MADURANCH
JURNAL ILMU-ILMU PETERNAKAN
Ketua Redaksi
Desi Maharani Agustini
Sekretaris Redaksi
Bambang Kurnadi
Redaksi Pelaksana
Riszqina
Malikah Umar
Joko Purdiyanto
Suparno
Desi Kurniati Agustina
Mitra Bestari
Syarif Imam Hidayat (UPN. Veteran Jatim)
Sudiyarto (UPN. Veteran Jatim)
Edhy Sudjarwo (Universitas Brawijaya Malang)
Puguh Surjowardojo (Universitas Brawijaya Malang)
Wehandaka Pancapalaga (Universitas Muhamadiyah Malang)
Irma Susanti (Universitas Sulawesi Barat)
Sekretariat
Selvia Nurlaila
Diterbitkan oleh
Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Madura
Alamat Redaksi
Program Studi Peternakan
Kampus Universitas Madura
Jl. Raya Panglegur KM. 3,5 Pamekasan Madura
Telp. (0324) 322231, Fax. (0324) 327418
e-mail : maduranch@gmail.com
MADURANCH
JURNAL ILMU-ILMU PETERNAKAN
Abstrak
Tujuan penelitian yaitu: 1) mengetahui potensi pengembangan ternak sapi potong 2) mengetahui potensi
sumber daya alam, 3) mengetahui potensi Sumber Daya Manusia dan 4) mengetahui dukungan
kelembagaan pendukung bagi pengembangan ternak sapi potong di Kecamatan Galis, Kabupaten
Pamekasan. Penelitian dilakukan mulai tanggal 30 Juni hingga tanggal 12 Juli 2015, menggunakan
metode survey pada sampel penelitian. Sampel penelitian sebanyak 306 peternak, ditentukan dengan
rumus Slovin terhadap peternak dan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Galis. Data yang digunakan
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari wawancara dengan
peternak dan pihak-pihak terkait. Data sekunder didapat dari Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pamekasan. Analisis data menggunakan analisis Location
Quation (LQ) dan analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) serta analisis
deskriptif terhadap karakteristik usaha ternak dan peternak sapi potong. Hasil LQ menunjukkan bahwa
pada desa-desa di Kecamatan Galis yang memiliki nilai LQ > 1 merupakan wilayah basis, meliputi desa
Pagendingan, Galis, Bulay, Polagan dan Konang. Desa-desa yang memiliki LQ < 1 merupakan wilayah
non basis, terdiri dari desa Artodung, Tobungan, Ponteh, Lembung dan Pandan. Nilai Kapasitas
Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) efektif di Kecamatan Galis diperoleh sebanyak
590,39 ST, terdiri dari 547,60 ST (Desa Konang), 30,05 ST (Desa Ponteh) dan 12,74 ST (Desa Pandan).
Analisis deskriptif menjelaskan bahwa sumber daya manusia, kelembagaan pendukung dan infrastruktur
yang ada, kurang mencukupi dan belum optimal untuk pengembangan ternak sapi potong.
Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Berdasarkan dari hasil penelitian bahwa
Galis lebih banyak ternak sapi potong yang ternak sapi potong yang pedet 10,63%, muda
dewasa karena peternak yang ada hanya 22,58% dan dewasa 66,78% dimana populasi
melakukan sistem penggemukan untuk tabungan ternak sapi yang dewasa mendominasi populasi
atau kerja. Sapi-sapi di beli dari Pasar Keppo ternak sapi potong di Kecamatan Galis seperti
untuk seluruh desa se Kecamatan Galis kemudian ditunjukkan pada Tabel 4. Populasi ternak sapi
di lakukan penggemukan oleh peternak di potong berdasarkan sampling jenis kelamin yaitu:
masing-masing desa se Kecamatan Galis. 80,35% jantan, dan 19,65% betina, sehingga di
Setiap tahun populasi sapi potong betina Kecamatan Galis perlu ditingkatkan lagi/perlu
dewasa mendominasi daripada jantan dewasa penambahan ternak sapi potong betina dewasa
ditunjukkan pada Tabel 3, karena sapi betina supaya pengembangan sapi potong di Kecamatan
dewasa sekarang digunakan pembibitan untuk Galis meningkat. Jenis sapi potong yang
mengembangkan potensi sapi potong di mendominasi Kecamatan Galis adalah bangsa
Kecamatan Galis. sapi Madura.
Location Quation (LQ) pada desa Polagan sebesar 475,25 ST. Populasi
Hasil perhitungan Location Quation riil terendah yaitu desa Pandan 6,25 ST. Jumlah
ditunjukkan dalam Tabel 6. Berdasarkan hasil populasi juga dipengaruhi oleh tingkat penyebaran
perhitungan LQ maka wilayah Kecamatan Galis ternak yang tidak merata sehingga terjadi wilayah/
mempunyai 5 desa yang sangat berpotensi untuk desa padat populasi sedangkan kemampuan
pengembangan ternak sapi potong / basis, dan 5 wilayah/desa untuk menghasilkan hijauan
desa merupakan wilayah non basi. Nilai LQ makanan ternak semakin berkurang. Jumlah riil
terbesar dimiliki oleh desa Pagendingan. Desa ternak ruminansia dan nilai KPPTR (SL) disajikan
Pagendingan memiliki nilai LQ terbesar yaitu pada Tabel 7.
1,54. Jumlah penduduk desa Pagendingan tidak
sepadat desa yang memiliki nilai LQ rendah dan Tabel 7. Jumlah Riil Ternak Ruminansia dan
memiliki populasi ternak sapi yang cukup banyak, Nilai KPPTR (SL) Kecamatan Galis
sehingga pengembangan peternakan sapi potong Populasi
masih berpotensi untuk dilakukan pada desa Riil Ternak KPPTR
Desa
Pagendingan tetapi tidak menutut kemungkinan Ruminansia (SL) (ST)
wilayah/desa yang lain masih sangat berpotensi (ST)
untuk dilakukan pengembangan peternakan sapi Artodung 167,75 -97,13
Bulay 344,50 -86,26
potong.
Galis 197,25 -157,03
Konang 270,75 547,60
Tabel 6. Wilayah Basis dan Nilai LQ Lembung 27,75 -16,62
Ternak Sapi Potong Kecamatan Galis Pagendingan 207,75 -43,77
Pandan 6,25 12,74
Desa Nilai LQ Polagan 475,25 -58,01
Pagendingan 1,54 Ponteh 222,50 30,05
Galis 1,31 Tobungan 298,75 -180,59
Bulay 1,20
Polagan 1,15 Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak
Konang 1,14 Sapi Potong Kecamatan Galis
Artodung 0,87
Tobungan 0,87 Wilayah pengembangan ternak sapi potong
Ponteh 0,63 di Kecamatan Galis jika dilihat dari analisis
Lembung 0,36 deskriptif tentang potensi sumber daya, hasil
Pandan 0,10
perhitungan LQ dan perhitungan KPPTR dapat
diketahui bahwa Kecamatan Galis masih
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak
memungkinkan untuk dilakukan pengembangan
Ruminansia (KPPTR)
ternak sapi potong. Kondisi setiap wilayah/desa
Kapasitas peningkatan populasi ternak
sangat beragam namun, beberapa wilayah
ruminansia di Kecamatan Galis dikutip melalui
mempunyai sumber daya sangat potensial yang
nilai KPPTR Efektif (E). Berdasarkan nilai
didukung fasilitas dan lingkungan yang kondusif
KPPTR efektifnya Kecamatan Galis adalah
bagi pengembangan ternak sapi potong.
590,39 ST, berarti bahwa Kecamatan Galis masih
berpotensi jika akan dilakukan penambahan Kecamatan Galis yang terdiri atas 10 desa
ternak ruminansia hingga nilai KPPTR tersebut. bisa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan
Pelaksanaan di lapangan perlu memperhatikan tingkat KPPTR (E) dan LQ. Kelompok I dengan
berbagai faktor fisik, bilogi, teknis, dan sosial kriteria nilai KPPTR (E) positif dan nilai LQ > 1.
budaya serta keterampilan peternak dalam pola Kelompok II dengan kriteria nilai KPPTR (E)
tata laksana pemeliharaan ternak khususnya positif dan nilai LQ < 1. Kelompok III dengan
ternak sapi potong. KPPTR efektif di Kecamatan kriteria nilai KPPTR (E) negatif dan nilai LQ > 1.
Galis yaitu KPPTR berdasarkan sumberdaya Kelompok IV dengan kriteria nilai KPPTR (E)
lahan (SL) karena KPPTR (SL) lebih kecil negatif dan nilai LQ < 1. Pengelompokan wilayah
daripada KPPTR berdasarkan kepala keluarga Kecamatan Galis dapat dilihat pada Tabel 8.
petani (KK).
Total populasi riil ruminansia Kecamatan
Galis adalah 2217,5 ST dengan populasi tertinggi
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 7
Tabel 8. Pengelompokan Wilayah Berdasarkan dengan pasar ternak yang terdapat di dusun
Nilai KPPTR dan LQ Keppo desa Polagan Kecamatan Galis.
No Kelompok Kriteria Desa Kelompok IV merupakan wilayah yang
1 I KPPTR (E) memiliki kriteria KPPTR (E) negatif dan LQ < 1.
Positif, LQ Konang Wilayah yang termasuk kelompok IV yaitu Desa
>1 Artodung, Desa Lembung dan Desa Tobungan.
2 II KPPTR (E) Pandan Dimana kelompok ini tidak memungkinkan
Positif, LQ
Ponteh dilakukan penambahan ternak berdasarkan daya
<1
3 III KPPTR (E) Bulay tampung lahan, karena ketiga desa ini sudah
Negatif, LQ Galis kelebihan kapasitas daya tampung ternak dan
>1 Pagendingan termasuk wilayah non basis. Untuk mengatasi
Polagan masalah di ketiga desa ini dapat dilakukan dengan
4 IV KPPTR (E) Artodung cara mengekspor (mengurangi populasi sapi
Negatif, LQ Lembung potong tersebut) ternak sapi potong ke desa
<1 Tobungan
terdekat yaitu Desa Konang, Desa Ponteh dan
Desa Pandan yang masih mempunyai kapasitas
Kelompok I merupakan wilayah yang
daya dukung lahan hijauan dan limbah pertanian.
memiliki kriteria KPPTR (E) positif dan LQ > 1.
Wilayah / desa yang termasuk kelompok I yaitu
Sumber Daya Manusia
desa Konang. Desa Konang masih tersedia
kapasitas daya tampung ternak sapi potong, Sumber daya manusia tidak akan terlepas
karena desa Konang mempunyai daya dukung dari suatu pengembangan peternakan. Sumber
sumber daya alam/masih tersedia hijauan dan daya manusia yang sangat berkaitan erat dengan
limbah pertanian untuk kegiatan peternakan. suatu usaha ternak adalah peternak. Peternak
Desa Konang dapat menjadi konsentrasi mempunyai peranan yang sangat penting untuk
pemerintah Kabupaten Pamekasan sebagai kemajuan, kelanjutan dan perkembangan usaha
wilayah yang masih berpotensi untuk dilakukan ternak dimasa yang akan datang. Karakteristik
pengembangan peternakan sapi potong, dengan pemelihara sapi potong, sapi karapan dan sapi
penambahan sebesar 547,6 ST. sonok sebagian besar terdiri dari petani/peternak,
Kelompok II merupakan wilayah yang laki-laki yang telah berkeluarga, dengan jumlah
memiliki kriteria KPPTR (E) positif dan LQ < 1. anggota keluarga kurang lebih dari 4 orang.
Wilayah yang termasuk kelompok II yaitu Desa Peternak sapi lebih kurang dari 80% berusia 20 –
Pandan dan Desa Ponteh. Desa Pandan dan Desa 59 tahun, merupakan kelompok usia produktif
Ponteh mempunyai kekuatan dimana masih (Sani dkk, 2010), kelompok usia/angkatan kerja,
tersedianya lahan sebagai kapasitas tampung sehingga memiliki kemampuan bekerja lebih
ternak ruminansia. Apabila ingin dilakukan produktif dan berpikir lebih arif dalam menerima
penambahan ternak sapi potong di wilayah ini inovasi untuk pengembangan usaha ternaknya
masih dimungkinkan yaitu desa Ponteh sebesar (Riszqina, 2014).
30,05 ST dan desa Pandan 12,74 ST. Usaha ternak sapi potong di Kecamatan
Kelompok III merupakan wilayah yang Galis umumnya dilakukan sebagai usaha sambilan
memiliki kriteria KPPTR (E) negatif dan LQ > 1. karena umumnya pekerjaan utama para peternak
Wilayah yang termasuk kelompok III yaitu Desa adalah sebagai Petani.. Karakteristik peternak di
Bulay, Desa Galis, Desa Pagendingan dan Desa Kecamatan Galis dapat dilihat pada Tabel 12.
Polagan. Pada desa yang termasuk dalam Peternak sapi potong di Kecamatan Galis masih
kelompok ini tidak memungkinkan dilakukan tergolong usia produktif, dengan usia rata-rata
penambahan ternak berdasarkan daya tampung peternak yaitu 46 tahun. Tingkat pendidikan
lahan. Namun, kelompok ini termasuk basis peternak masih rendah yaitu hanya menyelesaikan
ternak sapi potong karena populasi sapi potong pendidikan sampai Sekolah Dasar (SD) yaitu
sangat tinggi meskipun daya dukung lahan minus sebesar 57,51%. Sebesar 0,98% peternak
(-), untuk mendapatkan hijauan bagi ternaknya berpendidikan Perguruan Tinggi (PT) / Akademi.
para peternak harus mencari rumput keluar desa Para peternak tidak mempunyai biaya untuk
terdekat yang mempunyai hijauan melimpah, melanjutkan pendidikannya, bahkan ada yang
ditambah wilayah kelompok III ini berdekatan tidak sekolah yaitu sebesar 6,86%, mereka lebih
8 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
memilih untuk bekerja untuk mencukupi peternak untuk mengurus ternak sapi potong
kebutuhan sehari-hari. Peternak di Kecamatan adalah rata-rata 3 jam per hari, sesuai dengan
Galis masih minim untuk mengikuti pendidikan pendapat Riszqina (2014), bahwa semakin banyak
nonformal di bidang peternakan, berdasarkan jumlah ternak yang dipelihara semakin banyak
penelitian diperoleh bahwa 72,54% peternak, waktu yang harus digunakan untuk mencari pakan
belum mengikuti pendidikan di bidang dan membersihkan kandang. Bantuan istri dan
peternakan, sedangkan yang mengikuti anak masih sangat minim. Walaupun demikian
pendidikan di bidang peternakan seperti peranan tenaga kerja keluarga sangat membantu
penyuluhan dan pelatihan ini masih sedikit. Hasil dalam pengembangan ternak sapi potong. Jumlah
penelitian ini sesuai dengan Riszqina (2014) kepemilikan ternak berpengaruh terhadap curahan
bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi waktu peternak dalam mengurus ternak sapi
peternak dalam mendukung dan menerima potong mereka, rata-rata kepemilikan ternak
pengetahuan zooteknik usaha ternaknya, peternak di Kecamatan Galis adalah 1 ekor ternak
teknologi serta inovasi baru. Walaupun tingkat dengan persentase 66,44%. Pemanfaatan tenaga
pendidikan peternak masih tergolong rendah di kerja masih belum efisien sehingga masih
bidang peternakan tetapi kondisi ini tidak memungkinkan untuk ditambah jumlah ternak
menghambat terhadap adopsi dan penyerapan sapi potong yang harus dipelihara.
maupun penyebaran informasi, karena pada Pengalaman beternak dapat menjadi
umumnya peternak sudah biasa diajak kerjasama indikator untuk keberhasilan peternak. Semakin
oleh pemerintah maupun sesama peternak, banyak pengalaman beternak akan semakin
ditambah kebiasaan dan budaya masyarakat di memudahkan peternak dalam pengambilan
Kecamatan Galis telah menangani usaha keputusan yang berhubungan dengan proses
peternakan yang sudah turun-temurun sejak dulu. produksi. Secara umum pengalaman beternak
Hal ini sesuai dengan pendapat Riszqina (2014), yang dimiliki peternak kurang lebih 6 tahun dan
bahwa peternak sapi Madura masih bersifat dianggap sudah berpengalaman dalam
tradisional, karena pengetahuan dan menjalankan usaha peternakan sapi potong.
Sedangkan di Kecamatan Galis pengalaman
kemampuannya diperoleh dari orang tua dan
beternak dari 10 tahun kebawah yaitu sebesar
keluarganya dan hanya sebagian yang
19,60%, jadi di Kecamatan Galis dianggap sudah
memperoleh dari pelatihan atau penyuluhan
berpengalaman untuk menjalankan usaha
pengembangan usaha ternak sapi.
peternakan sapi potong hal ini sesuai dengan hasil
Pekerjaan utama peternak yaitu sebagai
penelitian sebelumnya, bahwa pengalaman
petani dan pedagang. Mayoritas pekerjaan utama beternak sangat berarti bagi usaha sapinya
para peternak adalah sebagai petani yaitu sebesar (Riszqina, 2014). Dikarenakan sebagian besar
99,02%. Peternak di Kecamatan Galis hamapir peternak memulai usaha ternak sapi potong sejak
semuanya merangkap menjadi petani, beternak mereka masih muda usia yaitu setelah lulus
sapi potong hanya dijadikan pekerjaan sambilan. Sekolah Dasar (SD) telah mengikuti jejak orang
Peternak di Kecamatan Galis memelihara hanya tua dalam beternak meski hanya membantu. Para
sebagai tabungan/simpanan di kemudian hari peternak mengaku jarang mendapatkan
apabila dibutuhkan untuk bercocok tanam bahkan pengetahuan beternak baik dari penyuluh maupun
untuk biaya anaknya untuk sekolah. Ternak sapi dari Dinas Peternakan setempat. Para peternak
potong dianggap dapat memberikan tambahan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari
pendapatan dan pemeliharaannya dapat dilakukan teman sesama peternak.
pada waktu senggang setelah melakukan Tingkat pendidikan yang cukup dan tenaga
pekerjaan utama. Jumlah tanggungan keluarga kerja yang permanen merupakan modal dalam
peternak sebanyak 1 orang sebesar 3,92%, 2 menyerap berbagai tingkatan teknologi dan
orang sebesar 14,37%, 3 orang sebesar 29,41%, 4 manajemen usaha ternak secara keseluruhan
orang sebesar 32,67% dan yang 5 orang sebesar (Riszqina, 2014). Berbeda dengan pernyataan
24,50%. Jumlah tanggungan keluarga peternak sebelumnya, di dalam hasil penelitian Saleh, dkk.
yang paling tinggi adalah 4 orang. Aktivitas (2006) menunjukkan bahwa, umur peternak,
usaha ternak seperti pencarian rumput, pemberian tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah
makan sapi, memandikan sapi dan membersihkan tanggungan keluarga dan tenaga kerja tidak
kandang umumnya dilakukan oleh tenaga kerja berpengaruh terhadap pendapatan peternak sapi
keluarga. Curahan waktu yang digunakan potong.
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 9
Tabel 10. Nama Kelompok Petani Ternak di Kecamatan Galis Tahun 2016
Jumlah Anggota Kelas
No. Kelompok Tani Desa Pola
(orang) Kelompok
1. Abadi Konang 40 Pemula Pembinaan
2. Artomoro Artodung 36 Pemula Pembinaan
3. Sinar Harapan Tobungan 35 Pemula Pembinaan
4. Sumber Alam Pagendingan 75 Pemula Pembinaan
Sumber : Pusat Kesehatan Hewan dan POS IB UPT III Galis (2015)
10 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian mengikuti kelompok tani atau sebesar 54,57% dan
Kecamatan Galis (2013) disebutkan bahwa di yang tidak mengikuti 139 peternak/sebesar
Kecamatan Galis untuk kelompok tani ada 41 45,42%. Namun dari 54,57% yang mengikuti
kelompok dimana tiap dusun mempunyai 1 kelompok tani belum tentu mengikuti penyuluhan
kelompok tani. Dari hasil penelitian di dan pelatihan beternak seperti ditunjukkan pada
Kecamatan Galis data yang dikumpulkan tabel 11.
sebanyak 306 sampel menghasilkan 167 peternak
Tabel 11. Persentase Peternak Yang Mengikuti Kelompok Tani di Kecamatan Galis
Ikut Poktan Tidak Ikut Total
Desa % % %
(orang) (orang) (orang)
Artodung 13 59,10 9 40,90 22 100
Bulay 18 42,86 24 57,14 42 100
Galis 11 42,31 15 57,69 26 100
Konang 13 37,14 22 62,86 35 100
Lembung 9 50,00 9 50,00 18 100
Pagendingan 24 85,31 4 14,29 28 100
Pandan 0 0 5 100 5 100
Polagan 41 64,06 23 35,94 64 100
Ponteh 25 83,33 5 16,67 30 100
Tobungan 13 36,11 23 63,89 36 100
Kecamatan 167 54,58 140 45,42 306 100
Galis
Kelompok tani yang bekerjasama dengan Karyawan di Pusat Kesehatan Hewan dan POS IB
Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan ada 4 UPT III Galis disajikan pada Tabel 15.
kelompok tani ternak yaitu Abadi, Artomoro, Berdasarkan Tabel 11 ada 6 orang sebagai
Sinar Harapan dan Sumber Alam, termasuk Inseminator, 2 orang sebagai Inseminator /
dalam kelas kelompok pemula dimana 4 pemeriksa kebuntingan serta 4 orang sebagai
kelompok tersebut masih dalam pola pembinaan Inseminator, Pemeriksa kebuntingan dan
dinas peternakan Kabupaten Pamekasan. paramedis. 12 karyawan di UPT III Galis
Kelompok petani ternak tersebut tersebut bukan hanya bertugas di Kecamatan
mendapatkan bantuan ternak sapi yaitu Abadi Galis saja tetapi mencakup Kecamatan Larangan,
sebanyak 10 ekor sapi betina muda Madura, Kadur dan Pademawu. Jumlah itu belum
Artomoro sebanyak 27 ekor sapi betina muda mencukupi karena harus melayani 4 Kecamatan,
Madura, dan Sumber Alam sebanyak 27 ekor sapi jadi perlu adanya penambahan petugas dari Dinas
betina muda Madura. Kelompok Sinar Harapan Peternakan Kabupaten Pamekasan. Jumlah
mendapat bantuan berupa uang tunai sebesar 500 petugas di Kecamatan Galis sebanyak 3 orang
juta apabila dijadikan ternak sapi sebanyak 50 yang harus melayani 1593 peternak di Kecamatan
ekor sapi betina muda Madura. Kelompok tani Galis, kekurangannya tenaga pelayanan di penuhi
ternak di Kecamatan Galis perlu ditambah lagi dengan bantuan tenaga yang ada di UPT III.
supaya tingkat pengetahuan masyarakat akan Lembaga pelayanan yang dapat mendukung
manejemen pemeliharaan, pengelolaan dan cara pengembangan usaha ternak sapi potong di
pengendalian penyakit terhadap sapi potong. Kecamatan Galis yaitu tersedianya Pusat
Sumber daya manusia yang mendukung Kesehatan Hewan dan POS IB yang berada di
pengembangan peternakan sapi potong di Desa Galis, Tempat Pemotongan Hewan di desa
Kecamatan Galis tidak hanya peternak yang Konang, Pasar Ternak merupakan tempat jual beli
secara langsung terlibat dengan usaha dan ternak sapi potong yang berada di dusun Keppo
manajemen pengelolaan ternak sapi potong, tetapi desa Polagan, serta 2 toko peternakan (poultry
terdapat petugas pelayanan di Pusat Kesehatan shop) di desa Pagendingan dan desa Ponteh.
Hewan dan POS IB UPT III Galis, dimana UPT Pola pemasaran pemasaran disini berkaitan
III Galis ini menaungi 4 Kecamatan yaitu dengan transaksi jual-beli antara peternak dengan
Kecamatan Galis, Kecamatan Larangan, blantik, pedagang pengumpul ataupun peternak
Kecamatan Kadur dan Kecamatan Pademawu. bisa menjual langsung ke pasar.
Arifin, Analisis Potensi Pengembangan … 11
Pemasaran disini bisa terjadi langsung di kandang Desa Konang, 30,05 ST di Desa Ponteh dan
ataupun di pasar ternak berikut data pola 12,74 ST di Desa Pandan yang masih
pemasaran peternak di Kecamatan Galis disajikan mempunyai daya tampung ternak sapi potong.
3. Pemanfaatan sumber daya manusia belum
pada Tabel 12.
optimal. Oleh sebab itu tenaga kerja yang ada
Berdasarkan Tabel 12. Pola pemasaran harus diefisienkan lagi untuk bisa dilakukan
peternak di Kecamatan Galis lebih menyukai penambahan ternak.
memakai jasa blantik (jasa penjual sapi) sebesar 4. Kelembagaan pendukung dan Infrastruktur
89,22% dikarenakan beberapa pertimbangan yaitu untuk pengembangan sapi potong yang ada di
karena peternak di Kecamatan Galis pekerjaan Kecamatan Galis belum optimal untuk
utamanya adalah sebagai petani yang harus membantu usaha pengembangan sapi potong.
mengurus lahan areal pertaniannya, melihat
resiko apabila dijual sendiri ke pasar ternak dan DAFTAR PUSTAKA
tidak laku dijual, peternak harus membawa
Budiharsono dan Sugeng, 2001. Teknis Analisis
pulang dimana peternak rugi uang karena harus
Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
mengeluarkan ongkos untuk membawanya pulang PT. Pradnya Paramita. Jakarta
kembali serta peternak rugi waktu. Jadi lebih
efisien waktu dan efisien materi (uang) BPS 2014. Kabupaten Pamekasan dalam Angka
2014. Badan Pusat Statistik, Pamekasan
masyarakat lebih memilih jasa blantik. Pola
pemasaran di Kecamatan Galis semuanya BPS 2014. Kecamatan Galis dalam Angka 2014.
bertumpu pada pasar ternak yang terdapat di Badan Pusat Statistik, Pamekasan.
dusun Keppo desa Polagan yang tersedia pada Dinas Pertanian Kecamatan Galis, 2015. Buku
hari Selasa dan hari Sabtu dimulai dari pagi Data, Dinas Pertanian Kecamatan Galis
kurang lebih jam 08:00 wib sampai sore hari jam Kabupaten Pamekasan
16:00 wib. Pasar ternak merupakan tempat Dinas Peternakan Kecamatan Galis, 2014. Buku
transaksi jual-beli ternak sapi potong dari pedet, Data Ternak Sapi Potong, Dinas Peternakan
muda dan dewasa, ada jantan serta betina yang Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan
dilakukan oleh penjual, pembeli, peternak, blantik Dinas Peternakan Kecamatan Galis, 2014. Buku
dan pedagang pengumpul. Semua jenis sapi Data, Dinas Peternakan Kecamatan Galis
(Madura, persilangan, Limousin dan Simental) Kabupaten Pamekasan.
terdapat di pasar ternak ini. Elburdah, R. P. 2008. Analisis Potensi
Pengembangan Peternakan Sapi Potong Di
KESIMPULAN Wilayah Kota Pekanbaru. Skripsi. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor
1. Kecamatan Galis memiliki 5 wilayah/Desa
yang merupakan wilayah basis yaitu: Desa Fariani, A. 2008. Pengembangan Ternak
Ruminansia Berdasarkan Ketersediaan
Pagendingan, Desa Galis, Desa Bulay, Desa
Lahan Hijauan dan Tenaga Kerja di
Polagan dan Desa Konang. Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
2. Total KPPTR Efektif Kecamatan Galis J.Indon.Trop.Agric. 33(2):145 - 157
sebesar 590,39 ST, terdiri dari 547,60 ST di
12 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
Hartono, B. 2012. Peran Daya Dukung Wilayah Setiawan, N. 2007. Penentuan Ukuran Sampel
Terhadap Pengembangan Usaha Memakai Rumus Slovin dan Tabel Krejcie-
Peternakan Sapi Madura. Jurnal Ekonomi Morgan: Telaah Konsep Dan Aplikasinya.
Pembangunan 13(2): 316-326 Makalah disampaikan pada Diskusi Ilmiah
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan
Hendayana, R. 2003. Aplikasi Metode Location
Universitas Padjadjaran, Bandung
Questiont (LQ) Dalam Penentuan
Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Soekardono. 2009. Ekonomi Agribisnis
Pertanian. 12: 1 – 21 Peternakan. Penerbit Akademika Pressindo.
Jakarta
Riszqina. 2014. Performa Usaha Ternak Sapi
Madura Sebagai Sapi Potong, Sapi Karapan Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara tepat
dan Sapi Sonok di Pulau Madura. penggemukan sapi potong. PT Agro Media
Ringkasan Disertasi Program Studi Doktor Pustaka. Jakarta.
Ilmu Peternakan Program Pascasarjana
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Fakultas Peternakan dan Pertanian
Kualitatif dan R&D. Penerbit Alfabeta.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Bandung
Sani, L.O.A., K.A. Santosa dan Ngadiyono.
Winarso, B, Sajuti, R. dan Muslim, C. 2005.
2010. Curahan tenaga kerja keluarga
Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong di
transmigran dan lokal pada pemeliharaan
Jawa Timur. Forum Penelitian Agro
sapi potong di Kabupaten Konawe Selatan,
Ekonomi. 23(1): 61-71
Sulawesi Tenggara. Buletin Peternakan.
34(3): 194-201
13
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh fermentasi batang pisang (gedebog) sebagai
pakan alternatif ternak kelinci terhadap pertambahan bobot badan. Materi penelitian menggunakan 32
ekor ternak kelinci lokal sebagai objek yang akan diteliti, sedangkan batang pisang (gedebog), dedak
padi, dedak jagung, gaplek, hijauan (rumput, kangkung, bayam dan daun pepaya), molases sebagai
bahan pakan, dan EM4 Peternakan sebagai bahan fermentor. Metode penelitian yang digunakan adalah
RAK Faktorial dengan 2 perlakuan yaitu: 1. fermentasi batang pisang (gedebog) yang dicacah kasar, 2.
fermentasi batang (gedebog) pisang yang dicacah halus, setiap perlakuan terdiri dari 4 taraf yaitu: 0%,
10%, 20% dan 30% dengan 2 ulangan dan 2 kelompok dan dilanjutkan dengan uji BNT (beda nyata
terkecil). Variabel yang diamati meliputi pertambahan bobot badan. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa metode fermentasi (cacah kasar dan cacah halus) berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
pertambahan bobot badan, pada pakan fermentasi batang (gedebog) pisang dengan taraf pemberian yang
berbeda tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badandan interaksi antara metode
fermentasi (cacah kasar dan cacah halus) dengan taraf pemberian yang berbeda tidak berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan. Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai informasi
untuk mengembangkan manfaat pakan fermentasi batang pisang (gedebog) sebagai pakan pakan alternatif
ternak kelinci.
Kata Kunci: Kelinci lokal, pakan fermentasi batang pisang (gedebog), pertambahan berat badan.
F F Tabel
SK db JK KT
Hitung 0,05 0,01
Kelompok 1 638662,375
Perlakuan 7 33066046,875
Metode 1 32714966,375 32714966,375 294,66 12,25 5,59
Taraf
3 47887,625 15962,54 0,14 8,48 4,35
pemberian
Metode x
3 303192,875 101064,29 0,91 8,48 4,35
Taraf
Galat 7 777172,68 111024,66
Jumlah 15 34481881,87
16 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
Joko Purdiyanto
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Madura
e-mail : jokopurdiyanto@unira.ac.id, jokopmk@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas dendeng yang paling diminati oleh konsumen di
Kabupaten Pamekasan, sehingga dapat dipakai sebagai pedoman bagi para pengusaha dendeng untuk
pengembangan produk olahannya. Sampel berupa dendeng dari berbagai merek yang dibeli di Toko
Swalayan atau Pasar yang ada di Kabupaten Pamekasan. Dendeng hasil pembelian di pasaran, digoreng
dan disajikan dalam cawan untuk dilakukan uji sensoris di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas
Madura. Jumlah Responden sebanyak 100 orang. Variabel yang dinilai :Tekstur, Warna, Rasa, dan
Aroma. Pengujian Sensoris dengan menggunakan Metoda Hedonic Scale Test, masing-masing merek
dendeng diberi kode dengan tiga angka untuk dilakukan penilaian. Data yang diperoleh dianalisa dengan
menggunakan analisa sidik ragam atau Analisa Varians (Anova) serta dilanjutkan dengan Uji Rentang
Newman-Keuls. Dendeng yang disukai konsumen di Kabupaten Pamekasan adalah dendeng yang
berwarna coklat bersih, beraroma sedap, berasa manis dengan tekstur tidak keras.
Dendeng merupakan salah satu bentuk hal stabilitas maupun mutu tidak dapat dicapai
hasil olahan pengawetan daging secara tradisional titik tertinggi dan pada proses pengolahannya
dan telah banyak dilakukan oleh masyarakat tidak dilakukan pengawasan mutu yang mungkin
Indonesia sejak dulu. Menurut SNI 01-2908-1992 dapat mengecilkan biaya dan menjamin mutu
(Badan Standarisasi Nasional, 1992), dendeng produk akhir.
merupakan produk makanan berbentuk Tujuan penelitian adalah untuk
lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan mengevaluasi kualitas dendeng seperti apa yang
daging segar yang telah diberi bumbu dan paling diminati oleh konsumen di Kabupaten
dikeringkan. Dendeng memiliki cita rasa yang Pamekasan, sehingga dapat dipakai sebagai dasar
khas, yaitu manis agak asam dan warna yang bagi para pengusaha dendeng untuk
gelap akibat kadar gulanya yang cukup tinggi. pengembangan produk olahannya.
Kombinasi gula, garam, dan bumbu-bumbu
menimbulkan bau khas pada produk akhir MATERI DAN METODE
(Purnomo, 1996). Dendeng dapat dikategorikan
Materi
sebagai bahan pangan semi basah (Intermediate
Dendeng dari berbagai merek yang dibeli di
Moisture Food) karena dendeng memiliki kadar
Toko, Swalayan atau Pasar yang ada di
air yang berada dalam kisaran kadar air bahan
Kabupaten Pamekasan Tahun 2014
pangan semi basah, yaitu 25%. Bahan pangan
semi basah merupakan campuran suatu bahan Metoda
pangan ang pada umumnya ditambah dengan 1. Dendeng hasil pembelian di pasaran, digoreng
bahan pengikat air yang dapat menurunkan daya dan disajikan dalam cawan untuk dilakukan
ikat air produk, sehingga pertumbuhan uji sensoris di Laboratorium Fakultas
mikroorganisme terhambat (Purnomo, 1996). Pertanian Universitas Madura
Bahan pangan semi basah memiliki aktivitas air 2. Jumlah Responden : 100 orang
antara 0,60 sampai 0,91 (Salguero et al, 1994). 3. Variabel yang dinilai :
Purnomo (1996) mengemukakan, ditinjau dari a. Warna
cara pembuatanya, dendeng dikelompokan b. Rasa
menjadi dendeng iris (slicer) dan giling. c. Aroma
Komposisi bahan yang digunakan dalam d. Tekstur (tingkat kekerasan)
pembuatan dendeng alah daging, gula merah 4. Pengujian Sensoris dengan menggunakan
30%, garam 5%, ketumbar 2%, bawang putih Metoda Hedonic Scale Test. Masing-masing
2%, sendawa 0,2%, lengkuas 1%, dan jinten 1% merek dendeng diberi kode dengan tiga angka.
(Hadiwiyoto, 1994). Selama pembuatan dan Untuk penilaian digunakan skala penilaian :
pengeringan akan terjadi pula pembentukan 9 = sangat suka sekali
komponen-komponen citarasa, yang akan 8 = sangat suka
menambah rasa dan aroma dendeng menjadi lebih 7 = suka
6 = sedikit suka
sedap. Bahan yang digunakan dalam pembuatan
5 = medium
dendeng dapat berasal dari daging sapi, kerbau, 4 = sedikit tidak suka
babi, kambing, domba dan ayam; sedangkan yang 3 = tidak suka
lazim terdapat dipasaran adalah dendeng daging 2 = sangat tidak suka
sapi (Purnomo, 1979, 1987). Proses pembuatan 1 = sangat tidak suka sekali
dendeng belum dibakukan karena merupakan seni 5. Metode Analisa
memasak yang bersifat rahasia, tetapi pada Data yang diperoleh dianalisa dengan
dasarnya menyangkut pengirisan daging tipis- menggunakan analisa sidik ragam atau
tipis diikuti dengan perendaman dan Analisa Varians (Anova) serta dilanjutkan
pengeringan. Sifat-sifat yang menguntungkan dengan Uji Rentang Newman-Keuls (Sudjana,
dalam pembuatan secara tradisional ialah bahwa 1989)
produk-produk tersebut disesuaikan benar dengan
kebiasaan-kebiasaan makan dari masyarakat di HASIL DAN PEMBAHASAN
daerah dimana produk itu dibuat dan semua a. Hasil Uji Sensoris Warna Dendeng
produk yang dibuat dengan teknik industri rumah Pengujian sensoris untuk warna dari
akan memberikan kesempatan kerja dalam suatu berbagai merek dendeng dilakukan dengan cara
daerah tertentu. Kerugiannya ialah bahwa dalam
Purdiyanto, Evaluasi Kualitas Dendeng ….19
memberikan penilaian instensitas warna masing- Pengunaan gula kelapa juga mempengaruhi
masing dendeng dengan metoda Hedonic Scale pembentukan warna pada dendeng. Jika kualitas
Test. Perhitungan dengan statistik menggunakan gula yang digunakan baik dalam arti warna
AnalisaVarians, kemudian dilanjutkan dengan gulanya baik dan bersih, maka dendeng yang
pengujian tingkat nyata dengan Uji Rentang dihasilkan juga akan berwarna baik dan bersih.
Newman- Keuls, dengan hasil seperti pada Tabel
1 berikut: b. Hasil Uji Sensoris Aroma Dendeng
Pengujian sensoris untuk aroma dari
Tabel 1. Hasil Analisa Sensoris Warna
Pada Berbagai Merek Dendeng berbagai merek dendeng dilakukan dengan cara
mencium dan memberikan nilai aroma masing-
Kode masing dendeng dengan metoda Hedonic Scale
452 374 168 231 513 625
Sampel Test. Perhitungan dengan statistik menggunakan
452 - - - + + + AnalisaVarians, kemudian dilanjutkan dengan
374 - - - + + + pengujian tingkat nyata dengan Uji Rentang
168 - - - + + + Newman-Keuls, dengan hasil seperti pada Tabel
231 + + + - - - 2 berikut :
513 + + + - - -
Tabel 2. Hasil Analisa Sensoris Aroma
625 + + + - - -
Pada Berbagai Merek Dendeng
Hasil analisa sensoris untuk warna pada Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata
enam merek dendeng menunjukkan bahwa ada - : Tidak Berbeda Sangat Nyata
perbedaan kesukaan di dalam warna dendeng, 168 : Dendeng Camilan Madura 2
yaitu Dendeng Jamila, Dendeng Camilan Madura 513 : Dendeng Kultum
1, Dendeng Camilan Madura 2 dengan Dendeng 374 : Dendeng Camilan Madura 1
SAE, Dendeng Kultum, Dendeng Pangestu. 452 : Dendeng Jamila
Untuk Dendeng Jamila, Dendeng Camilan 231 : Dendeng SAE
Madura 1 dan Dendeng Camilan Madura 2 tidak 625 : Dendeng Pangestu
ada perbedaan kesukaan terhadap warna dengan
nilai uji sensoris antara 5, 83 sampai dengan 5,99. Besadarkan uji tingkat kesukaan terhadap
Sedangkan untuk Dendeng SAE, Dendeng aroma dendeng, dari hasil analisa sensoris pada
Kultum, Dendeng Pangestu tidak ada perbedaan enam merek dendeng menunjukkan adanya
kesukaan panelis dengan nilai uji sensoris antara perbedaan kesukaan terhadap aroma, yaitu
6,71 sampai dengan 6,93. Jika dilihat dari skala Dendeng Camilan Madura 1, Dendeng Kultum,
penilaian adalah antara sedikit suka sampai Dendeng Camilan Madura 2, Dendeng Jamila
dengan suka. berbeda dengan Dendeng SAE, Dendeng
Pembentukan warna ini ada hubungannya Pangestu.
dengan adanya penambahan sendawa yang akan Untuk Dendeng Camilan Madura 1,
memberikan pewarnaan yang baik pada daging, Dendeng Kultum, Dendeng Camilan Madura 2,
dendeng yang dihasilkan berwarna lebih menarik Dendeng Jamila tidak ada perbedaan kesukaan
dan stabil. Disamping itu juga dipengaruhi oleh terhadap aroma dengan nilai uji sensoris antara
adanya reaksi maillard yaitu reaksi antara asam 5,80 sampai dengan 6,29. Dan Dendeng SAE,
amino yang ada pada protein daging dengan gula Dendeng Pangestu tidak ada perbedaan kesukaan
reduksi, sehingga terbentuk warna coklat. terhadap aroma dengan nilai uji sensoris 6,85 dan
20 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
6,88. Jika dilihat dari skala penilaian antara enam merek dendeng menunjukkan adanya
sedikit suka sampai dengan suka. perbedaan kesukaan terhadap rasa, yaitu Dendeng
Untuk pembentukan aroma, faktor yang Camilan Madura 2, Dendeng Camilan Madura 1,
berpengaruh adalah bumbu-bumbu yang Dendeng Jamila berbeda dengan Dendeng
ditambahkan pada waktu curing. Seperti Kultum, Dendeng SAE, Dendeng Pangestu.
diketahui di dalam pengolahan tradisional, Untuk Dendeng Camilan Madura 2,
penggunaan bumbu belum ada ketentuannya yang Dendeng Camilan Madura 1, Dendeng Jamila,
pasti baik dalam jumlah maupun jenisnya. tidak ada perbedaan kesukaan terhadap rasa
Penambahan yang berlebih akan menimbulkan dengan nilai uji sensoris antara 5,37 sampai
aroma yang lebih tajam (mencolok). Adanya gula dengan 5,74. Dan Dendeng Kultum, Dendeng
akan memberikan aroma yang khas pada SAE, Dendeng Pangestu tidak ada perbedaan
dendeng, disamping memberikan rasa manis. kesukaan terhadap rasa dengan nilai uji sensoris
Begitu pula penambahan garam dapur dan 6,00 dan 6,51. Jika dilihat dari skala penilaian
rempah-rempah. Penambahan ketumbar akan antara sedikit suka sampai dengan suka. Untuk
memberi aroma yang sedap dan khas disamping
pembentukan rasa, faktor yang berpengaruh
dapat menghilangkan bau anyir dari dendeng.
hampir sama dengan faktor pada aroma adalah
Penambahan jinten, bawang putih, bawang
bumbu-bumbu yang ditambahkan pada waktu
merah, laos akan memberikan aroma yang khas.
curing. Seperti diketahui di dalam pengolahan
tradisional, penggunaan bumbu belum ada
c. Hasil Uji Sensoris Rasa Dendeng
ketentuannya yang pasti baik dalam jumlah
Pengujian sensoris untuk rasa dari
berbagai merek dendeng dilakukan dengan cara maupun jenisnya. Penambahan yang berlebih
mencicipi dan memberikan nilai rasa masing- akan menimbulkan rasa yang lebih tajam
masing dendeng dengan metoda Hedonic Scale (mencolok). Adanya gula akan memberikan rasa
Test. Perhitungan dengan statistik menggunakan yang khas pada dendeng, disamping memberikan
Analisa Varians, kemudian dilanjutkan dengan rasa manis. Begitu pula penambahan garam dapur
pengujian tingkat nyata dengan Uji Rentang dan rempah-rempah. Penambahan ketumbar akan
Newman-Keuls, dengan hasil seperti pada Tabel memberi rasa yang sedap dan khas disamping
3 berikut : dapat menghilangkan bau anyir dari dendeng.
Penambahan jinten, bawang putih, bawang
Tabel 3. Hasil Analisa Sensoris Rasa merah, laos akan memberikan rasa yang khas.
Pada Berbagai Merek Dendeng
d. Hasil Uji Sensoris Tekstur (Tingkat
Kode
168 374 452 513 231 625 Kekerasan) Dendeng
Sampel Pengujian sensoris untuk tekstur (tingkat
168 - - - - + + kekerasan) dari berbagai merek dendeng
374 - - - + + + dilakukan dengan cara menggigit dan
452 - - - - - + memberikan nilai rasa masing-masing dendeng
513 - + - - - - dengan metoda Hedonic Scale Test. Perhitungan
231 + + - - - - dengan statistik menggunakan AnalisaVarians,
625 + + + - - - kemudian dilanjutkan denganpengujian tingkat
nyata dengan Uji Rentang Newman-Keuls,
Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata
dengan hasil seperti pada Tabel 4.
- : Tidak Berbeda Sangat Nyata
Besadarkan uji tingkat kesukaan terhadap
168 : Dendeng Camilan Madura 2
tekstur (tingkat kekerasan) dendeng, dari hasil
374 : Dendeng Camilan Madura 1
analisa sensoris pada enam merek dendeng
452 : Dendeng Jamila
menunjukkan adanya perbedaan kesukaan
513 : Dendeng Kultum
terhadap rasa, yaitu Dendeng Jamila, Dendeng
231 : Dendeng SAE
625 : Dendeng Pangestu Camilan Madura 1, Dendeng SAE berbeda
dengan Dendeng Camilan Madura 2, Dendeng
Besadarkan uji tingkat kesukaan terhadap Pangestu, Dendeng Kultum.
rasa dendeng, dari hasil analisa sensoris pada
Purdiyanto, Evaluasi Kualitas Dendeng ….21
Tabel 4. Hasil Analisa Sensoris Tekstur skala penilaian suka. Warna Dendeng Pangestu
(Kekerasan) Pada Berbagai Merek Dendeng adalah coklat bersih. Untuk uji sensoris tingkat
kesukaan terhadap aroma nilai uji sensorisnya
Kode adalah 6,88 dengan skala penilaian suka dengan
452 374 231 168 625 513
Sampel aroma sedap. Untuk uji sensoris tingkat kesukaan
452 - - - + + + terhadap rasa nilai uji sensorisnya adalah 6,51
374 - - - + + + dengan skala penilaian suka dengan rasa manis.
231 - - - - + + Sedangkan untuk uji sensoris tingkat kesukaan
168 + + - - - - terhadap tekstur (tingkat kekerasan) nilai uji
625 + + + - - - sensorisnya adalah 6,52 dengan skala penilaian
513 + + + - - - tidak keras.
Dendeng yang disukai konsumen di
Keterangan : + : Berbeda Sangat Nyata Kabupaten Pamekasan adalah dendeng yang
- : Tidak Berbeda Sangat Nyata berwarna coklat bersih, beraroma sedap, berasa
452 : Dendeng Jamila manis dengan tekstur tidak keras. Sehingga untuk
374 : Dendeng Camilan Madura 1 produsen dendeng agar produk dendengnya laku
231 : Dendeng SAE di pasaran untuk memperhatikan tingkat
168 : Dendeng Camilan Madura 2 kesenangan konsumen tersebut.
625 : Dendeng Pangestu
513 : Dendeng Kultum
DAFTAR PUSTAKA
Untuk Dendeng Jamila, Dendeng Camilan Aurand, L.W. and Woods, A.E., 1973. Food
Madura 1, Dendeng SAE, tidak ada perbedaan Chemistry. The Avi Publishing
kesukaan terhadap tekstur (tingkat kekerasan) Company.Inc. Wesport, Connecticut.
dengan nilai uji sensoris antara 5,11 sampai Adnan, M., 1982. Aktivitas Air Dan Kerusakan
dengan 5,59. Dan Dendeng Camilan Madura 2, Bahan Makanan.
Dendeng Pangestu, Dendeng Kultum tidak ada
Bambang Kartiko, Pudji Hastuti dan Wahyu
perbedaan kesukaan terhadap rasa dengan nilai uji Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi
sensoris 5,90 dan 6,52. Jika dilihat dari skala Bahan Pangan.
penilaian antara sedikit suka sampai dengan suka.
-----------------------, 1990, Petunjuk Evaluasi
Untuk tekstur (tingkat kekerasan) dari Produk Industri Hasil Pertanian. PAU
keenam dendeng contoh, Dendeng Jamila Pangan Gisi UGM. Jogjakarta
memiliki tekstur yang paling lunak dengan nilai
Edwards, R.A. G.H. Fleet and M. Wooton., 1979.
uji sensoris 5,11 yaitu medium. Tingkat
Food Comodity Science dalam Food
kekerasan dendeng dipengaruhi oleh adanya Science. (Buckle K.A. et al) Watson
kandungan air dalam dendeng. Kandungan air ini Ferquson& Co. Brisbane..
disebabkan oleh faktor-faktor yang
Fenemma, D.R. 1976. Principle of Food Science.
mempengaruhi pengeringan yang berbeda-beda, Marcel Dekker. Inc. New York and
misalnya cuaca, lama pengeringan, penetrasi Basel.
panas. Disamping itu juga bahan makanan seperti
Forrest, J.C; E.D. Arbele; H.B. Hedrik; M.D.
dendeng yang berkadar gula tinggi, sehingga
Juge and R.A. Markel., 1975. Principle
dalam proses pengeringannya mengalami sedikit of Meat Science. WH. Freeman
kesulitan karena air sulit untuk diuapkan karena Company. San Fransisco.
adanya ikatan yang kuat antara gula dan air.
Hadiwijoto, S., 1981. Problema Penggunaan
Garam Nitrit dan Nitrat Pada
KESIMPULAN Pengawetan Daging dalam Almanak
Dari evaluasi kualitas terhadap enam Nuklir Biologi dan Kimia. Pusat Nuklir
merek dendeng, maka dapat diambil kesimpulan Biologi dan Kimia Angkatan Darat.
dendeng yang paling disukai adalah Dendeng Jakarta.
Pangestu. Dengan hasil analisa sebagai berikut : --------------------, 1983. Hasil Hasil Olahan Susu,
untuk uji sensoris tingkat kesukaan terhadap Ikan, Daging dan Telur. Penerbit Liberty
warna nilai uji sensorisnya adalah 6,93 dengan Jogjakarta
22 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
Jutono, 1972. Dasar Dasar Mikrobiologi. Sudjana, 2002. Desain Dan Analisis Eksperimen.
Fakultas Peertanian UGM. Jogjakarta. Tarsito Bandung.
Kramer, A and Twigg, B.A. , 1970. Quality Vincent Gaspersz, 1991. Metode Perancangan
Control for The Food Industry. The Avi Percobaan Untuk Ilmu Ilmu Pertanian,
Publishing Company.Inc. Wesport, Ilmu Ilmu Teknik, Biologi. Armico
Connecticut. Bandung.
Price, J.F. and B.S. Schweiqert., 1971. The Winarno, F.G. dan Betty Sri Laksmi Jenie., 1982.
Science of Meat And Meat Product. WH. Kerusakan Bahan Pangan Dan Cara
Freeman and Company. San Fransisco. Pencegahannya. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu Dan Teknologi Daging.
Gadjahmada University Press.
Jogjakarta.
23
Abstrak
Tujuan dari Penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui jumlah ampas tahu yang dihasilkan oleh 24 (dua
puluh empat) pabrik tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan; (2) untuk mengetahui potensi
ampas tahu sebagai sumber pakan ternak sapi potong di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode survei. Penelitian dilakukan pada 24 pabrik
tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan mulai tanggal 18 Juni sampai dengan 17 Juli 2015.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu (1) Jumlah limbah tahu yang dihasilkan oleh 24 pabrik
tahu di Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan sebanyak 42376,6 kg (limbah padat) dan 92401,9
kg (limbah cair); (2) Potensi sebagai pakan konsentrat untuk ternak sapi 1.895,59 ST (hijauan sedang
sampai tinggi) atau 3.811,56 ST (hijauan rendah).
Pada Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa Pengalaman Responden Dalam Usaha Pabrik
populasi ternak sapi potong di 9 (sembilan) desa Tahu
dan 9 (sembilan) kelurahan di Kecamatan Pengalaman usaha semakin tinggi maka
Pamekasan Kabupaten Pamekasan yang paling semakin tinggi pula motivasi, sebaliknya semakin
tinggi populasi sapi potong berada di desa Teja rendah pengalaman usaha, maka semakin rendah
Barat sebanyak 502 ekor sapi potong, sedangkan pula motivasi usaha. Mereka yang memiliki
pada kelurahan Parteker tidak terdapat peternakan pengalaman usaha akan semakin meningkatkan
sapi potong. motivasi kerja, yang pada akhirnya
memperlihatkan keberhasilan dalam kegiatan
Karakteristik Umur Responden usaha pabrik tahu (Christian dkk, 2011).
Umur responden pengusaha pabrik tahu di Pengalaman usaha pabrik tahu responden di
Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan Kecamatan Pamekasan Kabupaten Pamekasan
yang paling muda adalah 30 tahun dan hanya 1 yang paling lama berdasarkan penelitian yang
orang responden dengan persentase 4,16 %, dilakukan di 24 pabrik tahu yaitu 6 - 10 tahun
sedangkan yang paling tua adalah 60 tahun dan dengan jumlah responden sebanyak 8 orang
hanya 2 orang responden dengan persentase 8,33 responden dengan presentase 33,33 % .
% dan umur responden paling banyak menjadi
pengusaha pabrik tahu terdapat pada usia 35 – 39 Pendidikan Responden
tahun sebanyak 8 responden dengan persentase Tingkat pendidikan merupakan salah satu
33,33 %. faktor yang perlu di perhatikan karena
26 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
Pada Tabel dapat dilihat bahwa bahan sedang sampai tinggi) adalah 3.811,565 ST
kering (BK) ampas tahu sebagai bahan pakan (pakan hijauan rendah).
ternak di Kecamatan Pamekasan Kabupaten
Pamekasan yang dihasilkan dari 24 pabrik tahu DAFTAR PUSTAKA
sebanyak 6.225,32 kg. Bahan kering paling tinggi Arsyad, A., H. 2012. Analisis Potensi Daya
terdapat di pabrik tahu UD. Mandiri 5.041,1 kg Dukung Pengembangan Peternakan
BK, mempunyai potensi sebagai pakan ternak Sapi Potong Di Kabupaten Pohuwato.
sapi sebesar 1.469,71 ST (diberi hijauan Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu
berkualitas sedang sampai tinggi) atau 2.016,15 Pertanian Universitas Negeri
ST (diberi hijauan berkualitas rendah), sedangkan Gorontalo. Gorontalo.
bahan kering paling rendah terdapat di pabrik Auliana, Rizqie. 2012. Pengolahan Limbah Tahu
tahu UD. Bintang Jaya yaitu 19,88 kg BK Menjadi Berbagai Produk Makanan.
mempunyai potensi sebagai pakan ternak sapi Yogyakarta.
sebesar 5,8 ST (diberi hijauan berkualitas sedang Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2011.
sampai tinggi) atau 7,95 ST (diberi hijauan Laporan Tahunan. Dinas Peternakan
berkualitas rendah). Potensi limbah ampas tahu Provinsi Jawa Timur. Surabaya.
padat sebesar 6.225,32 kg BK sebagai pakan Suprapti, Lies. 2005. Pembuatan Tahu. Edisi
konsentrat ternak sapi dapat mencukupi 1.892,59 Teknologi Pengolahan Pangan.
ST (apabila diberi hijauan berkualitas sedang Kanisius, Yogyakarta.
sampai tinggi) atau 3.811,56 ST (apabila diberi Tillman, A. D.,S, Reksohadiprodjo, S.
hijauan berkualitas rendah) . Prawirokusumo, H. Hartadi dan S.
Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan
KESIMPULAN Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
1. Jumlah limbah ampas tahu yang dihasilkan 24
pabrik tahu sebayak 42.376,6 kg limbah padat Wijono Didi, B dan Setiadi Bambang. 2004.
dan 92.401,9 kg limbah cair. Potensi Dan Keragaman Sumberdaya
Genetik Sapi Madura Loka Penelitian
2. Produksi limbah tahu padat sebagai pakan Sapi Potong Grati, Pasuruan Dan Balai
ternak sapi 1.895,59 ST (pakan hijauan Penelitian Ternak Bogor.
29
Farahdilla Kutsiyah
Jurusan Ekonomi dan Bisnis Islam STAIN Pamekasan
e-mail: keindahanmaduraku@gmail.com
Abstrak
Penelitian bertujuan mengekplorasi potensi budaya sapi sonok dan pemanfaatannya untuk pengembangan
agribisnis sapi bibit madura melalui pendekatan OTOP. Penelitian dilaksanakan di Desa Dempo Barat
Kecamatan Pasean Kabupaten Pamekasan. Jenis data sebagian besar deskriptif yang digali melalui
eksplorasi, observasi, studi pustaka dan indept interview (wawancara mendalam). Data dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Strategi pengembangan
agribisnis sapi bibit madura melalui pendekatan OTOP meliputi village breeding centre, penyuluhan,
pendampingan, pertanian terpadu, pengembangan budidaya mengkudu, inovasi teknologi merujuk
kelembagaan peternak, corporate farming ala madura, kerajinan & inovasinya terkait dengan sapi sonok,
complete feed, home industri jamu sapi, koperasi peternak, penguatan kelembagaan sapi sonok, plot 10
peternak unggulan, pemasaran, evaluator, identifikator & fasilitator, pengolahan mengkudu, rekording &
pendataan surat keterangan layak bibit/SKLB, pasar tradisional, desa wisata budaya sapi sonok dan
penguatan kelembagaan petani (2) Desa yang bisa diplot untuk target OTOP tahap pertama di Desa
Dempo Barat Kecamatan Pasean. Disarankan (1) Pemda memplot dalam renja SKPD (satuan kerja
perangkat daerah/RKPD (rencana kerja pembangunan daerah) lingkup ekonomi untuk mengalokasikan
anggaran bagi desa yang menjadi target OTOP (2) Kreatifitas dan inovasi dalam pengembangan
agribisnis sapi bibit madura harus selalu digali oleh semua SKPD dan pihak-pihak terkait untuk
memunculkan kegiatan-kegiatan baru yang aplikatif dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
itu Desa sentra sapi bibit Madura harus diubah di Desa Dempo Barat Kecamatan Pasean
menjadi desa industri berbasis sapi bibit madura. Kabupaten Pamekasan. Pertimbangannya bahwa
Salah satu alternatif pengembangan kedua kecamatan tersebut merupakan daerah
agribisnis sapi bibit madura bisa melalui sentra sapi sonok dan memiliki populasi sapi
pendekatan OTOP (one tambon one product). Madura bibit yang tergolong kategori tinggi di
Pendekatan ini merupakan gerakan masyarakat Pulau Madura serta budaya sapi sonok
yang mengembangkan potensi yang dimiliki menginternalisasi masyarakatnya. Di samping itu
daerah secara terintegrasi untuk meningkatkan di wilayah ini performan sapi Madura tercakup
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dalam kategori unggul. Sebagai penjelasan
sekaligus meningkatkan rasa percaya diri serta budaya sapi sonok sangat berkontribusi dalam
kebanggaan akan kemampuan sendiri dan melanggengkan ketersediaan sapi Madura unggul.
daerahnya. OTOP sebagai suatu pendekatan Di samping itu di wilayah ini performan
pembangunan dari dalam yang memanfaatkan sapi Madura tercakup dalam kategori unggul.
sebesar-besarnya potensi wilayah sebagai modal Sebagai penjelasan budaya sapi sonok sangat
dasar dengan tetap menjaga kelestarian berkontribusi dalam melanggengkan ketersediaan
lingkungan, sehingga dapat mengembangkan sapi Madura unggul. Kegiatan penelitian ini
kearifan local setempat dan dengan mendorong berdasarkan tujuannya merupakan penelitian
berkembangnya industri. eksploratif, yaitu penelitian yang bermaksud
Sebagai penjelasan, konsep ini sebenarnya mengekplorasi potensi budaya sapi sonok dan
mereplikasi keberhasilan masyarakat dan pemanfaatannya untuk pengembangan agribisnis
pemerintah Jepang dan Thailand yang sudah sapi bibit madura. Jenis data sebagian besar
membuktikan kehandalan model satu desa satu deskriptif yang digali melalui eksplorasi,
komoditas yang dibangun berdasarkan observasi, studi pustaka dan indept interview
keunggulan komparatifnya. Di Negara jepang, (wawancara mendalam).
konsep ini dikenal dengan istilah one village one
commodity (OVOC) atau one village one product PEMBAHASAN
(OVOP) sementara di Thailand, program sejenis Konsep One Tambon One Product (OTOP)
dikenal dengan nama one tambon one product OVOP pertama kali dicetuskan oleh
atau OTOP (Burhanuddin, 2008). Morihiko Hiramatsu saat menjabat sebagai
OTOP sangat layak diterapkan untuk Gubernur Perfektur Oita di timur laut Kyushu,
pengembangan sapi bibit Madura di Pulau Jepang. Selama 6 periode (24 tahun) masa
Madura karena (1) setiap wilayah pedesaan yang jabatannya, gerakan OVOP melaju pesat
menjadi sentra pembibitan sapi madura umumnya memberikan kontribusi sangat besar bagi
memiliki kekhasan tersendiri dalam menghasilkan pembangunan di wilayah ini. Penerapan OVOP
komoditas ini karena kondisi alam, budaya cocok ini bertujuan untuk mengembangkan produk yang
tanam, modal sosial, SDA, dan SDM masyarakat. mampu bersaing di pasar global dengan tetap
Sifat unik wilayah atau kawasan tersebut layak menekankan pada nilai tambah lokal dan
dikembangkan (2) Keterbatasan faktor sosial - mendorong semangat menciptakan kemandirian
ekonomi masyarakat Pulau Madura. Jika ditilik masyarakat. Ketika itu OVOP dicanangkan
secara seksama dari dulu hingga sekarang, sebagai kebijakan dalam rangka mengatasi
masalah aspek sosiocultural yang melingkupi masalah depopulasi yang disebabkan generasi
peternak adalah : penjualan sapi umur 1-2 bulan, muda yang meninggalkan daerah asalnya dan
mati mocok dan tingginya proporsi penggaduh menyebabkan lesunya industri setempat (Triharini
sapi (3) SDM adalah faktor kendala paling utama et al., 2014).
pembangunan peternakan di Pulau Madura. Di Thailand, program sejenis
diperkenalkan pertama kali oleh Perdana Menteri
MATERI DAN METODE Thaksin Shinawatra yang terinspirasi dan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan kemudian mengadopsi program tersebut untuk
Februari sampai April 2014. Penentuan lokasi dikembangkan lebih lanjut dengan nama One
ditetapkan secara sengaja (purposive) dilakukan Tambon One Product (OTOP). Tambon dalam
bahasa setempat berarti kecamatan, sehingga
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….31
OTOP dikenal sebagai suatu konsep atau program yang memiliki kekhasan dan keunikan lokal (3)
untuk menghasilkan satu jenis komoditas atau penekanan pada pengembangan SDM (Human
produk unggulan yang berada dalam suatu resource development) (Matsushima, 2012).
kawasan tertentu. Pengertian kawasan dalam hal Penerapan OTOP di Indonesia
ini bisa meliputi suatu areal wilayah dengan dilaksanakan melalui program Kementerian
luasan tertentu yang dalam hal ini adalah wilayah Perindustrian sejak tahun 2008 untuk
kecamatan (Burhanuddin, 2008). mengembangkan potensi industri kecil dan
Dalam OVOP yang menonjol adalah menengah pada berbagai sektor, termasuk di
terintegrasinya semua lembaga terkait, masing- antaranya sektor kerajinan. Sepuluh wilayah yang
masing dengan kapasitasnya kedalam suatu dipilih oleh Pemerintah untuk dikembangkan
perencanaan terfokus. Memanfaatkan sumberdaya dengan pendekatan OVOP yaitu: Purwakarta
dan fasilitas yang tersedia, produk lokal yang (gerabah/keramik hias), Tasikmalaya (anyaman),
dihasilkan dengan pendekatan ini harus didorong Pekalongan (tenun dan anyaman akar wangi),
untuk mampu memberikan nilai tambah dengan Boyolali (kerajinan tembaga), Bantul
bantuan teknis dan pemasaran yang memadai. (gerabah/keramik hias), Kulonprogo (anyaman),
Tidak kalah pentingnya penekanan pada Bangli (anyaman bambu), Tabanan
kerjasama antar berbagai kalangan untuk (gerabah/keramik hias), Lombok Barat
meningkatkan kreativitas dan inovasi para pelaku (gerabah/keramik hias), dan Lombok Tengah
usaha mengembangkan produk unggulan spesifik (anyaman rotan) (Cahyani, 2013). Ini tidak berarti
lokasi hingga mencapai kualitas tertentu yang di Indonesia penerapannya tidak hanya
mampu bersaing di pasar global (Pasaribu, 2011). dikotakkan pada aspek pengolahan produk tetapi
perluasan ke aspek agribisnis sangat layak untuk
komoditas dikelola dengan basis diterapkan. Seperti yang dipaparkan Prayudi
sumberdaya lokal namun berdaya (2008), latar belakang munculnya OTOP ada tiga
saing global
yaitu: pertama, adanya konsentrasi dan kepadatan
populasi di perkotaan sebagai akibat pola
urbanisasi dan menimbulkan menurunnya
kemandirian dan penekanan pada populasi penduduk di pedesaan. Kedua, untuk
kreativitas pengembangan SDM
dapat menghidupkan kembali gerakan dan
pertumbuhan ekonomi di pedesaan, maka perlu
Gambar 1. Prinsip Dasar Dalam Konsep OTOP dibangkitkan suatu roda kegiatan ekonomi yang
sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan dengan
Tiga prinsip dasar dalam konsep OTOP
cara memanfaatkan potensi dan kemampuan yang
yang sesungguhnya bisa diterapkan dalam
ada didesa tersebut serta melibatkan para tokoh
komoditas apapun. Ketiga prinsip dasar tersebut
masyarakat setempat. Ketiga, mengurangi
adalah : (1) komoditas dikelola dengan basis
ketergantungan masyarakat desa yang terlalu
sumberdaya lokal namun berdaya saing global
tinggi terhadap pemerintah daerah maupun
(Think globally, act locally). Setiap wilayah
pemerintah pusat.
dianugerahi beragam sumberdaya, oleh karena itu
Dengan kata lain tujuan OTOP
memanfaatkan potensi sumberdaya lokal dan
tidak menggunakan sumberdaya dari luar.
1. Sebagai terobosan untuk menggerakkan
produksi dengan mengembangkan produk
Sumberdaya local tersebut diolah sehingga dapat
khas lokal
menghasilkan produk yang dapat dipasarkan baik
lokal maupun global (2) kemandirian dan 2. Mendorong pemanfaatan sumberdaya lokal
kreativitas (Self reliance and creativity) yang (alam, manusia, teknologi)
berkesinambungan. Usaha ini dilakukan secara 3. Salah satu alternatif pengembangan
mandiri dengan kreativitas, inovasi, ketekunan, agroindustri di perdesaan atau industri kecil &
dalam meracik potensi sumberdaya yang menengah
dimilikinya. Masyarakat setempat yang 4. Memudahkan koordinasi hubungan yang
menentukan produk mana yang dikembangkan saling mengkait antar elemen dari hulu ke hilir
32 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
Sapi Madura
Sapi Taccek/Phajangan
Sentra Sapi Sonok Sebagai Target Pengem- dihalaman rumah sudah bisa dilaksanakan.
bangan Sapi Bibit Madura Melalui Pendekat- b. Kegiatan kolom taccek untuk satu
an OTOP perkumpulan digelar dua minggu sekali,
Desa yang bisa diplot untuk target OTOP sehingga diperkirakan pertemuan kolom
tahap pertama untuk wilayah sentra sapi sonok taccek di desa ini antara 2-3 kali per
sebaiknya di Desa Dempo barat Kecamatan minggu. Ditambah lagi untuk daerah lain
Pasean. Desa ini mencakup sepuluh dusun yakni pelaksanaan kolom taceek bisa
Karang Tenga, Toroy, Pandian, Duwa’ Pote, dipengaruhi musim, seperti musim
Kembang, Patemon, Kanten, Bence’, Jurang tembakau, sementara untuk desa ini kolom
Dalem, dan Potreh. taccek tetap digelar meskipun musim
Desa Dempo Barat dapat dikatakan cukup tembakau, karena justru pertemuan itu
unik, khas dan memiliki potensi besar untuk untuk melepas kepenatan dengan bercocok
dijadikan wilayah pengembangan agribisnis sapi sapi.
bibit Madura karena Wilayah ini memiliki banyak c. Tempat memajang sapi dimiliki per
kelebihan yakni: kepala keluarga (KK). Untuk sapi sebagai
1. Sebagai salah satu barometer pengembangan bercocok tanam taccek dibuat ala
sapi Madura di Pulau Madura kadarnya, sementara khusus sapi sonok
2. Budaya sapi sonok terinternalisasi dalam dibuat dari cor dan dihiasi pohon-
kehidupan masyarakat sehingga wilayah ini pohonan. Jika dirujuk dari jumlah
dapat dijadikan pengungkit hadirnya ekonomi penduduk di Desa ini 5793 jiwa, yakni
kreatif berbasis pertunjukan. laki-laki 2727 laki-laki dan 3.066
a. Frekuensi kegiatan even sapi taccek dan perempuan, dengan jumlah KK sebanyak
kontes sapi sonok teratur dan mudah 1.563 (BPS Kab Pamekasan, 2013). Ini
ditemui di desa ini. Tempat pelaksanaan berarti ada 1.153 KK yang memiliki sapi
perkumpulan sapi taccek ini di lapangan dengan asumsi kepemilikan setiap KK
dan halaman rumah penduduk. Banyak sebanyak 2 ekor. Kepemilikan sapi 2-8
lapangan tersedia untuk kegiatan kontes ekor per KK, rataaan per KK 2 orang.
dan kolom taccek. Pelaksanaannya d. Adanya Paguyuban sapi sonok. Lembaga
berpindah-pindah dari kelompok-ke ini memiliki pengaruh yang kuat di
kelompok lain. Dempo ada 10 dusun, lingkup wilayah sentra sapi sonok, oleh
Setiap dusun memiliki kelompok kecil, karena itu paguyuban tersebut bisa
Setiap dusun ada 2-3 kelompok kecil dijadikan pengkoordinasi dan perantara
dengan anggota minimal 24 orang. agar para peternak menerapkan recording
Pelaksanaannya secara bergiliran pada sapi.
setiap kelompok, jadwalnya tergantung e. Desa asal pencetus sapi sonok. Keaslian
pada kecamatan dan kabupaten. untuk budaya ini terjamin, ketika tahun 90-an
taccek tidak harus lapangan karena sapi sonok dilombakan di Pulau Madura,
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….35
hanya desa ini yang tidak mau Tabel 2. Populasi Sapi di Desa Dempo Barat
mengadakan lomba, tetapi tetap dalam Kecamatan Pasean Tahun 2013
bentuk kontes. Kondisi ini dilatarbelakangi Jumlah Jumlah
Dusun Dusun
dari wasiat pencetus kesenian yang (ekor) (ekor)
melarang sapi sonok diadu atau Potreh 241 Toroy 187
dilombakan. Jurang Dalam 218 Karang Tenga 201
f. Adanya warung taccek. Patemon 324 Kembang 248
g. Yang memproduksi pengangguy (pakaian Duwe’ Pote 267 Janten 268
Pandian 158 Bancek 194
dan pernak-pernik ) untuk sapi sonok ada
di Dempo barat kecuali Pangonong di Batu Jumlah 2.306
Putih Sumenep. Pangangguy ini mencakup
hiasan kepala, hiasan kaki, leher dan tubuh Sumber: Hasil Sensus Tahun 2013
sapi.
h. Keunikan perilaku peternak, budaya sapi m. Pengembangan infrastruktur akan mudah
sonok mendarah daging di wilayah ini, dilaksanakan. Lahan tersedia mudah dan
setiap hari pasti ditemui hal-hal yang murah sehingga untuk membangun
berkaitan dengan kesenian ini, seperti saat infrastruktur sangat mudah dilaksanakan
seseorang membeli sapi sonok, dalam n. Letak giografis, meskipun jauh tetapi
perjalanan pulang ke rumah pemilik jalannya mudah dan sudah bagus
(pembeli tersebut) diringi saronen dan o. Dempo barat dibagi atas bagian barat
dilanjutkan dirumahnya, kemudian tanpa dan bagian timur. Wilayah barat
diundang masyarakat sekitarnya datang daerahnya kering dan sulit air, dengan
sendiri kondisi tersebut tanaman yang paling
i. Populasi sapi sangat padat, berdasarkan tahan panas adalah mengkudu. Daun dan
hasil sensus tahun 2013, jumlah sapi di buahnya digunakan untuk pakan ternak.
desa ini yakni sebanyak 2.306 ekor Setiap lahan tanah atau setiap KK pasti
(proporsi sapi betina 95,6%). Sebagai ada pohon mengkudu.
keterangan tambahan Jumlah penduduk p. Kecamatan Pasean dikelilingi oleh Waru
6.230 dan jumlah KK 1.855 (data tahun dan Batumarmar. Potensi perikanan di
2013) dengan Luas wilayah 758,8 ha kecamatan Pasean dan Batumarmar dan
j. Manajeman pembibitan-pemeliharaan Waru sebagai kawasan Rupanandur.
tergolong cukup optimal. banyak ditanam Oleh karena itu nantinya diharapkan bisa
mengkudu, daunnya digunakan sebagai membangkitkan industri kreatif di
pakan ternak khususnya pada musim masyarakat, seperti kerajinan, kuliner,
kemarau jasa yang berbasis sumberdaya lokal.
k. Performan populasi sapi lokal (Madura)
tergolong unggul dengan bobot badan Strategi Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit
kisaran 350-600 kg Madura Melalui Pendekatan OTOP
l. Konsentrasi peternak terampil dalam OTOP sebagai suatu gerakan masyarakat
manajeman produksi dan reproduksi yang membutuhkan partisipasi semua pihak
banyak tersedia. Untuk mengetahui (lembaga terkait) dari hulu ke hilir. Sebagai
peternak terampil dalam aspek perawatan penegasan kembali, dalam pendekatan OTOP
dapat dilihat dari performan produksi dan yang menonjol adalah terintegrasinya semua
reproduksi sapi. Dari aspek tersebut ciri- lembaga terkait, masing-masing dengan
cirinya sangat mudah dilihat: tubuh bagus, kapasitasnya kedalam suatu perencanaan
wajah cantik, badannya gemuk dan terfokus. Memanfaatkan sumber daya dan
berkembangbiak. Tiga unsur ini melekat fasilitas yang tersedia, produk lokal yang
dengan peternak di Desa Dempo Barat, hal dihasilkan dengan pendekatan OTOP harus
ini dapat dibuktikan bahwa daerah-daerah didorong untuk mampu memberikan nilai tambah
lain seperti Waru, Sumenep, Pakong, dengan bantuan teknis dan pemasaran yang
Sampang pasti mencari bibit-bibitnya dari memadai dari pihak ketiga (perusahaan penghela)
wilayah ini. serta perlu melakukan banyak strategi terapan
36 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
lahan pada masing-masing petani, sehingga sapi sonok, Plot 10 peternak unggulan,
efisiensi usaha, standarisasi mutu, dan efektivitas Pemasaran, Evaluator, Identifikator &
serta efisiensi manajemen pemanfaatan sumber fasilitator, Pengolahan mengkudu, Rekording
daya dapat dicapai (Sudaryanto dan Jamal, 2000). & Pendataan Surat keterangan layak
bibit/SKLB, Pasar Tradisional, desa wisata
Evaluator, Identifikator & Fasilitator budaya sapi sonokdan Penguatan
Disini perlunya Bappeda (a) mengoptimal- kelembagaan petani
kan dukungan dan Koordinasi yang solid 3. Desa yang bisa diplot untuk target OTOP
diantara institusi pemerintah (b) konsistensi tahap pertama untuk wilayah sentra sapi
perencanaan pembangunan ekonomi yang sonok sebaiknya di Desa Dempo barat
berbasis masyarakat dan dengan pelaksanaannya Kecamatan Pasean karena cukup unik, khas
bertahap (c) identifikasi permasalahan dan memiliki potensi besar untuk dijadikan
pengembangan OVOP pada masing-masing desa wilayah pengembangan agribisnis sapi bibit
target (d) mengidentifikasi potensi sumberdaya Madura.
alam yang mendukung munculnya produk
unggulan dan turunannya (e) terintegrasinya DAFTAR PUSTAKA
semua lembaga terkait, masing-masing dengan Bakorwil Pamekasan. 2014. Hasil Rapat
kapasitasnya kedalam suatu perencanaan Koordinasi Konsepsi Pulau Madura
terfokus. sebagai Pulau Sapi. Badan Koordinasi
Wilayah Pemerintahan dan Pembangunan
Koperasi Peternak IV. Pamekasan.
Manfaat pembentukan koperasi peternak Burhanuddin. 2008. Pemanfaatan Konsep
sapi bibit Madura sebagai berikut: Kawasan Komoditas Unggulan Pada
1. Pengelolaan dan pengembangan Village Koperasi Pertanian. Infokop Volume 16:
Breeding Centre (VBC) menjadi usaha 143-154
pembibitan sapi Madura Cahyani RS. 2013. Pendekatan One Village One
2. Unit Pengelolaan Pupuk Organik menjadi Product (OVOP) Untuk Meningkatkan
pabrik pupuk organik skala kecil Kreativitas Umkm Dan Kesejahteraan
3. Pengembangan HMT (hijauan makanan Masyarakat
ternak) menjadi usaha penyediaan bibit HMT Heryadi, AY. 2008. Exizting condition keragaan
4. Mini Feed Mill menjadi pabrik complete feed agribisnis sapi potong di Kabupaten
skala kecil Pamekasan
Kutsiyah, Farahdilla. 2012a. Kelembagaan dan
Pembibitan Sapi Potong di Pulau Madura.
KESIMPULAN Karya Putra Darwati, Bandung.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: Kutsiyah, Farahdilla. 2012b. Analisis Pembibitan
Sapi Potong di Pulau Madura. Volume 22
1. Salah satu alternatif pengembangan agribisnis
nomor 3. Wartazoa. 113-126.
sapi bibit madura bisa melalui pendekatan
OTOP (one tambon one product), yang Kutsiyah, Farahdilla. 2014a. Pembibitan sapi
intinya terintegrasinya semua lembaga terkait, Potong di Kabupaten Pamekasan. Paparan
Rapat Koordinasi Pelestarian Sapi Lokal
masing-masing dengan kapasitasnya (hulu-
Madura. Bakorwil Pemerintahan dan
hilir) kedalam suatu perencanaan terfokus Pembangunan Pamekasan. 25 November
untuk pengembangan sapi bibit Madura. 2014.
2. Strategi pengembangan Agribisnis sapi bibit
Kutsiyah, Farahdilla. 2014b.Sapi Madura:
Madura melalui pendekatan OTOP meliputi Pembibitan, Budaya, & Ekonomi Kreatif.
Village Breeding Centre, Penyuluhan, Makalah seminar regional Sapi Madura:
pendampingan, Pertanian Terpadu, pembibitan dan Ekonomi Kreatif. Fakultas
Pengembangan Budidaya Mengkudu, Inovasi Pertanian Program Studi Peternakan
teknologi merujuk kelembagaan peternak, Universitas Madura. 15 Oktober 2014
Corporate Farming ala madura, kerajinan & Kutsiyah, Farahdilla. 2015. Sapi Sonok dan
inovasinya terkait dengan sapi sonok, Karapan Sapi: Budaya Ekonomi Kreatif
Complete Feed, Home Industri jamu sapi, Masyarakat Madura. Plantaxia,
Koperasi peternak, Penguatan kelembagaan Yogyakarta.
Kutsiyah, Pengembangan Agribisnis Sapi Bibit….39
Matsushima K. 2012. One Village one Product Sudaryanto, Tahlim dan Erizal Jamal. 2000.
movement. Ministry of industrialization. Pengembangan Agribisnis Peternakan
JICA. Melalui Pendekatan Corporate Farming
untuk Mendukung Ketahanan Pangan
Nurlaila, Selvi dan Farahdilla Kutsiyah. 2012.
Nasional. Seminar Nasional Peternakan
Potret Selintas Sapi Sonok di Eks
dan Veteriner, Bogor.
Kawedanan Waru Kabupaten Pamekasan.
Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati. 9:23-32. Triharini, Meirina, Dwinita Larasati, dan R.
Susanto. (2012). “Pendekatan One Village
Pasaribu, Sahat. 2011. Pengembangan Agro
One Product (OVOP) untuk
Industri Perdesaan dengan pendekatan
Mengembangkan Potensi Kerajinan
One Village One Product (OVOP).
Daerah: Studi Kasus Kerajinan Gerabah
Forum Penelitian Agro Ekonomi,
di Kecamatan Plered, Kabupaten
Volume 29 No. 1: 1-11
Purwakarta“, ITB J. Vis. Art &Des, Vol.
6, No. 1:28-41.
40 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
41
Abstrak
Makalah ini berupa suatu gagasan pada kegiatan model pembibitan Sapi Bali di Instalasi Pembibitan
Rakyat di Dusun Langkap, Desa Pau-Pau Kecamatan Tanete Rilau Kabupaten Barru dalam rangka
rencana pembuatan rancang bangun pembibitan Sapi Bali di usaha pembibitan sapi potong rakyat sebagai
penyedia bakalan sapi potong, khususnya di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan. Sapi Bali merupakan
salah satu aset nasional dibidang peternakan yang mempunyai potensi yang besar sehingga
keberadaannya perlu dilestarikan dan populasi serta produktivitasnya perlu ditingkatkan serta mempunyai
peranan sosial ekonomi yang penting bagi masyarakat peternak maupun pemerintah Kabupaten Barru.
Namun dalam usaha pembibitan Sapi Bali terutama di wilayah Sulawesi Selatan mengalami
permasalahan, yaitu Sapi Bali telah mengalami penurunan bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh yang
diduga disebabkan oleh seleksi negatif, dan inbreeding sehingga menimbulkan masalah seperti biaya
produksi dapat meningkat, menimbulkan keadaan tidak efisien dari sistem produksi Sapi Bali secara
keseluruhan. Diperlukan suatu pola pembibitan Sapi Bali yang sesuai dengan kondisi agroekosistem di
Kabupaten Barru, dengan harapan dapat diperoleh setelah pelaksanaan model pembibitan Sapi Bali di
Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan berupa a) pejantan unggul untuk memperbaiki mutu Sapi Bali
di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, b) sapi dara bibit unggul untuk replacement (pengganti)
Sapi Bali di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, dan c) peningkatan populasi dan produktivitas
Sapi Bali secara umum di masa mendatang. Kegiatan model pembibitan Sapi Bali dapat dilakukan
melalui a) mempelajari karakteristik Sapi Bali, b) meningkatkan mutu genetik populasi sapi melalui
program seleksi dan sapi bibit harus memenuhi standar ukuran statistik vital tertentu, c) perlu
mempelajari teori dasar peningkatan mutu genetik d) pola teknis pembibitan dengan menggunakan sistem
Open Nucleus Breeding Scheme dan e) rekording dan manajemen pemeliharaan sapi. Disimpulkan
bahwa kualitas bibit ternak yang baik dapat dihasilkan melalui prosedur seleksi dan pengaturan
perkawinan yang mengikuti prosedur Ilmu Pemuliaan Ternak.
Mediteran seluas 32.516 Ha (27,68%); Lisotol jantan yang dewasa sekitar 102 cm dan untuk
seluas 29.043 Ha (24,72%); Alluvial seluas 4.659 Sapi Bali betina dewasa sekitar 100 cm.
ha (12,48%). Berdasarkan karakteristik sumber Sapi Bali merupakan salah satu aset
daya alam yang ada, kabupaten Barru nasional dibidang peternakan yang mempunyai
mempunyai 4 wilayah, yaitu : potensi yang besar sehingga keberadaannya perlu
1. Wilayah pegunungan yang berada disebelah dilestarikan dan populasi serta produktivitasnya
timur, pada umumnya berada di kecamatan perlu ditingkatkan serta mempunyai peranan
Pujananting dan kecamatan Tanete Riaja. sosial ekonomi yang penting bagi masyarakat
Wilayah ini merupakan daerah pertanian, peternak maupun pemerintah kabupaten Barru.
pertambangan dan daerah kawasan Oleh karena itu potensi Sapi Bali di Kabupaten
peternakan. Barru dapat digali dan dikembangkan supaya
2. Wilayah selatan adalah Kecamatan Tanete dapat meningkatkan lapangan kerja, produksi
Rilau yang merupakan pintu gerbang dari daging nasional, pendapatan dan kesejahteraan
Kabupaten Pangkep dengan Potensi petani peternak, serta meningkatkan Pendapatan
Perikanan yang cukup luas seperti tambak Asli Daerah (PAD). Disamping itu secara
dan perikanan laut. nasional juga akan mengurangi ketergantungan
3. Wilayah tengah sebagai Ibu Kota Kabupaten impor daging dan sapi bakalan sehingga akan
Barru yang merupakan Pusat Agropolitan menghemat devisa negara serta mempercepat
yang terletak di Kecamatan Barru. tercapainya swasembada daging sapi dan kerbau
4. Wilayah utara yang terdiri dari Kecamatan tahun 2014.
Balusu, Soppeng Riaja dan Kecamatan Pelestarian, pengembangan populasi dan
Mallusetasi yang merupakan pintu keluar ke peningkatan produktivitas Sapi Bali di kabupaten
Kota Pare-pare, wilayah ini disamping Barru dapat dilakukan secara terintegrasi dengan
sebagai Daerah Pertanian dan Perikanan, peningkatan mutu genetik, yaitu dengan cara
juga adalah Daerah Wisata khususnya Wisata melakukan seleksi dan pengaturan perkawinan
laut yang terletak di Kecamatan Mallusetasi. serta membuat managemen pemeliharaan yang
standar atau sesuai kebutuhan sapi.
Sapi Bali Selanjutnya untuk membuat kebijakan
Sapi Bali berasal dari Banteng (Bibos peningkatan produktivitas Sapi Bali di Kabuaten
banteng) yang telah dijinakkan berabad-berabad Barru, maka diperlukan suatu “Model Pembibitan
yang lalu. Sapi Bali mempunyai beberapa di Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan”,
sinonim, yaitu Bos javanicus, Bos sondaicus. untuk menghasilkan bibit unggul Sapi Bali yang
Sekarang yang lazim dipakai adalah Bibos dapat digunakan memperbaiki mutu Sapi Bali di
sondaicus. Ditinjau dari sistematika ternak, Sapi Kabupaten Barru khususnya dan Propinsi
Bali masuk familia Bovidae, Genus Bos dan Sulawesi Selatan Umumnya.
Subgenus bibovine, yang termasuk ke dalam
Subgenus tersebut adalah : Bibos gaurus, Bibos PERMASALAHAN
frontalis dan Bibos sondaicus. Sapi Bali telah beradaptasi dengan
Sapi Bali dikenal sebagai sapi yang lingkungan setempat dan mempunyai kemampuan
mempunyai reproduksi cukup tinggi dan reproduksi yang tinggi. Namun Sapi Bali telah
persentase karkas yang tinggi. Hasil silangan dari mengalami penurunan bobot badan dan ukuran-
Sapi Bali biasanya yang jantan majir; ada dugaan ukuran tubuh yang diduga disebabkan oleh
kemajiran disebabkan oleh tidak sempurnanya seleksi negatif, dan inbreeding sehingga
pembelahan reduksi dalam proses menimbulkan masalah seperti biaya produksi
spermatogenesis. dapat meningkat, menimbulkan keadaan tidak
efisien dari sistem produksi Sapi Bali secara
Sapi Bali di Kabupaten Barru keseluruhan.
Populasi Sapi Bali di Kabupaten Barru
pada tahun 2011 ini berdasarkan sensus ternak TUJUAN
pada bulan juni 2011 sejumlah 52.833 ekor. Meningkatkan produktivitas Sapi Bali
Berdasarkan informasi teknis yang ada di melalui peningkatan mutu genetiknya dengan
lapangan untuk tinggi gumba dari Sapi Bali cara melakukan seleksi dan pengaturan
Adinata, Model Pembibitan Sapi ….43
sudah dikawinkan kembali dengan target b. Pemilihan pedet jantan dan betina keturunan
maksimal selam 2 kali siklus estrus, induk sudah induk bermutu genetik baik untuk dijadikan
bunting. calon pejantan dan induk pengganti
Sapi betina yang dianggap mempunyai (replacement stock) serta sebagai sumber
potensi genetik yang baik diberi identifikasi untuk bibit untuk wilayah lain.
memudahkan dalam pelaksanaan pencatatan Pedet jantan yang diseleksi merupakan
(misalnya ear tag). Sapi-sapi tersebut pedet keturunan induk yang dinyatakan
dikawinkan dengan pejantan-pejantan terseleksi memenuhi kriteria kualitatif dan kuantitatif.
(terpilih) atau dengan kawin suntik (inseminasi Seleksi dilakukan berdasarkan performans
buatan/IB) sehingga diharapkan diperoleh anak- dirinya sendiri artinya seleksi dilakukan
anak sapi (pedet) yang bermutu genetik baik pula. berdasarkan beberapa macam kriteria namun
Sapi-sapi betina tersebut selanjutnya dilakukan secara bertahap.
dinyatakan sebagai penghasil bibit, baik bibit Pemilihan pedet betina dilakukan
jantan maupun betina. Setiap tahun dilakukan berdasarkan performansnya sendiri yaitu BS
perbaikan mutu genetik sapi betina dan sapi (205) dan BB umur 1 tahun. Bobot sapih
jantan sehingga di suatu lokasi diharapkan terjadi dianalisis dengan menimbang setiap 3 bulan
perbaikan mutu genetik secara terus-menerus. sekali. Performans pedet tersebut digunakan
Pedet jantan yang dilahirkan oleh sapi untuk menilai induknya. Calon bibit betina
betina bermutu genetik baik selanjutnya dipilih yang diseleksi adalah pedet betina yang
untuk menghasilkan pejantan muda. Pemilihan memiliki BS (205) di atas rata-rata. Calon
anak jantan tersebut dilakukan melalui seleksi bibit betina dipilih berdasarkan BB (365).
dengan kriteria seleksi sebagai berikut: Pedet betina yang tidak terseleksi tidak
a. Bobot lahir disingkirkan agar tidak terjadi penurunan
b. Bobot sapih (dikoreksi terhadap bobot umur jumlah populasi. Betina muda terseleksi atau
205 hari) tidak terseleksi harus dikawinkan dengan
c. Bobot badan umur setahun (bobot badan pejantan unggul atau terseleksi.
umur 365 hari) Perkembangan, perkawinan, bobot sapih
d. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) anak dari calon bibit betina yang dipelihara
sapi mulai umur satu tahun (12 bulan) sampai terus dicatat untuk membentuk induk unggul.
1,5 tahun (18 bulan)
e. Libido dan kualitas sperma Pola Teknis Pembibitan
f. Kemurnian bangsa Pola teknis pembibitan adalah dengan
g. Bobot badan sapi pada umur 2 tahun (24 menggunakan sistem Open Nucleus Breeding
bulan). Scheme yaitu suatu sistem pengembangan
pembibitan sapi yang cocok diterapkan pada
Teori Dasar Peningkatan Mutu Genetik kondisi keterbatasan ketersediaan pejantan, pada
Berdasarkan pengertian bahwa usaha pembibitan skala kecil sampai dengan
peningkatan mutu genetik Sapi Bali diperoleh menengah yang kualitas genetik sapinya belum
dari perkawinan antara sapi betina bermutu mantap, atau pada usaha pembibitan yang
genetik baik dengan pejantan bermutu genetik mengarah pada enghasil sapi bakalan untuk
baik, maka dua metoda yang ditempuh adalah: dipotong.
a. Pemilihan induk yang memenuhi kriteria Sistem Open Nucleus Breeding Scheme ini
kualitatif dan kuantitatif di antara sapi-sapi sangat sederhana sehingga dapat diterapkan pada
milik rakyat untuk dijadikan Populasi Dasar. usaha pembibitan yang dilakukan pada
Induk dipilih berdasarkan performans peternakan rakyat dengan skala pemeliharaan
anaknya maupun diri sendiri serta induk dengan jumlah kurang dari 10 ekor, induk-
keteraturannya dalam beranak. Sapi betina induk sapi yang ada dikawinkan dengan pejantan
dinyatakan sebagai induk yang baik apabila yang berganti-ganti sesuai dengan keinginan
memiliki anak-anak jantan dan betina dengan peternak.
bobot sapih lebih tinggi daripada rata-rata Penerapan sistem ini tetap bertujuan
bobot sapih populasi dan mampu beranak meningkatkan mutu genetik sapi yang ada supaya
setiap tahun (11-14 bulan). dapat dihasilkan sapi dengan produktivitas yang
semakin meningkat. Ketersediaan mutu dan
Adinata, Model Pembibitan Sapi ….45
jumlah sapi bibit di peternak yang umumnya sapi sebelumnya maka untuk menghindari
terbatas, maka peningkatan mutu genetik yang terjadinya perkawinan keluarga (inbreeding),
diperoleh tidak akan terlalu besar atau pejantan baru tersebut tidak boleh mengawini
membutuhkan waktu yang lama. induknya atau sapi saudara kandung maupun
Perkawinan sapi dilakukan secara alam keluarga tiri.
(menggunakan pejantan) atau menggunakan
kawin suntik (inseminasi buatan), sapi bibit Pola Operasional Pembibitan
sumber induk masih dapat digunakan selama Pola operasional pembibitan ini bertujuan
masih dapat beranak, sapi sumber bibit pejantan untuk meberikan gambaran kerja mengenai
dapat menggunakan sapi yang lama (yang telah kegiatan pembibitan untuk seleksi pejantan yang
ada) atau sapi baru dan dapat berasal dari mana akan dilaksanakan dari tingkat kelompok ternak
saja namun diupayakan yang memiliki kriteria sampai dengan stasiun uji performan dan sentra
kualitatif dan kuantitatif yang terbaik di suatu inseminasi buatan. Tabel berikut adalah seleksi
populasi setempat dan tidak ada hubungan calon pejantan.
keluarga dengan pejantan atau indukan. Apabila .
pejantan pengganti berasal dari hasil anakan sapi-
Gambar berikut adalah kegiatan b. Stasiun uji performans adalah tempat yang
operasional pengeluaran dan pemasukan pejantan berfungsi sebagai: 1) tempat test fisik bagi
sapi jantan muda hasil seleksi pada masing-
masing lokasi untuk memilih calon pejantan,
2) tempat pengumpul dan penyimpan data
untuk dianalisis.
PENUTUP
Kualitas bibit ternak yang baik dapat
dihasilkan melalui prosedur seleksi dan
Gambar 1. Bagan Operasional
pengaturan perkawinan yang mengikuti prosedur
Pemasukan dan Pengeluaran Pejantan
Ilmu Pemuliaan Ternak.
Pengertian:
DAFTAR PUSTAKA
a. Lokasi
Lokasi adalah unit operasional terkecil yang Anonimous, 2010. Laporan Rapat Pimpinan
meliputi wilayah dimana Sapi Bali akan diamati Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta.
untuk dikembangkan dan dijadikan sumber bibit. Aryogi dan D. B. Wiyono. 2007. Petunjuk Ternis
Satu lokasi dapat terdiri dari satu desa atau Sistem Pembibitan Sapi Potong. Pusat
kecamatan (meliputi 500 sampai 1.000 ternak Penelitian dan Pengembangan
betina dewasa). Peternakan Badan Penelitian dan
46 MADURANCH Vol. 1 No. 1, Agustus 2016
1. Jurnal MADURANCH terbit 2 kali setahun pada bulan Februari dan Agustus, bertujuan
mempublikasikan hasil-hasil penelitian di bidang Ilmu Peternakan serta konsep-konsep
pemikiran sebagai hasil tinjauan pustaka di bidang tersebut.
2. Naskah yang dimuat adalah hasil seleksi yang telah disetujui oleh Ketua Redaksi dan belum
pernah diterbitkan pada jurnal manapun.
3. Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, disusun secara sistematis dengan
urutan sebagai berikut :
Judul dengan huruf kapital Times New Roman (TNR) 11, cetak tebal, maksimal 3 baris
Nama penulis ditulis di bawah judul, terdiri dari nama kecil diikuti dengan nama keluarga,
tanpa gelar, diikuti dengan alamat institusi, dicetak miring/italic.
Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, maksimal berjumlah 250 kata,
menggunakan TNR 10.
Pendahuluan yang memuat latar belakang, tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian.
Metode penelitian yang berisi desain atau jenis penelitian, tempat dan waktu, populasi dan
sampel, instrument penelitian, pengumpulan data, deskripsi atau analisa data. Pada artikel
tinjauan pustaka maka metode penelitian tidak ada, sehingga langsung pada Pembahasan
(yang bisa terdiri dari sub Pembahasan) menyangkut konsep-konsep pemikiran hasil tinjauan
pustaka.
Hasil dan Pembahasan yang meliputi hasil penelitian yang dikemukakan secara jelas dalam
bentuk tabel, grafik, diagram atau foto. Setiap data yang penting dari hasil penelitian
diterangkan artinya, dibandingkan apakah ada perbedaan atau persamaan dengan hasil
penelitian sejenis terdahulu, atau apakah terdapat kemungkinan pengembangannya.
Kesimpulan dengan/tanpa saran memuat kesimpulan dari hasil kongkrit ataupun keputusan
dari penelitian, dengan/tanpa saran tindak lanjut berdasarkan kesimpulan hasil penelitian atau
bahan untuk pengembangan penelitian berikutnya.
Acuan kepustakaan pada bagian Pendahuluan sampai Hasil Penelitian ditulis dengan
mencantumkan nama keluarga dari penulis dan tahun penerbitan yang dipisahkan oleh tanda
koma, misalnya: ……….. (Dunn, 1997). Jika nama penulis terdiri dari 2 orang maka
keduanya dipisahkan dengan “dan”, misalnya: ………….(Klipel dan Diepe, 1994). Jika nama
penulis terdiri dari 3 orang atau lebih maka yang ditulis hanyalah penulis utama/pertama dan
ditambah dengan “dkk” atau “et al” (jika artikel dalam Bahasa Inggris, misalnya:
………..(Chang dkk, 2001) atau (Buckle et al, 1985). Jika dua atau lebih acuan pustaka,
maka masing-masing acuan dipisahkan dengan tanda “koma”, misalnya: …………(Kaplan,
1994; Chang dkk, 2001; Dunn, 1994).
Kepustakaan ditulis dengan menggunakan sistem Harvard (urutan berdasarkan abjad).
4. Diketik rapih pada kertas ukuran A4 (21 x 29,5 cm) dengan batas atas 2,5 cm, batas bawah 2,5
cm, batas kiri 3,5 cm, dan batas kanan 2,5 cm, pada program komputer MS Word, disertai
dengan CD yang berisi file tulisan tersebut (atau kiriman naskah melalui e-mail). Diketik dengan
jarak 1.15 spasi, kecuali abstrak 1 spasi, dengan panjang keseluruhan berjumlah 8 -11 halaman.
5. Bila diperlukan, naskah akan diedit redaksi tanpa mengubah isi untuk disesuaikan dengan format
penulisan dan dikirimkan kembali kepada penulis untuk dikoreksi dan dilakukan pembetulan,
kemudian penulis mengirim kembali naskah yang telah dibetulkan disertai dengan naskah dalam
CD.
6. Penulis naskah yang dimuat akan menerima terbitan sebanyak satu eksemplar.