasan tersendiri dalam menghasilkan pembangunan di wilayah ini. Penerapan OVOP
komoditas ini karena kondisi alam, budaya cocok ini bertujuan untuk mengembangkan produk yang
tanam, modal sosial, SDA, dan SDM masyarakat. mampu bersaing di pasar global dengan tetap
Sifat unik wilayah atau kawasan tersebut layak menekankan pada nilai tambah lokal dan
dikembangkan (2) Keterbatasan faktor sosial - mendorong semangat menciptakan kemandirian
ekonomi masyarakat Pulau Madura. Jika ditilik masyarakat. Ketika itu OVOP dicanangkan
secara seksama dari dulu hingga sekarang, sebagai kebijakan dalam rangka mengatasi
masalah aspek sosiocultural yang melingkupi masalah depopulasi yang disebabkan generasi
peternak adalah : penjualan sapi umur 1-2 bulan, muda yang meninggalkan daerah asalnya dan
mati mocok dan tingginya proporsi penggaduh menyebabkan lesunya industri setempat (Triharini
sapi (3) SDM adalah faktor kendala paling utama et al., 2014).
pembangunan peternakan di Pulau Madura. Di Thailand, program sejenis
diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri
MATERI DAN METODE Thaksin Shinawatra yang terinspirasi dan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan kemudian mengadopsi program tersebut untuk
Februari sampai April 2014. Penentuan lokasi dikembangkan lebih lanjut dengan nama One
ditetapkan secara sengaja (purposive) dilakukan Tambon One Product (OTOP). Tambon dalam
bahasa setempat berarti kecamatan, sehingga
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….31

OTOP dikenal sebagai suatu konsep atau program yang memiliki kekhasan dan keunikan lokal (3)
untuk menghasilkan satu jenis komoditas atau penekanan pada pengembangan SDM (Human
produk unggulan yang berada dalam suatu resource development) (Matsushima, 2012).
kawasan tertentu. Pengertian kawasan dalam hal Penerapan OTOP di Indonesia
ini bisa meliputi suatu areal wilayah dengan dilaksanakan melalui program Kementerian
luasan tertentu yang dalam hal ini adalah wilayah Perindustrian sejak tahun 2008 untuk
kecamatan (Burhanuddin, 2008). mengembangkan potensi industri kecil dan
Dalam OVOP yang menonjol adalah menengah pada berbagai sektor, termasuk di
terintegrasinya semua lembaga terkait, masing- antaranya sektor kerajinan. Sepuluh wilayah yang
masing dengan kapasitasnya kedalam suatu dipilih oleh Pemerintah untuk dikembangkan
perencanaan terfokus. Memanfaatkan sumberdaya dengan pendekatan OVOP yaitu: Purwakarta
dan fasilitas yang tersedia, produk lokal yang (gerabah/keramik hias), Tasikmalaya (anyaman),
dihasilkan dengan pendekatan ini harus didorong Pekalongan (tenun dan anyaman akar wangi),
untuk mampu memberikan nilai tambah dengan Boyolali (kerajinan tembaga), Bantul
bantuan teknis dan pemasaran yang memadai. (gerabah/keramik hias), Kulonprogo (anyaman),
Tidak kalah pentingnya penekanan pada Bangli (anyaman bambu), Tabanan
kerjasama antar berbagai kalangan untuk (gerabah/keramik hias), Lombok Barat
meningkatkan kreativitas dan inovasi para pelaku (gerabah/keramik hias), dan Lombok Tengah
usaha mengembangkan produk unggulan spesifik (anyaman rotan) (Cahyani, 2013). Ini tidak berarti
lokasi hingga mencapai kualitas tertentu yang di Indonesia penerapannya tidak hanya
mampu bersaing di pasar global (Pasaribu, 2011). dikotakkan pada aspek pengolahan produk tetapi
perluasan ke aspek agribisnis sangat layak untuk
komoditas dikelola dengan basis diterapkan. Seperti yang dipaparkan Prayudi
sumberdaya lokal namun berdaya (2008), latar belakang munculnya OTOP ada tiga
saing global
yaitu: pertama, adanya konsentrasi dan kepadatan
populasi di perkotaan sebagai akibat pola
urbanisasi dan menimbulkan menurunnya
kemandirian dan penekanan pada populasi penduduk di pedesaan. Kedua, untuk
kreativitas pengembangan SDM
dapat menghidupkan kembali gerakan dan
pertumbuhan ekonomi di pedesaan, maka perlu
Gambar 1. Prinsip Dasar Dalam Konsep OTOP dibangkitkan suatu roda kegiatan ekonomi yang
sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan dengan
Tiga prinsip dasar dalam konsep OTOP
cara memanfaatkan potensi dan kemampuan yang
yang sesungguhnya bisa diterapkan dalam
ada didesa tersebut serta melibatkan para tokoh
komoditas apapun. Ketiga prinsip dasar tersebut
masyarakat setempat. Ketiga, mengurangi
adalah : (1) komoditas dikelola dengan basis
ketergantungan masyarakat desa yang terlalu
sumberdaya lokal namun berdaya saing global
tinggi terhadap pemerintah daerah maupun
(Think globally, act locally). Setiap wilayah
pemerintah pusat.
dianugerahi beragam sumberdaya, oleh karena itu
Dengan kata lain tujuan OTOP
memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan
tidak menggunakan sumberdaya dari luar.
1. Sebagai terobosan untuk menggerakkan
produksi dengan mengembangkan produk
Sumberdaya local tersebut diolah sehingga dapat
khas lokal
menghasilkan produk yang dapat dipasarkan baik
lokal maupun global (2) kemandirian dan 2. Mendorong pemanfaatan sumberdaya lokal
kreativitas (Self reliance and creativity) yang (alam, manusia, teknologi)
berkesinambungan. Usaha ini dilakukan secara 3. Salah satu alternatif pengembangan
mandiri dengan kreativitas, inovasi, ketekunan, agroindustri di perdesaan atau industri kecil &
dalam meracik potensi sumberdaya yang menengah
dimilikinya. Masyarakat setempat yang 4. Memudahkan koordinasi hubungan yang
menentukan produk mana yang dikembangkan saling mengkait antar elemen dari hulu ke hilir
32 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

(antar SKPD) untuk mengolah sawah/tegalan sudah banyak


5. Memajukan ekonomi daerah tergantikan dengan traktor. Tidak kalah
6. Terintegrasinya semua lembaga terkait, pentingnya ternak sapi memberikan kontribusi
masing-masing dengan kapasitasnya kedalam sangat signifikan bagi tabungan masyarakat dan
suatu perencanaan terfokus wajah perekonomian masyarakat dari dulu hingga
Langkah-langkah operasional untuk sekarang. Tercatat pengeluaran sapi sangat besar
pelaksanaan OTOP mencakup pemilihan produk yaitu tahun 1926, ± 80.000 ekor sapi
unggulan spesifik lokal, mengidentifikasi potensi diperdagangkan ke luar Madura, sepuluh tahun
dan kendala yang dihadapi jika akan terakhir mengisi permintaan ± 24% dari
mengembangkan produk tersebut hingga mampu penawaran sapi potong di Jawa Timur (Kutsiyah,
meningkatkan kualitas dan menembus pasar 2012a). Sementara tahun 2014 ini populasinya
global, melaksanakan kegiatan pengembangan sapi di Pulau Madura sebesar 878.669 ekor (lihat
(pengolahan dan pemasaran) untuk memperoleh Tabel 1 populasi masing-masing per Kabupaten).
nilai tambah dan meningkatkan pendapatan, dan Tabel 1. Populasi Sapi di Pulau Madura
melaksanakan evaluasi untuk meningkatkan Tahun 2014
kekuatan produk dan kinerja usaha.
Populasi (ekor)
No Kabupaten
Pulau Madura Sebagai Pulau Sapi Jantan Betina Total
Tahun 2012 Pemerintah provinsi Jawa 1 Bangkalan 82.259 90.317 172.576
Timur memplot bahwa Pulau Madura akan 2 Sampang 73.360 109.766 183.126
dijadikan sebagai Pulau sapi. Kondisi tersebut 3 Pamekasan 149.855
insya Allah akan terwujud dengan prasyarat 4 Sumenep 78.986 294.126 373.112
adanya kesungguhan pemerintah melalui Total 878.669
penerapan program/kegiatan, insentif dan
Sumber: Dispet se Madura (2014)
pendekatan kebijakan serta pendampingan yang
berkelanjutan untuk mencerdaskan peternak (ilmu Sungguhpun begitu, pendapatan dari
dan keterampilannya) baik dari aspek pembibitan, pemeliharaan sapi tersebut cukup rendah, karena
manajeman pakan, penggemukan, pengolahan tidak terlepas dari karakteristik petani di Pulau
produk, penerapan pertanian terpadu hingga Madura, yakni faktor manajemen pemeliharaan
pembangunan pedesaan berbasis agribisnis. kurang memadai, interval jarak beranak sapi
Potensi sapi luar biasa di Pulau Madura, madura di Pulau Madura kurang efisien,
baik ditinjau dari jumlah populasinya, pertambahan bobot badan harian rendah,
kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat, kelembagaan pemasaran sangat tidak efisien, dan
hingga keberadaannya terinternalisasi dalam agroindustri sapi potong sangat tidak
kehidupan masyarakat Pulau garam ini, tidak berkembang. Sebenarnya sapi madura adalah sapi
hanya dari aspek ekonomi tetapi juga sosial dan unggul, breed (bangsa) sapi potong lokal ini
budaya. Dalam peta peternakan regional dan sangat toleran terhadap stres akibat iklim ekstrim,
nasional Pulau Madura merupakan wilayah padat tahan terhadap serangan caplak, sangat adaptif
ternak dengan tingkat kepadatan sangat tinggi untuk lingkungan Madura (daya adaptasi sangat
(1,002 ekor/ha). Bahkan untuk Pulau Sapudi tinggi terhadap lingkungan), kualitas dagingnya
tingkat kepadatannya 303 ekor/km2. Tidak kalah bagus dan kulitnya disinyalir terbaik di dunia.
pentingya juga, bahwa sapi madura adalah salah Disamping itu, sapi madura mempunyai respon
satu bangsa sapi lokal dari tiga bangsa sapi lokal yang baik terhadap perbaikan pakan serta tahan
yang dimiliki Indonesia. terhadap pakan dengan kandungan serat kasar
Dari aspek ekonomi dari dulu hingga saat tinggi. Sungguhpun begitu hingga saat ini
ini mayoritas orang Madura sebagai petani, pertambahan bobot badan (PBB) dan bobot badan
disinilah keberadaan sapi benar-benar ada dan (BB) dewasa sapi madura lebih kecil daripada
menjadi bagian penting. 700 tahun yang lalu ia sapi impor, PBB berkisar 200 – 700 gram perhari
dimanfaatkan untuk membajak sawah dan dengan capaian bobot badan dewasa 250-700 kg
begitula saat ini meskipun porsi penggunaannya (Kutsiyah, 2012b).
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….33

Sentra Pembibitan Sapi Madura di wilayah tersebut. Performan populasi sapi


Sentra pembibitan Sapi Madura lokal (Madura) tergolong unggul dengan bobot
tekonsentrasi di pulau Sapudi dan wilayah sentra badan kisaran 350-600 kg dengan dan
sapi sonok. Pulau Sapudi ditetapkan oleh populasinya sapi bibitnya tinggi.
pemerintah sebagai daerah konservasi bagi
pemurnian plasma nutfah (sumberdaya genetik) Budaya Sapi Sonok Memapankan Ketersedia-
Sapi Madura, juga dikenal sebagai sumber bibit an Sapi Madura Unggul
sapi kerap atau istilah penduduk setempat adalah Sejak diperkenalkan pertama kali pada
kiblat sapi kerap. Karakter wilayah ini khas tahun 1960 an hingga saat ini, kontes sapi sonok
terlekat dengan sapi, populasi sapi mendekati sangat bermanfaat dalam memperbaiki mutu
jumlah penduduk dan setiap KK memiliki 2 genetik sapi madura atau minimal mengurangi
hingga 10 ekor. Hasil PSPK tahun 2011 populasi kecenderungan seleksi negatif, karena prinsip
sapi sebanyak 39.997 ekor atau 303 ekor/km2, dasar dari kesenian ini adalah penerapan seleksi
dengan pengeluaran ternak sekitar 4.000-8.000 ternak. Performan sapi jantan yang memiliki
kualitas unggul dapat dijadikan pejantan/
ekor per tahun. Sementara data hasil sensus
pemacek, sementara performan sapi betina
pertanian tahun 2013 populasinya meningkat
unggulan dijadikan sapi sonok (Kutsiyah, 2012b;
menjadi 41.371 ekor (Kutsiyah, 2015).
2014a).
Ketersediaan pakan ternak di Pulau Sapudi
Sebagian besar metode seleksi yang
ini tidak melimpah, bahkan pada musim kemarau
diterapkan di sentra sonok didasarkan pada
ditemui sapi kurus tidak bisa berdiri (empon),
performans tetua atau moyangnya, dan seleksi
karena kekurangan pakan. Tidak mengherankan berdasarkan uji performan. Untuk menjadi sapi
di wilayah ini didominasi sebagai peternak bibit, sonok, sapi madura betina yang diseleksi dan
sapi dipelihara untuk diambil keturunannya, dipilih dari sapi taccek/sapi pajangan. Kriteria
sementara untuk penggemukan terkendala pakan. seleksi mencakup bentuk tubuh, warna bulu,
Pilihan mereka menjual, menjual dan menjual, tanduk, kuku, kesehatan sapi, tingkat
umur 4-7 bulan biasanya sudah dijual. Jika pertumbuhannya berdasarkan umur, tingkah laku
pedetnya betina dan memiliki performan bagus dan silsilah keluarganya( Nurlaila et al., 2011).
akan dipelihara sebagai calon induk. Jarang Semakin jinak dan terlihat mudah dilatih akan
ditemui peternak memelihara sapi jantan dewasa semakin cepat sapi tersebut dijadikan sapi sonok.
sebab pakan tidak tersedia cukup, sementara Sapi yang tidak terpilih sebagai sapi sonok
kalau sapi betina diberi pakan seadanya tetap menjadi sapi induk biasa (Gambar 1).
beranak sehingga dapur mereka masih mengepul Secara spesifik cara mendapatkan bibit
(Kutsiyah, 2015). sapi sonok adalah: (1) silsilah, seleksi yang
Wilayah sentra sapi sonok tersebar di tiga didasarkan pada reputasi yang ditunjukkan oleh
kabupaten yakni Pamekasan, Sumenep dan nenek moyang sapi yang bersangkutan, yakni asal
Sampang. Di Sentra sapi sonok di Kabupaten usul pejantan dan asal usul betina (jika ada); (2)
Pamekasan berada di wilayah Ex Karesidenan seleksi eksterior/penampilan sapi yang
dilaksanakan berdasarkan kriteria seleksi seperti
Waru yang mencakup empat kecamatan, yaitu
di uraikan sebelumnya (Kutsiyah, 2012b).
Kecamatan Waru, Kecamatan Pasean, Kecamatan
Budaya sapi sonok mencakup sapi
Pakong dan Kecamatan Batumarmar. sementara
pajangan, kolom taccek, warung taccek, kontes
di Sumenep berada di Kecamatan Lenteng,
sapi sonok dan pembibitan-pemeliharaan sapi
Gending, Rubaruh, Guluk-guluk, Batu putih dan
sonok (Kutsiyah, 2015)
Ambunten, sementara di Sampang berada di
Kecamatan Sokobanah (Kutsiyah, 2015; 2014b).
Sebagai justifikasi bahwa sentra sapi
sonok adalah wilayah sentra sapi bibit Madura
dapat dilihat pada profil desa-desa yang terdapat
34 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Sapi Madura

Sapi Taccek/Phajangan

Sapi Jantan Sapi Betina

Pejantan Unggul Sapi Potong Sapi Sonok

Gambar 2. Proses Pemilihan Sapi Sonok di Ex Kawedanan Waru

Sentra Sapi Sonok Sebagai Target Pengem- dihalaman rumah sudah bisa dilaksanakan.
bangan Sapi Bibit Madura Melalui Pendekat- b. Kegiatan kolom taccek untuk satu
an OTOP perkumpulan digelar dua minggu sekali,
Desa yang bisa diplot untuk target OTOP sehingga diperkirakan pertemuan kolom
tahap pertama untuk wilayah sentra sapi sonok taccek di desa ini antara 2-3 kali per
sebaiknya di Desa Dempo barat Kecamatan minggu. Ditambah lagi untuk daerah lain
Pasean. Desa ini mencakup sepuluh dusun yakni pelaksanaan kolom taceek bisa
Karang Tenga, Toroy, Pandian, Duwa’ Pote, dipengaruhi musim, seperti musim
Kembang, Patemon, Kanten, Bence’, Jurang tembakau, sementara untuk desa ini kolom
Dalem, dan Potreh. taccek tetap digelar meskipun musim
Desa Dempo Barat dapat dikatakan cukup tembakau, karena justru pertemuan itu
unik, khas dan memiliki potensi besar untuk untuk melepas kepenatan dengan bercocok
dijadikan wilayah pengembangan agribisnis sapi sapi.
bibit Madura karena Wilayah ini memiliki banyak c. Tempat memajang sapi dimiliki per
kelebihan yakni: kepala keluarga (KK). Untuk sapi sebagai
1. Sebagai salah satu barometer pengembangan bercocok tanam taccek dibuat ala
sapi Madura di Pulau Madura kadarnya, sementara khusus sapi sonok
2. Budaya sapi sonok terinternalisasi dalam dibuat dari cor dan dihiasi pohon-
kehidupan masyarakat sehingga wilayah ini pohonan. Jika dirujuk dari jumlah
dapat dijadikan pengungkit hadirnya ekonomi penduduk di Desa ini 5793 jiwa, yakni
kreatif berbasis pertunjukan. laki-laki 2727 laki-laki dan 3.066
a. Frekuensi kegiatan even sapi taccek dan perempuan, dengan jumlah KK sebanyak
kontes sapi sonok teratur dan mudah 1.563 (BPS Kab Pamekasan, 2013). Ini
ditemui di desa ini. Tempat pelaksanaan berarti ada 1.153 KK yang memiliki sapi
perkumpulan sapi taccek ini di lapangan dengan asumsi kepemilikan setiap KK
dan halaman rumah penduduk. Banyak sebanyak 2 ekor. Kepemilikan sapi 2-8
lapangan tersedia untuk kegiatan kontes ekor per KK, rataaan per KK 2 orang.
dan kolom taccek. Pelaksanaannya d. Adanya Paguyuban sapi sonok. Lembaga
berpindah-pindah dari kelompok-ke ini memiliki pengaruh yang kuat di
kelompok lain. Dempo ada 10 dusun, lingkup wilayah sentra sapi sonok, oleh
Setiap dusun memiliki kelompok kecil, karena itu paguyuban tersebut bisa
Setiap dusun ada 2-3 kelompok kecil dijadikan pengkoordinasi dan perantara
dengan anggota minimal 24 orang. agar para peternak menerapkan recording
Pelaksanaannya secara bergiliran pada sapi.
setiap kelompok, jadwalnya tergantung e. Desa asal pencetus sapi sonok. Keaslian
pada kecamatan dan kabupaten. untuk budaya ini terjamin, ketika tahun 90-an
taccek tidak harus lapangan karena sapi sonok dilombakan di Pulau Madura,
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….35

hanya desa ini yang tidak mau Tabel 2. Populasi Sapi di Desa Dempo Barat
mengadakan lomba, tetapi tetap dalam Kecamatan Pasean Tahun 2013
bentuk kontes. Kondisi ini dilatarbelakangi Jumlah Jumlah
Dusun Dusun
dari wasiat pencetus kesenian yang (ekor) (ekor)
melarang sapi sonok diadu atau Potreh 241 Toroy 187
dilombakan. Jurang Dalam 218 Karang Tenga 201
f. Adanya warung taccek. Patemon 324 Kembang 248
g. Yang memproduksi pengangguy (pakaian Duwe’ Pote 267 Janten 268
Pandian 158 Bancek 194
dan pernak-pernik ) untuk sapi sonok ada
di Dempo barat kecuali Pangonong di Batu Jumlah 2.306
Putih Sumenep. Pangangguy ini mencakup
hiasan kepala, hiasan kaki, leher dan tubuh Sumber: Hasil Sensus Tahun 2013
sapi.
h. Keunikan perilaku peternak, budaya sapi m. Pengembangan infrastruktur akan mudah
sonok mendarah daging di wilayah ini, dilaksanakan. Lahan tersedia mudah dan
setiap hari pasti ditemui hal-hal yang murah sehingga untuk membangun
berkaitan dengan kesenian ini, seperti saat infrastruktur sangat mudah dilaksanakan
seseorang membeli sapi sonok, dalam n. Letak giografis, meskipun jauh tetapi
perjalanan pulang ke rumah pemilik jalannya mudah dan sudah bagus
(pembeli tersebut) diringi saronen dan o. Dempo barat dibagi atas bagian barat
dilanjutkan dirumahnya, kemudian tanpa dan bagian timur. Wilayah barat
diundang masyarakat sekitarnya datang daerahnya kering dan sulit air, dengan
sendiri kondisi tersebut tanaman yang paling
i. Populasi sapi sangat padat, berdasarkan tahan panas adalah mengkudu. Daun dan
hasil sensus tahun 2013, jumlah sapi di buahnya digunakan untuk pakan ternak.
desa ini yakni sebanyak 2.306 ekor Setiap lahan tanah atau setiap KK pasti
(proporsi sapi betina 95,6%). Sebagai ada pohon mengkudu.
keterangan tambahan Jumlah penduduk p. Kecamatan Pasean dikelilingi oleh Waru
6.230 dan jumlah KK 1.855 (data tahun dan Batumarmar. Potensi perikanan di
2013) dengan Luas wilayah 758,8 ha kecamatan Pasean dan Batumarmar dan
j. Manajeman pembibitan-pemeliharaan Waru sebagai kawasan Rupanandur.
tergolong cukup optimal. banyak ditanam Oleh karena itu nantinya diharapkan bisa
mengkudu, daunnya digunakan sebagai membangkitkan industri kreatif di
pakan ternak khususnya pada musim masyarakat, seperti kerajinan, kuliner,
kemarau jasa yang berbasis sumberdaya lokal.
k. Performan populasi sapi lokal (Madura)
tergolong unggul dengan bobot badan Strategi Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit
kisaran 350-600 kg Madura Melalui Pendekatan OTOP
l. Konsentrasi peternak terampil dalam OTOP sebagai suatu gerakan masyarakat
manajeman produksi dan reproduksi yang membutuhkan partisipasi semua pihak
banyak tersedia. Untuk mengetahui (lembaga terkait) dari hulu ke hilir. Sebagai
peternak terampil dalam aspek perawatan penegasan kembali, dalam pendekatan OTOP
dapat dilihat dari performan produksi dan yang menonjol adalah terintegrasinya semua
reproduksi sapi. Dari aspek tersebut ciri- lembaga terkait, masing-masing dengan
cirinya sangat mudah dilihat: tubuh bagus, kapasitasnya kedalam suatu perencanaan
wajah cantik, badannya gemuk dan terfokus. Memanfaatkan sumber daya dan
berkembangbiak. Tiga unsur ini melekat fasilitas yang tersedia, produk lokal yang
dengan peternak di Desa Dempo Barat, hal dihasilkan dengan pendekatan OTOP harus
ini dapat dibuktikan bahwa daerah-daerah didorong untuk mampu memberikan nilai tambah
lain seperti Waru, Sumenep, Pakong, dengan bantuan teknis dan pemasaran yang
Sampang pasti mencari bibit-bibitnya dari memadai dari pihak ketiga (perusahaan penghela)
wilayah ini. serta perlu melakukan banyak strategi terapan
36 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

(applied strategies) untuk mendorong 1. Pemantauan pelaksanaan pembibitan untuk


peningkatan usaha ekonomi. Diantara yang menghasilkan keturunan unggulan: (bibit
menonjol adalah kerjasama antar berbagai unggul dan pejantan unggul = keturunan
kalangan untuk meningkatkan kreativitas dan unggul dalam upaya grading up sapi Madura
inovasi para pelaku usaha mengembangkan dengan sapi Madura untuk menghasilkan
produk unggulan spesifik lokasi hingga mencapai bobot badan dewasa sapi Madura 400-800 kg)
kualitas tertentu yang mampu bersaing di pasar 2. Aplikasi semen cair
global (Burhanuddin, 2008). 3. Pemantauan sebagai barrier masuknya bangsa
Oleh karena itu untuk pengembangan sapi non madura
agribisnis sapi bibit Madura perlu terintegrasinya 4. Pendampingan untuk terbentuk dan
semua lembaga (SKPD) dan pihak-pihak lainnya berkembangnya kelembagaan perbibitan
dalam menggiring dan menerapkan dari hulu ternak rakyat
hingga hilir. Adapun strategi yang bisa dilakukan Merujuk peraturan Dirjen Peternakan
dapat dilihat pada Gambar 3. nomor 07007/HK.030/F/05/2008 tentang
petunjuk teknis pembibitan ternak rakyat bahwa
pemilihan lokasi VBC menurut peraturan tersebut
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
(a)tidak bertentangan dengan rencana umum tata
ruang (RUTR) dan rencana detail tata ruang
daerah (RDTRD) setempat; (b)merupakan daerah
padat ternak dan atau daerah pengembangan
ternak disuatu wilayah yang memiliki potensi
sumber daya alam, sumber daya manusia dan
sosial budaya untuk mendukung penyediaan bibit
bermutu; (c)lokasi mudah dijangkau,
terkonsentrasi dalam satu kawasan sehingga
mutasi ternak dapat dikendalikan; (d)tersedia
sarana dan prasarana perbibitan dan petugas
teknis peternakan.
Gambar 3. Strategi Ppenerapan OTOP Adapun program pemuliaan dan
mekanisme pembibitan ternak rakyat yakni
Village Breeding Centre pogram pemuliaan di VBC dilaksanakan dengan
Bibit ternak mempunyai peranan penting pendekatan ”program pemuliaan inti terbuka”
dalam usaha agribisnis peternakan. (Open Nucleus Breeding Scheme) dan ”program
Pengembangan perbibitan merupakan langkah pemuliaan Inti tertutup” (Close Nucleus Breeding
strategis untuk pemenuhan kebutuhan bibit ternak Scheme). Sementara mekanisme pembibitan
di dalam negeri, sekaligus mengurangi ternak di VBC merujuk petunjuk teknis
ketergantungan bibit impor. Salah satu langkah pembibitan ternak rakyat. Untuk penerapan
strategis untuk memenuhi kebutuhan bibit adalah prinsip-prinsip manajemen pemeliharaan bibit
dengan membentuk, membina dan ternak di VBC mengacu pada pedoman
mengembangkan pembibitan ternak rakyat pembibitan ternak yang baik.
(Village Breeding Centre atau VBC).
Di sub sistem hulu (off farm I) penyediaan Pertanian Terpadu
bibit sapi selama ini sebagian besar (diduga Sistem pertanian terpadu merupakan satu
sekitar 95%) masih dilakukan oleh peternak sistem yang menggunakan ulang dan mendaur
rakyat, sisanya oleh perusahaan perbibitan. ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai
Berdasarkan hal tersebut, seharusnya kegiatan mitra, menciptakan suatu ekosistem yang meniru
perbibitan ini yang dilakukan oleh peternakan cara alam bekerja. Intinya, pertanian pada
rakyat, perlu di intervensi oleh pemerintah agar hakekatnya merupakan pertanian yang mampu
produksinya berdaya saing. menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya
Oleh karena itu perlu dilakukan: sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi
terjadi secara seimbang.
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….37

Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan Satu Tahun Satu Kelahiran


produktivitas yang tinggi dan keberlanjutan Program Intan Satu Saka (inseminasi
produksi yang terjaga secara efektif dan efisien. buatan satu tahun satu kelahiran) adalah program
Pola pertanian terpadu (integrative/ yang pertama kali digagas oleh Dispet Pamekasan
agrotechnopark) merupakan suatu metode tahun 2008. Melalui program ini peternak
pertanian dengan cara memanfaatkan lahan yang mendapatkan pendampingan dari Dinas
tersedia seoptimal mungkin untuk menghasilkan Peternakan Kabupaten melalui petugas
produk pertanian yang beragam dengan kualitas inseminator, pemeriksa kebuntingan, ATR.
tinggi. Metode ini biasanya dilakukan dengan Program Satu Saka ini berlaku bagi semua ternak
cara konvensional, yaitu limbah peternakan pemilik sapi betina produktif baik yang
tertentu didaur ulang secara maksimal sebagai dikawinkan melalui inseminasi buatan maupun
sumber masukan energi untuk melakukan kawin alam.
aktivitas pertanian lainnya agar menjadi bahan Program ini bisa diharapkan
yang bisa dimanfaatkan kembali atau bahan pakai memperpendek jarak kelahiran sapi menjadi 12
(Zero Waste). Dalam penerapannya, teknologi bulan (melahirkan satu tahun satu kali). Kondisi
tepat guna diaplikasikan untuk menunjang ini sangat menguntungkan bagi peternak karena
terlaksananya seluruh aktivitas sehingga dalam 5 tahun 1 ekor induk bisa berkembang
menghasilkan produk pertanian dan peternakan menjadi 5 ekor bahkan 8 ekor sapi. Disamping
yang berjalin kelindan. dapat meningkatkan pendapatan peternak.

Desa Wisata Budaya Sapi Sonok Corporate Farming


Kelembagaan (budaya) yang terinternali- Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya
sasi dalam kehidupan masyarakat di sentra sapi kawasan dapat terlaksana, apabila ada organisasi
sonok adalah kegemaran terhadap kontes sapi petani yang kuat, yang dapat mengayomi
sonok dan sapi pajangan dalam bentuk kolom kepentingan petani dalam upaya peningkatan
taccek (perkumpulan sapi pajangan). Keduanya produktivitas usaha, sehingga pada akhirnya
sebagai pertunjukan yang menarik untuk ditonton mereka memiliki ketahanan pangan yang baik.
(Kutsiyah, 2012a). Corporate Farming (CF) merupakan salah satu
Dengan adanya desa wisata budaya sapi alternative kelembagaan yang cocok untuk itu.
sonok akan menjadi pengungkit ekonomi kreatif. Dalam hal ini, petani serta usaha agribisnis dan
Sebagai penjelasan UNDP mendefinisikan agroindustri berskala kecil membutuhkan
ekonomi kreatif merupakan bagian integratif dari organisasi yang dapat memperjuangkan nasib
pengetahuan yang bersifat inovatif, pemanfaatan mereka dalam konteks pemikiran dan konsep
teknologi secara kreatif, dan budaya. agribisnis. Organisasi petani tersebut perlu
Menumbuhkembangkan desa wisata dibangun dalam dimensi integrasi vertikal sistem
budaya sapi sonok adalah cara patas karena agribisnis serta mampu memberikan layanan
sekaligus lima keuntungan yang bisa diraih. untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
pelaku usaha agribisnis dalam hal manajemen dan
Pertama, pemicu hadirnya ekonomi kreatif di
kewirausahaan, modal, dan teknologi, melalui
sentra sapi sonok. Kedua, optimalisasi budaya
penciptaan mekanisme hubungan antara pelaku
sapi sonok, ini berarti semakin melanggengkan
(dan calon pelaku) usaha agribisnis dengan
ketersediaan sapi madura unggul. Ketiga, village
berbagai kelembagaan penunjang lain
breeding centre mudah diterapkan, sebab setiap
(Sudaryanto dan Jamal, 2000).
dusun memiliki koordinator wilayah dalam
Kelebihan dari upaya ini adalah adanya
penaungan paguyuban sonok. Keempat, kesatuan manajemen sebagai pengelola, sehingga
pertanian terpadu (agrotechnopark) akan lebih variasi antar petani dalam mengelola usahanya
berhasil karena adanya pendampingan untuk dapat diperkecil, dan memacu petani untuk lebih
terwujudnya desa wisata yang mengharuskan optimal memanfaatkan sumberdaya yang ada
desa sapi sonok dibuat menarik, indah dan disekitarnya. Corporate Farming dimaknai
memberi kenangan bagi wisatawan. Kelima, sebagai bentuk kerjasama ekonomi dari
corporate farming “ala Madura” insya Allah sekelompok petani dengan orientasi agribisnis
mudah diterapkan, karena menggunakan konsep melalui konsolidasi pengelolaan lahan
taneyan lanjang (Kutsiyah, 2015). sehamparan dengan tetap menjamin kepemilikan
38 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

lahan pada masing-masing petani, sehingga sapi sonok, Plot 10 peternak unggulan,
efisiensi usaha, standarisasi mutu, dan efektivitas Pemasaran, Evaluator, Identifikator &
serta efisiensi manajemen pemanfaatan sumber fasilitator, Pengolahan mengkudu, Rekording
daya dapat dicapai (Sudaryanto dan Jamal, 2000). & Pendataan Surat keterangan layak
bibit/SKLB, Pasar Tradisional, desa wisata
Evaluator, Identifikator & Fasilitator budaya sapi sonokdan Penguatan
Disini perlunya Bappeda (a) mengoptimal- kelembagaan petani
kan dukungan dan Koordinasi yang solid 3. Desa yang bisa diplot untuk target OTOP
diantara institusi pemerintah (b) konsistensi tahap pertama untuk wilayah sentra sapi
perencanaan pembangunan ekonomi yang sonok sebaiknya di Desa Dempo barat
berbasis masyarakat dan dengan pelaksanaannya Kecamatan Pasean karena cukup unik, khas
bertahap (c) identifikasi permasalahan dan memiliki potensi besar untuk dijadikan
pengembangan OVOP pada masing-masing desa wilayah pengembangan agribisnis sapi bibit
target (d) mengidentifikasi potensi sumberdaya Madura.
alam yang mendukung munculnya produk
unggulan dan turunannya (e) terintegrasinya DAFTAR PUSTAKA
semua lembaga terkait, masing-masing dengan Bakorwil Pamekasan. 2014. Hasil Rapat
kapasitasnya kedalam suatu perencanaan Koordinasi Konsepsi Pulau Madura
terfokus. sebagai Pulau Sapi. Badan Koordinasi
Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan
Koperasi Peternak IV. Pamekasan.
Manfaat pembentukan koperasi peternak Burhanuddin. 2008. Pemanfaatan Konsep
sapi bibit Madura sebagai berikut: Kawasan Komoditas Unggulan Pada
1. Pengelolaan dan pengembangan Village Koperasi Pertanian. Infokop Volume 16:
Breeding Centre (VBC) menjadi usaha 143-154
pembibitan sapi Madura Cahyani RS. 2013. Pendekatan One Village One
2. Unit Pengelolaan Pupuk Organik menjadi Product (OVOP) Untuk Meningkatkan
pabrik pupuk organik skala kecil Kreativitas Umkm Dan Kesejahteraan
3. Pengembangan HMT (hijauan makanan Masyarakat
ternak) menjadi usaha penyediaan bibit HMT Heryadi, AY. 2008. Exizting condition keragaan
4. Mini Feed Mill menjadi pabrik complete feed agribisnis sapi potong di Kabupaten
skala kecil Pamekasan
Kutsiyah, Farahdilla. 2012a. Kelembagaan dan
Pembibitan Sapi Potong di Pulau Madura.
KESIMPULAN Karya Putra Darwati, Bandung.

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: Kutsiyah, Farahdilla. 2012b. Analisis Pembibitan
Sapi Potong di Pulau Madura. Volume 22
1. Salah satu alternatif pengembangan agribisnis
nomor 3. Wartazoa. 113-126.
sapi bibit madura bisa melalui pendekatan
OTOP (one tambon one product), yang Kutsiyah, Farahdilla. 2014a. Pembibitan sapi
intinya terintegrasinya semua lembaga terkait, Potong di Kabupaten Pamekasan. Paparan
Rapat Koordinasi Pelestarian Sapi Lokal
masing-masing dengan kapasitasnya (hulu-
Madura. Bakorwil Pemerintahan dan
hilir) kedalam suatu perencanaan terfokus Pembangunan Pamekasan. 25 November
untuk pengembangan sapi bibit Madura. 2014.
2. Strategi pengembangan Agribisnis sapi bibit
Kutsiyah, Farahdilla. 2014b.Sapi Madura:
Madura melalui pendekatan OTOP meliputi Pembibitan, Budaya, & Ekonomi Kreatif.
Village Breeding Centre, Penyuluhan, Makalah seminar regional Sapi Madura:
pendampingan, Pertanian Terpadu, pembibitan dan Ekonomi Kreatif. Fakultas
Pengembangan Budidaya Mengkudu, Inovasi Pertanian Program Studi Peternakan
teknologi merujuk kelembagaan peternak, Universitas Madura. 15 Oktober 2014
Corporate Farming ala madura, kerajinan & Kutsiyah, Farahdilla. 2015. Sapi Sonok dan
inovasinya terkait dengan sapi sonok, Karapan Sapi: Budaya Ekonomi Kreatif
Complete Feed, Home Industri jamu sapi, Masyarakat Madura. Plantaxia,
Koperasi peternak, Penguatan kelembagaan Yogyakarta.
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….39

Matsushima K. 2012. One Village one Product Sudaryanto, Tahlim dan Erizal Jamal. 2000.
movement. Ministry of industrialization. Pengembangan Agribisnis Peternakan
JICA. Melalui Pendekatan Corporate Farming
untuk Mendukung Ketahanan Pangan
Nurlaila, Selvi dan Farahdilla Kutsiyah. 2012.
Nasional. Seminar Nasional Peternakan
Potret Selintas Sapi Sonok di Eks
dan Veteriner, Bogor.
Kawedanan Waru Kabupaten Pamekasan.
Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 9:23-32. Triharini, Meirina, Dwinita Larasati, dan R.
Susanto. (2012). “Pendekatan One Village
Pasaribu, Sahat. 2011. Pengembangan Agro
One Product (OVOP) untuk
Industri Perdesaan dengan pendekatan
Mengembangkan Potensi Kerajinan
One Village One Product (OVOP).
Daerah: Studi Kasus Kerajinan Gerabah
Forum Penelitian Agro Ekonomi,
di Kecamatan Plered, Kabupaten
Volume 29 No. 1: 1-11
Purwakarta“, ITB J. Vis. Art &Des, Vol.
6, No. 1:28-41.
40 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
41

MODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU


PROPINSI SULAWESI SELATAN

Yudi Adinata, L. Affandhy, dan A. Rasyid


Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan
e-mail : lukmansingosari@gmail.com, ainurrasyid@gmail.com

Abstrak
Makalah ini berupa suatu gagasan pada kegiatan model pembibitan Sapi Bali di Instalasi Pembibitan
Rakyat di Dusun Langkap, Desa Pau-Pau Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru dalam rangka
rencana pembuatan rancang bangun pembibitan Sapi Bali di usaha pembibitan sapi potong rakyat sebagai
penyedia bakalan sapi potong, khususnya di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Sapi Bali merupakan
salah satu aset nasional dibidang peternakan yang mempunyai potensi yang besar sehingga
keberadaannya perlu dilestarikan dan populasi serta produktivitasnya perlu ditingkatkan serta mempunyai
peranan sosial ekonomi yang penting bagi masyarakat peternak maupun pemerintah Kabupaten Barru.
Namun dalam usaha pembibitan Sapi Bali terutama di wilayah Sulawesi Selatan mengalami
permasalahan, yaitu Sapi Bali telah mengalami penurunan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh yang
diduga disebabkan oleh seleksi negatif, dan inbreeding sehingga menimbulkan masalah seperti biaya
produksi dapat meningkat, menimbulkan keadaan tidak efisien dari sistem produksi Sapi Bali secara
keseluruhan. Diperlukan suatu pola pembibitan Sapi Bali yang sesuai dengan kondisi agroekosistem di
Kabupaten Barru, dengan harapan dapat diperoleh setelah pelaksanaan model pembibitan Sapi Bali di
Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan berupa a) pejantan unggul untuk memperbaiki mutu Sapi Bali
di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, b) sapi dara bibit unggul untuk replacement (pengganti)
Sapi Bali di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, dan c) peningkatan populasi dan produktivitas
Sapi Bali secara umum di masa mendatang. Kegiatan model pembibitan Sapi Bali dapat dilakukan
melalui a) mempelajari karakteristik Sapi Bali, b) meningkatkan mutu genetik populasi sapi melalui
program seleksi dan sapi bibit harus memenuhi standar ukuran statistik vital tertentu, c) perlu
mempelajari teori dasar peningkatan mutu genetik d) pola teknis pembibitan dengan menggunakan sistem
Open Nucleus Breeding Scheme dan e) rekording dan manajemen pemeliharaan sapi. Disimpulkan
bahwa kualitas bibit ternak yang baik dapat dihasilkan melalui prosedur seleksi dan pengaturan
perkawinan yang mengikuti prosedur Ilmu Pemuliaan Ternak.

Kata Kunci: Sapi Bali, Model Pembibitan Rakyat, Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN diatas permukaan laut (mdpl). Wilayah tersebut


Kondisi Alam di Kabupaten Barru berada disepanjang timur Kabupaten sedangkan
Kabupaten Barru merupakan salah satu toppgrafi wilayah bagian barat dengan ketinggian
Kabupaten di Sulawesi Selatan yang mempunyai 0 sampai 20 mdpl berhadapan dengan selat
wilayah yang terbentang dipesisir selat Makassar, makassar.
membujur dari arah selatan ke utara sepanjang Berdasarkan tipe iklim dengan metode
kurang lebih 78 Km. Kabupaten Barru secara zone agroklimatologi yang berdasarkan pada
geografis terletak pada Koordinat 4’0,5’49” bulan basah (curah hujan lebih dari 200
sampai 4’47’35” Lintang selatan dan mm/bulan) dan bulan kering (curah hujan kurang
119’35’0” sampai 119’49’16” Bujur Timur yang dari 100 mm/bulan), di Kabupaten Barru terdapat
mempunyai luas wilayah ± 1.174,72 km2 seluas 71,79 % wilayah (84.340 Ha) dengan tipe
(117.427 Ha), dengan batas wilayah sebagai iklim C yakni mempunyai bulan basah berturut-
berikut : sebelah selatan dengan Kabupaten turut kurang dari 2 bulan (April sampai dengan
Pangkep; sebelah barat berbatasan dengan Selat September). Total hujan selama setahun sebanyak
Makassar; sebelah utara berbatasan dengan Kota 113 hari dengan jumlah curah hujan sebesar 5.252
Pare-Pare; dan sebelah timur berbatasan dengan mm. Curah hujan berdasarkan hari hujan
Kabupaten Soppeng. terbanyak pada pada bulan Desember-Januari
Topografis Kabupaten Barru mempunyai dengan jumlah curah hujan masing- masing 104
wilayah yang cukup bervariasi, terdiri dari daerah mm dan 17 mm.
laut, dataran rendah dan daerah pegunungan, Jenis tanah di Kabupaten Barru didominasi
dengan ketinggian antara 100 sampai 500 m oleh jenis regosol seluas 41.254 Ha (38,20%);
42 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Mediteran seluas 32.516 Ha (27,68%); Lisotol jantan yang dewasa sekitar 102 cm dan untuk
seluas 29.043 Ha (24,72%); Alluvial seluas 4.659 Sapi Bali betina dewasa sekitar 100 cm.
ha (12,48%). Berdasarkan karakteristik sumber Sapi Bali merupakan salah satu aset
daya alam yang ada, kabupaten Barru nasional dibidang peternakan yang mempunyai
mempunyai 4 wilayah, yaitu : potensi yang besar sehingga keberadaannya perlu
1. Wilayah pegunungan yang berada disebelah dilestarikan dan populasi serta produktivitasnya
timur, pada umumnya berada di kecamatan perlu ditingkatkan serta mempunyai peranan
Pujananting dan kecamatan Tanete Riaja. sosial ekonomi yang penting bagi masyarakat
Wilayah ini merupakan daerah pertanian, peternak maupun pemerintah kabupaten Barru.
pertambangan dan daerah kawasan Oleh karena itu potensi Sapi Bali di Kabupaten
peternakan. Barru dapat digali dan dikembangkan supaya
2. Wilayah selatan adalah Kecamatan Tanete dapat meningkatkan lapangan kerja, produksi
Rilau yang merupakan pintu gerbang dari daging nasional, pendapatan dan kesejahteraan
Kabupaten Pangkep dengan Potensi petani peternak, serta meningkatkan Pendapatan
Perikanan yang cukup luas seperti tambak Asli Daerah (PAD). Disamping itu secara
dan perikanan laut. nasional juga akan mengurangi ketergantungan
3. Wilayah tengah sebagai Ibu Kota Kabupaten impor daging dan sapi bakalan sehingga akan
Barru yang merupakan Pusat Agropolitan menghemat devisa negara serta mempercepat
yang terletak di Kecamatan Barru. tercapainya swasembada daging sapi dan kerbau
4. Wilayah utara yang terdiri dari Kecamatan tahun 2014.
Balusu, Soppeng Riaja dan Kecamatan Pelestarian, pengembangan populasi dan
Mallusetasi yang merupakan pintu keluar ke peningkatan produktivitas Sapi Bali di kabupaten
Kota Pare-pare, wilayah ini disamping Barru dapat dilakukan secara terintegrasi dengan
sebagai Daerah Pertanian dan Perikanan, peningkatan mutu genetik, yaitu dengan cara
juga adalah Daerah Wisata khususnya Wisata melakukan seleksi dan pengaturan perkawinan
laut yang terletak di Kecamatan Mallusetasi. serta membuat managemen pemeliharaan yang
standar atau sesuai kebutuhan sapi.
Sapi Bali Selanjutnya untuk membuat kebijakan
Sapi Bali berasal dari Banteng (Bibos peningkatan produktivitas Sapi Bali di Kabuaten
banteng) yang telah dijinakkan berabad-berabad Barru, maka diperlukan suatu “Model Pembibitan
yang lalu. Sapi Bali mempunyai beberapa di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan”,
sinonim, yaitu Bos javanicus, Bos sondaicus. untuk menghasilkan bibit unggul Sapi Bali yang
Sekarang yang lazim dipakai adalah Bibos dapat digunakan memperbaiki mutu Sapi Bali di
sondaicus. Ditinjau dari sistematika ternak, Sapi Kabupaten Barru khususnya dan Propinsi
Bali masuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sulawesi Selatan Umumnya.
Subgenus bibovine, yang termasuk ke dalam
Subgenus tersebut adalah : Bibos gaurus, Bibos PERMASALAHAN
frontalis dan Bibos sondaicus. Sapi Bali telah beradaptasi dengan
Sapi Bali dikenal sebagai sapi yang lingkungan setempat dan mempunyai kemampuan
mempunyai reproduksi cukup tinggi dan reproduksi yang tinggi. Namun Sapi Bali telah
persentase karkas yang tinggi. Hasil silangan dari mengalami penurunan bobot badan dan ukuran-
Sapi Bali biasanya yang jantan majir; ada dugaan ukuran tubuh yang diduga disebabkan oleh
kemajiran disebabkan oleh tidak sempurnanya seleksi negatif, dan inbreeding sehingga
pembelahan reduksi dalam proses menimbulkan masalah seperti biaya produksi
spermatogenesis. dapat meningkat, menimbulkan keadaan tidak
efisien dari sistem produksi Sapi Bali secara
Sapi Bali di Kabupaten Barru keseluruhan.
Populasi Sapi Bali di Kabupaten Barru
pada tahun 2011 ini berdasarkan sensus ternak TUJUAN
pada bulan juni 2011 sejumlah 52.833 ekor. Meningkatkan produktivitas Sapi Bali
Berdasarkan informasi teknis yang ada di melalui peningkatan mutu genetiknya dengan
lapangan untuk tinggi gumba dari Sapi Bali cara melakukan seleksi dan pengaturan
Adinata, Model Pembibitan Sapi ….43

perkawinan di Kabupaten Barru Propinsi Karakteristik Sapi Bali betina secara


Sulawesi Selatan. kualitatif adalah sebagai berikut: 1) Warna bulu
merah; 2) Lutut ke bawah berwarna putih; 3)
KELUARAN Pantat warna putih berbentuk setengah bulan; 4)
Keluaran yang diharapkan setelah Ujung ekor berwarna hitam; 5) Garis belut warna
pelaksanaan model pembibitan Sapi Bali di hitam di punggung; 6) Tanduk pendek dan kecil;
Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan 7) Bentuk kepala panjang dan sempit; 8) Leher
adalah menghasilkan: ramping.
a. Pejantan unggul untuk memperbaiki mutu Karakteristik Sapi Bali jantan secara
Sapi Bali di Kabupaten Barru Propinsi kualitatif adalah sebagai berikut :1) Warna bulu
Sulawesi Selatan. hitam; 2) Lutut ke bawah berwarna putih; 3)
b. Sapi dara bibit unggul untuk replacement Pantat putih berbentuk setengah bulan; 4) Ujung
(pengganti) Sapi Bali di Kabupaten Barru ekor hitam; 5) Tanduk tumbuh baik warna hitam;
Propinsi Sulawesi Selatan. 6) Bentuk kepala lebar; 7) Leher kompak dan
c. Peningkatan populasi dan produktivitas Sapi kuat.
Bali secara umum di masa mendatang. Ukuran kuantitatif Sapi Bali betina untuk
bibit umur 18-24 bulan adalah sebagai berikut: 1)
MODEL PEMBIBITAN Tinggi gumba: kelas I minimal 105 cm; kelas II
Karakteristik Sapi Bali minimal 97 cm; kelas III minimal 94 cm; 2)
Warna bulu pada Sapi Bali adalah merah Panjang Badan: kelas I minimal 104 cm; kelas II
bata, tetapi pada yang jantan dewasa warna ini minimal 93 cm; kelas III minimal 89 cm.
berubah menjadi hitam. Ada tanda-tanda khusus Ukuran kuantitatif Sapi Bali jantan untuk
yang harus dipenuhi sebagai Sapi Bali murni, bibit umur 24-36 bulan adalah sebagai berikut: 1)
yaitu warna putih pada bagian belakang paha, Tinggi gumba: kelas I minimal 119 cm; kelas II
pinggiran bibir atas dan pada kaki bawah mulai minimal 111 cm; kelas III minimal 108 cm; 2)
tarsus dan carpus sampai batas pinggir atas kuku. Panjang badan: kelas I minimal 121 cm; kelas II
Bulu pada ujung ekor hitam. Bulu pada bagian minimal 110 cm; kelas III minimal 106 cm.
dalam telinga putih, terdapat garis belut (garis
hitam) yang jelas pada bagian atas punggung. Gambaran Model Pembibitan
Di antara tanda-tanda di atas, ada beberapa Pembibitan sapi bertujuan menghasilkan
kelainan, misalnya Sapi Injin yaitu warna bulu sapi bibit yang diharapkan dapat digunakan untuk
tubuh hitam sejak kecil, sampai warna bulu pada meningkatkan mutu genetik populasi sapi. Usaha
telinga bagian dalam juga hitam. Sapi Mores untuk menjamin mutu genetik, sapi bibit yang
yaitu adanya warna hitam atau merah pada bagian dihasilkan harus memenuhi kriteria sebagai
bawah yang semestinya berwarna putih. Sapi berikut:
Tutul dengan bulu bertutul-tutul putih a. Sapi bibit harus dihasilkan melalui program
ditubuhnya. Sapi Bang, kaki berwarna merah seleksi.
keseluruhannya. Sapi Panjut dengan ujung b. Sapi bibit harus memenuhi standar ukuran
ekornya berwarna putih. Sapi Cundang yaitu statistik vital tertentu.
warna putih pada dahi. Dasar pelaksanaan seleksi untuk
Bentuk tanduk yang paling ideal pada sapi pembibitan adalah mengadakan pencatatan
jantan adalah yang disebut bentuk silak conglok (recording) terhadap sapi-sapi milik rakyat di
yaitu jalannya pertumbuhan tanduk mula-mula berbagai lokasi. Berdasarkan hasil pencatatan
dari dasar sedikit keluar, lalu membengkok ke tersebut dapat diperoleh sapi-sapi betina yang
atas, kemudian pada ujungnya membengkok memiliki potensi genetik yang baik untuk dipilih
sedikit manggul gangsa, yaitu jalannya sebagai bibit. Sapi betina dianggap memiliki
pertumbuhan tanduk satu garis dengan dahi arah potensi genetik baik apabila pedet yang
ke belakang sedikit melengkung ke bawah dan dihasilkan memiliki bobot badan lebih tinggi dari
pada ujungnya sedikit mengarah ke bawah dan ke rata-rata pada saat berumur 205 hari. Selain itu,
dalam. Tanduk ini berwana hitam. Gumba pada induk dapat menghasilkan pedet setiap tahunnya
Sapi Bali nampak jelas dan mempunyai bentuk (11-12 bulan) yang artinya induk menyusui
yang khas. pedetnya tidak lebih dari 7 bulan dan dalam
waktu maksimal 3 bulan setelah beranak, induk
44 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

sudah dikawinkan kembali dengan target b. Pemilihan pedet jantan dan betina keturunan
maksimal selam 2 kali siklus estrus, induk sudah induk bermutu genetik baik untuk dijadikan
bunting. calon pejantan dan induk pengganti
Sapi betina yang dianggap mempunyai (replacement stock) serta sebagai sumber
potensi genetik yang baik diberi identifikasi untuk bibit untuk wilayah lain.
memudahkan dalam pelaksanaan pencatatan Pedet jantan yang diseleksi merupakan
(misalnya ear tag). Sapi-sapi tersebut pedet keturunan induk yang dinyatakan
dikawinkan dengan pejantan-pejantan terseleksi memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif.
(terpilih) atau dengan kawin suntik (inseminasi Seleksi dilakukan berdasarkan performans
buatan/IB) sehingga diharapkan diperoleh anak- dirinya sendiri artinya seleksi dilakukan
anak sapi (pedet) yang bermutu genetik baik pula. berdasarkan beberapa macam kriteria namun
Sapi-sapi betina tersebut selanjutnya dilakukan secara bertahap.
dinyatakan sebagai penghasil bibit, baik bibit Pemilihan pedet betina dilakukan
jantan maupun betina. Setiap tahun dilakukan berdasarkan performansnya sendiri yaitu BS
perbaikan mutu genetik sapi betina dan sapi (205) dan BB umur 1 tahun. Bobot sapih
jantan sehingga di suatu lokasi diharapkan terjadi dianalisis dengan menimbang setiap 3 bulan
perbaikan mutu genetik secara terus-menerus. sekali. Performans pedet tersebut digunakan
Pedet jantan yang dilahirkan oleh sapi untuk menilai induknya. Calon bibit betina
betina bermutu genetik baik selanjutnya dipilih yang diseleksi adalah pedet betina yang
untuk menghasilkan pejantan muda. Pemilihan memiliki BS (205) di atas rata-rata. Calon
anak jantan tersebut dilakukan melalui seleksi bibit betina dipilih berdasarkan BB (365).
dengan kriteria seleksi sebagai berikut: Pedet betina yang tidak terseleksi tidak
a. Bobot lahir disingkirkan agar tidak terjadi penurunan
b. Bobot sapih (dikoreksi terhadap bobot umur jumlah populasi. Betina muda terseleksi atau
205 hari) tidak terseleksi harus dikawinkan dengan
c. Bobot badan umur setahun (bobot badan pejantan unggul atau terseleksi.
umur 365 hari) Perkembangan, perkawinan, bobot sapih
d. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) anak dari calon bibit betina yang dipelihara
sapi mulai umur satu tahun (12 bulan) sampai terus dicatat untuk membentuk induk unggul.
1,5 tahun (18 bulan)
e. Libido dan kualitas sperma Pola Teknis Pembibitan
f. Kemurnian bangsa Pola teknis pembibitan adalah dengan
g. Bobot badan sapi pada umur 2 tahun (24 menggunakan sistem Open Nucleus Breeding
bulan). Scheme yaitu suatu sistem pengembangan
pembibitan sapi yang cocok diterapkan pada
Teori Dasar Peningkatan Mutu Genetik kondisi keterbatasan ketersediaan pejantan, pada
Berdasarkan pengertian bahwa usaha pembibitan skala kecil sampai dengan
peningkatan mutu genetik Sapi Bali diperoleh menengah yang kualitas genetik sapinya belum
dari perkawinan antara sapi betina bermutu mantap, atau pada usaha pembibitan yang
genetik baik dengan pejantan bermutu genetik mengarah pada enghasil sapi bakalan untuk
baik, maka dua metoda yang ditempuh adalah: dipotong.
a. Pemilihan induk yang memenuhi kriteria Sistem Open Nucleus Breeding Scheme ini
kualitatif dan kuantitatif di antara sapi-sapi sangat sederhana sehingga dapat diterapkan pada
milik rakyat untuk dijadikan Populasi Dasar. usaha pembibitan yang dilakukan pada
Induk dipilih berdasarkan performans peternakan rakyat dengan skala pemeliharaan
anaknya maupun diri sendiri serta induk dengan jumlah kurang dari 10 ekor, induk-
keteraturannya dalam beranak. Sapi betina induk sapi yang ada dikawinkan dengan pejantan
dinyatakan sebagai induk yang baik apabila yang berganti-ganti sesuai dengan keinginan
memiliki anak-anak jantan dan betina dengan peternak.
bobot sapih lebih tinggi daripada rata-rata Penerapan sistem ini tetap bertujuan
bobot sapih populasi dan mampu beranak meningkatkan mutu genetik sapi yang ada supaya
setiap tahun (11-14 bulan). dapat dihasilkan sapi dengan produktivitas yang
semakin meningkat. Ketersediaan mutu dan
Adinata, Model Pembibitan Sapi ….45

jumlah sapi bibit di peternak yang umumnya sapi sebelumnya maka untuk menghindari
terbatas, maka peningkatan mutu genetik yang terjadinya perkawinan keluarga (inbreeding),
diperoleh tidak akan terlalu besar atau pejantan baru tersebut tidak boleh mengawini
membutuhkan waktu yang lama. induknya atau sapi saudara kandung maupun
Perkawinan sapi dilakukan secara alam keluarga tiri.
(menggunakan pejantan) atau menggunakan
kawin suntik (inseminasi buatan), sapi bibit Pola Operasional Pembibitan
sumber induk masih dapat digunakan selama Pola operasional pembibitan ini bertujuan
masih dapat beranak, sapi sumber bibit pejantan untuk meberikan gambaran kerja mengenai
dapat menggunakan sapi yang lama (yang telah kegiatan pembibitan untuk seleksi pejantan yang
ada) atau sapi baru dan dapat berasal dari mana akan dilaksanakan dari tingkat kelompok ternak
saja namun diupayakan yang memiliki kriteria sampai dengan stasiun uji performan dan sentra
kualitatif dan kuantitatif yang terbaik di suatu inseminasi buatan. Tabel berikut adalah seleksi
populasi setempat dan tidak ada hubungan calon pejantan.
keluarga dengan pejantan atau indukan. Apabila .
pejantan pengganti berasal dari hasil anakan sapi-

Tabel 1. Alur Seleksi Calon Pejantan

Umur Macam seleksi Dasar seleksi Tempat Kegunaan


Sapih Bobot sapih 205 Berat badan Peternak Kriteria pemilihan
Eksterior Kemurnian bangsa induk
12 Bobot badan 365 Bobot badan Peternak Pemilihan pedet
bulan hari jantan yang akan
dikirim ke SUP
16 Bobot badan akhir Kecepatan pertumbuhan SUP Pemilihan calon
bulan Eksterior Kemurnian bangsa pejantan
24 Warna Hormonal SUP Tes akhir sebagai
bulan Libido Hormonal, tingkah laku pejantan
Kualitas sperma Abnormalitas
% sperma hidup/mati
gerak maju
Kesehatan Penyakit reproduksi

Gambar berikut adalah kegiatan b. Stasiun uji performans adalah tempat yang
operasional pengeluaran dan pemasukan pejantan berfungsi sebagai: 1) tempat test fisik bagi
sapi jantan muda hasil seleksi pada masing-
masing lokasi untuk memilih calon pejantan,
2) tempat pengumpul dan penyimpan data
untuk dianalisis.

PENUTUP
Kualitas bibit ternak yang baik dapat
dihasilkan melalui prosedur seleksi dan
Gambar 1. Bagan Operasional
pengaturan perkawinan yang mengikuti prosedur
Pemasukan dan Pengeluaran Pejantan
Ilmu Pemuliaan Ternak.
Pengertian:
DAFTAR PUSTAKA
a. Lokasi
Lokasi adalah unit operasional terkecil yang Anonimous, 2010. Laporan Rapat Pimpinan
meliputi wilayah dimana Sapi Bali akan diamati Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
untuk dikembangkan dan dijadikan sumber bibit. Aryogi dan D. B. Wiyono. 2007. Petunjuk Ternis
Satu lokasi dapat terdiri dari satu desa atau Sistem Pembibitan Sapi Potong. Pusat
kecamatan (meliputi 500 sampai 1.000 ternak Penelitian dan Pengembangan
betina dewasa). Peternakan Badan Penelitian dan
46 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016

Pengembangan Peternakan Departemen Permentan, 2006. Pedoman Pembibitan Sapi


Pertanian. Bogor. Potong yang Baik (Good Breeding
Practice). Kementan. Jakarta.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan
Ternak di Lapangan. PT Gramedia Sumadi, 2011. Model Pembibitan Sapi Aceh di
Widiasarana. Jakarta. Balai Pembibitan Ternak Unggul
(BPTU) Indrapuri Nanggroe Aceh
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Darussalam. Fakulltas Peternakan
Ternak di Lapangan. PT Gramedia Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widiasarana. Jakarta.
Warwick, E.J., J. M. Astuti, dan W.
Payne, W.J.A. 1970. Cattle Production in The Hardjosubroto. 1983. Pemuliaan Ternak.
Tropics. Longman. London. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
PETUNJUK BAGI PENULIS

1. Jurnal MADURANCH terbit 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus, bertujuan
mempublikasikan hasil-hasil penelitian di bidang Ilmu Peternakan serta konsep-konsep
pemikiran sebagai hasil tinjauan pustaka di bidang tersebut.
2. Naskah yang dimuat adalah hasil seleksi yang telah disetujui oleh Ketua Redaksi dan belum
pernah diterbitkan pada jurnal manapun.
3. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, disusun secara sistematis dengan
urutan sebagai berikut :
 Judul dengan huruf kapital Times New Roman (TNR) 11, cetak tebal, maksimal 3 baris
 Nama penulis ditulis di bawah judul, terdiri dari nama kecil diikuti dengan nama keluarga,
tanpa gelar, diikuti dengan alamat institusi, dicetak miring/italic.
 Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, maksimal berjumlah 250 kata,
menggunakan TNR 10.
 Pendahuluan yang memuat latar belakang, tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian.
 Metode penelitian yang berisi desain atau jenis penelitian, tempat dan waktu, populasi dan
sampel, instrument penelitian, pengumpulan data, deskripsi atau analisa data. Pada artikel
tinjauan pustaka maka metode penelitian tidak ada, sehingga langsung pada Pembahasan
(yang bisa terdiri dari sub Pembahasan) menyangkut konsep-konsep pemikiran hasil tinjauan
pustaka.
 Hasil dan Pembahasan yang meliputi hasil penelitian yang dikemukakan secara jelas dalam
bentuk tabel, grafik, diagram atau foto. Setiap data yang penting dari hasil penelitian
diterangkan artinya, dibandingkan apakah ada perbedaan atau persamaan dengan hasil
penelitian sejenis terdahulu, atau apakah terdapat kemungkinan pengembangannya.
 Kesimpulan dengan/tanpa saran memuat kesimpulan dari hasil kongkrit ataupun keputusan
dari penelitian, dengan/tanpa saran tindak lanjut berdasarkan kesimpulan hasil penelitian atau
bahan untuk pengembangan penelitian berikutnya.
 Acuan kepustakaan pada bagian Pendahuluan sampai Hasil Penelitian ditulis dengan
mencantumkan nama keluarga dari penulis dan tahun penerbitan yang dipisahkan oleh tanda
koma, misalnya: ……….. (Dunn, 1997). Jika nama penulis terdiri dari 2 orang maka
keduanya dipisahkan dengan “dan”, misalnya: ………….(Klipel dan Diepe, 1994). Jika nama
penulis terdiri dari 3 orang atau lebih maka yang ditulis hanyalah penulis utama/pertama dan
ditambah dengan “dkk” atau “et al” (jika artikel dalam Bahasa Inggris, misalnya:
………..(Chang dkk, 2001) atau (Buckle et al, 1985). Jika dua atau lebih acuan pustaka,
maka masing-masing acuan dipisahkan dengan tanda “koma”, misalnya: …………(Kaplan,
1994; Chang dkk, 2001; Dunn, 1994).
 Kepustakaan ditulis dengan menggunakan sistem Harvard (urutan berdasarkan abjad).
4. Diketik rapih pada kertas ukuran A4 (21 x 29,5 cm) dengan batas atas 2,5 cm, batas bawah 2,5
cm, batas kiri 3,5 cm, dan batas kanan 2,5 cm, pada program komputer MS Word, disertai
dengan CD yang berisi file tulisan tersebut (atau kiriman naskah melalui e-mail). Diketik dengan
jarak 1.15 spasi, kecuali abstrak 1 spasi, dengan panjang keseluruhan berjumlah 8 -11 halaman.
5. Bila diperlukan, naskah akan diedit redaksi tanpa mengubah isi untuk disesuaikan dengan format
penulisan dan dikirimkan kembali kepada penulis untuk dikoreksi dan dilakukan pembetulan,
kemudian penulis mengirim kembali naskah yang telah dibetulkan disertai dengan naskah dalam
CD.
6. Penulis naskah yang dimuat akan menerima terbitan sebanyak satu eksemplar.

Anda mungkin juga menyukai